diatas permukaan laut dengan kemiringan Kecamatan Sidamanik ini 6 - 8
sehingga banyak sekali mata air dan lapisan tanah alluvial sehingga cocok untuk lahan pertanian, sebagian besar lahan tanaman pangan dan perkebunan serta
tumbuhnya tanaman bambu yang dimanfaatkan untuk menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat tersebut dalam pembuatan alat musik, keranjang
bahkan bambu dimanfaatkan dalam penyanggah bagunan rumah, kandang dan sebagainya.
Masyarakat Simalungun yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidamanik mengenal satu lembaga adat yang disebut Partuha Maujana Simalungun.
Lembaga adat ini telah ada mulai dari tingkat Serikat Tolong menolong STM, Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Pusat. Masyarakat yang tinggal di Kecamatan
Sidamanik, pada umumnya bekerja sebagai Petani, Buruh, Wiraswasta, pegawai BUMN dan pensiunan perkebunan PTP IV Nusantara, dan Pegawai Negeri Sipil.
2.3 Sistem Bahasa
Asal usul kependudukan masyarakat Simalungun banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek dan juga berbagai pendapat atau teori yang berbeda-beda untuk
memberikan pembuktian terhadap kebenarannya. Sistem kemasyarakatan dalam suatu daerah tentu didasari oleh bahasa sehari-hari yang digunakan oleh
masyarakat di dalamnya. Menurut informasi dari informan penulis dengan terkaitnya lokasi penelitian penulis bahwa keragaman suku yang berada di daerah
tersebut, menggunakan bahasa Simalungun dan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dalam bahasa sehari-harinya.
Universitas Sumatera Utara
Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang
dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut. Bahasa itu dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan
suku bangsa yang memiliki bahasa tersebut. Dalam hal ini tergantung dari wilayahdaerah tersebut, seperti; bahasa Batak Toba dipergunakan oleh Batak
Toba. Demikian juga dengan bahasa Simalungun. Disamping itu masyarakat Simalungun juga memiliki aksara yang sudah sangat tua usianya.
Menurut seorang peneliti bahasa Dr. P. Voorhoeve, yang menjadi Pejabat Taalambtenaar di Simalungun tahun 1937, mengatakan bahwa bahasa Simalungun
merupakan bahasa rumpun austronesia yang lebih dekat dengan bahasa sansekerta yang banyak sekali mempengaruhi bahasa-bahasa di Nusantara.
Voorhoeve mengatakan kedekatan bahasa Simalungun dengan bahasa Sansekerta ditunjukkan dengan huruf penutup suku kata mati yaitu, uy dalam kata
apuy dan babuy, huruf g dalam kata dolog, huruf b dalam kata arbab, huruf d dalam kata bagod, huruf ah dalam kata babah dan sabah, juga ei dalam kata
simbei dan oudalam kata sopou dan lapou. Salah satu ciri masyarakat Simalungun adalah memiliki tingkatan bahasa yang disebut dengan ratting ni hata. Adapun
tingkatan tersebut adalah: 1. Lapung ni hata, merupakan bahasa sehari hari yang dipakai oleh
masyarakat biasa atau bahasa yang dipakai sehari-hari. 2. Guru ni hata, merupakan bahasa yang dipakai untuk mengucapkan
sesuatu dan dianggap lebih halus. Guru ni hata merupakan bahasa
Universitas Sumatera Utara
tertinggi yang digunakan oleh kalangan keturunan raja-raja. Dimana bahasa tersebut adalah bahasa yang sopan hormat, dan berisi nasehat, yang
sering disampaikan melalui perumpamaan.Misalnya adalah Simakidop artinya mata, Jambulan artinya rambut.Simakulsop artinya mulut.
3. Sait ni hata, yaitu bahasa yang dipakai ketika seseorang marah atau menghina seseorang, karena tersinggung atas sesuatu. Sait ni hata
merupakan bahasa yang kasar, karena berisi kata-kata yang pedas, berisikan sindiran sehingga dapat menyakitkan hati orang lain. Misalnya
panjamah tangan bahasa kasarnya tiput.
2.4 Sistem Kesenian