Tumbuhan pangan dan obat yang digunakan untuk kegiatan adat

Putrasamedja 2005 menyebutkan bahwa tumbuhan sayuran lokal atau sayuran indigenous merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu, atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu. Di Jawa Barat yang dimaksud dengan sayuran indigenous meliputi katuk, kemangi, poh-pohan, paria, kecipir jaat, oyong, gambas emes, labu, koro roay, dan sebagainya. Rachman et al. 2002 diacu dalam Putrasamedja 2005. Keberadaan sayuran tersebut di atas perlu dilestarikan, karena selain mempunyai nilai ekonomi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Sayuran indigenous biasanya tumbuh di pekarangan rumah maupun kebun secara alami dan dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga, baik sebagai sayuran yang dimasak maupun lalapan. Pada kenyataannya di daerah Jawa Barat sayuran indigenous sudah memasuki pasar di rumah makan yang digunakan sebagai lalap. Banyak sayuran indigenous yang berfungsi sebagai obat dari suatu penyakit manusia. Tumbuhan penghasil bumbu dibudidayakan oleh masyarakat di pekarangan rumahnya. Pemanfaatan pot plastik menjadi pilihan masyarakat sebagai tempat atau wadah media tanam sebagai tempat tumbuhnya. Sedangkan tumbuhan buah meliputi rambutan, papaya, mangga, kedondong, jeruk bali. Adapun tumbuhan sayur-sayuran meliputi bayam, kangkung, singkong, katuk, pare, labu, kukuk. Masyarakat membudidayakan tumbuhan buah di kebun atau di lahan pekarangan. Sedangkan tumbuhan penghasil sayur, masyarakat memanfaatkan lahan sawah untuk membudidayakannya. Selain tumbuhan penghasil pangan, masyarakat juga membudidayakan beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat seperti sembung, daun metadin, mustajab. Kegiatan budidaya tersebut masih bersifat terbatas yaitu hanya tumbuhan pangan dan obat tertentu saja.

5.6.4 Tumbuhan pangan dan obat yang digunakan untuk kegiatan adat

Masyarakat Cigeurut masih melakukan tradisi-tradisi warisan nenek moyang yang dipercaya oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Tradisi tersebut sebagian besar adalah kegiatan yang bersifat menyembuhkan atau menjaga diri dari bahaya. Tradisi adat masyarakat Cigeurut berkaitan dengan pemanfaatan tumbuhan tertentu. Kegiatan adat yang sering dilakukan oleh masyarakat diantaranya penanaman hanjuang di pojok sawah dengan tujuan agar hasil yang diperoleh dari pertanian masyarakat melimpah. Tradisi lain yang dilakukan masyarakat adalah tradisi untuk bayi. Seperti halnya bayi yang sering menangis dilakukan tradisi penyemprotan umbi bangle yang sudah dikunyah kepada muka atau kepala bayi. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengusir jin jahat yang sedang mengganggu bayi. Selain itu, masyarakat memanfaatkan bawang putih dan cabe merah untuk mengusir jin jahat. Bawang putih dan cabe merah diletakkan di pojok rumah dan digantung di atas kamar. Kegiatan tersebut dilakukan apabila masyarakat merasa ada makhlus halus yang mengganggunya. Tabel 12 Spesies tumbuhan yang digunakan dalam tradisi masyarakat No Spesies tumbuhan Nama Ilmiah Bagian yang digunakan Manfaat 1 Bangle Zingiber purpureum Rimpang Bayi menangis terus-terusan 2 Bawang putuh Allium sativum Umbi Mengusir jin jahat 3 Cabe merah Capsicum annuum Buah Mengusir jin jahat 4 Hanjuang Cordyline fruticosa Herba Mengusir jin jahat 5 Kayu lemo Goniothalamus macrophyllus Kayu Menjaga dari ular, serangga 6 Celenceng Elephantopus scaber Herba Baduta cepat jalan 7 Beleketebe Nauclea orientalis Daun Memperlancar berbicara Tradisi untuk bayi yang ingin cepat dapat berjalan dengan lancar, masyarakat memanfaatkan tumbuhan celenceng. Bayi yang sudah mendekati usia 2 tahun dan belum bisa berjalan lancar, orang tua bayi memukul bayi tersebut menggunakan celenceng yang diarahkan kepada kedua kaki bayi. Sedangkan untuk bayi yang sedang belajar berbicara, masyarakat memanfaatkan daun beleketebe untuk melancarkan cara berbicara bayi. Daun beleketebe yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam mulut bayi agar bayi dapat menggigitnya. 5.7 Permasalahan Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Cigeurut dalam memanfaatkan tumbuhan pangan dan obat diantaranya adalah : 1. Obat-obat warung mulai mendokrin masyarakat Cigeurut, hal ini berdampak terhadap melemahnya pengetahuan masyarakat terhadap khasiat tumbuhan obat. 2. Sebagian besar tumbuhan obat penting belum dibudidayakan oleh masyarakat Cigeurut. Seperti halnya kayu lemo, daun dewa, daun balsam, beleketebe, dan mengkudu merupakan tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat. 3. Pengetahuan terkait tumbuhan obat dari orang tua jarang diturunkan kepada keturunannya, sehingga pengetahuan terhadap tumbuhan obat menurun seiring dengan perkembangan zaman. 4. Sumberdaya alam yang melimpah dan memiliki nilai jual rendah jarang dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga pemanfaatan tumbuhan pangan belum dimanfaatkan seacar optimal. Tumbuhan tersebut diantaranya adalah singkong, jagung, ubi jalar, kacang-kacangan 5. Masyarakat Cigeurut masih terfokus kepada sumberdaya alam yang memiliki nilai jual tinggi seperti kopi, kapol, dan cengkeh. 6. Belum adanya kelembagaan yang mengatur pemanfaatan sumberdaya alam, baik tumbuhan pangan ataupun tumbuhan obat 7. Kurangnya sumberdaya manusia dalam mengembangkan tumbuhan pangan dan obat

5.8 Strategi Pengembangan Kampung Konservasi POGA