perlu dilakukan dalam rangka memperkuat perencanaan dan koord inasi, melakukan investasi pada pengembangan teknologi dan menciptakan sistem
keuangan yang efektif dalam upaya antisipasi perubahan iklim World Bank 2008 dalam Handoko et al. 2008.
2.6 Biaya yang Dikeluarkan Akibat Perubahan Iklim
Berdasarkan penelitian Berina 2011 mengungkapkan bahwa perubahan iklim mengakibatkan masyarakatrumahtangga mengeluarkan biaya tambahan
untuk adaptasi terhadap banjir rob di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Biaya adaptasi yang dikeluarkan masyarakat diantaranya biaya peninggian lantai dasar,
penambahan lantai bangunan, dan pembuatan tanggul dibagian depan rumah. Nilai biaya total yang dikeluarkan responden untuk pencegahan dan adaptasi
berupa peninggian lantai dasar rumah sebesar Rp 236 824 505.88. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya biaya adaptasi tersebut adalah pendapatan
rumah tangga, jarak rumah ke tepi laut, status kepemilikan rumah, dan jenis bangunan.
Pada kasus lain, berdasarkan penelitian Indonesia Initiative for Social Ecology Studies
IISES 2009, mengungkapkan bahwa pada beberapa bulan tertentu Situ Cinangneng, Desa Cibanteng, Bogor, mengalami kondisi kekeringan
atau kelebihan air akibat perubahan iklim yang drastis dan perilaku masyarakat sekitar yang membangun pemukiman disekitar aliran situ. Pada saat musim kering,
sumur-sumur milik warga mengalami kekeringan akibatnya kebutuhan air tidak mencukupi sehingga mereka mengeluarkan biaya tambahan untuk menambah
kedalaman sumur, bagi mereka yang mampu bisa membeli air dalam kemasan galon.
Penelitian lain dilakukan oleh Syahbana 2010 mengenai analisis dampak perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang, Kecamatan
Muaragembong, Bekasi. Perubahan iklim yang terjadi diwilayah yang diteliti menyebabkan gagal panen dan kerugian bagi para petambak udang. Penurunan
volume produksi udang 25-50 dan peningkatan biaya produksi sebesar 201.01, yaitu meningkat dari Rp 203 700 000 menjadi Rp 409 600 000 akibat adanya
perubahan iklim. Perubahan iklim telah mendorong para petambak udang
melakukan adaptasi. Bentuk adaptasi yang dilakukan nelayan melalui pembuatan atau peninggian tanggul untuk menahan banjir, menanam mangrove di sekitar
tambak, serta melakukan perubahan waktu penangkapan. Penelitian di Desa Mojo, jawa Tengah dan Desa Langensari Jawa Barat menunjukan musim hujan yang
berkepanjangan menjadikan produksi bunga melati di desa Mojo, Jawa Tengah, mudah sekali membusuk. Musim yang tidak menentu di desa Mojo dan
Langensari juga menjadikan udang tambak stres dan mati, serta bandeng tambak menurun kualitasnya karena salinitas air yang sulit dikontrol. Petani tambak dapat
mengalami kerugian hingga Rp 3 000 000ha sekali panen. Disamping itu, gempuran ombak yang besar banyak merusak tanggul tambak ikan, menjadikan
petani tambak harus mengeluarkan tambahan biaya untuk perbaikan tambak. Bentuk adaptasi yang dijumpai ada yang dilakukan secara individu atau
berkelompok, dan ada pula yang dilakukan tanpa atau dengan bantuan serta pendampingan intensif dari pemerintah dan LSM. Bantuan pemerintah diberikan
untuk tindakan adaptasi dengan biayanya tinggi, seperti pembangunan saluran irigasi dan kebun bibit desa untuk tanaman mangrove yang menelan biaya hingga
puluhan juta rupiah Puspijak 2013.