Pembahasan Gambaran Pencemaran Soil Transmitted Helminthes pada Sayuran di Pasar Tradisional dan Modern di Kota Medan Bagian Selatan
kontaminasi bisa disebabkan oleh perbedaaan bentuk dan permukaan sayuran. Menurut Astawan 2004 dalam Purba et al 2012 hal ini dapat
disebabkan oleh sayur selada, kol, daun bawang dan daun prei adalah tanaman yang menjalar atau dekat dengan tanah sehingga mudah terjadinya kontaminasi
parasit, dan didukung oleh struktur sayur yang berlapis – lapis dan berlekuk –
lekuk sehingga memungkinkan telurlarva cacing menetap di dalamnya. Sayuran hijau seperti selada memiliki permukaan yang tidak rata
sehingga lebih memudahkan melekatnya telur parasit walaupun sudah dicuci dengan air. Dan sayuran dengan permukaan yang lembut ataupun licin seperti
daun bawang dan daun prei mempunyai proporsi kontaminasi yang rendah. Ini bisa disebabkan oleh sayur yang diperoleh dalam keadaan fisik kotor dan tidak
diberinya perlakuan mencuci sebelum dijual ke pasar sehingga kemungkinan untuk terjadinya kontaminasi cukup besar Eraky et al, 2014.
Berdasarkan Tabel 5.4 pada pasar tradisional dan pada pasar modern larva Hoookworm paling banyak ditemukan. Pada penelitian Ashika et al 2014
pada sayur selada di pasar tradisional didapatkan telur Ascaris sp dengan proporsi sebesar 79 30 sampel, telur cacing tambang 5 2 sampel, dan larva
Trichostrongylus orientalis 16 6 sampel dari 38 sampel penelitian. Pada pasar modern hanya didapatkan telur Ascaris sp. Sedangkan pada penelitian Wardhana
et al 2014 lalapan kubis di warung – warung makan Universitas Lampung, jenis
telur cacing yang ditemukan adalah telur Ascaris lumbricoides 14,28 6 sampel dan telur Trichuris trichiura 7,14 3 sampel dari 42 sampel penelitian.
Karuppiah 2010, pada sayur lalapan selada dimana pada pasar tradisional parasit Free living jantan dan betina Ss paling banyak ditemukan
dengan proporsi 35 14 sampel dari 40 sampel yang diteliti. Pada pasar modern yang paling banyak ditemukan adalah larva Rhabditifrom Ss sebesar 35 7
sampel dari 20 sampel yang diteliti. Hal ini bisa disebabkan oleh lokasi dan lingkungan hidup parasit yang
berbeda – beda ataupun tempat dimana sayur lalapan ini berasal, proses
penyimpanan, pencucian sayur lalapan.
Adapun saat dilakukan pengambilan sampel, pada pasar tradisional pedagang umumnya menjual dagangannya menggunakan terpal yang diletakkan
dekat dengan tanah sehingga terjadinya kontaminasi menjadi lebih besar sedangkan pada pasar modern sendiri sayuran dijual dalam keadaan sudah
terplastik dan diletakkan di mesin pendingin sayuran sesuai dengan jenis sayuran itu sendiri.
Berdasarkan tabel 5.5 Berdasarkan hasil Kontaminasi Pada Sayuran pada masing
– masing sayur lalapan pada pasar tradisional ataupun modern didapati pearson chic square 0,05 dimana tidak ada perbedaan antara pencemaran pada
sayur lalapan yang dijual di pasar tradisional dan modern. Hal ini sama dengan penelitian Asihka 2014 dimana tidak ada perbedaan antara pencemaran pada
sayur lalapan yang dijual di pasar tradisional dan modern, hanya saja penelitian ini dilakukan pada selada. Pada sayuran selada yang dijual di pasar tradisional dengn
proporsi sebesar 73 32 sampel dari 44 sampel penelitian positif terkontaminasi dan pada pasar modern 40 2 sampel dari 5 sampel penelitian positif
terkontaminasi. Hal ini bisa disebabkan oleh waktu untuk pengambilan sampel penelitian yang berbeda.
Adapun pada penelitian Ashika 2014 pengambilan waktu sampel September
– Desember 2013, dimana pada waktu tersebut sedang terjadi musim penghujan sehinga untuk terjadinya kontaminasi cukup besar dikarenakan sayuran
lalapan seperti selada, kol, merupakan tanaman yang dekat dengan tanah sehingga percikan air hujan dengan mudah bisa mengkontaminasi tanaman sayuran.
Berdasarkan Tabel 5.6 hasil perlakuan mencuci sayur lalapan sebelum dijual pada kol, daun bawang, daun prei dan timun didapatkan hasil pearson chi
square 0,05 dimana tidak ada perbedaan hasil antara sayur lalapan yang tidak diberikan perlakuan dengan yang diberi perlakuan. Tetapi pada sayur lalapan
selada didapatkan hasil pearson chi square 0,000 dimana 0,05 sehinga ada perbedaan antara diberikannya perlakuan dengan tidak terhadap hasil kontaminasi.
Penelitian ini mirip dengan Astuti dan Aminah 2008 yaitu pencucian kubis oleh pedagang lalapan dimana 86,7 13 sampel dari 40 sampel lalapan kubis dicuci
dan 23,1 3 sampel dari 13 sampel dicuci dengan air mengalir masih
mengandung telur Ascaris lumbricoides. Hal ini dapat dijelaskan pada saat proses pencucian 92,3 12 sampel dari 13 sampel dicuci dalam keadaan utuh atau
tidak dilepas lembar perlembar sehingga memungkinkan telur cacing terbawa air yang digunakan untuk mencuci.
Berdasarkan Tabel 5.7 hasil kontaminasi positif dengan adanya perlakuan sebelum dijual sebesar 27,8 10 sampel dan tidak adanya perlakuan sebelum
dijual dengan kontaminasi positif sebesar 52,6 60 sampel pada keseluruhan 150 sampel penelitian. Dan hasil pearson chi square 0,009 dimana ada perbedaan
hasil antara sayur lalapan yang tidak diberikan perlakuan dengan yang diberikan perlakuan.
Pada penelitian Muyassaroh 2006 dalam penelitan Astuti dan Aminah 2008 kubis yang telah dicuci sebanyak 2 kali masih terdapat telur cacing usus
yaitu Ascaris lumbricoides, Trichiuris trichiura, dan cacing benang. Hal ini bisa dikarenakan oleh teknik pencucian itu sendiri, pada saat
pembelian dilakukan wawancara singkat dimana pedagang umumnya melakukan pencucian sayur dengan merendam semua sayur ke dalam bak cuci maupun
menyiramnya hanya dipermukaan saja dan juga pedagang menerima barang dagangannya sudah dalam keadaan fisik cukup bersih sehingga tidak
diperlukannya pencucian yang lebih. Menurut Purba et al 2012 sayuran yang aman dikonsumsi harus
dibersihkan pada air mengalir yang tidak terkontaminasi kotoran. Sayuran berdaun atau berlapis harus dicuci setiap lembarannya dengan air mengalir
beulang kali untuk menghilangkan atau mengurangi telur cacing yang mungkin masih melekat. Pencucian sayuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan kalium permanganate KMnO
4
0,02 kemudian dibilas dengan menggunakan air matang yang sudah dingin.
Berdasarkan hasil Tabel 5.8 pada pasar tradisional kontaminasi positif sebesar 85,7 60 sampel dari 125 sampel penelitian sedangkan pada pasar
modern sebesar 14,3 10 sampel dari 25 sampel penelitian. Dan hasil pearson chi square P = 0,464, yang berarti P = 0,05. Dan didapati Ho diterima. Hal ini
berarti tidak ada perbedaan antara pencemaran pada sayur lalapan yang dijual di pasar tradisional dan modern.
Penelitian ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Karuppiah 2010 di pasar tradisional dan modern di Kota Medan pada sayur lalapan selada. Hasil
penelitian tersebut pada pasar tradisional kontaminasi positif sebesar 85 34 sampel dari 40 sampel penelitian, dan pada pasar modern 90 18 sampel dari
20 sampel penelitian. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pearson chi square 3,481 dimana tidak ada perbedaan hygiene pada sayur selada yang dijual di pasar
tradisional dan pasar modern. Hal ini bisa dikarenakan pada penelitian Karuppiah 2010 tidak
dijelaskannya secara rinci lokasi pasar yang menjadi penelitian dan sumber sayur lalapan itu sendiri. Sehingga hasil perbedaan pencemaran pada pasar tradisional
dan modern cukup besar. Dimana pada penelitian Karuppiah pada pasar modern lebih besar hasil yang didapat sementara itu definisi pasar modern pada Karuppiah
sama dengan yang definisi peneliti sendiri. Kekurangan pada penelitian ini adalah tidak dilakukannya wawancara
lebih detail, jenis sayur lalapan yang lebih bervariasi dan jumlah sampel yang lebih banyak.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN