Sejarah Tengtung Eksistensi Tengtung Simalungun

BAB IV EKSISTENSI TENGTUNG SIMALUNGUN

4.1 Sejarah Tengtung

Tengtung adalah sejenis alat musik tradisional Simalungun jenis kordofon berdawai atau disebut Idiokord. Pada mulanya alat ini diciptakan sebagai berdasarkan kegiatan-kegiatan untuk kebutuhan hidup, seperti dalam usaha pertanian yang sistem pengolahannya selalu berubah baik perawatan maupun pengawasaanya. Pada umumnya bila padi berbuah harus dijaga agar tidak dimakan binatang-binatang seperti burung, babi hutan, kera dan lain-lain. Untuk menghindari gangguan-gangguan tersebut maka diciptakan sejenis alat untuk mengisi waktu lowong bagi si penjaga. Adapun yang beranggapan dahulu juga tengtung ini dibuat sebagai alat menghibur kepenatan si penjaga swahladang. Kemudian ada pula yang mengatakan bahwa dibuatnya alat musik tengtung ini sebagai hiburan kepada penjaga sawahladang. Ketika si penjaga lapar dalam penantiannya di ladangsawah maka dibuatlah alat musik ini untuk menghibur hati dan perutnya yang sudah kelaparan. Namun disisi lain penciptaan alat musik tengtung ini untuk menghibur dewa padi dengan harapan buah padinya akan berlimpah ruah. Masyarakat Simalungun dahulunya juga sering membuat alat musik tengtung dan memakainnya untuk menjaga padi dan jagung. Dahulu alat musik ini dipakai pada waktu upacara memanggil roh. Alat ini digunakan sebagai tempo dalam permainan satu ensambel yaitu ensambel arbab. Adapun alat musik ini Universitas Sumatera Utara dipakai dengan menggabungkan alat melodi lainnya seperti kecapi dan suling. Disaat alat ini digabung dan dibunyikan, seorang dukun sibuk dan bersemangat. Ramuan dalam upacara tersebut terbuat dari beras kuning dimasukkan kedalam bakul, kemudian digoyang-goyang oleh dukun sambil mengucapkan mantera- mantera. Dikatakan sebagai tengtung ini berdasarkan bunyi yang dihasilkan yaitu “teng” dan “tung”. Hal ini lah yang membuat masyarakat Simalungun memberikan nama tengtung tersebut. Selain nama tengtung ada pula nama lainnya yaitu jatjaulul.

4.2 Eksistensi Tengtung Simalungun

Keberadaan alat musik tengtung Simalungun pada zaman dahulu dengan sekarang sudahlah mengalami pergesaran yang sangat jauh, hal ini disebabkan akan kebutuhan yang diinginkan dengan konsumsi musik yang dipakai oleh masyarakat Simalungun terlebih kepada kaum pemuda-pemudi. Dahulu alat musik Simalungun menurut Bapak Rosul Damanik merupakan suatu alat yang sangat sering dijumpai di kalangan petani. Karena kalangan masyarakat Simalungun adalah pekerja ladangsawah seperti orang tua dan pemuda-pemudi dahulunya juga membantu orangtuanya di ladangsawah. Sehingga mereka banyak mempelajari alat musik sederhana ini untuk melepaskan diri dari kejenuhan, kelelahan serta pengungkapan hati mereka. Alat musik tengtung Simalungun ini hanya dipertunjukkan untuk kepentingan diri sendiri. Namun semakin masyarakat mengetahui nilai-nilai mistik yang terdapat pada alat tersebut, maka alat musik tengtung ini dipakai Universitas Sumatera Utara dalam ensambel arbab dan sordam. Hal ini dimainkan secara ensambel oleh seorang datudukun untuk mencari jiwa yang hilang. Alat musik tengtung Simalungun ini dimainkan tunggal dengan diiringi suara vokal. Sedangkan secara ensambel apabila tengtung dipakai secara bersamaan dengan alat musik melodi yang kecil seperti sordam, arbab, dan saligung. Keberadaan tengtung Simalungun ini dahulunya sangat familiar dikalangan masyarakat Simalungun yang berada pada wilayah Sarimatondang, kecamatan Sidamanik tersebut. Pemakaian alat musik tengtung ini sangat nampak jelas di setiap sawah ladang masyarakat tersebut. Menurut beliau itu terlihat sering dipakai ketika umur beliau 12 tahun sekitar tahun 1970-an. Masyarakat kalangan usia anak-anak, remaja, dewasa sangat sering menggunakan alat musik tengtung tersebut. Bahkan bukan hanya memainkannya cara membuat alat musik tengtung ini juga dipelajari mereka dengan sangat tekun. Berbeda pada saat sekarang, alat musik tengtung ini sudah tidak dimainkan lagi oleh para petanipekerja sawah baik kalangan usia orangtua maupun remaja. Alat musik tengtung ini bisa dikatakan sudah hampir punah. Hal ini disebabkan karena perkembangan kebutuhan konsumsi musik masyarakat sudah tidak kepada alat tradisional. Melainkan kepada alat musik modern. Faktor zaman yang sudah maju pesat membuat kebutuhan konsumsi musik kalangan pemuda-pemudi sudah berbeda dan berubah. Sekarang kalangan masyarakat Simalungun baik kalangan muda-mudi, orangtua sedikit yang mewariskan keahlian memainkan dan membuat alat musik Universitas Sumatera Utara tradisional. Hal ini dikarenakan kemungkinan bentuk permainan tradisional susah dan rumit. Oleh karena itu kalangan masyarakat Simalungun lebih memilih alat musik modern yang sangat sederhana. Serta bentuk alat musik modern terlihat mahal dan elegan. Maka dari itu kebutuhan memainkan alat musik tradisional hanya dijumpain pada upacara adat. Tidak ada lagi perkumpulaan-perkumpulan pemain muda-mudi untuk memainkan alat musik tradisi di perkampungan tersebut. Kemungkinan besar semuanya itu difaktori perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap penikmatan musik. Meskipun hampir punah alat musik tengtung ini masih dilestarikan oleh seorang musisi Simalungun yang berasal dari desa Sarimatondang kecamatan Sidamanik ini. Beliau bernama Bapak Rosul Damanik, beliau merupakan seniman Simalungun yang masih memahami betul alat musik tengtung ini. Beliau adalah seniman Simalungun yang masih produktif dalam mewariskan dan mempelajari alat tradisional Simalungun terlebih tengtung. Meskipun usia yang sudah tua, beliau tetap menjadikan prioritas untuk menjaga,melestarikan, mengkonsumsi alat tradisional Simalungun. Selain beliau ada pula seniman Simalungun yang juga mengetahui alat musik tengtung ini, yaitu salah satu dosen Universitas Sumatera Utara yang berada pada Fakultas Ilmu Budaya jurusan Etnomusikologi. Beliau bernama Bapak Setia Dermawan Purba. Beliau juga pernah meneliti alat musik tengtung Simalungun dan memiliki hasil karya tulisnya di sebuah buku yang berjudul Universitas Sumatera Utara “Musik Tradisional Simalungun”. Bapak Setia Dermawan Purba juga mampu dalam membuat dan memainkan alat musik tengtung Simalungun. Ada juga salah satu seniman Simalungun yang tahu sedikitnya alat musik tengtung Simalungun ini. Beliau adalah Bapak J. Badu Purba Siboro. Beliau seniman yang lebih spesifik pada alat musik tiup Simalungun. Namun beliau mengetahui juga sedikit banyaknya alat musik tengtung Simalungun ini. Alat musik tengtung Simalungun baru-baru saja ditampilkan pada pertunjukan musik Simalungun di Sumatera Utara tepatnya di taman budaya. Pertunjukkan ini dilakukan untuk memperkenalkan musik Simalungun kepada masyarakat oleh Bapak Rosul Damanik. Walaupun konteks yang di bawakan Bapak Rosul Damanik untuk sebagai hiburan kepada masyarakat, tetapi beliau selalu memperkenalkan tengtung kepada masyarakat bahwa tengtung ini adalah warisan budaya dari leluhur Simalungun yang mempunyai nilai seni yang sangat tinggi, yang sama dengan alat musik tradisional lainnya. Beliau juga ditunjuk sebagai pemerhati dan pelatih untuk alat musik tradisional oleh bupati Simalungun. Beliau memberikan pelatihan pada masyarakat setempat terhadap alat musik tengtung. Karena alat musik tengtung ini sudah dikatakan hampir punah sehingga adanya upaya pelatihan yang menjadikan pelestarian terhadap alat musik tengtung tersebut. Meskipun demikian penggunaan dalam alat musik tengtung hanya sebagai pertunjukkan saja pada waktu sekarang. Penggunaanya sudah berbeda dengan yang dahulunya. Dahulu dimainkan ketika seorang berada disawahladang sebagai pelipur lara yang mengandung nilai estetika. Sekarang dapat dimainkan sebagai Universitas Sumatera Utara pertunjukkan untuk memperkenalkan saja kepada masyarakat. Mungkin fungsi dan penggunaannya tidak lagi seperti dulu, namun hal ini tetap diharapkan tidak mengurangi nilai seni dari alat musik tengtung itu. Dengan keadaan masyarakat Simalungun sekarang ini, dengan berbagai pengaruh kebudayaan lain, baik dari luar maupun dari dalam, beliau masih sangat berharap agar kelak alat musik tengtung ini tetap eksis dan tetap dikenal luas, baik oleh masyarakat Simalungun sendiri maupun orang-orang di luar etnis Simalungun itu sendiri. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan