Erosi yang Ditoleransikan, Erosi Potensial, dan Indeks Bahaya Erosi

Erosi potensial adalah erosi yang terjadi pada suatu bidang lahan tanpa adanya penutup lahan dan teknik konservasi tertentu. Erosi potensial dibutuhkan untuk menentukan tingkat bahaya erosi apabila dilakukan pembukaan lahan. Erosi potensial juga dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk menentukan alternatif yang dapat diaplikasikan pada suatu lahan. Daerah penelitian didominasi oleh harkat indeks bahaya erosi IBE sangat tinggi dengan luas areal 97.9. Hal ini dikarenakan curah hujannya yang tinggi, bentuk wilayah didominasi oleh berbukit kecil dan bergunung. Hal ini sesuai dengan pendapat Pierson 1980; Huang dan Lin 2002 dalam Soenarmo, Sadisun,dan Saptohartono 2008 tingginya intensitas curah hujan dapat menambah beban pada lereng sebagai akibat peningkatan kandungan air dalam tanah, yang pada akhirnya memicu terjadinya erosi. Menurut Arsyad 2006 daerah yang berlereng curam, dan tanah yang memiliki nilai erodibilitas tinggi, relatif memiliki tingkat bahaya erosi yang tinggi. Tanah di daerah penelitian memiliki Order Andisol dimana tanah ini memiliki nilai erodibilitas yang cukup tinggi hal ini sesuai dengan pendapat Yogaswara 1977 menyatakan bahwa tanah Order Andisol sifat fisik dan kimianya tergolong sedang, termasuk tanah yang dapat diusahakan intensif untuk pertanian, kepekaan tanah terhadap erosinya sangat besar, baik terhadap erosi air maupun erosi angin. Data selengkapnya tertera pada Tabel 12, Peta TSL dan IBE tertera pada Gambar 10 dan 11. Tabel 12. Harkat Tingkat Bahaya Erosi dan Erosi yang dapat Ditoleransikan pada Setiap SPL SPL IBE Harkat TSL Luas Ha 1 0 Rendah 24 31 2.1 2 90.1 Sangat Tinggi 30 112 7.6 3 235.6 Sangat Tinggi 30 335 22.7 4 813.0 Sangat Tinggi 30 500 33.9 5 52.9 Sangat Tinggi 30 211 14.3 6 112.7 Sangat Tinggi 30 68 4.6 7 292.0 Sangat Tinggi 24 220 14.9 Gambar 10. Peta Erosi yang dapat Ditoleransikan di Daerah Penelitian 33 Gambar 11. Peta Indeks Bahaya Erosi di Daerah Penelitian 34

4.4 Alternatif Penggunaan

Lahan Alternatif – alternatif penggunaan lahan ini ditentukan berdasarkan nilai faktor CP, dimana nilai CP ≤ CPmax. Alternatif – alternatif penggunaan lahan pada setiap Satuan Peta Lahan SPL tertera pada Tabel 13. Tabel 13. Beberapa Alternatif Penggunaan Lahan pada Setiap SPL Kelas Erosi Sedang dan Tinggi No. SPL Penggunaan Lahan Alternatif – Alternatif Penggunaan Lahan 3 Sawah 1. Tetap menjadi Sawah 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 3. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 4. Pola tanam tumpanggilir + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 5. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 4 Sawah 1. Tetap menjadi Sawah 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 3. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 4. Pola tanam tumpanggilir + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 5. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 2 Kebun Campuran 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 5 Kebun Campuran 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 3 Kebun Campuran 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik 6 Kebun Campuran 1. Tetap menjadi kebun campuran kerapatan tinggi, teras bangku konstruksi baik 2. Perubahan penggunaan lahan menjadi hutan alam 3. Pola tanam tumpanggilir + mulsa jerami, teras bangku konstruksi baik 4. Perubahan menjadi kacang tanah + mulsa jerami 4 ton dan teknik konservasi teras bangku konstruksi baik Kelas Erosi Sangat Tinggi 7 Kebun Campuran 1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur. 2. diubah Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak 3 Tegalan 1. Penggunaan Lahan Perubahan menjadi Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur. 2. Penggunaan lahan Perubahan menjadi hutan alam serasah banyak 4 Tegalan 1. Perubahan Penggunaan Lahan menjadi Agroforestri, dengan teknik konservasi mengikuti garis kontur. 2. Perubahan Penggunaan lahan menjadi hutan alam serasah banyak Pola tanam tumpang gilir : Jagung + padi + ubi kayu, setelah panen padi ditanami kacang tanah Berdasarkan beberapa alternatif yang ada dapat ditentukan pola penggunaan lahan mana yang paling optimal untuk diaplikasikan di daerah penelitian berdasarkan tingkat keefektifan baik secara ekonomi maupun sosial sehingga terbentuk pertanian yang berkelanjutan.

4.5 Optimalisasi Penggunaan Lahan

Untuk mengoptimalisasikan lahan pada setiap Satuan Peta Lahan maka diperlukan peninjauan alternatif dari aspek sosial, budaya dan ekonomi. Sehingga dapat diterima oleh petani dan dapat diaplikasikan di daerah penelitian.

4.5.1 Aspek Sosial dan Budaya

Aspek sosial dan budaya adalah aspek yang sangat berpengaruh terhadap para petani di daerah penelitian. Aspek sosial dan budaya memiliki peran utama dalam menentukan pemilihan alternatif yang dapat diaplikasikan di daerah penelitian. Alternatif yang akan diaplikasikan harus dapat diterima dan tidak bertolak belakang dengan budaya dan adat di daerah penelitian. Perubahan jenis pemanfaatan lahan sulit dilakukan karena petani di daerah penelitian bercocok Tabel 13. Lanjutan