dilakukan, terutama yang berkenaan dengan Penelitian perkawinan dengan menggunakan wali hakim, penelitian yang ada hubungannya dengan wali hakim yang
pernah ada adalah kedudukan wali hakim menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, oleh Parimpunan Matondang, Mahasiswa Universitas Sumatera Utara 2003.
G. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang perwalianwali
Tiap orang dapat memiliki hak-hak, atau dengan perkataan lain tiap orang menjadi pendukung hak dan ia diperbolehkan kalau memliki kecakapan sempurna
bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya. Fikih Islam menggunakan istilah ahliyah
untuk menunjuk arti kecakapan. Kecakapan mendukung hak disebut Ahliyatul Wujub
dan kecakapan menggunakan hak terhadap orang lain disebut Ahliyatul Ada
. Ahliyatul Ada
adalah kecakapan menggunakan hak terhadap orang lain, atau dengan kata lain kecakapan melakukan perbuatan hukum atas nama orang lain.
Meskipun tiap orang menjadi pendukung hak, akan tetapi di dalam hukum tidak semua orang diperbolehkan bertindak untuk melaksanakan haknya itu. Oleh
Marahalim : Pernikahan Dengan Menggunakan Wali Hakim Ditinjau Dari Fiqih Islam Dan Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, 2007
USU Repository © 2008
Undang-undang berbagai golongan ada yang dinyatakan tidak cakap atau kurang cakap untuk melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum.
4
Orang yang belum dewasa atau masih dibawah umur, harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya.
Kekuasaankewenangan seorang wali dalam bertindak untuk kepentingan dan atas nama yang dibawah kewaliannya disebut perwalian.
Tentang perwalian, secara etimologi dalam bahasa Indonesia Segala sesuatu yang menjadi urusan wali.
5
Dalam bahasa Arab disebut dengan Wilayah. Perwalian ialah: An-Nashrah pertolongan
6
atau tempat berlindung sesuatu dan perlindungan terhadap sesuatu.
7
Secara terminologi istilah perwalian ialah: Kekuasaan melakukan akad dan transaksi, baik akad nikah maupun akad lainnya tanpa ketergantungan kepada orang
lain. Para fuqaha ahli hukum Islam membagi perwalian itu menjadi perwalian atas diri pribadi dan atas harta kekayaan. Perwalian atas diri pribadi dimaksud adalah
kekuasaan melakukan akad perkawinan tanpa ketergantungan kepada orang lain,
4
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa,1992, hlm. 20.
5
WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai
Pustaka,1976, hlm. 1147.
6
Ahmad Hudri, Al-Ahwal as-Syakhshiyah, Mesir: Maktabah Kuliiyah al-Arabiyah, 1968,
hlm. 3.
7
Zakiyuddin Sya`ban, Al-Ahkam as-Syar`iyyahli Ahwal asSyakhshiyyah, Kairo: Dâr an-
Nahdhah al-`arabiyah, 1969, hlm. 214.
Marahalim : Pernikahan Dengan Menggunakan Wali Hakim Ditinjau Dari Fiqih Islam Dan Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, 2007
USU Repository © 2008
dan perwalian atas harta kekayaan ialah kekuasaankewenangan mengurusi akad yang berkaitan dengan hartakekayaan yang dimiliki oleh yang dibawah perwalian tanpa
ketergantungan kepada orang lain.
8
Subekti 1992 mengemukakan perwalian voogdif adalah pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak ada dibawah kekuasaan orang tua serta
pengawasan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang.
9
Di dalam Pasal 1 huruf h Kompilasi Hukum Islam KHI disebutkan, Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melaksanakan
sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai orang tua atau orang tua yang masih hidup, tidak cakap untuk
melakukan perbuatan hukum. Dengan demikian, perwalian atau wilayah dalam bahasa Arab, berarti suatu
kekuasaankewenangan yang berasal dari syara` untuk melakukan tindakan atau akad yang mempunyai akibat-akibat hukum.
10
Kecuali itu, bahwa perwalian dimiliki oleh wali, yang dalam kewaliannya memiliki kekuasaan melakukan tindakanperbuatan
hukum atas orang lain, baik yang berkaitan dengan diri pribadi, misalnya tentang perkawinan maupun yang berhubungan dengan pengurusan harta benda orang yang
8
Ibid .
9
Subekti, op. cit., hlm. 52.
10
A. Azhar, op. cit., hlm. 8.
Marahalim : Pernikahan Dengan Menggunakan Wali Hakim Ditinjau Dari Fiqih Islam Dan Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, 2007
USU Repository © 2008
dibawah kewaliannya, orang yang berkecakapan tidak sempurna sehingga ia berada dibawah perwalian atau diwalikan.
Khusus mengenai perwalian dalam perkawinan Wilayah Tazwij, Muhammad Jawwad Mughniyah 2001 mengatakan:
Adalah suatu kekuasaan atau wewenang syâri` atas segolongan manusia, yang dilimpahkan kepada orang yang sempurna, karena kekurangan tertentu pada
orang lain yang dikuasai itu demi kemaslahatannya.
11
Ini berarti perwalian dalam perkawinan dipangku oleh seorang wali dan mempunyai wewenang untuk mengakadnikahkan yang diwalikannya. Karena wali
adalah: Pengasuh pengantin perempuan ketika nikah, yaitu yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki.
12
Sayid Sabiq 1998 mengatakan wali ialah suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya.
13
Al-Kahlani mengatakan wali ialah kerabat terdekat dari ashabah si calon mempelai perempuan, bukan keluarga zawil arham-nya.
14
Dalam pada itu pasal 50 ayat 1 Undang-undang perkawinan menyebutkan, anak yang belum mencapai
11
Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab., Jakarta: Terj Masykur AB.,
Lentera, 2000, hlm. 345.
12
WJS. Poerwadarminta, loc. cit.
13
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Bandung: terj Mahyuddin Shf., jilid VIII, PT. Al-Maarif,
1998, hlm. 11
14
Al-Kahlani, Subulussalam, Bandung: PT. Al-Ma`arif, tt.jld,III,, hlm. 11.
Marahalim : Pernikahan Dengan Menggunakan Wali Hakim Ditinjau Dari Fiqih Islam Dan Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, 2007
USU Repository © 2008
umur 18 delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua berada dibawah kekuasaan wali.
Jadi semua orang yang disebutkan di atas bila melakukan tindakanperbuatan hukum, dalam kedudukan mereka sebagai wali bertindak atas nama orang lain yang
berada di bawah perwaliannya, dan mereka memperoleh kekuasaan itu dari orang lain.
Orang lain dalam bentuk perwakilan adalah orang yang mewakilkan. Dalam hal perwalian ayah dan kakek atas nama anak atau cucu, demikian pula perwalian
pengadilan dan orang yang menerima wasiat, orang lain itu adalah syar`i Allah dan Rasul-Nya atau ketentuan Syara`.
Dari uraian terdahulu dapat diketahui bahwa untuk dapat terjadinya tindakan atau akad yang mempunyai akibat hukum, orang yang melakukannya harus cakap
melakukan tindakan hukum dan mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk melakukannya, baik berupa kekuasaan asli atas nama diri sendiri atau sebagai wali
atas nama orang lain.
Marahalim : Pernikahan Dengan Menggunakan Wali Hakim Ditinjau Dari Fiqih Islam Dan Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, 2007
USU Repository © 2008
2. Syarat-syarat PerwalianWali a. Menurut Hukum Islam