Penetapan Erosi yang dapat Ditoleransikan TSL dan Indeks Bahaya Erosi IBE Penetapan Alternatif–Alternatif Penggunaan Lahan

Tabel 5. Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah – tanah di Indonesia Arsyad, 2006 No. Sifat Tanah dan Substratum Nilai TSL tonhatahun 1 Tanah sangat dangkal 25 cm di atas batuan. 2 Tanah sangat dangkal 25 cm di atas bahan telah Mengalami hancuran iklim tidak terkonsolidasi. 4.8 3 Tanah dangkal 25 – 50 cm di atas bahan telah mengalami hancuran iklim. 9,6 4 Tanah dengan kedalaman sedang 50 – 90 cm di atas bahan telah mengalami hancuran iklim. 14,4 5 Tanah yang dalam 90 cm dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah mengalami hancuran iklim. 16,8 6 Tanah yang dalam 90 cm dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah mengalami hancuran iklim. 19,2 7 Tanah yang dalam 90 cm dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah mengalami hancuran iklim. 24,0 8 Tanah yang dalam 90 cm dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah mengalami hancuran iklim. 30,0

3.2.2.4 Penetapan Alternatif–Alternatif Penggunaan Lahan

Menentukan alternatif–alternatif penggunaan lahan pada setiap SPL dengan cara menentukan nilai CPmax dengan menggunakan rumus : CPmax = TSL Ap Keterangan : CPmax = Nilai Maksimum Penggunaan Lahan dan Teknik Konservasi TSL = Erosi yang dapat ditoleransikan Ap = Erosi Potensial Alternatif penggunaan lahan yang dipilih adalah setiap penggunaan lahan yang mempunyai nilai CP ≤ CPmax. Nilai CP dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

3.2.2.5 Penentuan Optimalisasi Penggunaan Lahan

Alternatif–alternatif terpilih dapat digunakan sebagai penentu optimalisasi penggunaan lahan dengan cara memilih dari alternatif–alternatif yang ada berdasarkan aspek sosial dan ekonomi. Aspek ekonomi dinilai dari penggunaan lahan dan teknik konservasi yang memberikan keuntukan terbesar. Aspek sosial dinilai dari tingkat kemudahan diterimanya alternatif tersebut, diutamakan penggunaan lahan yang sudah diterapkan oleh petani di daerah penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Daerah Studi

4.1.1 Iklim

Iklim di Desa Lamajang diperoleh dari Stasiun Pangalengan dari tahun 1985-1992 Puslittanak 1993. Menurut klasifikasi Oldeman 1975 seluruh areal studi tergolong Zone Agroklimat B2 dengan bulan basah bulan dengan curah hujan 200mm selama 7 bulan dan bulan kering bulan dengan curah hujan 100mm selama 2 bulan. Tabel 6. Data Curah Hujan Rata–rata dan Suhu Udara Rata-rata Bulanan dan Tahunan di Stasiun Pangalengan Wilayah Lamajang dan Sekitarnya Puslittanak, 1993 dan Amirza, 1991 dalam Abdullah, Darmawan, dan Suryaningtyas, 1994 Bulan Curah Hujan mm Erosivitas Hujan R Suhu Udara C Januari 337.6 264.9 22 Februari 314.7 240.7 22.3 Maret 304.5 230.2 22.3 April 219.9 147.8 22.5 Mei 206.3 135.6 22.6 Juni 116.9 62.6 22.3 Juli 86.3 41.4 22 Agustus 59.2 24.8 21.7 September 106.5 55.2 22.3 Oktober 187.5 119.0 22.4 November 325.1 251.6 22.4 Desember 338.2 265.5 22.1 Rata-rata Suhu Udara Bulanan 22.2 Curah Hujan Tahunan dan Nilai R Tahunan 2602.7 1839.3 Curah hujan rata rata bulanan dan tahunan di lokasi penelitian berdasarkan data dari Stasiun Pangalengan termasuk tinggi. Periode curah hujan tinggi berlangsung dari Bulan November sampai Mei dengan curah hujan rata rata bulanan 216.7 mm dan puncaknya pada Bulan Desember yaitu 338,2 mm. Periode hujan terendah, dengan curah hujan rata rata bulanan kurang dari 100 mm, berlangsung dari Bulan Juni sampai Oktober dengan curah hujan terendah 86.3 dan 59.2 mm pada Bulan Juli dan Agustus.