Wali yang Disahkan oleh Pengadilan

BAB IV KEABSAHAN SUATU PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM

A. Wali yang Disahkan oleh Pengadilan

Mereka para wali, kerabat dekat calon mempelai perempuan yang disebut dengan wali nasab mempunyai wewenang menikahkannya sepanjang tidak terdapat hal-hal yang mengalihkan perwaliannya itu ke tangan wali hakim menurut peraturan perundang-undangan. Tidak ada perbedaan pendapat ulama bahwa sulthan boleh menjadi wali nikah. Kewenangannya menjadi wali nikah karena kedudukannya selaku wilayah `Ammah , sebagaimana wilayahnya yang berkaitan dengan pengurusan harta kekayaan orang yang tidak menjadi wali, demikian pula dengan wilayahnya yang berhubungan dengan pernikahan. Adapun alasan bahwa sulthan boleh memangku sebagai wali nikah wilayah tazwij yaitu hadits Nabi SAW., dari Aisyah ra: モデゅよ ゅヰェゅムレプ ゅヰΒャヱ ラクま ゲΒピよ ろエムル りぺゲョや ゅヨΑぺ . リョ モエわシ ゅヨよ ゲヰヨャや ゅヰヤプ ゅヰよ モカキ ラみプ ゅヰィゲプ . ゅヰャ ヴャヱΙ リョ ヴャヱ ラゅトヤジャゅプ やヱケゅイわシや ラみプ リよやヱ ングョゲわャやヱ キヱやキ ヲよぺ ロやヱケ ヮィゅョ Artinya: Perempuan mana saja apabila menikah dengan tidak seizin walinya, maka nikahnya batal. Dan jika laki-laki yang menikahinya menggaulinya, maka wajib baginya membayar mahar untuk kehormatan yang ia peroleh dari persebadanannya itu. Jika merekpara wali bertengkar, maka sulthan itu adalah wali bagi mereka yang tidak mempunyai wali. 125 Yang dimaksud dengan sulthan disini ialah Imam pemimpin, kepala Negara atau hakim atau yang ditugaskan untuk itu. 126 Hadits di atas merupakan dalil bahwa ijab akad nikah tergantung kepada izin wali. Menurut al-Baghawi, hadits ini juga sebagai alasan menggauli perempuan yang masih diragukan statusnya mengharuskan pembayaran mahar. Selanjutnya menurut beliau, yang dimaksud dengan pertengkaran disini adalah yang disebabkan oleh larangan menikah dan bukan pertengkaran karena saling mendahului antar wali. Jadi, apabila si wali melarang menikah perempuan yang berada di bawah perwaliannya, maka pernikahannya diserahkan kepada wali hakim, bukan kepada wali ab`ad. Demikian juga apabila wali aqrab ghaib tidak ada di tempat atau sedang ihram, atau si calon mempelai sama sekali tidak mempunyai wali, hakim boleh menikahkannya. 127 Tentang wali hakim ialah: Kepala Negara yang beragama Islam yang mempunyai kekuasaan yang boleh mengangkat orang lain menjadi wali hakim untuk menikahkan seseorang perempuan yang berwali hakim. 128 125 Al-Kahlani, loc.cit. 126 Ibn Qudamah, 1367 H., Al-Mughni,Mesir: Daar al-Manar,Juz VI., hlm. 461. 127 Hasan Ayyub, Op. Cit., hal. 57. 128 Hasballah Thaib, 1983, Hukum Keluarga Dalam Syari`at Islam, Medan: Universitas Dharmawangsa, hlm. 53. Undang-undang Perkawinan tidak mengatur secara jelas ketentuan-ketentuan tentang wali hakim. Namun demikian KHI memberi rumusan wali hakim sebagaimana termaktub pada pasal 1 huruf b Wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah. Peraturan Menteri Agama RI No. 2 tahun 1987 tentang wali hakim, menyatakan: Pasal 1 huruf b, wali hakim adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk bertindak sebagai wali nikah bagi calon mempelai wanita yang tidak mempunyai wali. Pasal 2 ayat 1, bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah Indonesia atau di luar negeriwilayah ekstra – teritoria Indonesia ternyata tidak mempunyai wali nasab yang berhak atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat atau mafqud atau berhalangan atau adhol maka nikahnya dapat dilangsungkan dengan wali hakim. Melihat rumusan-rumusan wali hakim di atas, dapat dimengerti bahwa, wali hakim memperoleh kewenangan menjadi wali nikah atas dasar penunjukan berdasarkan jabatan yang ia pangku. Hal mana dinyatakan kata pejabat pada bunyi pasal 1 huruf b di atas. Pejabat yang dimaksudkan adalah Kepala Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan, dan atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah P3N yang oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam Kasie URAIS kabupatenkota di wilayah Indonesia atas nama Menteri Agama menunjuknya menjadi wali hakim untuk sementara apabila ternyata Ka KUA berhalangan atau tidak ada, dan pegawai yang memenuhi syarat menjadi wali hakim pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Pada pasal 4 dan 5 PMA Nomor: 2 tahun 1987 tersebut menyatakan demikian: Ayat 1 Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan selaku Pegawai Pencatat Nikah ditunjuk menjadi wali hakim dalam wilayahnya untuk menikahkan mempelai wanita sebagai dimaksud pasal 2 ayat 1 peraturan ini. Ayat 2 apabila di wilayah kecamatan, Kepala Kantor Urusan Agama berhalangan atau tidak ada, maka Kepala Seksi Urusan Agama Islam atas nama Kepala Kantor Departemen Agama KabupatenKota diberi kuasa untuk atas nama Menteri Agama menunjuk wakilpembantu Pegawai Pencatat Nikah untuk sementara menjadi wali hakim dalam wilayahnya. Pasal 5: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji diberi wewenang untuk atas nama Menteri Agama menunjuk pegawai yang memenuhi syarat menjadi wali hakim pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana yag dimaksud pada pasal 2 ayat 1 peraturan ini. Dengan demikian, pemahaman yang dapat diambil adalah tidak semua pejabat dapat memposisikan dirinya sebagai wali hakim dalam pernikahan, karena hanya pejabat yang disahkan oleh Menteri Agama dan pejabat struktural di bawahnya saja yang dapat memangku jabatan tersebut.

B. Pertimbangan Wali Hakim