Profil Umum Petani Hutan Rakyat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Profil Umum Petani Hutan Rakyat

Petani hutan rakyat merupakan profesi sampingan yang saat ini ditekuni oleh sebagian masyarakat di lokasi penelitian, dimana hutan rakyat yang dibangun diusahakan secara individu. Mayoritas jenis pohon yang ditanam adalah jati Tectona grandis dan sengon Paraserianthes falcataria, adapun jenis lain seperti mahoni Swietenia mahagoni , medang-medangan, jengkol Pithecollobium Jiringa , kapuk Ceiba petandra dan waru Hibiscus tiliaceus ditanam dalam jumlah kecil. Pengelompokkan responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian berdasarkan kelompok umur disajikan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Karakteristik petani hutan rakyat berdasarkan kelompok umur Desa Kelompok Umur Tahun Jumlah Orang 20-30 31-40 41-50 50 Damarwulan 6 14 10 30 Clering 12 13 5 30 Suwawal 1 7 14 8 30 Jumlah Orang 1 25 41 23 90 Persentase 1,11 27,78 45,56 25,55 100 Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok umur, hutan rakyat lebih banyak diusahakan oleh responden dengan usia lebih dari 40 tahun sebanyak 71,11 dari total responden dan sisanya sebesar 28,89 merupakan petani hutan rakyat usia produktif yaitu berumur 20-40 tahun. Besarnya persentase petani hutan rakyat yang didominasi oleh generasi tua 40 tahun disebabkan karena kurangnya minat generasi muda terhadap usaha hutan rakyat. Sebagian besar generasi mudanya lebih memilih pergi merantau ke kota untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Kondisi tersebut merupakan dampak dari pergeseran persepsi kelompok muda dari usaha pertanian tradisional menjadi non pertanian yang dianggap lebih menguntungkan dan lebih cepat menghasilkan uang. Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap polasikap petani dalam menerima hal baruinovasi dari luar yang diharapkan dapat meningkatkan usaha mereka. Untuk mengetahui tingkat pendidikan responden petani hutan rakyat pada masing-masing desa penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik petani hutan rakyat berdasarkan tingkat pendidikan Desa Tingkat Pendidikan Jumlah Orang Tidak Sekolah SD SLTP SLTA S1 Damarwulan 1 12 8 9 30 Clering 14 6 7 3 30 Suwawal 2 12 10 6 30 Jumlah Orang 1 28 26 26 9 90 Persentase 1,11 31,11 28,89 28,89 10 100 Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dominan ditempuh oleh responden adalah tingkat Sekolah Dasar sebanyak 28 orang 31,11. Responden yang menempuh sekolah hingga tingkat sekolah dasar itu didominasi oleh responden berumur 50 tahun. Walaupun demikian, setidaknya para responden di lokasi penelitian pernah mengenyam bangku pendidikan Sekolah Dasar sehingga mereka telah dapat membaca dan menulis. Tingkat pendidikan formal yang cukup rendah tersebut dapat dipahami karena kondisi ekonomi keluarga pada saat dulu tidak cukup mendukung untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu dimungkinkan juga karena kurang tersedianya sarana prasarana serta jarak yang cukup jauh untuk menjangkau sarana pendidikan yang ada. Pekerjaan utama responden petani hutan rakyat yang terdapat di lokasi penelitian terbagi menjadi dua kategori, yakni perkerjaan utama di sektor pertanian dan non pertanian. Mengenai pekerjaan utama responden dapat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik petani hutan rakyat berdasarkan pekerjaan utama Desa Pekerjaan Utama Jumlah Orang Sektor pertanian Sektor Non Petani Damarwulan 29 1 30 Clering 14 16 30 Suwawal 6 24 30 Jumlah Orang 49 41 90 Persentase 54,44 45,56 100 Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase responden yang pekerjaan utamanya di sektor pertanian dan non pertanian mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda, yakni sektor pertanian 54,44 dan non pertanian 45,56. Pekerjaan utama responden di sektor non pertanian cukup beragam seperti supir, pengusaha batako, pegawai negeri, guru, pegawai swasta, pedagang, pengusaha kecil mebel dan ukiran. Berbeda dengan dua desa penelitian yang lain, di Desa Suwawal kebanyak respondennya mempunyai pekerjaan utama diluar sektor pertanian. Hal itu dikarena Desa Suwawal letaknya tidak jauh dengan pusat Kota Jepara sehingga peluang bekerja di luar sektor pertanian cukup besar, kebanyakan dari mereka lebih tertarik untuk bekerja sebagai pengusaha kecil mebel dan ukiran kayu. Tingkat penghasilan yang diperoleh responden dari pekerjaan utama mereka terbagi menjadi empat kelas. Berikut ini adalah Tabel yang menyajikan tingkat penghasilan responden setiap bulan dari pekerjaan utama mereka. Tabel 5 Karakteristik petani hutan rakyat berdasarkan tingkat penghasilan Desa Tingkat Penghasilan Rpbulan Jumlah Orang Rp 500.000 - Rp1.000.000 Rp 1.100.000 - Rp 1.500.000 Rp 1.600.000 - Rp 2.000.000 Rp 2.000.000 Damarwulan 1 25 4 30 Clering 5 6 10 9 30 Suwawal 11 4 15 30 Jumlah Orang 6 42 14 28 90 Persentase 6.67 46.66 15.56 31.11 100 Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 84 orang 93,33 responden mempunyai tingkat penghasilan yang sudah cukup baik karena besarnya penghasilan yang diperoleh oleh sebagian responden mempunyai nilai di atas Upah Minimum Regional UMR Kabupaten Jepara tahun 2010 yakni sebesar Rp 702.000bulan www.nakertrans.jateng.go.id. Berdasarkan luas kepemilikan rata-rata hutan rakyat yang disajikan pada Tabel 6, Desa Damarwulan merupakan desa yang memiliki luas hutan rakyat paling besar dibandingkan dua desa yang lain yakni sebesar 0,54 ha. Namun demikian, jika dilihat dari besarnya jumlah pohon rata-rata untuk jenis sengon dan jati pada masing-masing sampel desa penelitian, jumlah pohon rata-rata untuk masing-masing jenis yang ada di Desa Damarwulan memiliki jumlah yang paling kecil bila dibandingkan dengan dua desa lainnya, yakni sengon 827 batangha dan jati 440 batangha. Besarnya jumlah pohon rata-rata per ha untuk masing- masing jenis di Desa Damarwulan sangat bertolak belakang dengan besarnya luas kepemilikan rata-rata hutan rakyat di desa tersebut. Hal itu terjadi karena responden di Desa Damarwulan didominasi oleh kelompok petani yang mengusahakan hutan rakyat dengan sistem agroforestry dengan tanaman pertanian seperti singkong, kopi, lada, pisang dan jahe sehingga jarak tanam yang digunakan oleh responden kurang beraturan bila dibandingkan dengan dua desa lainnya. Selain itu pula karena sebagian responden yang ada, baru saja melakukan penebangan pohon untuk menutupi kebutuhan yang sifatnya mendesak sehingga ketika dilakukan pengukuran di lapangan jumlah pohon yang ditemui tinggal sedikit. Tabel 6 Luas rata-rata kepemilikan hutan rakyat dan jumlah pohon rata-rata yang dimiliki petani tiap jenis Desa Luas rata- rata kepemilikan Hutan rakyat ha Jumlah pohon Sengon rata- rata yang dimiliki Jumlah pohon Jati rata-rata yang dimiliki Jumlah pohon Sengon rata- rata per ha Jumlah pohon Jati rata-rata per ha Damarwulan 0,54 447 238 827 440 Clering 0,51 449 341 881 669 Suwawal 0,32 314 266 981 832 Tabel 7 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa sistem pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan oleh para petani hutan rakyat di lokasi penelitian didominasi oleh pola campuran 43,33. Menurut Awang 2005 kepemilikan jenis lahan, usaha tani yang dilakukan oleh petani hutan rakyat secara spesifik memiliki pola tanam yang sangat beragam. Akan tetapi sebagian besar hutan rakyat pada umumnya menggunakan pola tanaman campuran, yaitu campuran tanaman kayu-kayuan dan tanaman pangan. Tabel 7 Sistem pembangunan usaha hutan rakyat setiap desa Desa Monokultur Campuran Agroforestry Jumlah orang Damarwulan 1 12 17 30 Clering 13 15 2 30 Suwawal 15 12 3 30 Jumlah orang 29 39 22 90 Presentase 32,22 43,33 24,45 100 Damarwulan Clering Suwawal Gambar 2 Kondisi hutan rakyat di Desa Damarwulan, Clering dan Suwawal. 5.2 Hubungan Luas Kepemilikan Hutan Rakyat dengan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan Utama dan Penghasilan Responden Berdasarkan hasil analisis regresi yang dilakukan antara luas kepemilikan hutan rakyat dengan tingkat pendidikan, pekerjaan utama dan penghasilan responden maka diperoleh persamaan sebagai berikut : Ý = 0. 230 + 0.0216 Х 1 + 0.0464 Х 2 - 0.00000002 Х 3 Berdasarkan persamaan regresi linear tersebut diketahui bahwa koefisien determinasi yang dihasilkan sebesar 3,5 yang artinya sebanyak 3,5 dari luas kepemilikan hutan rakyat dapat dijelaskan oleh tingkat pendidikan, pekerjaan utama dan penghasilan. Sebanyak 96,5 dari luas kepemilikan hutan rakyat dijelaskan oleh faktor lain di luar faktor pendidikan, pekerjaan utama dan penghasilan. Selanjutnya untuk mengetahui hubungan tiap variabel penduga terhadap besarnya luas kepemilikan hutan rakyat dilakukan uji t yang dijelaskan pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengujian pada Lampiran 10 dapat diketahui bahwa faktor pendidikan, pekerjaan utama dan penghasilan tidak nyata mempengaruhi luas kepemilikan hutan rakyat P 0,05. Tabel 8 Hubungan antar variabel dengan besarnya luas kepemilikan hutan rakyat Variabel t hit P Pendidikan 1,58 0,119 Pekerjaan utama 0,56 0,574 Penghasilan -0,15 0,879 Luasnya kepemilikan hutan rakyat yang dimiliki para responden sebenarnya dipengaruhi oleh besarnya lahan yang diwariskan oleh orangtua mereka terdahulu, meskipun dahulu ketika orangtua mereka mewarisi lahan tersebut bukan dalam bentuk lahan hutan rakyat tetapi masih dalam bentuk lahan pertanian. Kemudian mereka sendirilah yang merubah lahan yang ditanami oleh tanaman pertanian menjadi lahan yang ditanami oleh tanaman kehutanan. Mereka membangun hutan rakyat karena melihat semakin banyak orangtetangga mereka yang mulai membangun hutan rakyat dengan alasan hutan rakyat dapat memberikan keuntungan yang cukup besar sehingga merekapun tertarik untuk mengusahakannya, serta adanya anjuran dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan daerah setempat untuk mulai membangun dan menggembangkan usaha hutan rakyat.

5.3 Pengembangan Usaha Hutan Rakyat