Tata Guna Lahan dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Air Penginderaan Jauh

Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, disebutkan bahwa pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pada pasal 8 disebutkan penggolongan air berdasarkan peruntukkannya yang diikuti dengan kriteria kualitas air tersebut sesuai dengan golongannya, yaitu: 1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasaranasarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.6 Tata Guna Lahan dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Air

Vink 1975 menyebutkan bahwa perubahan atau perkembangan penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor alam seperti iklim, topografi, tanah, atau bencana alam dan faktor manusia yang berupa aktivitas manusia pada sebidang lahan. Menurut Leopold and Dunne 1978 dalam Sudadi et al. 1991 perubahan penggunaan lahan secara umum akan mengubah: karakteristik aliran sungai, total aliran permukaan, kualitas air dan sifat hidrologi daerah yang bersangkutan. Sudadi et al. 1991 menyebutkan bahwa pengaruh penggunaan lahan terhadap aliran sungai terutama erat kaitannya terhadap fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Sedangkan menurut Sutamiharja 1978 kegiatan pertanian secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas perairan yang diakibatkan oleh penggunaan bermacam-macam pupuk buatan dan pestisida. Perubahan lahan menjadi daerah pemukiman cenderung berdampak negatif, khususnya bila ditinjau dari segi erosi.

2.7 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu serta seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Dengan menggunakan berbagai sensor, dilakukan pengumpulan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi, maupun agihan elektromagnetik Lillesand dan Kiefer, 1987. Lebih lanjut dikatakan, sistem penginderaan jauh yang paling sering digunakan bekerja pada satu atau beberapa spektrum tampak, inframerah dekat, inframerah termal atau gelombang mikro. Penginderaan jauh merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi untuk menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan bidang- bidang lainnya Lo, 1995. Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh ditunjukkan dengan adanya hal suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak mengganggu, sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu dan berbagai penggunaan data Lillesand dan Kiefer, 1990. Citra merupakan gambar yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya Hornby, 1974 dalam Sutanto, 1986, sedangkan interpretasi citra merupakan pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut Este dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986. Foto udara merupakan sumber informasi yang penting mengenai perubahan-perubahan tata guna lahan sepanjang waktu Paine, 1981. Citra Landsat merupakan citra satelit untuk penginderaan sumberdaya bumi. Thematik Mapper TM adalah suatu sensor optik penyiaman yang beroperasi pada cahaya tampak dan inframerah bahkan spektral Lo, 1995. Thematik Mapper dipasang pada Landsat dengan tujuan untuk perbaikan resolusi spasial, pemisaan spektral, kecermatan data radiometrik dan ketelitian geometrik. Lillesand dan Kiefer 1990 menyatakan analisis data Landsat dengan komputer dapat dikelompokkan atas butir berikut: 1. Pemulihan citra image restoration, meliputi koreksi berbagai distorsi radiometrik dan geometrik yang mungkin ada pada data citra asli. 2. Penajaman citra image enhancement sebelum menayangkan data citra untuk analisis visual teknik, penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara kenampakan di dalam adegan. 3. Klasifikasi citra image classification, pada proses ini maka tiap pengamatan pixel dievaluasi dan diterapkan pada suatu kelompok informasi jadi mengganti arsip data citra dengan suatu matriks jenis kategori yang ditentukan berdasarkan nilai kecerahan brighteness valueVB atau digital numberDN pixel yang bersangkutan.

2.8 Sistem Informasi Geografis