Konversi Lahan Pertanian Luas Panen .1 Pengertian Luas Panen

2. Lahan Bukan Sawah Yang dimaksud dengan lahan bukan sawah adalah semua lahan selain lahan sawah seperti lahan pekarangan, huma, ladang, tegalankebun, lahan perkebunan, kolam, tambak, danau, rawa, dan lainnya. Lahan yang berstatus lahan sawah yang sudah tidak berfungsi sebagai lahan sawah lagi, dimasukkan dalam lahan bukan sawah.

2.4.4 Konversi Lahan Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja dan penyediaan pangan dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun negara telah menjadi negara industri. Sehubungan dengan itu, pengendalian lahan pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang strategis untuk tetap memelihara industri pertanian primer dalam kapasitas penyediaan pangan, dalam kaitannya untuk mencegah kerugian social ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multifungsi lahan pertanian. Pembahasan dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang dapat mengurangi jumlah lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah berlangsung sejak dasawarsa 90-an. Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih fungsi lahan pertanian belum berhasil diwujudkan. Selama ini berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah pengendalian konversi lahan sawah Universitas Sumatera Utara sudah banyak dibuat. Setidaknya ada 10 peraturanperundangan yang berkenaan dengan masalah tersebut. Tabel 2.1 Peraturanperundangan terkait dengan alih-guna lahan pertanian No Peraturan Perundangan Garis besar isi, khususnya yang terkait dengan alih guna lahan pertanian 1 UU no. 241992 Penyusunan RTRW harus mempertimbangkan budidaya pangan SIT: 2 Kepres No. 531989 Pembangunan kawasan industry, tidak boleh konversi SIT tanah pertanian subur: 3 Kepres No.331990 Pelarangan pemberian izin perubahan fungsi lahan basah dan pengairan beririgasi bagi kawasan pembangunan kawasan industry: 4 SE MNAKPPN 410- 18511994 Pencegahan penggunaan tanah sawah beririgasi teknis untuk penggunaannon pertanian melalui penyusunan RTR 5 SE MNAKPPN 410- 22611994 Izin lokasi tidak boleh mengkonversi sawah irigasi teknis SIT 6 SEKBAPPENAS 5335MK91994 Pelarangn konversi lahan sawah irigasi teknis untuk non pertanian 7 SE MNAKBPN 5335MK1994 Penyusunan RTRW Dati II melarang konversi lahan sawah irigasi teknis untuk non pertanian 8 SE MNAKBPN 5417MK101994 Efisiensi pemanfaatan lahan bagi pembangunan perumahan 9 SE MENDAGRI 4744263SJ1994 Mempertahankan sawah irigasi teknis untuk mendukung swasembada pangan 10 SE MNAKBPN 460- 15941996 Mencegah konversi dan irigasi teknis mnjadi tanah kering: Sumber : www.bappenas.go.id Universitas Sumatera Utara Seiring dengan proses pembangunan di Indonesia, masalah ketersediaan sumber daya lahan semakin terbatas. Prioritas kebijakan pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan investasi justru makin memacu proses industrialisasi dan memarjinalkan sektor pertanian. Karena ada anggapan pembangunan sektor industri lebih menguntungkan untuk berinvestasi dan memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat, sehingga pembangunan sektor pertanian terabaikan dan dianggap sektor yang inferior yang kurang menguntungkan. Kondisi ini terus berjalan sampai dengan saat ini, di mana para pembuat kebijakan maupun perencana pembangunan cenderung lebih banyak mengadopsi teori-teori barat dengan berdasarkan pengalaman keberhasilan negara-negara Eropa dan Amerika. Hal ini berakibat sektor pertanian yang sebenarnya lebih cocok dengan iklim dan budaya masyarakat Indonesia mayoritas tinggal di perdesaan semakin terdesak, termasuk dalam penggunaan sumber daya lahannya. Kondisi ini dapat dilihat di dunia nyata bahwa makin pesatnya laju konversi lahan pertanian suburban dan produkt if beralih fungsi ke penggunaan non pertanian seperti industri dan permukiman. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor. Kustiwan 1997 dalam Lestari 2009 menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan fisik maupun spasial, demografi maupun ekonomi. 2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. 3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Pasandaran dalam Lestari 2009 menjelaskan paling tidak ada tiga faktor, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang merupakan determinan konversi lahan sawah, yaitu: 1. Kelangkaan sumberdaya lahan dan air 2. Dinamika pembangunan 3. Peningkatan jumlah penduduk Para pemilik atau pengguna lahan yang mempunyai hak kepemilikan lahan yang lebih luas lebih berpeluang mengalih fungsikan lahan mereka ke penggunaan lainnya, karena dengan semakin luasnya kepemilikan lahan maka banyak alternatif bagi penggunaan lahannya. Sementara mata pencaharian turut pula menentukan dalam perubahan penggunaan lahan, mereka yang bukan petani akan memiliki kecenderungan mengalih fungsikan lahan pertanian yang dimiliki ke penggunaan lainnya.

2.5 Harga Dasar Beras