Sayuran Mentah Lalapan Pasar

Telur ascaris ditemukan dalam dua bentuk, yaitu yang dibuahi fertilized dan tidak dibuahi unfertilized. a. Telur dibuahi fertilized Bentuk telur bulat dan lonjong dengan ukuran panjang 45 – 75 mikron dan lebarnya 35 -50 mikron. Dan berdinding tebal yang terdiri dari tiga lapis yaitu, lapisan dalam dari bahan lipoid tidak ada pada telur unfertile, lapisan tengah dari bahan glikogen, lapisan paling luar dari bahan albumin, tidak rata, bergerigi, berwarna coklat keemasan yang berasal dari warna pigmen empedu. Telur bagian dalam tidak bersegmen berisi kumpulan granula lesitin yang kasar Ideham dan Pusarawati, 2007. Gambar 2.1 Telur Ascaris lumbricoides fertilized b. Telur tidak dibuahi unfertilized Bentuknya panjang yaitu 88 – 94 mikron dan lebarnya 44 mikron, telur unfertilized dikeluarkan oleh cacing betina yang belum mengalami fertilisasi atau pada periode awal pelepasan telur oleh cacing betina fertil. Kadang – kadang telur yang dibuahi, lapisan albuminnya terkelupas dikenal sebagai decorticated eggs Ideham dan Pusarawati, 2007. Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides unfertilized Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil. Cacing betina dapat menghasilkan sekitar 200.000 telur per hari, yang dapat keluar melalui kotoran. Telur yang tidak dibuahi dapat dicerna namun tidak infektif. Telur yang dibuahi dapat menjadi infektif setelah 18 hari sampai beberapa minggu, tergantung pada kondisi lingkungan optimum: lembab, hangat, tanah yang terlindung. Setelah telur infektif yang tertelan menetas larva menyerang mukosa usus, dan dibawa melalui portal, kemudian ke sistem sirkulasi dan paru-paru. Larva dewasa hidup dalam paru-paru 10 sampai 14 hari, menembus dinding alveolar, naik ke bronkial kemudian ke tenggorokan, dan tertelan. Setelah mencapai usus kecil, A. lumbricoides berkembang menjadi cacing dewasa. Waktu yang dibutuhkan 2 dan 3 bulan dari telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun CDC, 2015. Gejala yang ditimbulkan pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva cacing. Gangguan karena larva terjadi pada saat berada di paru, terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai batuk, demam dan eosinofilia dan pada foto toraks tampak infiltrate yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan tersebut disebut juga dengan Loeffler syndrome. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan, penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus ileus Supali et al, 2008. Diagnosa A.lumbricoides harus dilakukan pemeriksaan makroskopi terhadap tinja dan muntahan penderita untuk menemukan cacing dewasa. Pada pemeriksaan mikroskopis atas tinja penderita dapat ditemukan telur cacing yang khas bentuknya di dalam tinja atau cairan empedu penderita Soedarto, 2011.

2.3.2. Cacing Cambuk Trichuris trichiura

Trichiuris trichiura disebut juga sebagai cacing cambuk dan merupakan yang paling umum nomor ketiga pada manusia. Cacing cambuk menyebabkan infeksi yang disebut trichuriasis dan sering terjadi di daerah tropis, sanitasi yang buruk, kotoran manusia digunakan sebagai pupuk dan buang air besar di tanah. Cacing tersebar dari orang ke orang melalui transmisi fecal-oral atau melalui makanan yang terkontaminasi CDC, 2013. Bentuk tubuh cacing dewasa sangat khas, mirip cambuk, dengan tiga per lima bagian anterior kecil seperti cambuk, dan dilalui oleh esofagus, sedangkan dua per lima bagian tubuh posterior lebih tebal. Panjang cacing jantan sekitar 4 cm sedangkan panjang cacing betina sekitar 5 cm. ekor jantan melengkung ke arah ventral, mempunyai satu spikulum retraktil yang berselubung. Badan bagian kaudal cacing betina membulat, tumpul berbentuk seperti koma. Bentuk telur T. trichiura mirip biji melon atau tong anggur, berwarna coklat, dan berukuran sekitar 50 x 25 mikron dan mempunyai dua kutub jernih yang menonjol Soedarto, 2011. Gambar 2.3 Telur Trichuris trichiura Telur cacing mengalami pematangan dan menjadi infektif di tanah dalam waktu 3 – 4 minggu. Jika manusia tertelan telur cacing yang infektif, maka di dalam usus halus dinding telur pecah dan larva ke luar menuju sekum lalu berkembang menjadi cacing dewasa. Dalam waktu satu bulan sejak masuknya telur infektif ke dalam mulut, cacing telah menjadi dewasa dan cacing betina sudah mulai mampu bertelur. Cacing betina dapat bertelur antara 3.000 – 20.000 telur perhari. T. trichiura dewasa dapat hidup beberapa tahun lamanya di dalam usus manusia Soedarto, 2011. T. trichiura dewasa melekat pada usus dengan cara menembus dinding usus, maka dapat menyebabkan timbulnya trauma dan kerusakan pada jaringan usus dan juga dapat menghasilakn toksin yang menyebabkan iritasi dan keradangan usus. Infeksi ringan beberapa ekor cacing umumnya tidak menimbulkan keluhan bagi penderita akan mengalami gejala dan keluhan berupa anemia berat dengan hemoglobin yang dapat kurang dari tiga persen, diare yang berdarah, nyeri perut, mual dan muntah dan berat badan yang menurun, dan dapat terjadi prolaps rectum dengan melalui pemeriksaan protoskopi dapat dilihat adanya cacing – cacing dewasa pada kolon atau rectum penderita. Pada pemeriksaan darah terlihat adanya gambaran eosinofilia dengan eosinofil lebih dari 3. Diagnosa pasti pada pemeriksaan tinja ditemukan telur T. trichiura Soedarto, 2011.

2.3.3. Cacing TambangHookworm Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Cacing tambang adalah salah satu cacing yang paling umum dari manusia. infeksi ini disebabkan oleh parasit Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Infeksi cacing tambang sering terjadi di daerah di mana kotoran manusia digunakan sebagai pupuk atau buang air besar ke tanah. Hookworm tersebar di seluruh dunia di daerah dengan suhu hangat, iklim lembab dan padat. CDC, 2013. Cacing tambang dewasa berbentuk silindris berwarna putih keabuan. Ukuran panjang cacing betina antara 9 sampai 13 mm, sedangkan cacing jantan berukuran antara 5 dan 11 mm. Ujung posterior tubuh cacing jantan terdapat bursa kopulatriks yaitu suatu alat bantu kopulasi. Tubuh A. duodenale dewasa mirip huruf C. Rongga mulutnya memiliki dua pasang gigi dan satu pasang tonjolan. Cacing betina mempunyai spina kaudal. Tubuh N. americanus dewasa lebih kecil dan lebih langsing dibanding badan A. duodenale. Tubuh bagian anterior cacing melengkung berlawanan dengan lengkungan bagian tubuh lainnya sehingga bentuk tubuh mirip hurus S. Di bagian rongga mulut terdapat 2 pasang alat pemotong cutting plate. Dan badan cacing betina tidak terdapat spina kaudal Soedarto, 2011. Telur cacing tambang pada pemeriksaan tinja di bawah mikroskop sinar, dan bentuk telur berbagai spesies cacing tambang mirip satu dengan lainnya, sehingga sukar dibedakan. Telur cacing tambang berbentuk lonjong, tidak berwarna, berukuran sekitar 65 x 40 mikron. Telur cacing tambang yang berdinding tipis dan tembus sinar ini mengandung embrio yang mempunyai empat blastomer Soedarto, 2011. Gambar 2.4. Telur dan Larva Hookworm Daur hidup cacing tambang hanya membutuhkan satu jenis hospes definitife yaitu manusia. sesudah keluar dari usus penderita, telur cacing tambang yang jatuh di tanah dalam waktu dua hari akan tumbuh menjadi larva rabditiform yang tidak infektif karena dapat hidup bebas di tanah. Dalam waktu seminggu akan berkembang menjadi larva filariform yang infektif. Kemudian larva filariform akan menginfeksi kulit manusia, menembus pembuluh darah dan limfe selanjutnya masuk ke dalam darah dan mengikuti aliran darah menuju ke jantung kanan, lalu masuk ke dalam kapiler paru. Kemudian larva filariform menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli dan migrasi ke bronki, trakea, laring dan faring dan tertelan masuk ke dalam saluran esofagus. Migrasi ini berlangsung sekitar sepuluh hari. Dari esophagus larva masuk ke usus halus, dan tumbuh menjadi cacing dewasa jantan dan betina. Dalam waktu satu bulan, cacing betina sudah mampu bertelur Soedarto, 2011. Cacing dewasa yang berada di dalam usus terus menerus mengisap darah penderita. Cacing dewasa N. americanus dapat menyebabkan hilangnya darah penderita sampai 0,1 cc per hari, sedangkan seekor cacing A. duodenale dapat menimbulkan kehilangan darah sampai 0,34 cc per hari. Pada waktu menembus kulit penderita larva cacing menimbulkan dermatitis dengan gatal – gatal yang hebat ground itch. Sedangkan larva cacing tambang yang beredar di dalam darah akan menimbulkan bronchitis dan reaksi alergi yang ringan. Untuk menentukan diagnosis pasti infeksi cacing tambang harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis atas tinja untuk menemukan telur cacing Soedarto, 2011.

2.4 Pasar

Pasar adalah area tempat jual beli barangjasa dengan penjual lebih dari satu orang yang di dalamnya terjadi proses transaksi antara permintaan pembeli dan penawaran penjual sehingga menetapkan harga dan jumlah yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pasar berfungsi sebagai tempat atau wadah untuk pelayanan bagi masyarakat yang dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial budaya, dan arsitektur. Pasar ditinjau dari kegiatannya ada pasar tradisional dan pasar modern Devi NMWR, 2013. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimilikidikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya msyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar PP No.12, 2007. Pasar modern merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dan ditandai dengan adanya transaksi jual beli secara tidak langsung. Pembeli melayani kebutuhannya sendiri dengan mengambil di rak – rak yang sudah ditata sebelumnya. Harga barang sudah tercantum pada tabel – tabel yang pada rak – tempat barang tersebut diletakkan dan merupakan harga pasti tidak dapat ditawar. PERDA YOGYAKARTA, 2001; Devi NMWR, 2013. Pasar dapat di kategorikan dalam beberapa hal. Yaitu jika ditinjau dari segi waktunya Saraswati dan Widaningsih, 2008 ; a. Pasar harian adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setiap hari dan sebagian barang yang diperjualbelikan adalah barang kebutuhan sehari – hari. b. Pasar mingguan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung seminggu sekali. c. Pasar bulanan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung sebulan sekali. d. Pasar tahunan adalah pasar yang aktivitasnya berlangsung setahun sekali. Pasar yang jika ditinjau dari segi fisiknya Saraswati dan Widaningsih, 2008 ; a. Pasar konkret pasar nyata adalah tempat pertemuan antara pembeli dan penjual melakukan transaksi secara langsung. Barang yang diperjualbelikan juga tersedia di pasar. b. Pasar abstrak pasar tidak nyata adalah terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli hanya melalui telepon, internet, dan lain – lain berdasarkan contoh barang. Pasar yang jika ditinjau dari barang yang diperjualbelikan Saraswati dan Widaningsih, 2008 : a. Pasar barang konsumsi adalah pasar yang memperjualbelikan barang – barang konsumsi untuk memenuhi kebutuhan manusia. b. Pasar sumber daya produksi adalah pasar yang memperjualbelikan faktor – faktor produksi, seperti tenaga kerja, tenaga ahli, mesin – mesin, dan tanah. Pasar yang jika ditinjau dari luas kegiatannya Saraswati dan Widaningsih, 2008 ; a. Pasar setempat adalah pasar yang penjual dan pembelinya hanya penduduk setempat. b. Pasar daerah atau pasar lokal adalah pasar disetiap daerah yang memperjualbelikan barang – barang yang diperlukan penduduk daerah tersebut. c. Pasar nasional adalah pasar yang melakukan transaksi jual beli barang yang mencakup satu negara. d. Pasar internasional adalah pasar yang melakukan transaksi jual beli barang – barang keperluan masyarakat internasional. Pengertian pasar menurut fisik bangunannya Mayasari, 2011 : 1. Pasar Kelas IA, yaitu pasar yang bangunannya permanen dan mempunyai fasilitas yang baik seperti escalator, tempat parkir, kamar mandiWC dan aliran listrik. 2. Pasar Kelas I, yaitu pasar yang bangunannya permanen maupun semi permanen dan mempunyai fasilitas yang cukup seperti tempat parkir, kamar mandiWC dan aliran listrik. 3. Pasar Kelas II, yaitu pasar yang bangunannya semi permanen dan memiliki fasilitas yang belum memadai. 4. Pasar Kelas III, yaitu pasar yang bangunannya merupakan bangunan darurat yang belum mempunyai fasilitas yang layak. 5. Pasar Kelas IV, yaitu pasar yang mempergunakan lapangan sebagai tempat berjualan tanpa bangunan. Pasar menurut jenis kegiatannya Devi NMWR, 2013 : 1. Pasar Eceran yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran barang secara eceran. 2. Pasar Grosir yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran dalam jumlah besar. 3. Pasar Induk yaitu pasar yang lebih besar dari pasar grosir, merupakan pusat pengumpulan dan penyimpanan bahan – bahan pangan untuk disalurkan ke grosir – grosir dan pusat pembelian. Menurut lokasi dan kemampuan pelayanannya, pasar digolongkan menjadi lima jenis Devi NMWR, 2013 : 1. Pasar Regional Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis dan luas, bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota bahkan sampai keluar kota, serta barang yang diperjual belikan lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya. 2. Pasar Kota Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis dan luas, bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota, serta barang yang diperjual belikan lengkap. Melayani 200.000 – 220.00 penduduk. Yang termasuk pasar ini adalah pasar induk dan pasar grosir. 3. Pasar Wilayah Distrik Yaitu pasar yang terletak di lokasi yang cukup strategis dan luas, bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota, serta barang yang diperjual belikan cukup lengkap. Melayani 10.000 – 15.000 penduduk. Yang termasuk pasar ini adalah pasar eceran. 4. Pasar Lingkungan Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis, bangunan permanensemi permanen, dan mempunyai pelayanan meliputi permukiman saja, serta barang yang dieprjual belikan kurang lengkap. Melayani 10.000 – 15.000 penduduk saja.yang termasuk pasar ini adalah pasar eceran. 5. Pasar Khusus Yaitu pasar yang terletak di lokasi strategis, bangunan permanensemi permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi wilayah kota, serta barang yang diperjual belikan terdiri dari satu macam barang khusus seperti pasar bunga, pasar burung, atau pasar hewan. Menurut Karuppiah 2010 dalam Lilananda 2009 beberapa pasar tradisional di Kota Medan : a Pusat Pasar merupakan salah satu pasar tradisional tua di Medan yang sudah ada sejak zaman kolonial. Menyediakan beragam kebutuhan pokok dan sayur – mayur. b Pasar Petisah menjadi acuan berbelanja yang murah dan berkualitas. c Pasar Beruang yang terletak di Jalan Beruang. d Pasar Simpang Limun merupakan salah satu pasar tradisional yang cukup tua dan menjadi trade mark Kota Medan. Terletak di persimpangan Jalan Sisingamangaraja dan Jalan Sakti Lubis. e Pasar Ramai yang terletak di Jalan Thamrin yang bersebelahan dengan Thamrin Plaza. f Pasar Simpang Melati merupakan pasar yang terkenal sebagai tempat perdagangan pakaian bekas dan menjadi lokasi favorit baru para pemburu pakaian bekas setelah Pasar Simalingkar dan Jalan Pancing. Beberapa pasar modern di Kota medan menurut Karuppiah 2010 dalam Lilananda 2009 : a Brastagi plaza b Hypermarket c Swalayan d Carrefour e Supermarket Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Medan 2013 dicatatkan 24 mallplaza, 44 swalayan, 61 Pasar Tradisional. BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Soil Transmitted Helminthes STH adalah salah satu kelas nematoda yang menyebabkan penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah dan merupakan salah satu di antara masalah kesehatan yang terjadi di Indonesia. Spesies utama yang menginfeksi adalah, cacing gelang Ascaris lumbricoides, cacing cambuk Trichuris trichiura, dan cacing tambanghookworm Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan gizi yang memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan WHO, 2014. Prevalensi kecacingan masih menjadi masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan di dunia. Berdasarkan data World Health Organization WHO, lebih dari 1,5 miliar orang atau 24 dari populasi dunia terinfeksi STH di seluruh dunia WHO, 2014. Di Indonesia angka kecacingan di beberapa kabupaten dan kota pada tahun 2012 menunjukkan angka di atas 20 dengan angka prevalensi tertinggi di salah satu kabupaten mencapai 76,67 Direktorat Jenderal PPPL Kemenkes RI, 2013. Sedangkan prevalensi di Sumatera Utara diperkirakan yaitu, Ascaris 50 – 79,9, Trichuariasis 80 – 100, dan infeksi Hookworms 50 – 79,9 de Silva et al, 2003. Menurut Ritarwan 2006, di kota Medan ditemukan prevalensi Ascariasis 29,2, Trichuariasis 6,3. Transimisi telur cacing ke manusia bisa terjadi dari tanah yang mengandung telur cacing yang infektif yang dikeluarkan bersamaan dengan tinja orang yang terinfeksi. Dan daerah yang tidak memiliki sanitasi yang baik dan kelembapan tinggi yang mana sangat baik untuk berkembangnya telur STH menjadi bentuk infektif. Infeksi ditularkan oleh telur yang ada di kotoran manusia, yang mencemari tanah dimana adanya kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk akan menyebabkan melekatnya telur pada sayuran dan tertelan bila sayuran tidak di cuci dan dimasak dengan baik. Pada daerah tertentu di Indonesia terdapat beberapa kebiasaan memakan lalapan sayuran mentah dan sulit diubah. Terlebih kelebihan sayuran lalapan ketika dikonsumsi zat – zat gizi yang terkandung didalamnya tidak mengalami perubahan, sedangkan pada sayuran yang dilakukan pengolahan seperti pemasakan dimasak terlebih dahulu zat – zat gizinya akan berubah sehingga kualitas ataupun mutunya lebih rendah daripada mentahnya Sudjana, 1991; Purba et al, 2012. Tetapi sayur lalapan rentan terhadap kontaminasi pestisida dan telur cacing. Kontaminasi telur cacing dapat terjadi terutama pada sayuran yang menjalar di permukaan tanah atau ketinggiannya dekat dengan tanah. Berdasarkan penelitan yang pernah di lakukan di pasar tradisional dan pasar modern di kota Medan, ditemukan angka kontaminasi STH pada sayuran selada yang cukup tinggi. Angka kontaminasi STH di pasar tradisional yaitu sebesar 85,0 , dengan proporsi Strongyloides 35,0 , larva rhabditiform Strongyloides 30, telur hookworm 15, dan toxocara 5. Pada pasar modern angka kontaminasi STH yaitu sebesar, 90, dengan proporsi Strongyloides 35, free living Strongyloides 30, telur hookworm, 20, dan telur toxocara, 5 Karuppiah, 2010. Masih tingginya prevalensi angka pencemaran telur STH pada sayuran yang dijual di pasar modern maupun pasar tradisional dan bila diikuti dengan pemakaian pupuk kotoran manusia maupun binatang bisa meningkatkan angka pencemaran lebih tinggi. Hal ini menjadi alasan mengapa penting bagi kita untuk mengetahui tingkat pencemaran telur STH pada sayuran yang dijual di pasar modern maupaun tradisional di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah perbandingan tingkat pencemaran STH pada sayuran yang dijual dipasar modern dan tradisional di kota Medan. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui perbandingan pencemaran oleh STH pada sayuran yang dijual di pasar modern dan tradisional.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengindentifikasi jenis parasit yang mencemari sayuran di pasar modern dan tradisional. 2. Mengetahui proporsi kontaminasi telur STH pada sayuran di pasar tradisional dan modern. 3. Mengetahui proporsi kontaminasi larva STH pada sayuran di pasar tradisional dan modern.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Bagi Masyarakat :diharapakan penelitian ini dapat memberikan informasi dan pemahaman yang berhubungan dengan Soil Transmitted Helminthes STH, sehingga dapat dilakukan pencegahan pencemaran. 2. Bagi Pedagang : dapat meningkatkan tahap higiene sayuran sehingga bisa mencegah terjadinya infeksi telur cacing. 3. Bagi Petugas Kesehatan Masyarakat : diharapkan dapat digunakan sebagai data pendukung atau bahan perencanaan pencegahan pencemaran Soil Transmitted Helminthes STH. 4. Bagi Peneliti : dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta mengasah kemampuan analisis penelitian dan dapat memberikan informasi tentang aspek – aspek yang berhubungan dengan Soil Transmitted Helminthes STH.