Pengukuran Kemiskinan TINJAUAN PUSTAKA

commit to user Dari beberapa definisi kemiskinan tersebut, penulis berpendapat bahwa kemiskinan bukan hanya sekedar ketidak mampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya saja, kemiskinan juga mencakup aspek sosial dan moral. Misalnya, kurangnya kesempatan berusaha, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat, yang menempatkan mereka pada posisi yang lemah. Tetapi pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Niken Setyaningsih, 2007

2.3 Pengukuran Kemiskinan

Tidaklah mudah untuk menarik suatu batas yang cukup jelas antara penduduk miskin dan yang tidak miskin. Langkah pertama untuk memperkirakan jumlah kaum miskin dengan mendefinisikan garis kemiskinan. Garis kemiskinan pada dasarnya adalah standar minimum yang diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, ternasuk jenis pangan dan bukan pangan. BPS menggunakan data pengeluaran sebagai representasi dari pendapatan untuk mendefinisikan titik dasar minimum standar ini bagi kebutuhan pangan dan bukan pangan. BPS mengartikan penduduk miskin sebagai penduduk yang tingkat pendapatannya masih dibawah kebutuhan minimum, bahkan mungkin dibawah Kebutuhan Fisik Minimumnya KFM. Jumlah pendapatan yang diperlukan untuk mencapai tingkat kebutuhan minimumnya inilah yang lazim disebut sebagai “Garis Kemiskinan”. Pendekatan-pendekatan terhadap formulasi garis kemiskinan terletak dalam dua kategori umum, yaitu : commit to user a. Pendekatan yang berdasarkan pada beras, termasuk ukuran-ukuran lain atas dasar jumlah bahan makanan yang digunakan. b. Pendekatan yang didasarkan pada pemasukan atau pengeluaran Tjondronegoro dalam Husken, 1997 : 194 Menurut Mohtar Mas’oed 2003 untuk mengukur kemiskinan di Indonesia dikenal tiga cara. Yang pertama adalah metode yang dikembangkan oleh Prof. Sajogjo, menurut metode ini orang miskin adalah yang tidak mampu memperoleh penghasilan per kapita setara 320 kg beras, untuk penduduk desa, atau 480 kg beras untuk penghuni kota. Garis kemiskinan Sajogjo secara khusus tidak dibuat untuk mendefinisikan kaum miskin dan non miskin. Dasar yang dirujuk sebagai garis kemiskinan Sajogjo adalah kandungan makanan dan gizi dalam kaitan dengan Program Pemajuan Gizi Keluarga Terapan. Konsep ini mengubah pengeluaran perkapita dengan padanan beras, yaitu pendapatan diekspresikan dalam jumlah beras yang dapat dibeli. Dengan kemajuan yang terus menerus dalam pembangunan ekonomi, dan ketika kajian tentang gizi dilakukan, sekarang itu tidak mencukupi, lantaran ia tidak dapat manunjukkan pengeluaran bagi pemenuhan kebutuhan– kebutuhan seperti kesehatan, sekolah, dan perumahan di kawasan urban dan rural. Ketidakuntungan lebih jauh dari garis kemiskinan Sajogjo terletak pada fakta bahwa harga – harga beras telah naik dibandingkan dengan harga – harga komoditas lain yangdiperlukan. Metode kedua dikembangkan oleh Biro Pusat Statistik BPS dengan menghitung pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi berdasar data Survei commit to user Sosial – Ekonomi Nasional SUSENAS. Metode ketiga adalah kriterionkesejahteraan yang disebut indeks Kebutuhan Fisik Minimum KFM, yaitu nilai barang dan jasa minimum yang diperlukan oleh satu keluarga kota per bulan, Indeks tidak didasarkan pada data yang dikumpulkan oleh Departemen Tenaga Kerja setiap enam bulan untuk menetapkan tingkat upah minimum buruh. KFM ditetapkan per propinsi Mohtar Mas’oed, 2003 : 137. Masing – masing metode itu mempunyai kelebihan dan kekurangan, namun diantara ketiga metode itu, kriteria yang umum dipakai adalah yang diterbitkan oleh BPS. Metode BPS yang digunakan secara resmi menggunakan pendekatan basic needs approach atau kemiskinan yang dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan memenuhi kebutuhan dasar, dalam hal ini kemiskinan dipandang dari sisi ketidakmampuan ekonomi. BPS mendefinisikan garis kemiskinan pemenuhan kebutuhan minimmal makanan 2100 kalori untuk setiap orang per hari Widyakarya Pangan dan Gizi, 1998. Serta kebutuhan bukan makanan perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi serta kebutuhan dasar bukan makanan lainnya. Untuk batas kecukupan makanan dihasilkan dari 52 jenis komoditi sedangkan untuk paket komoditi bukan makanan mencakup 51 jenis komoditi diperkotaan 27 sub kelompok pengeluaran dan 47 jenis komoditi di pedesaan 27 sub kelompok pengeluaran. Secara matematis, Indeks Kemiskinan Manusia diformulasikan sebagai berikut: IKM = [ 13 P1 3 + P2 3 + P3 3 ] 13 Di mana: commit to user P1 : Didefinisikan sebagai peluang suatu populasi untuk hidup sampai umur 40 th, metode yang digunakan sama dengan penghitungan untuk IPM. Data yang digunakan adalah data susenas. P2 : Didefinisikan sebagai angka buta huruf usia dewasa 15 tahun ke atas P 31: Didefinisikan sebagai persentase rumah tangga yang tidak menggunakan air PAM, air pompa, air sumur yang letaknya lebih dari 10 m dari septik tank. Indonesia biasanya dikumpulkan dari data Susenas 1998.

2.4 Program Penanggulangan Kemiskinan