5.1.6 Perbandingan Kontaminasi Sayuran Pada Pasar
Pada tabel di bawah membandingkan kontaminasi pada keseluruhan sayur lalapan pada pasar tradisional dan modern.
Tabel 5.8 Perbandingan Kontaminasi Sayuran Pada Pasar
Pasar Kontaminasi Parasit
Positif Negatif
p Tradisional 60
85,7 65
81,3 0,464
Modern 10
14,3 15
18,8
Pada pasar tradisional proporsi sebesar 85,7 60 sampel yang menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit dari 125 sampel yang diuji.
Sedangkan pada pasar modern sebesar 14,3 10 sampel yang menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit dari 25 sampel. Berdasarkan tabel di atas
didapatkan hasil pearson Chi square P = 0,464.
5.2 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 5.1 ada 14 pasar di wilayah Kota Medan Bagian Selatan dan dipilih 10 pasar yang menjadi tempat penelitian. Dan pasar yang
menjadi tempat penelitian tersebut dipilih per Kecamatan. Sehingga bisa dikatakan bahwa tempat yang menjadi penelitian sudah bisa mewakili wilayah
pasar tradisional dan modern Kota Medan Bagian Selatan. Karakteristik sampel dalam penelitian yaitu perlakuan sebelum dijual,
penampilan fisik yang terlihat, dan kesegaran sayur lalapan itu sendiri Tabel 5.2. Dari perlakuan selada yang mendapatkan perlakuan terbanyak sebesar 41,7 dan
kesegaran sebesar 22,2. Seperti kita ketahui selada dapat layu hanya sehari jika tidak disimpan di suhu 1- 4 derajat celcius. Sebaiknya selada dicuci, baik itu
hanya disiram saja ataupun direndam sebentar dalam bak cuci agar selada yang dijual dipasaran masih terlihat segar. Adapun dari penampilan fisik, daun bawang
sebesar 52 terlihat kotor. Dari pengamatan sewaktu pengambilan daun bawang tidak dipisahkan dari akar tanamannya sehingga tanah
– tanah masih terlihat di
batang dan akar daun bawang didukung juga oleh perlakuan pencucian yang rendah yaitu 11,1. Daun prei sendiri dengan penampilan fisik kotor setelah daun
bawang, hal ini juga disebabkan oleh akar tanaman yang tidak dipisahkan tetapi mendapatkan perlakuan yang cukup baik sebesar 16,7.
Sedangkan kol sendiri walaupun mendapatkan perlakuan yang rendah tetapi dari penampilan fisik kotor hanya sebesar 2 hal ini dikarenakan pedagang
pada saat hendak menjual kol umumnya mengupas bagian luar kol sehingga terlihat secara fisik bersih. Pada timun penampilan kotor sebesar 8 dan diikuti
perlakuan sebesar 19,4, seperti kita ketahui tanaman timun sendiri adalah tanaman menjalar di bilah bambu yang ditanam didekat tanaman timun sehingga
timun bisa menjalari bilah bambu tersebut sehingga untuk terkena percikan air hujan cukup rendah. Umumnya tinggi tanaman tersebut 1 -1,5 meter.
Berdasarkan Tabel 5.3 didapatkan jumlah sayur lalapan yang terkontaminasi parasit yaitu pada selada 63,3 19 sampel, kol 20 6 sampel,
daun prei 66,6 20 sampel, daun bawang 86,6 26 sampel, dan timun 3,3 1 sampel.
Dalam penelitian Purba et al 2012 didapatkan bahwa sayur lalapan kol di pasar tradisional tidak terdapat adanya telur cacing sedangkan selada ditemukan
telur cacing Ascaris lumbricoides. Pada supermarket sayur lalapan kol tidak ditemukannya telur cacing sedangkan pada selada ditemukannya telur cacing
Trichiuris trichiura. Pada penelitian Astuti dan Aminah 2008 didapatkan proporsi sebesar 13,3 4 sampel dari 30 sampel pada sayur lalapan kol yang
terkontaminasi parasit. Pada penelitian Ashika et al 2014 pada sayuran selada didapatkan
proporsi sebesar 73 32 sampel dari 44 sampel di pasar tradisional dan 40 2 sampel dari 5 sampel di pasar modern yang terkontaminasi parasit. Wardhana et
al 2014 dari 42 sampel lalapan kubis yang diperiksa diketahui 26,19 11 sampel terkontaminasi oleh telur STH.
Tetapi hal ini berbeda dengan hasil penelitian Eraky et al 2014 didapatkan selada yang terkontaminasi parasit dengan proporsi 45,5 46
sampel, daun bawang 16,5 17 sampel, daun prei 10,7 11 sampel, variasi
kontaminasi bisa disebabkan oleh perbedaaan bentuk dan permukaan sayuran. Menurut Astawan 2004 dalam Purba et al 2012 hal ini dapat
disebabkan oleh sayur selada, kol, daun bawang dan daun prei adalah tanaman yang menjalar atau dekat dengan tanah sehingga mudah terjadinya kontaminasi
parasit, dan didukung oleh struktur sayur yang berlapis – lapis dan berlekuk –
lekuk sehingga memungkinkan telurlarva cacing menetap di dalamnya. Sayuran hijau seperti selada memiliki permukaan yang tidak rata
sehingga lebih memudahkan melekatnya telur parasit walaupun sudah dicuci dengan air. Dan sayuran dengan permukaan yang lembut ataupun licin seperti
daun bawang dan daun prei mempunyai proporsi kontaminasi yang rendah. Ini bisa disebabkan oleh sayur yang diperoleh dalam keadaan fisik kotor dan tidak
diberinya perlakuan mencuci sebelum dijual ke pasar sehingga kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi cukup besar Eraky et al, 2014.
Berdasarkan Tabel 5.4 pada pasar tradisional dan pada pasar modern larva Hoookworm paling banyak ditemukan. Pada penelitian Ashika et al 2014
pada sayur selada di pasar tradisional didapatkan telur Ascaris sp dengan proporsi sebesar 79 30 sampel, telur cacing tambang 5 2 sampel, dan larva
Trichostrongylus orientalis 16 6 sampel dari 38 sampel penelitian. Pada pasar modern hanya didapatkan telur Ascaris sp. Sedangkan pada penelitian Wardhana
et al 2014 lalapan kubis di warung – warung makan Universitas Lampung, jenis
telur cacing yang ditemukan adalah telur Ascaris lumbricoides 14,28 6 sampel dan telur Trichuris trichiura 7,14 3 sampel dari 42 sampel penelitian.
Karuppiah 2010, pada sayur lalapan selada dimana pada pasar tradisional parasit Free living jantan dan betina Ss paling banyak ditemukan
dengan proporsi 35 14 sampel dari 40 sampel yang diteliti. Pada pasar modern yang paling banyak ditemukan adalah larva Rhabditifrom Ss sebesar 35 7
sampel dari 20 sampel yang diteliti. Hal ini bisa disebabkan oleh lokasi dan lingkungan hidup parasit yang
berbeda – beda ataupun tempat dimana sayur lalapan ini berasal, proses
penyimpanan, pencucian sayur lalapan.