penanaman secara trubus dilakukan dengan cara membiarkan tunas-tunas baru yang tumbuh pada tunggal sisa penebangan. Setelah penebangan maka pada
tunggak sisa tebangan akan muncul tunas-tunas baru. Teknik penanaman ini mempunyai keuntungan yaitu diperolehnya bibit baru dalam jumlah yang cukup
banyak dan cepat menghasilkan kayu. Kegiatan penanaman secara trubus dapat berlangsung selama lima kali periode penebangan. Kerugian yang diperoleh dari
teknik trubus ini yaitu kayu yang dihasilkan secara trubus mudah renggasmudah patah. Kekuatan kayu lebih rendah jika dibandingkan dengan kayu yang
dihasilkan dari pohon yang berasal dari biji. Harga kayu yang berasal dari trubusan mempunyai harga yang lebih rendah dari pohon yang dihasilkan dari biji.
Gambar 5 Teknik penanaman bibit dengan cara trubus.
5.5.2 Pola tanam
Jarak tanam yang dilakukan responden untuk menanam tanaman kehutanan seperti sengon yakni: 2 X 2 m, 2 Х 3 m, 2,5 Х 3 m, dan 3 Х 3 m. Jarak
tanam jati, yakni: 2 X 2 m, 2,5 Х 2,5 m, 2,5 Х 3 m, 3 Х 4 m, 2,5 Х 4 m. Namun tidak semua lahan tersebut terisi pohon sehingga kerapatannya menjadi rendah.
Jarak tanam untuk hutan kadang juga tidak beraturan sehingga pola penyebarannya jaraknya pun berbeda yakni rapat dan jarang.
5.5.3 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan masih sederhana, responden beranggapan bahwa tanaman kehutanan masih dapat tumbuh walaupun tanpa ada
kegiatan penyiangan, pemupukan dan pendangiran. Pada tanaman sengon kegiatan pemeliharaan dilakukan hingga umur 3 tahun dan tanaman jati hingga
umur 8 tahun. Pada umur tanaman tersebut biasanya semak belukar dan gulma tidak dapat tumbuh karena ternaungi oleh tajuk tanaman yang telah besar. Bahkan
jika ada hama yang menyerang pohon maka sebagian responden akan menebang
pohonmenjual pohon yang terserang hama tersebut agar tidak menjalar ketanaman yang lainnya.
5.5.4 Pemanenan
Sistem pemanenan yang dilakukan oleh responden di lokasi penelitian adalah sistem pemanenan tebang pilih, yakni memilih pohon yang mempunyai
ukuran diameter lebih besar untuk ditebang terlebih dahulu. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa dari 90 responden yang dijadikan sampel penelitian hanya
ditemukan 30 responden yang pernah melakukan pemanenan untuk jenis sengon. Sebanyak 40 responden yang pernah melakukan pemanenan mengatakan bahwa
mereka biasa memanen sengon pada umur tebang 5 tahun. Berdasarkan Tabel 14 diketahui sebanyak 57 responden melakukan penebangan jenis sengon dengan
alasan untuk membiayai anak sekolah. Tabel 13 Umur tebang pohon sengon
Umur Tebang Tahun Frekuensi orang
Persentase 3
3 10
4 9
30 5
12 40
6 5
17 7
1 3
Jumlah 30
100
Tabel 14 Alasan penebangan pohon sengon
Alasan penebangan Frekuensi orang
Persentase Biaya anak sekolah
17 57
Biaya hajatan 8
27 Biaya membangun dan memperbaiki rumah
1 3
Biaya hari raya 4
13 Jumlah
30 100
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa dari 90 responden yang ada hanya 11 responden yang sudah pernah melakukan penebangan untuk jenis jati.
Sebanyak 64 responden yang sudah pernah melakukan pemanenan mengatakan bahwa mereka biasa memanen jati pada umur tebang 15 tahun. Berdasarkan Tabel
16 diketahui bahwa sebanyak 45 responden beralasan melakukan penebangan jati untuk membiayai pembangunan dan perbaikan rumah. Rendahnya harga kayu
jati dari hutan rakyat disebabkan oleh rendahnya kualitas kayu yang dihasilkan
dari hutan rakyat, hal tersebut mungkin terjadi karena pohon ditebang dalam usia sebelum mencapai masak tebang.
Tabel 15 Umur tebang pohon Jati
Umur tebang Tahun Frekuensi orang
Persentase 12
1 9
14 1
9 15
6 55
17 3
27 Jumlah
11 100
Tabel 16 Alasan melakukan penebangan pohon Jati
Alasan penebangan Frekuensi
Persentase Biaya anak sekolah
3 27
Biaya hajatan 3
27 Biaya membangun dan memperbaiki rumah
5 45
Jumlah 11
100
Berdasarkan Tabel 17 diketahui sebanyak 100 responden melakukan penjualan dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang dengan biaya pemanenan
ditanggung oleh pedagang. Semua pohon dijual dalam bentuk pohon berdiri karena penggunaan hutan rakyat belum intensif dan masih sebatas sebagai hasil
sampingan. Berdasarkan Tabel 18 diketahui sebanyak 67 responden mengatakan bahwa dalam penentuan harga jual kayu sepenuhnya ada di tangan
pedagang. Dalam hal ini menjadikan para pedagang yang mempunyai andil besar dalam penentuan harga kayu sedangkan petani sendiri masih menjadi pihak yang
lemah dalam penentuan harga kayu. Tabel 7 Bentuk penjualan kayu
Bentuk penjualan kayu Frekuensi orang
Persentase Pohon berdiri
33 100
Sortimen Kayu gergajian
Jumlah 33
100
Tabel 18 Pihak yang menentukan harga kayu
Pihak yang menentukan harga Frekuensi orang
Persentase Petani
Pedagang 22
67 Tawar-menawar antara kedua belah pihak
11 33
Jumlah 33
100
5.6 Simulasi Net Present Value NPV untuk Menentukan Daur Optimal