DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI MASYARAKAT MISKIN

(1)

commit to user

TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI

MASYARAKAT MISKIN

( Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun 2008)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Konsentrasi: Ekonomi SDM dan Pembangunan

Oleh :

CHOIRIL SURYA ADMAJA

NIM S4209010

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA


(2)

commit to user

DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM

PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN

KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI MASYARAKAT MISKIN

( Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun 2008)

Disusun Oleh:

CHOIRIL SURYA ADMAJA S4209010

Telah Disetujui Pada : Hari, Tanggal:...

Surakarta, November 2010

Dewan Pembimbing I Dewan Pembimbing II

Prof . Dr. Tulus Haryono, SE,MEk Izza Mafruhah, SE,MSi

NIP.19550801 198103 1 006 NIP. 19720323 200212 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan MESP FE UNS

Dr. J.J. Sarungu, MS NIP.19510701 198010 1 001


(3)

(4)

commit to user

DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM

PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN

KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI MASYARAKAT MISKIN

( Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun 2008)

Disusun Oleh:

CHOIRIL SURYA ADMAJA S4209010

Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada Tanggal:

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Tim Penguji Dr. Evi Gravitiani, M.Si ...

Pembimbing Utama Prof. Dr.Tulus Haryono, SE,Mek ...

Pembimbing Pendamping Izza Mafruhah, SE, M.si ...

Mengetahui, Ketua Program Studi

Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi

Pembangunan

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. PhD Dr. J.J. Sarungu, MS


(5)

(6)

commit to user

Karya ini kupersembahkan untuk :

vMasyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang masih mengalami

krisis multidimensional

vAlmamaterku


(7)

commit to user

“Allah tidak akan menguji manusia, melainkan sesuai dengan kemampuannya” “Tiada usaha yang gagal, melainkan usaha yang tertunda”


(8)

commit to user

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis sebagai sebagian dari syarat untuk mendapatkan Gelar Magister dengan judul “Dampak Implementasi Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat terhadap Upaya Penanggulangan Kebutuhan Akses Air Minum dan Sanitasi Masyarakat Miskin ( Studi Kasus di Kabupaten Sragen Tahun 2008)”

Penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. J.J. Sarungu, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi

Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Wahyu Agung Setyo, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Magister

Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Prof . Dr. Tulus Haryono, SE, Mek selaku Pembimbing Utama dalam penyusunan

tesis ini, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Izza Mafruhah, SE, MSi selaku Pembimbing Pendamping dalam penyusunan tesis ini,

yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Ir. Agus Putrono, M.Si, selaku Kabid Statistik Pengendalian dan Evaluasi Bappeda

Kabupaten Sragen, yang telah memberikan ijin penulis untuk melakukan penelitian di beberapa instansi/ Dinas terkait.

6. Para narasumber dan responden dalam penelitian ini.

7. Orangtua, istri, kakak dan adik, serta saudara-saudaraku mahasiswa pascasarjana MESP

yang telah memberikan dorongan semangat dan do’a restu, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.


(9)

commit to user

Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya tesis ini. Namun demikian, penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Surakarta, Nopember 2010


(10)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1Konsep Pemberdayan Masyarakat ... 9

2.2Konsep Kemiskinan ... 14

2.3Pengukuran Kemiskinan ... 23

2.4Program Penanggulangan Kemiskinan ... 26

2.5Arah Kebijakan Pembangunan ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1Populasi ... 34

3.2Sampel ... 34

3.3Variabel Penelitian ... 34

3.4Sumber dan Pengumpulan Data ... 35

3.5Metode Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1Gambaran Umum Kabupaten Sragen ... 38

4.2Gambaran Umum Program Pamsimas ... 39

4.3Implementasi Program Pamsimas di Kabupaten Sragen ... 55


(11)

commit to user

5.2Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA


(12)

commit to user

Tabel Hal

4.1 Ringkasan Penggunaan Dana Program Pamsimas 48

4.2 Ringkasan data Desa-desa sasaran Pamsimas 57

4.3 Perbandingan kondisi akses air bersih masyarakat Desa Jetis 74

4.4 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Tanggan terhadap

air bersih 75

4.5 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Banyurip terhadap

air bersih 76

4.6 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Jembangan

terhadap air bersih 77

4.7 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Kalangan terhadap

air bersih 78

4.8 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Sambirembe

terhadap air bersih 79

4.9 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Ngandul terhadap

air bersih 80

4.10 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Girimargo terhadap

air bersih 81

4.11 Perbandingan kondisi akses masyarakat Desa Gebang terhadap

air bersih 82

4.12 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa Jetis 83

4.13 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Tanggan 84

4.14 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Banyurip 84

4.15 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Jembangan 84

4.16 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Kalangan 85

4.17 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Sambirembe 85

4.18 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Ngandul 86

4.19 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa

Girimargo 86

4.20 Tingkat penggunaan sarana sanitasi sampai tahun 2010 Desa


(13)

commit to user

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian... 33 4.2.4 Struktur Organisasi Pamsimas Secara Umum... 44

4.2.6.6 Struktur Organisasi LKM... 54 4.3.1Kerangka Pikir yang Dikembangkan dari Tujuan dan

Implementasi Program... 56


(14)

commit to user


(15)

(16)

commit to user

TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEBUTUHAN AKSES AIR MINUM DAN SANITASI

MASYARAKAT MISKIN

( Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun 2008)

Oleh:

CHOIRIL SURYA ADMAJA NIM S4209010

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang bagaimana dampak dari implementasi dan hal-hal yang menjadi penghambat/kendala yang dihadapi dalam melaksanakan program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) di Kabupaten Sragen tahun 2008.

Metodologi penelitian menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, dengan populasi adalah Desa sasaran Pamsimas tahun 2008, dan cara menentukan sampel dengan

cara quota sampling yang berjumlah sembilan Desa. Penyajian hasil menggunakan model

tabel ataupun persentase.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dampak yang terjadi untuk menanggulangi permasalahan air bersih dan sanitasi di Desa sasaran Pamsimas tahun 2008 terlihat dari cakupan total cakupan masyarakat yang mampu mengakses sarana air bersih setelah atau pasca program Pamsimas dan perubahan yang terjadi di masyarakat dalam menggunakan sarana sanitasi yang sesuai dengan kriteria sarana sanitasi sehat atau tangga sanitasi.

Cakupan sarana air bersih dan sanitasi pasca program pamsimas secara berurutan adalah sebagai berikut: Desa Jetis Kecamatan Sambirejo (83%, 89.8%), Desa Tanggan Kecamatan Gesi (72.1%, 91.6%), Desa Banyurip Kecamatan Jenar (89.7%, 93%), Desa Jembangan Kecamatan Plupuh (28.64%, 93.7%), Desa Kalangan Kecamatan Gemolong (98.5%, 91.7%), Desa Sambirembe Kecamatan Kalijambe (36.5%, 88.75%), Desa Ngandul Kecamatan Sumber Lawang (85.3%, 88.75%), Desa Girimargo Kecamatan Miri (54.36%, 88.86%) dan Desa Gebang Kecamatan Sukodono (78.83%, 88.64%).

Kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini adalah: dampak program penyediaan

air minum dan sanitasi berbasis masyarakat belum berdampak besar, karena keterbatasan-keterbatasan yang dialami seperti sumber pendanaan sehingga mengurangi rencana kerja masyarakat khususnya bidang fisik atau sarana air bersih (SAB), dan kegiatan pemicuan penggunaan sarana sanitasi atau jamban di masyarakat yang belum optimal karena membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk merubah perilaku masyarakat ke perilaku yang lebih sehat. Hambatan atau kendala yang terjadi selama program berjalan satu tahun periode ialah proses pemberdayaan masyaraat yang belum optimal mengingat sumber daya masyarakat yang terbatas, serta sulitnya merubah anggapan masyarakat desa penerima program yang menganggap program Pamsimas adalah suatu proyek “top down”, atau dari atas ke bawah sehingga partisipasi yang harusnya muncul, belum terlihat maksimal untuk semua bidang program Pamsimas.


(17)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Menurut Sondang P.Siagian (1999), pembangunan merupakan suatu usaha atau rangkaian pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju pada modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Sedangkan menurut Bintoro (1988) bahwa pembangunan dapat diartikan pula sebagai suatu proses pembaharuan yang kontinyu dan terus menerus dari suatu keadaan yang dianggap lebih baik.

Pemerintah Indonesia memiliki komitmen sangat kuat untuk mencapai target water supply and sanitation – Millenium Development Goals (WSS-MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang belum mempunyai akses air minum dan sanitasi dasar sebesar 50% pada tahun 2015.

Berdasarkan UU Nomor 32/2004 tentang pemerintah daerah dan UU Nomor 33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pemerintah daerah bertanggungjawab penuh untuk memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat di daerahnya masing-masing, termasuk pelayanan air minum dan sanitasi. Namun demikian, bagi daearah-daerah dengan wilayah perdesaan relatif luas, berpenduduk miskin relatif tinggi dan mempunyai kapasitas fiskal rendah, pada umumnya kemampuan mereka sangat terbatas, sehingga memerlukan dukungan finansial utnuk membiayai investasi yang dibutuhkan


(18)

commit to user

dalam rangka meningkatkan kemampuan pelayanannya kepada masyarakat, baik untuk investasi fisik dalam bentuk sarana prasarana, maupun investasi non –fisik yang terdiri dari manajemen, teknis, dan pengembangan sumber daya manusia.

Menurut Bappeda Propinsi Jawa Tengah (2003) mengatakan kelemahan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di masa lalu antara lain :

1. Berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro. 2. Kebijakan terpusat.

3. Lebih bersifat karitatif.

4. Memposisikan masyarakat sebagai obyek.

5. Cara pandang tentang kemiskinan yang diorientasikan pada ekonomi.

6. Asumsi permasalahan dan penanggulangan kemiskinan yang sering dipandang sama.

Sehubungan dengan itu perlunya pola baru dalam penanganan kemiskinan yang lebih berorientasi pada kemandirian dan berkelanjutan upaya – upaya masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Oleh karena itu pemahaman tentang data kemiskinan sangat diperlukan untuk memberikan informasi kepada pengambil kebijakan yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan.

Program WSLIC 3/ pamsimas merupakan salah satu program dan aksi nyata pemerintah (pusat dan daerah) dengan dukungan Bank Dunia, untuk meningkatkan penyediaan air minum, sanitasi, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan penyakit lain yang ditularkan melalui air dan lingkungan.


(19)

commit to user

Menurut Departemen Kesehatan, dari 1000 bayi lahir 50 di antaranya meninggal dunia karena diare. Hal ini sering terkait dengan penggunaan air yang tercemar tinja. Suplai air bersih yang lebih baik diperkirakan mampu mengurangi angka kematian akibat diare sebesar 21%. Sedangkan sanitasi yang lebih baik diperkirakan mampu mengurangi angka kematian akibat diare sebesar 37,5%. Tindakan sederhana seperti mencuci tangan memakai sabun di saat-saat tepat dapat mengurangi angka kejadian diare sampai 35%. Sekalipun demikian, sanitasi tetap menjadi prioritas rendah dengan anggaran yang minim di kota-kota besar. Hal ini terutama karena manfaat langsung yang dirasakan lebih minim ketimbang manfaat investasi dalam bentuk pembangunan perumahan, jalan, pasar dan sekolah (ESP News, Volume 8, 2006 * 2)

Air bersih merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Pemenuhan kebutuhan akan air bersih untuk skala nasional, cakupan pemakaian air bersih baru mencapai 76,41% (63,37% di pedesaan dan 91,8% di perkotaan), dimana dari angka tersebut hanya separuhnya (52%) yang memenuhi syarat bakteriologis air bersih, sedangkan cakupan penduduk yang memakai jamban adalah sekitar 66,03% (54,2% di pedesaan dan 85,89% di perkotaan).

Melihat data tersebut maka penduduk Indonesia masih kurang dalam mengakses air bersih dilihat dari kualitas dan kuantitas. Menghadapi situasi yang demikian, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan kebijakan dan strategi baru dalam suatu “Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan sebagai Strategi Nasional menuju Idonesia Sehat 2010”. Dalam strategi tersebut telah ditetapkan bahwa lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang bebas dari polusi,


(20)

commit to user

tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan permukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang berperilaku hidup sehat dan saling tolong menolong dengan memelihara budaya bangsa.

Program penyediaan sarana dan prasarana masyarakat seperti sarana air minum, sanitasi dan kesehatan lingkungan akan lebih efektif dan berkelanjutan apabila berbasis masyarakat, melibatkan seluruh masyarakat ( laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin) dan menggunakan pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Tanggap terhadap kebutuhan berarti bahwa program menyediakan sarana dan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat mau berkontribusi dan membiayai, mengelola dan memelihara sarana yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki. Untuk itu perlu dilakukan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang partisipatif agar masyarakat mau dan mampu berpartisipasi secara aktif dalam menyiapkan, melaksanakan, mengoperasionalkan dan memelihara sarana yang telah dibangun, serta melanjutkan kegiatan peningkatan derajat kesehatan di masyarakat dan di lingkungan sekolah.

Tujuan dari program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) adalah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi guna mengubah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (masyarakat miskin pedesaan dan peri-urban). Secara khusus program Pamsimas bertujuan untuk : meningkatkan praktek hidup sehat di masyarakat, akses terhadap sarana air


(21)

commit to user

minum dan sanitasi yang berkelanjutan, kapasitas lokal baik pemerintah lokal maupun masyarakat dalam menyebarluaskan model program penyediaan sarana air minum dan sanitasi, efektifitas dan keberlanjutan jangka panjang dari infrastruktur sarana air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat serta pembangunan ekonomi desa/kelurahan dalam mendukung operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang telah dibangun.

Kegiatan program Pamsimas dibagi menjadi lima bagian : a) pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal, pembiayaan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal dalam rangka mengarusutamakan dan menyebarluaskan pendekatan Pamsimas terhadap peningkatan akses terhadap sarana air minum, sanitasi dan kesehatan, b) dukungan terhadap kegiatan peningkatan sanitasi dan perilaku hidup sehat termasuk penyebaran pendekatan CLTS (Community Led Total Sanitation) atau sanitasi total berbasis masyarakat, kesehatan dan sanitasi sekolah serta promosi kesehatan, c) dana hibah untuk penyiapan dan implementasi pembangunan sarana air minum dan sanitasi masyarakat dan sekolah, d) dana hibah untuk inovasi dan insentif bagi Desa dan kabupaten dalam mengarusutamakan dan replikasi program Pamsimas, serta e) dukungan administrasi dan manajemen program Pamsimas.

Oleh karena itu, dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia pada tahun 2008 memberi bantuan untuk masyarakat yang terbatas akses air bersihnya, kekurangan sanitasi dasar serta berpenghasilan rendah (miskin) melalui program penyediaan air minum dan


(22)

commit to user

sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) salah satunya di Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah. Posting pendanaan program PAMSIMAS:

1. APBN/Loan Bank Dunia : Rp 192.500.000 (70%)

2. APBD Kab/Kota : Rp 27.500.000 (10%)

3. Kontribusi Masy. Desa : Rp 11.000.000 ( 4%) cash

Rp 44.000.000 (16%) tenaga & material Total dana per Desa : Rp 275.000.000

Desa sasaran program Pamsimas Kabupaten Sragen tahun 2008 sebanyak sembilan Desa yaitu: Desa Jetis Kecamatan Sambirejo, Desa Tanggan Kecamatan Gesi, Desa Banyurip Kecamatan Jenar, Desa Jembangan Kecamatan Plupuh, Desa Kalangan Kecamatan Gemolong, Desa Sambirembe Kecamatan Kalijambe, Desa Ngandul Kecamatan Sumber Lawang, Desa Girimargo Kecamatan Miri dan Desa Gebang Kecamatan Sukodono.

Semua Desa tersebut sudah melaksanakan dan menyelesaikan proses program, dan tentunya dengan berbagai opsi (pilihan) penyediaan air minum dan peningkatan sanitasi di Desanya masing-masing. Mendasar pada tujuan program Pamsimas, yaitu peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi guna mengubah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil judul tesis ” Dampak Implementasi Program Pamsimas Terhadap Upaya Penanggulangan Kebutuhan Akses Air Minum dan Sanitasi Masyarakat Miskin ( Studi Kasus Di Kabupaten Sragen Tahun 2008)”.


(23)

commit to user 1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari uraian dalam latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah dampak implementasi Program Pamsimas terhadap Desa-desa

sasaran tahun 2008 di Kabupaten Sragen?

2. Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan Pamsimas di

Kabupaten Sragen tahun 2008?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1 Mengetahui dampak implementasi Program Pamsimas terhadap Desa-desa

sasaran tahun 2008 di Kabupaten Sragen.

2 Mengetahui kendala yang dihadapi dalam melaksanakan Program Pamsimas

di Kabupaten Sragen tahun 2008.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua manfaat yakni sebagai berikut : 1. Bersifat Teoritis

a. Bagi mahasiwa dapat memperoleh pengetahuan tentang bagaimana peran

program Pamsimas terhadap upaya pengentasan kemiskinan

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan bagi

mahasiswa dan pemerhati masalah sosial khususnya tentang kemiskinan 2. Bersifat Praktis

a. Pengambil kebijakan dan keputusan mengenai Program Pemberdayaan


(24)

commit to user

dapat mengatasi hambatan - hambatan yang muncul dalam

mengimplementasikan program.

b. Memberikan informasi dan wawasan bagi pembaca dan penulis lain


(25)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan merupakan konsep yang muncul setelah adanya perencanaan advokasi dan perencanaan komunikatif. Pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai sebuah proses/ mekanisme di mana sekelompok orang, organisasi atau masyarakat memiliki penguasaan atas masalah yang dialami (Rappaport, 1987).

Menurut Cornell Empowerment Group, pemberdayaan masyarakat adalah

suatu proses yang sedang dan terus berlangsung secara sengaja dan berpusat pada masyarakat lokal yang berpikiran kritis, memiliki prinsip saling menghormati, kepedulian terhadap sesama dan partisipasi kelompok, yang mana melalui proses ini mereka yang tidak memiliki akses akan keadilan alokasi sumber daya, memiliki akses dan kendali akan sumber daya tersebut (Perkins and Zimmerman, 1995).

Asumsi teori pemberdayaan: (1) Pemberdayaan memiliki bentuk yang berbeda untuk (sekelompok) orang yang berbeda. (2) Pemberdayaan memiliki bentuk yang berbeda dalam situasi berbeda. (3) Pemberdayaan berfluktuasi atau berubah sesuai dengan perubahan waktu.

Syarat berlangsungnya proses pemberdayaan: (1) Anggota masyarakat

memiliki rasa kemasyarakatan (sense of community/ guyub/ kebersamaan) dan

mereka aktif berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. (2) Partisipasi warga, yaitu suatu proses dimana tiap individu ikut ambil bagian dalam proses


(26)

commit to user

pengambilan keputusan dalam lembaga, program dan lingkungan dimana mereka berada. (Mulayadi ST, 2005)

Menurut TDr. Wahyudi Kumorotomo tiga bentuk tingkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat yakni: 1. Partisipasi dalam pemilihan (electoral participation), 2. Partisipasi dalam pembuatan keputusan (decision-making participation) 3. Partisipasi dalam menentukan isi keputusan publik (determining the content of policies).

Selain itu program penanggulangan kemiskinan juga harus melibatkan partisipasi masyarakat, karena dengan partisipatif model ada beberapa keuntungan, yakni: menguatkan rasa tanggungjawab, menunjang efisiensi; keberhasilan pembangunan akan lebih terjamin dan membantu proses pelaksanaan program secara teknis. Hal ini didukung dengan UU No. 25/2004: Pemda hendaknya menciptakan bottom-up planning, dan UU No. 32/2004: “pembangunan harus memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, dan meningkatkan peran serta masyarakat” (TDr. Wahyudi Kumorotomo).

Kiat mengembangkan program partisipatif Menurut TDr. Wahyudi Kumorotomo: (1). Orientasi pada hasil, jangan pada target, (2). Jangan menimbulkan ketergantungan, jangan bersifat bagi-bagi habis (charity), (3). Jangan hanya mengakomodasi kelompok tertentu, (4). Program harus mengembangkan rasa tanggungjawab, serta (5). Penanggulangan kemiskinan harus “mempercayai orang miskin”


(27)

commit to user

Menurut Mulayadi ST (2005) Landasan teoritis dalam pembangunan

masyarakat dalam konsep Community Development atau pembangunan

masyarakat, teknik perencanaan yang digunakan adalah : (1) Perencanaan advokasi. (2) Perencanaan komunikatif. (3) Pemberdayaan.

Asian Development Bank (ADB) menyatakan bahwa fokus pada gender memberi manfaat yang lebih besar dari sekedar kemampuan proyek untuk menyediakan air dan sanitasi yang baik, yang tercermin dalam beberapa aspek seperti proses penyediaan yang lebih baik, pengoperasian dan pemeliharaan yang lebih baik, pengembalian biaya, dan kesadaran terhadap higiene. Adapun manfaat-manfaat tersebut, termasuk, antara lain:

a. Manfaat ekonomi: Akses yang lebih baik pada air akan memberi kaum

perempuan waktu yang lebih banyak untuk melakukan aktivitas mendatangkan pendapatan, menjawab kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga, atau memberikan kesejahteraan dan waktu luang untuk kesenangan mereka sendiri. Perekonomian, secara keseluruhan, dapat pula memberikan berbagai manfaat.

b. Manfaat kepada anak-anak: Kebebasan dari pekerjaan mengumpulkan dan

mengelola air yang memakan waktu dapat membuat anak-anak, khususnya anak perempuan untuk bersekolah. Oleh sebab itu, dampaknya diharapkan dapat mencapai antargenerasi.

c. Pemberdayaan terhadap kaum perempuan: Keterlibatan dalam

proyek-proyek penyediaan air dan sanitasi akan memberdayakan kaum perempuan, khususnya apabila kegiatan proyek tersebut dihubungkan


(28)

commit to user

dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan pendapatan dan sumber daya-sumber daya produktif seperti kredit.

Partisipasi dari pihak yang mendapatkan manfaat dan perhatian kepada pengurangan tingkat kemiskinan merupakan dua penentu utama atas efektivitas dan kesinambungan pengelolaan penyediaan air dan sanitasi. Sebuah proyek penyediaan air dan sanitasi harus memperhatikan kendala-kendala partisipasi kaum perempuan dalam desain proyek, konstruksi, operasional dan pemeliharaan (O&M), pelatihan, serta monitoring dan evaluasi (M&E).

Proyek tersebut juga harus memperhatikan hubungan antara gender dan kemiskinan dengan mengidentifikasi, misalnya, rumah tangga yang dikepalai kaum perempuan dan kebutuhan-kebutuhan khusus rumah tangga tersebut.

Pemberdayaan adalah terminologi yang paling sering disejajarkan dan

digunakan dalam upaya poverty reduction. Pemberantasan kemiskinan

memerlukan keterlibatan perempuan dalam pembangunan sosial dan ekonomi, kesempatan yang sama dan partisipasi penuh dan adil antara laki-laki dan perempuan sebagai agen pembangunan berkelanjutan. Pemberdayaan merupakan proses peningkatan kapasitas seseorang atau kelompok dalam menentukan pilihan

guna melakukan suatu aksi atau output yang diinginkan. Pemberdayaan

merupakan kombinasi antara dua faktor yang saling terkait yakni agency dan

struktur peluang. Agency yang dimaksud adalah kemampuan seseorang dalam

menentukan pilihan yang berarti baginya. Sedangkan struktur peluang adalah berbagai aspek yang membuat seseorang dapat berbuat sesuatu karena kemampuannya untuk memilih. Dengan demikian, pemberdayaan dapat diartikan


(29)

commit to user

sebagai dalam situasi dimana terdapat ketidakseimbangan relasi kekuasaan, maka seseorang yang memiliki kapasitas yang memadai mampu melakukan pilihan-pilihan yang efektif serta dapat memperoleh benefit dari berbagai upaya yang berusaha menekan angka kemiskinan.

Pemberdayaan perempuan yang dicanangkan dalam Millenium

Development Goals untuk mengurangi kemiskinan berwajah perempuan memiliki tiga dimensi yaitu Human Capability, kemampuan manusia dalam hal pendidikan, kesehatan dan gizi, dengan menghilangkan gap pendidikan bagi perempuan dan

laki-laki hingga sekolah menengah; Acces to resources and opportunity, akses

terhadap sumber daya dan kesempatan yang mengacu pada aset ekonomi dan

partisipasi politik; dan Security, terutama kerentanan perempuan terhadap

kekerasan. Pemberdayaan perempuan dapat menekan angka kemiskinan dengan mengubah dan memperbaiki hidup perempuan. Pemberdayaan perempuan dapat dilakukan dengan pendekatan pembangunan berbasis hak, bahwa setiap orang memiliki berbagai hak yang mendasar yang mana setiap negara wajib untuk memajukan, meningkatkan dan melindungi hak-hak warga negaranya, untuk hidup layak termasuk untuk tidak hidup dalam kemiskinan. Amartya Sen juga menggarisbawahi relevansi antara kebebasan, hak asasi manusia dan pembangunan. Dengan memasukkan konsep hak, kemampuan (dan kapasitas), peluang, kebebasan dan hak-hak individu ke dalam diskursus kemiskinan, maka kemiskinan dapat dikategorikan sebagai suatu yang bertentangan dengan hak-hak mendasar manusia (Sen, 1999).


(30)

commit to user

Pemberdayaan perempuan dapat berupa pemberdayaan hukum yang diintegrasikan dengan kegiatan pelayanan hukum yang dilengkapi dengan berbagai kegiatan pendidikan masyarakat/publik, advis hukum, dan reformasi hukum. Perempuan yang telah berdaya secara hukum atau dengan perkataan lain telah menyadari hak-hak hukumnya, maka dapat memberikan perlindungan terhadap dirinya sendiri. Pemberdayaan perempuan dapat juga diintegrasikan ke dalam kegiatan pembangunan sosial ekonomi seperti pembangunan desa, kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi dan perumahan. Perempuan yang

telah berdaya dapat memfokuskan dirinya sebagai agent of change baik bagi

perempuan lainnya maupun terhadap masyarakat pada umumnya yang akan memberikan sumbangan yang besar dalam upaya perlindungan perempuan dan lebih jauh lagi menekan kemiskinan perempuan (Dewi Mayavanie Susanti).

2.2 Konsep Kemiskinan

Menurut Aris Munandar dalam Jurnal Universitas Paramadina Vol.2 No. 1, September 2002: 12-24, pembangunan adalah sebuah istilah yang sangat populer dalam kehidupan bangsa Indonesia, terutama pada masa Orde Baru. Kata ini seakan-akan menjadi suatu kekuatan besar yang memberikan energi dan motivasi kepada bangsa Indonesia untuk meraih keberhasilan dan kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan.

Kebijakan dan program pembangunan yang disusun setiap lima tahun (Repelita) sekali dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai landasan operasionalnya telah “membius” dan menambah keyakinan masyarakat akan kehebatan pembangunan. Hal ini diperkuat dengan laporan-laporan, data


(31)

commit to user

statistik, dan dukungan dunia internasional yang menunjukkan kesuksesan pelaksanaan pembangunan - menurunnya angka kemiskinan sampai 15% pada tahun 1990; angka pertumbuhan ekonomi (PNB) yang tinggi, mencapai 7,34% tahun 1993 dan pendapatan perkapita (PDB) mencapai 919 dolar per tahun; perkembangan teknologi dan industri (industri pesawat terbang dan mobil nasional); serta indikator-indikator sosial-ekonomi lainnya - semakin menambah kepercayaan bangsa Indonesia akan keampuhan dan “kesaktian” kata pembangunan, meskipun dalam kenyataannya sebagian besar mereka hidup dalam kesulitan dan kebodohan karena kemiskinan.

Kita terjebak dengan laporan dan angka-angka statistik yang begitu meyakinkan, karena selama itu (Orde Baru) keberhasilan dalam pencapaian pembangunan sangat bias ekonomi. Sebagaimana dikatakan oleh Arief Budiman (1995): Di Indonesia, kata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara umum, kata ini diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali, kemajuan yang dimaksud terutama adalah kemajuan material. Maka, pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat dalam bidang ekonomi.

Kemiskinan menurut pendekatan ilmu sosial dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut Emil Salim berpendapat bahwa “Mereka dikatakan dibawah garis kemiskinan apabila


(32)

commit to user

pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain – lain” (Emil Salim,1982:41).

Pengertian “Miskin” menurut kamus yang disusun oleh WJS Porwadarminta, berarti “tidak berharta benda, serba kurang”. Sementara The

Concise Oxford Dictionary memberikan definisi “ Poor” sebagai “ Lacking

adequate money or means to live comfortably”. Dari kedua pengertian tersebut jelas sekali bahwa pengertian kemiskinan tidak semata-mata berhubungan dengan uang saja. Pengertian harta benda lebih luas dari sekedar uang. Demikian juga halnya dengan “means to live comfortably” (Tjiptoheriyanto, 1996 : 109). Kemiskinan kemudian didefinisikan lebih luas dari sekedar miskin pendapatan. Menurut Reitsma dan Kleinpenning (1996) kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan seseorang, baik yang mencakup material maupun non-material. Selanjutnya Gunawan Sumodiningrat (1997:78) membedakan kemiskinan ke dalam tiga pengertian, yaitu :

a. Kemiskinan Absolut

Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Rendahnya tingkat pendapatan itu terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami.


(33)

commit to user

b. Kemiskinan Relatif

Adalah pendapatan seseorang yang sudah diatas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan relatif erat kaitannya dengan masalah pembangunan yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan. c. Kemiskinan Kultural

Kemiskianan kultural ini mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang (disebabkan oleh faktor budaya) tidak mau berurusan untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Adapun ciri – ciri mereka yang tergolong miskin menurut Gunawan Sumodiningrat (1997) adalah :

1. Sebagian besar dari kelompok yang miskin ini terdapat di pedesaan dan

mereka ini umumnya buruh tani yang tidak memiliki lahan sendiri. Kalaupun ada yang memiliki tanah luasnya tidak seberapa dan tidak cukup untuk membiayai ongkos hidup yang layak.

2. Mereka itu pengangguran atau setengah menganggur. Kalau ada pekerjaan

maka sifatnya tidaklah teratur atau pekerjaan tidaklah memberi pendapatan yang memadai bagi tingkat hidup yang wajar.

3. Mereka berusaha sendiri, biasanya dengan menyewa peralatan dengan

orang lain. Usaha mereka kecil dan terbatas dengan ketiadaan modal.

4. Rata – rata semua tidak memiliki peralatan kerja atau modal sendiri.

Kebanyakan dari mereka tidak berpendidikan, apabila ada, tingkat pendidikannya rendah.


(34)

commit to user

5. Mereka kurang berkesempatan untuk memperoleh dalam jumlah yang

cukup bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, komunikasi dan fasilitas kesejahteraan sosial pada umumnya (Gunawan Sumodiningrat, 1997 : 19)

Menurut Mohtar Mas’oed (2003) berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat dibedakan dalam dua jenis yakni :

1. Kemiskinan Alamiah

Kemiskinan ini timbul akibat kelangkaan sumber – sumber daya alam, kondisi tanah yang tandus, tidak ada pengairandan kelangkaan prasarana.

2. Kemiskinan Buatan

Kemiskinan ini timbul akibat munculnya kelembagaan (seringkali akibat modernisasi atau pembangunan itu sendiri) yang membuat anggota masyarakat tidak dapat menguasai sumber daya, sarana dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata (atau disebut juga dengan kemiskinan struktural) (Mohtar Mas’oed, 2003 : 138)

Dimensi utama kemiskinan adalah politik, sosial budaya dan psikologi, ekonomi, dan akses terhadap aset. Dimensi tersebut saling terkait dan saling mengunci/membatasi. Kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat. Orang miskin umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan anak karena sakit akibat kekurangan air bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki rasa bebas (world bank).


(35)

commit to user

Maka ciri – ciri masyarakat miskin dapat dilihat sebagai berikut :

1. Secara politik : tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan

yang menyangkut hidup mereka.

2. Secara sosial : tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada

3. Secara ekonomi : rendahnya kualitas SDM termasuk kesehatan,

pendidikan, ketrampilan yang berdampak pada penghasilan.

4. Secara budaya dan tata nilai : terperangkap dalam budaya rendahnya

kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek, dan fatalisme.

5. Secara lingkungan hidup : rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset

lingkungan hidup, seperti air bersih dan penerangan. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, papan, keamanan, identitas kultural, proteksi, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan waktu luang (Fernandes, 2000).

Pengertian kemiskinan menurut komite penanggulangan kemiskinan dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. BPS : Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi

kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari.

2. BKKBN : Kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat

melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan 2 kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja, dan bepergian, bagian terluas rumah berlantai tanah, dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. Pengertian ini lebih lanjut menjadi keluarga miskin, yakni :


(36)

commit to user

a. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging, ikan/telur.

b. Setahun sekali seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu

stel pakaian.

c. Luas lantai rumah paling kurang 8 m² untuk tiap penghuni.

Keluarga miskin sekali adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :

a. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.

b. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,

bekerja/sekolah, dan bepergian.

c. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah

3. Bank Dunia : Kemiskinan adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan US $ 1 per hari per tahun.

Pada umumnya definisi kemiskinan adalah pendapatan minimum yang dibutuhkan untuk memperoleh masukan kalori dasar. Salah satu pendekatan yang paling baik dan mengimplementasikan matriks keseluruhan dari kemiskinan adalah konsep kebutuhan dasar dari Filipina (ADB, 1999) yang mendefinisikan dalam 3 tingkat hierarki kebutuhan yaitu :

a.Survival : makanan/gizi, kesehatan, air bersih/sanitasi, pakaian. b.Security : rumah, damai, pendapatan, pekerjaan.

c.Enabling : pendidikan dasar, partisipasi, perawatan keluarga, psikososial. Menurut Niken S, 2007 kemiskinan itu bersifat multi dimensional. Artinya kebutuhan manusia itu bermacam – macam maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek antara lain :


(37)

commit to user

1). Aspek Primer berupa : - Miskin aset.

- Organisasi sosial politik.

- Pengetahuan dan Keterampilan. 2). Aspek Sekunder berupa :

- Jaringan sosial

- Sumber Keuangan dan Informasi. Penyebab Kemiskinan :

a. Karena ciri dan keadaan masyarakat dalam suatu daerah sangat beragam

(berbeda) ditambah dengan kemajuan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang masih rendah.

b. Kebijakan dalam negeri seringkali dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri

atau internasional antara lain dari segi pendanaan.

Menurut Izza Mafruhah, Indeks Kemiskinan Manusia diperkenalkan pertama kali oleh UNDP (United Nation Development Program), dengan mengkombinasikan antara indikator angka harapan hidup, tingkat buta huruf, tingkat kekurangan gizi, akses terhadap air bersih dan tingkat pelayanan kesehatan. Indikator – indikator yang mendasarinya tidak dari kelompok masyarakat yang sama (izzamafruhah.wordpress.com/multidimensi-kemiskinan)

Indeks kemiskinan manusia menggambarkan sebaran dari ketertinggalan masyarakat atas kemajuan yang sudah ada dalam suatu negara. Di negara – negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, difokuskan pada deprivasi dalam tiga dimensi yaitu lamanya hidup yang diukur dengan peluang pada saat lahir


(38)

commit to user

untuk tidak bertahan hidup hingga usia 40 tahun, pengetahuan yang diukur dengan angka buta huruf pada orang dewasa, dan ketersediaan sarana umum yang diukur dengan prosentase penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap sumber air bersih, prosentase penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap fasilitas kesehatan dan persentase anak – anak di bawah usia 5 tahun dengan berat badan kurang. (BPS, Bappenas, UNDP, 2001 )

Secara nyata, IKM merupakan indikator hasil secara langsung terhadap program – program pengentasan kemiskinan yang dilakukan baik secara nasional maupun daerah. Namun selama ini ukuran yang digunakan oleh BPS dalam menghitung angka kemiskinan hanya berdasarkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan yang diukur dari biaya hidup atau pengeluaran konsumsi yang dimiliki oleh masyarakat untuk hidup secara layak.

Menurut Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin. Sehingga Bank Dunia ( world bank ) membagi aspek tersebut dalam tiga bagian antara lain :

a) Jika 40 % jumlah penduduk berpendapat rendah menerima kurang dari 12 %

pendapatan nasionalnya maka pembagian pembangunan sangat timpang.

b) Apabila 40 % lapisan penduduk berpendapatan rendah menikmati antara 12 –

17 % pendapatan nasional dianggap sedang.

c) Jika 40 % dari penduduk berpendapatan menengah menikmati lebih dari 17 %


(39)

commit to user

Dari beberapa definisi kemiskinan tersebut, penulis berpendapat bahwa kemiskinan bukan hanya sekedar ketidak mampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya saja, kemiskinan juga mencakup aspek sosial dan moral. Misalnya, kurangnya kesempatan berusaha, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat, yang menempatkan mereka pada posisi yang lemah. Tetapi pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material.( Niken Setyaningsih, 2007)

2.3 Pengukuran Kemiskinan

Tidaklah mudah untuk menarik suatu batas yang cukup jelas antara penduduk miskin dan yang tidak miskin. Langkah pertama untuk memperkirakan jumlah kaum miskin dengan mendefinisikan garis kemiskinan. Garis kemiskinan pada dasarnya adalah standar minimum yang diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, ternasuk jenis pangan dan bukan pangan. BPS menggunakan data pengeluaran sebagai representasi dari pendapatan untuk mendefinisikan titik dasar minimum standar ini bagi kebutuhan pangan dan bukan pangan. BPS mengartikan penduduk miskin sebagai penduduk yang tingkat pendapatannya masih dibawah kebutuhan minimum, bahkan mungkin dibawah Kebutuhan Fisik Minimumnya (KFM). Jumlah pendapatan yang diperlukan untuk mencapai tingkat kebutuhan minimumnya inilah yang lazim disebut sebagai “Garis Kemiskinan”.

Pendekatan-pendekatan terhadap formulasi garis kemiskinan terletak dalam dua kategori umum, yaitu :


(40)

commit to user

a. Pendekatan yang berdasarkan pada beras, termasuk ukuran-ukuran lain atas

dasar jumlah bahan makanan yang digunakan.

b. Pendekatan yang didasarkan pada pemasukan atau pengeluaran

(Tjondronegoro dalam Husken, 1997 : 194)

Menurut Mohtar Mas’oed (2003) untuk mengukur kemiskinan di Indonesia dikenal tiga cara. Yang pertama adalah metode yang dikembangkan oleh Prof. Sajogjo, menurut metode ini orang miskin adalah yang tidak mampu memperoleh penghasilan per kapita setara 320 kg beras, untuk penduduk desa, atau 480 kg beras untuk penghuni kota.

Garis kemiskinan Sajogjo secara khusus tidak dibuat untuk mendefinisikan kaum miskin dan non miskin. Dasar yang dirujuk sebagai garis kemiskinan Sajogjo adalah kandungan makanan dan gizi dalam kaitan dengan Program Pemajuan Gizi Keluarga Terapan. Konsep ini mengubah pengeluaran perkapita dengan padanan beras, yaitu pendapatan diekspresikan dalam jumlah beras yang dapat dibeli. Dengan kemajuan yang terus menerus dalam pembangunan ekonomi, dan ketika kajian tentang gizi dilakukan, sekarang itu tidak mencukupi, lantaran ia tidak dapat manunjukkan pengeluaran bagi pemenuhan kebutuhan– kebutuhan seperti kesehatan, sekolah, dan perumahan di kawasan urban dan rural. Ketidakuntungan lebih jauh dari garis kemiskinan Sajogjo terletak pada fakta bahwa harga – harga beras telah naik dibandingkan dengan harga – harga komoditas lain yangdiperlukan.

Metode kedua dikembangkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dengan menghitung pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi berdasar data Survei


(41)

commit to user

Sosial – Ekonomi Nasional (SUSENAS). Metode ketiga adalah

kriterionkesejahteraan yang disebut indeks Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), yaitu nilai barang dan jasa minimum yang diperlukan oleh satu keluarga kota per bulan, Indeks tidak didasarkan pada data yang dikumpulkan oleh Departemen Tenaga Kerja setiap enam bulan untuk menetapkan tingkat upah minimum buruh. KFM ditetapkan per propinsi (Mohtar Mas’oed, 2003 : 137). Masing – masing metode itu mempunyai kelebihan dan kekurangan, namun diantara ketiga metode itu, kriteria yang umum dipakai adalah yang diterbitkan oleh BPS.

Metode BPS yang digunakan secara resmi menggunakan pendekatan basic needs approach atau kemiskinan yang dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan memenuhi kebutuhan dasar, dalam hal ini kemiskinan dipandang dari sisi ketidakmampuan ekonomi. BPS mendefinisikan garis kemiskinan pemenuhan kebutuhan minimmal makanan 2100 kalori untuk setiap orang per hari (Widyakarya Pangan dan Gizi, 1998). Serta kebutuhan bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi serta kebutuhan dasar bukan makanan lainnya). Untuk batas kecukupan makanan dihasilkan dari 52 jenis komoditi sedangkan untuk paket komoditi bukan makanan mencakup 51 jenis komoditi diperkotaan (27 sub kelompok pengeluaran) dan 47 jenis komoditi di pedesaan (27 sub kelompok pengeluaran).

Secara matematis, Indeks Kemiskinan Manusia diformulasikan sebagai berikut:

IKM = [ 1/3 ( P13 + P23 + P33) ]1/3


(42)

commit to user

P1 : Didefinisikan sebagai peluang suatu populasi untuk hidup sampai umur 40 th, metode yang digunakan sama dengan penghitungan untuk IPM. Data yang digunakan adalah data susenas.

P2 : Didefinisikan sebagai angka buta huruf usia dewasa ( 15 tahun ke atas )

P31: Didefinisikan sebagai persentase rumah tangga yang tidak menggunakan air

PAM, air pompa, air sumur yang letaknya lebih dari 10 m dari septik tank. Indonesia biasanya dikumpulkan dari data Susenas 1998.

2.4 Program Penanggulangan Kemiskinan

Pemerintah sebenarnya telah melaksanakan upaya penanggulangan kemiskinan sejak pembangunan ber-pelita yaitu Pelita I yang sudah menjangkau pelosok tanah air. Upaya ini telah menghasilkan perkembangan yang positif. Namun demikian krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah menimbulkan lonjakan pengangguran dan meningkatkan kemiskinan. Disisi lain menyadarkan kita bahwa pendekatan yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan perlu dikoreksi atau diperkaya dengan upaya untuk meningkatkan taraf hidup. Ada beberapa alasan penting mengapa kemiskinan perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi, yaitu :

1. Kemiskinan merupakan kondisi yang kurang beruntung bagi kaum miskin,

akses terhadap perubahan politik dan institusional sangat terbatas.

2. Kemiskinan merupakan kondisi yang cenderung menjerumuskan orang miskin

ke dalam tindak kriminalitas.

3. Bagi para pembuat kebijaksanaan, kemiskinan itu sendiri juga mencerminkan


(43)

commit to user

(Tjiptoherijanto, 1996 : 71). Sesungguhnya, Indonesia telah cukup memiliki perhatian terhadap kelompok miskin, terlihat dari berbagai produk hukum dan kebijakan yang telah dibuat selama ini. Hal ini mengindikasikan adanya perhatian khusus bagi mereka yang secara kategorial sangat miskin dan tidak bisa didekati dengan strategi ekonomi yang normal. Dengan kata lain, pemerintah memandangnya sebagai kewajiban sosial dengan memberikan bantuan – bantuan yang berformat hibah.

Dasar hukum utama program penanggulangan kemiskinan adalah UUD 1945. pada pasal 34 UUD 1945 yang terdiri dari 4 ayat, dicantumkan secara jelas landasan program kemiskinan sebagai berikut :

Ayat 1 : Fakir miskin dan anak – anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Ayat 2 : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyrakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Ayat 3 : Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Ayat 4 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang undang.

Khusus pada ayat 1 terlihat bahwa program bantuan untuk anak – anak terlantar dan fakir miskin bukanlah bantuan yang bertujuan untuk merangsang kemampuan ekonomi, setidaknya dalam waktu dekat. Kemudian dalam pasal 28 ayat 5 yang berbunyi “setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatandan manfaat yang sama guna mencapai


(44)

commit to user

persaman dan keadilan”. Ayat ini menunjukkan bahwa pemerintah diperbolehkan memberikan perlakuan yang khusus kepada satu kelompok masyarakat, sehingga prinsip “adil dalam peluang” dapat dikedepankan dengan memberikan kemampuan yang relatif seimbang pada mereka yang membutuhkan.

Pada tingkatan yang lebih implementatif, dalam Undang – Undang No. 5 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), disebutkan empat strategi penanggulangan kemiskinan, yaitu :

1. Penciptaan kesempatan (create opportunity) melalui pemulihan ekonomi

makro, pembangunan yang baik, dan peningkatan pelayanan umum.

2. Pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan meningkatkan

akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik.

3. Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui pendidikan dan

perumahan.

4. Perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang memiliki cacat

fisik, fakir miskin, kelompok masyarakat yang terisolir, serta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan korban konflik sosial.

Poin keempat menunjukkan secara tegas perlunya kebijakan yang segmentatif, salah satunya berupa program perlindungan sosial yang mengkhususkan kelompok paling bawah. Tiga bentuk program sebelumnya (poin 1, 2, dan 3) belum dapat diakses oleh kelompok paling miskin. Pemerintah juga menyadari bahwa keluarga miskin tidak saja berlokasi pada desa – desa miskin di wilayah terpencil dimana telah tercakup dalam program IDT, tetapi juga di tempat – tempat lain yang kurang terpencil bahkan di perkotaan. Karena itu paradigma


(45)

commit to user

baru dalam penanggulangan kemiskinan dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat melalui sasaran kelompok masyarakat tidak individual lagi dan setiap upaya pemberdayaan baik yang dilakukan pemerintah, dunia usaha maupun kelompok peduli masyarakat miskin seharusnya dipandang sebagai pancingan dan pemacu untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Untuk itu maka dalam berbagai upaya penanggulangan kemiskinan memenuhi lima hal pokok sebagai berikut :

a. Bantuan dana sebagai modal usaha.

b. Pembangunan prasarana sebagai pendukung pengembangan kegiatan sosial

ekonomi masyarakat.

c. Penyediaan sarana untuk memperlancar pemasaran hasil produksi barang dan

jasa masyarakat.

d. Pelatihan bagi aparat dan masyarakat.

e. Penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat (Sumodiningrat, 1997 : 7

dalam Niken S, 2007).

Menurut Niken S, 2007 strategi / kebijakan dalam mengurangi kemiskinan antara lain:

1. Pembangunan Sektor Petanian

Sektor pertanian memiliki peranan penting di dalam pembangunan karena sektor tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pendapatan masyarakat di pedesaan berarti akan mengurangi jumlah masyarakat miskin. Terutama sekali teknologi disektor pertanian dan infrastruktur.


(46)

commit to user

Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya yang cukup besar, diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum, maka dari itu peningkatan lembaga pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka yang baik untuk diterapkan oleh pemerintah.

3. Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat

Mengingat LSM memiliki fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat sehingga mampu memahami komunitas masyarakat dalam menerapkan rancangan dan program pengentasan kemiskinan. ( Niken Setyaningsih, 2007)

2.5 Arah Kebijakan Pembangunan

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, maka kebijakan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2007 di arahkan pada perluasan akses masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar.

Perluasan akses masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar meliputi kegiatan prioritas sebagai berikut.

a. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan, meliputi:

(1) Penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs, Pesantren Salafiyah dan Satuan Pendidikan Non-Islam setara SD dan SMP.

(2) Beasiswa siswa miskin jenjang SMA/SMK/MA. (3) Pengembangan pendidikan keaksaraan fungsional. b. Peningkatan pelayanan kesehatan, meliputi:


(47)

commit to user

(1) Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya sebagai pendukung desa siaga.

(2) Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III rumah sakit.

(3) Peningkatan sarana dan prasarana pelayana kesehatan dasar terutama di daerah perbatasan, terpencil, tertinggal dan kepulauan.

(4) Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan terutama untuk penanganan penyakit menular dan berpotensi wabah, pelayanan kesehatan ibu dan anak, gizi buruk dan pelayanan kegawatdaruratan.

(5) Pelatihan teknis bidan dan tenaga kesehatan untuk menunjang percepatan pencapaian MDG.

c. Peningkatan sarana dan prasarana dasar bagi masyarakat miskin, meliputi: (1) Pembangunan dan rehabilitasi perumahan nelayan dan perumahan rakyat di

wilayah perbatasan dan pulau kecil sebanyak 2.600 unit;

(2) Pengembangan lembaga kredit mikro perumahan sebanyak 8 kegiatan; (3) Pengembangan subsidi kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan

rendah;

(4) Peningkatan kualitas kawasan kumuh, desa tradisional, desa nelayan dan desa eks transmigrasi di 150 kawasan;

(5) Pembangunan prasarana dan sarana permukiman di pulau kecil, kawasan terpencil di 25 kawasan;

(6) Pembangunan prasarana dan sarana air minum melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat di 105 lokasi /desa miskin, desa rawan air, desa pesisir, dan desa terpencil.


(48)

commit to user

d. Pengembangan program (uji coba) subsidi langsung tunai bersyarat, meliputi: (1) Penyediaan Subsidi Langsung Tunai Bersyarat bidang pendidikan dan

kesehatan kepada rumah tangga miskin di beberapa kabupaten percontohan; (2) Penyediaan dukungan pembinaan peningkatan kesejahteraan bagi rumah

tangga miskin (journal.ui.ac.id/.../03_Kemiskinan%.pdf-penanggulangan


(49)

commit to user 2.6 Kerangka berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diterangkan di muka, maka dapat disusun kerangka berpikir dalam penelitian ini :

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir Penelitian

1. Dampak program

terhadap Desa

2. Kendala selama

proses pelaksanaan Bantuan program

Pamsimas APBN, APBD

9 Desa sasaran Kabupaten Sragen 2008

1. Pendekatan

pemberdayaan


(50)

commit to user BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:130). Sugiyono (2003:55) dalam Niken S, 2007 mengemukakan, populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Desa sasaran Pamsimas Kabupaten Sragen tahun 2008 yang berjumlah sembilan Desa.

3.2 Sampel

Pada dasarnya semua anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk menjadi anggota sampel dalam sebuah penelitian (Sutrisno Hadi, 2000:220). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode quota sample yaitu teknik sampling yang dilakukan berdasarkan pada jumlah yang sudah ditentukan. (Suharsimi Arikunto, 2006:141)

Pada penelitian ini seluruh sampel berdasar pada jumlah populasi penelitian, yaitu Desa sasaran Pamsimas Kabupaten Sragen tahun 2008 yang berjumlah sembilan Desa.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan gejala yang bervariasi yang diamati dalam suatu penelitian, atau dapat dikatakan bahwa variabel penelitian adalah objek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:118). Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :


(51)

commit to user

1. Implementasi program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis

masyarakat dalam mengatasi permasalahan air minum di masyarakat miskin. Indikator pengukuran :

a. Tingkat pemanfaat: banyaknya pemanfaat yang menikmati hasil program

Pamsimas serta berapa besar kemampuan membayar masyarakat terhadap sarana air minum pasca program.

b. Tingkat kesehatan masyarakat : Perubahan yang terjadi di masyarakat,

dalam hal berperilaku hidup bersih dan sehat, serta peningkatan kualitas jamban dan buang air besar sembarangan (BABS)

2. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program penyediaan

air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) 3.4 Sumber dan Metode Pengumpulan Data

1. Survey dan Monitoring

Yaitu suatu kegiatan pengamatan peneliti terhadap populasi untuk memperoleh data (Suharsimi Arikunto, 1998 : 193). Dalam penelitian ini populasi yang diamati peneliti ialah masyarakat di Desa penerima program Pamsimas. 2. Dokumentasi

Metode Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel/yang berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2006:231). Dalam penelitian ini metode dokumentasi yang digunakan untuk memperoleh data ialah buku pedoman Pamsimas, Jurnal dan laporan Desa.


(52)

commit to user

3. Kuesioner atau Angket

Metode kuesioner atau Angket ialah salah satu metode yang digunakan

sebagian besar peneliti untuk memperoleh data (Suharsimi Arikunto, 2006:225). Dalam penelitian ini metode kuesioner atau Angket digunakan untuk mengetahui banyaknya pemanfaat yang menikmati hasil program Pamsimas, berapa besar kemampuan membayar masyarakat terhadap sarana air minum pasca program, dan perubahan tingkat kesehatan masyarakat dalam hal berperilaku hidup bersih dan sehat, serta peningkatan kualitas jamban dan buang air besar sembarangan (BABS).

4. Wawancara (indepth interview)

Wawancara atau indepth interview adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan. Wawancara merupakan bagian dari teknik komunikasi dimana pencari data mengadakan tanya jawab dengan narasumber untuk menggali data yang diperlukan (Niken Setyaningsih, 2007).

Dalam penelitian ini indepth interview dilakukan terhadap Tim Koordinasi

Kabupaten (TKK), District Project Management Unit (DPMU), Tim Fasilitator

Mayarakat (TFM), Lembaga Kswadayaan Masyarakat (LKM) Desa dan Masyarakat pemanfaat.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau simbol (Suharsimi Arikunto, 2006:239) Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat


(53)

commit to user

pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta– fakta dan sifat – sifat populasi atau daerah tertentu (Niken S, 2007)

Menurut Sugiyono (2002:21) statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Dalam statistik deskriptif akan dikemukakan cara-cara penyajian data, dengan tabel biasa maupun distribusi frekuensi; grafik garis maupun batang; diagram lingkaran; piktogram; penjelasan kelompok melalui modus, median, mean, dan variasi kemlompok melalui rentang dan simpangan baku.

Menurut Niken S, (2007) Penelitian deskriptif dapat dilengkapi dengan penggambaran secara persentase atau tabel. Adapun rumus perhitungan persentase yang digunakan sebagai berikut:

% = n x 100 % N

dimana :

% = Persentase yang diperoleh

n = Jumlah skor yang diperoleh dari data N = Jumlah skor ideal


(54)

commit to user BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Sragen

Secara geografis Kabupaten Sragen merupakan dataran yang mempunyai ketinggian antara 75 s/d 300 meter diatas permukaan laut. Iklim yang ada di daerah Kabupaten Sragen adalah tropis dan bertemperatur sedang dengan curah hujan rata-rata 3000 s/d 3700 mm/th. Luas wilayah Kabupaten Sragen 941,55 Km² dengan jumlah penduduk 894.031 jiwa, kepadatan penduduk 950 jiwa/Km. Kondisi alam Kabupaten Sragen dibedakan menjadi 2 wilayah, berdasarkan letak wilayah kecamatan tersebut terhadap Sungai Bengawan Solo, yaitu 9 wilayah kecamatan berada di sebelah selatan Sungai Bengawan Solo, 11 wilayah kecamatan berada di sebelah utara Sungai Bengawan Solo.

Total jumlah penduduk Kabupaten Sragen sekitar 152.264 jiwa (38.050 KK). Dari jumlah total ini, masyarakat mengalami kesulitan dalam mengakses air bersih yang tersebar di 10 kecamatan dengan jumlah dukuh krisis air bersih sebanyak 338 dukuh (data DPU Kab. Sragen tahun 2001). Setelah diadakan bantuan pengadaan air bersih oleh beberapa program di Kabupaten Sragen terjadi penurunan daerah krisis air sampai dengan akhir 2007 jumlah penduduk yang krisis air bersih menurun dari 152.264 jiwa menjadi 26.920 jiwa. Sarana air bersih yang telah terbangun sejumlah 92 paket di 260 dukuh. Dilihat dari kondisi tersebut sampai dengan awal tahun 2008 penduduk yang belum terlayani air bersih sejumlah 26.920 jiwa tersebar di 76 dukuh di 10 kecamatan.


(55)

commit to user 4.2 Gambaran Umum Program Pamsimas

4.2.1 Latar Belakang Program Pamsimas

Air dan sanitasi adalah kebutuhan makhluk hidup yang sangat penting, disamping udara. Oleh karena itu, pemenuhan akan kebutuhan tersebut seharusnya menjadi perhatian semua pihak. Rendahnya cakupan layanan air minum sistem perpipaan penduduk di perkotaan dan pinggiran kota, rendahnya kualitas penyediaan air minum (perpipaan maupun non perpipaan yang terlindungi) di masyarakat pedesaan, keterbatasan ketersediaan air karena rusaknya lingkungan, pengendalian tata guna lahan dan tata guna air akibat kinerja sektor air minum dan sanitasi di Negara kita masih rendah, dibandingkan Negara lain di Asia Tenggara. Selain itu, masih banyak kejadian penyakit berbasis lingkungan, khususnya penyakit yang ditularkan melalui air (water borne diseases). Hal ini terpengaruh dari kesadaran masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat yanga masih rendah.

Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat untuk mencapai

target Water Supply and Sanitation – Millenium Development Goals

(WSS-MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang belum mempunyai akses air minum dan sanitasi dasar sebesar 50 % pada tahun 2015. Untuk itu, Pemerintah

pusat dan Propinsi mengajak pemerintah Kabupaten/Kota, segenap stakeholders

bersama masyarakat untuk mengatasi permasalahan air dan sanitasi, antara lain

melalui program Pamsimas. Program Third Water Supply and Sanitation for Low

Income Community 3 (WSLIC-3) / Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) merupakan salah satu program dan aksi nyata pemerintah


(56)

commit to user

meningkatkan akses masyarakat miskin perdesaan dan peri urban terhadap air minum dan sanitasi serta praktek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk menurunkan angka penyakit diare dan penyakit lain yang ditularkan melalui air dan lingkungan, dengan membangun model penyediaan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi yang berbasis masyarakat, yang berkelanjutan dan mampu diadaptasi oleh masyarakat. Program ini akan menjadi model untuk direplikasi, diperluas (“scaling-up”) dan diarus utamakan (“mainstream”) di daerah lain, dalam upaya mencapai target WSS Millenium Development Goals (MDGs).

Peran serta dan kesadaran masyarakat ditingkatkan melalui adanya keterlibatan masyarakat dalam program ini. Keterlibatan tersebut mulai dalam tahap penetapan lokasi, perencanaan, pemilihan teknologi yang akan digunakan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan, penyediaan lahan dan pembiayaan. Program Pamsimas akan dapat efektif dan berkelanjutan apabila melibatkan seluruh masyarakat / Community Based (perempuan - laki-laki, kaya-miskin), dan menggunakan pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (Demand Responsive Approach/DRA). Tanggap terhadap kebutuhan masyarakat berarti bahwa program penyediaan sarana dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat. Hal tersebut dimaksud agar masyarakat bersedia untuk kontribusi dan membiayai serta bersedia mengelola dan memelihara sarana dan kegiatan secara sukarela sehingga terjadi proses pembentukan rasa memiliki (sense of ownership) terhadap hasilnya. Oleh karena itu, kegiatan dalam program Pamsimas dibagi ke dalam 5 bagian, yaitu:


(57)

commit to user

1. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal,

pembiayaan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal dalam rangka mengarusutamakan dan menyebarluaskan pendekatan Pamsimas terhadap peningkatan akses terhadap sarana air minum, sanitasi, dan kesehatan.

2. Dukungan terhadap kegiatan - kegiatan peningkatan sanitasi dan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), termasuk penyebaran pendekatan Community Led Total Sanitation (CLTS) / Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), kesehatan dan sanitasi sekolah, dan promosi kesehatan.

3. Dana hibah, untuk penyiapan dan implementasi pembangunan sarana air

minum dan sanitasi masyarakat dan sekolah.

4. Dana hibah, untuk inovasi dan insentif bagi desa/kelurahan dan

kabupaten/kota dalam mengarusutamakan dan perluasan/replikasi program Pamsimas.

5. Dukungan implementasi dan manajemen program Pamsimas

4.2.2 Tujuan Program Pamsimas

Program PAMSIMAS bermaksud untuk meningkatkan derajat kesehatan, produktivitas, dan kualitas hidup masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah. Adapun tujuan Program PAMSIMAS ada dua, yaitu:

1. Tujuan Umum

Meningkatkan masyarakat miskin perdesaan dan peri urban dalam mengakses sarana air minum dan sanitasi serta praktek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


(58)

commit to user

Sanitation-Millenium Development Goals targets), melalui pengarusutamaan dan replikasi/perluasan program berskala nasional.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk meningkatkan praktek hidup sehat di masyarakat.

b) Untuk meningkatkan akses terhadap sarana air dan sanitasi yang

berkelanjutan.

c) Untuk meningkatkan kapasitas lokal (baik pemerintah lokal maupun

masyarakat) untuk mengarusutamakan dan menyebarluaskan model program air bersih dan sanitasi yang berbasis masyarakat.

d) Untuk meningkatkan efektifitas dan keberlanjutan jangka panjang dari

infrastruktur sarana air bersih dan sanitasi yang berbasis masyarakat.

e) Untuk mengarahkan peningkatan dari prakarsa pembangunan ekonomi

desa/ kelurahan dalam mendukung operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang telah dibangun.

4.2.3 Sasaran Program Pamsimas 4.2.3.1 Sasaran Program

Sasaran Program Pamsimas adalah masyarakat desa atau pinggiran kota/peri urban yang belum mempunyai akses terhadap air bersih dan sarana penyehatan/sanitasi. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk menjaring desa atau peri urban yang akan dilibatkan dalam program Pamsimas adalah:

a. Indeks kemiskinan Desa / kelurahan yang tinggi.

b. Akses terhadap air minum yang terbatas (rawan air).


(59)

commit to user

d. Prevalensi penyakit diare / terkait air yang tinggi.

e. Belum mendapatkan proyek sejenis (air minum & sanitasi) dalam 2 tahun

terakhir.

Kelompok masyarakat yang menginginkan dilaksanakannya program ini dan menyanggupi untuk melaksanakannya sesuai Pedoman Pelaksanaan Pamsimas termasuk bersedia menyediakan kontribusi berupa tenaga kerja atau bahan (in-kind) senilai 16 % dana tunai (in-cash) senilai 4 % dari total biaya program per Desa.

Sedangkan sasaran program, sebagaimana yang ditetapkan dalam indikator performance Pamsimas adalah sebagai berikut:

a. Sekitar 6-7 juta penduduk menurut status sosial ekonomi yang dapat

mengakses air minum

b. Sekitar 6-10 juta penduduk menurut status sosial ekonomi yang dapat

mengakses sanitasi

c. Sekitar 80% masyarakat “ Free of Open Defecation” (Bebas Buang Air

Besar sembarang tempat)

d. Sekitar 80% masyarakat mengadopsi program cuci tangan

e. Adanya Capacity Building untuk mendukung pengarusutamaan

pendekatan Pamsimas dan kemajuan mencapai tujuan

f. Pemda mengalokasi anggaran kabupaten yang diperlukan untuk

pemeliharaan sarana air minum dan sanitasi serta perluasan untuk mencapai MDGs.


(60)

commit to user

4.2.3.2 Sasaran Lokasi

Ada beberapa kriteria pemilihan Kabupaten/Kota untuk lokasi program Pamsimas, yaitu:

a. Kepala Daerah membuat pernyataan minat ikut serta dalam program

Pamsimas

b. Bersedia menyediakan dana pendamping minimal 10% dari total hibah

desa/kelurahan

c. Bersedia membentuk Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) dan Badan

Pengelola (untuk pasca program)

d. Menyediakan dana pendukung untuk operasional penyelengggaraan program

di tingkat kabupaten/kota

e. Bersedia melaksanakan replikasi desa/kelurahan dengan jumlah

desa/kelurahan replikasi berdasarkan kemampuan fiskal kabupaten/kota. Proses pemilihan desa sasaran Pamsimas Tahun Anggaran 2008 diawali

dengan kegiatan road show pada tahun 2006, oleh TKK dan DPMU Kabupaten

Sragen. Kegiatan ini dilakukan di 208 desa, di 20 kecamatan. Prioritas ditujukan pada 55 desa di 10 kecamatan, dengan hasil 9 desa di 9 kecamatan. Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan pengiriman SPMKP (Surat Pernyataan Minat dan

Keikutsertaan Program) oleh 9 desa terpilih. Yaitu: Desa Jetis Kecamatan

Sambirejo, Desa Tanggan Kecamatan Gesi, Desa Banyurip Kecamatan Jenar, Desa Jembangan Kecamatan Plupuh, Desa Kalangan Kecamatan Gemolong, Desa Sambirembe Kecamatan Kalijambe, Desa Ngandul Kecamatan Sumber Lawang, Desa Girimargo Kecamatan Miri dan Desa Gebang Kecamatan Sukodono.


(61)

commit to user

Pemilihan 9 desa sasaran pada tahun 2008, pada dasarnya juga melalui kegiatan IMAS (Identifikasi Masalah dan Analisis Situasi), menggunakan metode MPA-PHAST. Kegiatan IMAS dilaksanakan dengan memperhatikan dan menilai tingkat sosial ekonomi masyarakat, tingkat kesulitan akses terhadap air bersih dan sanitasi, seta potensi sumber alam yang mendukung program.

4.2.4 Organisasi Pamsimas

Gambar 4.2.4 Struktur Organisasi Pamsimas Secara Umum Penjelasan tentang tugas dan fungsi terkait adalah sebagai berikut:

a. Bappenas bertanggung jawab dalam melakukan koordinasi terhadap

perencanaan yang dilakukan oleh sektor terkait T IM T E K N IS

E X E C U T IN G A G E N C Y (D IT J E N. C IP T A K A R Y A)

T IM T E K N IS C P M U

T IM K O O R D IN A S I P R O P IN S I

T IM T E K N IS

T IM K O O R D IN A S I K A U P A T E N/K O T A

P P M U P P I

U P P I

U P P I

U P P I

U

K O N S U L T A N P R O P IN S I

K O N S U L T A N K A B /K O T A D P M U

F A S IL IT A T O R M A S Y A R A K A T

T IM K E R J A M A S Y A R A K A T ( T K M )/K E L O M P O K M A S Y A R A K A T (P O K M A S )

P U S A T P R O P IN S I K A B U P A T E N /K O T A D E S A

G aris P e la po ra n G aris In stru ks i G aris K o ordina si

C P IU

G aris P e m b in aa n

IM P L E M E N T IN G A G E N C Y

T IM P E N G A R A H P U S A T (IN T E R- D E P T.)

L /O M P W, M O H A (P M D& B a ngda),

M O H


(62)

commit to user

b. Departemen PU; Ditjen Cipta Karya ditunjuk sebagai Penanggung Jawab

Proyek Pamsimas secara teknis keseluruhan dan melakukan pembinaan yang berkaitan dengan konstruksi sarana yang dibangun.

c. Departemen Kesehatan; Ditjen PP&PL melakukan pembinaan teknis terhadap

program pengawasan kualitas air dan lingkungan serta penyuluhan kesehatan.

d. Departemen Dalam Negeri, Ditjen Bangda bertanggung jawab pembinaan

koordinasi pelaksanaan didaerah, Ditjen PMD bertanggung jawab dalam pembinaan pemberdayaan masyarakat.

e. Departemen Keuangan; Ditjen Anggaran bertanggung jawab dalam

pembinaan kebijakkan penganggaran dana pinjaman, dana hibah dan dana pendamping.

Dalam pelaksanaan / operasional kegiatan di lapangan, program Pamsimas dibantu oleh Tim Fasilitator Masyarakat (TFM). Tim Fasilitator Masyarakat turun di wilayah kecamatan, untuk kemudian diperkenalkan ke pihak desa sebagai pendamping masyarakat dalam pelaksanaan program PAMSIMAS. Jadi, secara langsung Tim Fasilitator Masyarakat dapat memantau setiap perkembangan desa sasaran.

4.2.5 Pendanaan

Program Pamsimas merupakan sebuah program dengan komponen kegiatan pemberdayaan masyarakat, penguatan kelembagaan dan dana hibah untuk mengimplementasikan program di lapangan. Pendanaan program


(63)

commit to user

kesediaan menerima bantuan, dan sekaligus merupakan salah satu bentuk dari partisipasi masyarakat.

Dalam prinsip ini dari total biaya kegiatan di desa yang direncanakan masyarakat, share masyarakat ialah berupa :

1) 4% dalam bentuk tunai atau cash

2) 16% dalam bentuk material dan tenaga kerja

Dengan demikian dari total biaya yang diperlukan 80% berupa biaya yang dihibahkan ke desa. Adapun sumber pendanaan dalam program yang melibatkan partisipasi masyarakat secara keseluruhan ini adalah:

Total dana adalah Rp 275.000.000 per desa, yang terdiri dari :

1) APBN/Loan Bank Dunia : Rp 192.500.000 (70%)

2) APBD Kab/Kota : Rp 27.500.000 (10%)

3) Kontribusi Masyarakat Desa : Rp 11.000.000 ( 4%) in-cash

4) Kontribusi Masyarakat Desa : Rp 44.000.000 (16%) in-kind

Setiap Desa melalui Lembaga Keswadayaan Masyarakat akan menyusun Rencana Kerja Masyarakat (RKM) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Rencana biaya yang disusun masyarakat antara lain meliputi biaya pembangunan sarana air bersih, sanitasi, program peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di masyarakat maupun sekolah, pemberdayaan, dan pelatihan. Adapun ringkasan penggunaan dana dapat dijelaskan pada tabel 4.1 berikut:


(64)

commit to user

Tabel 4.1 Ringkasan Penggunaan Dana Program Pamsimas N

o Kegiatan

Sumber dana

Total

Hibah Kontribusi

1

. RKM I Rp.172.500.000 Rp.55.000.000 Rp.227.500.000

A. Pelatihan administrasi dan Keuangan, Pelatihan Teknik Sarana Air Minum dan sanitasi dan Operasional LKM

Rp.12.500.000 (APBD)

Rp.12.500.000

B. Kontruksi Fisik SAM (Sarana Air Minum) masyarakat dan sekolah atau SS (sarana Sanitasi) untuk daerah pinggiran kota (Periurban) Rp.160.000.000 (APBN) Rp.11.000.000 In Cash Rp.44.000.00 In Kind Rp.215.000.000 2

.RKM II Rp.47.500.000 Rp.47.500.000

A. Konstruksi Sarana Sanitasi disekolah

Rp.15.000.000

(APBD) Rp.15.000.000

B. Penyiapan dan Pelatihan Badan Pengelola sarana

Rp.7.500.000 (APBN)

Rp.7.500.000

C. Pelatihan dan Kegiatan PHBS di Masyarakat dan Sekolah

Rp.25.000.000

(APBN) Rp.25.000.000

TOTAL RKM I DAN


(1)

commit to user

4) Desa Jembangan Kecamatan Plupuh iuran bulanan yang ditetapkan

berdasarkan musyawarah antara BPS dengan masyarakat pengguna, dengan rincian biaya tetap bulanan Rp.1500,- dan iuran per M3 adalah Rp. 800,-

5) Desa Kalangan Kecamatan Gemolong iuran bulanan yang ditetapkan

berdasarkan musyawarah antara BPS dengan masyarakat pengguna, dengan rincian biaya tetap bulanan Rp.2000,- dan iuran per M3 adalah Rp. 650,-

6) Desa Sambirembe Kecamatan Kalijambe iuran bulanan yang ditetapkan

berdasarkan musyawarah antara BPS dengan masyarakat pengguna, dengan rincian biaya tetap bulanan Rp.2000,- dan iuran per M3 adalah Rp. 750,- 7) Desa Ngandul Kecamatan Sumber Lawang iuran bulanan yang ditetapkan

berdasarkan musyawarah antara BPS dengan masyarakat pengguna, dengan rincian biaya tetap bulanan Rp.1.500,- dan iuran 1-10 per M3 adalah Rp. 500,- , 11-20 per M3 adalah Rp. 1000,- dan lebih dari 21 per M3 2000,-

8) Desa Girimargo Kecamatan Miri iuran bulanan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah antara BPS dengan masyarakat pengguna, dengan rincian biaya tetap bulanan Rp.2500,- dan iuran 1-10 per M3 adalah Rp. 600,- , 11-20 per M3 adalah Rp. 1200,- dan lebih dari 21 per M3 2000,-

9) Desa Gebang Kecamatan Sukodono iuran bulanan yang ditetapkan berdasarkan

musyawarah antara BPS dengan masyarakat pengguna, dengan rincian biaya tetap bulanan Rp.2000,- dan iuran 1-10 per M3 adalah Rp. 500,- , 11-20 per M3 adalah Rp. 800,- dan lebih dari 21 per M3 Rp 1500,-


(2)

commit to user

4.5 Pembahasan Ekonomi

Undang – Undang No. 5 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), menyebutkan empat strategi penanggulangan kemiskinan, yaitu :

5. Penciptaan kesempatan (create opportunity) melalui pemulihan ekonomi makro, pembangunan yang baik, dan peningkatan pelayanan umum.

6. Pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan meningkatkan

akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik.

7. Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui pendidikan dan

perumahan.

8. Perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang memiliki cacat fisik, fakir miskin, kelompok masyarakat yang terisolir, serta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan korban konflik sosial.

Dalam upaya mencapai sasaran tersebut di atas, maka kebijakan penanggulangan kemiskinan di arahkan pada perluasan akses masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar yang salah satunya ialah peningkatan sarana dan prasarana dasar bagi masyarakat miskin melalui pembangunan prasarana dan sarana air minum melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat.

Dari hasil penelitian tersebut dampak yang terjadi dari program Pamsimas untuk akses air bersih masyarakat terhadap Desa-desa sasaran dirasa belum maksimal mengingat cakupan program belum mengena secara menyeluruh atau


(3)

commit to user

belum menunjukkan dampak positif yang signifikan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan oleh beberapa penyebab seperti:

a) Keterbatasan secara pendanaan, dalam arti program pamsimas belum mampu

memenuhi secara menyeluruh pendanaan yang dibutuhkan masyarakat, tetapi diharapkan ada upaya dari pemerintah daerah untuk mereplikasi atau mengembangkan ke daerah –daerah yang belum terlayani program Pamsimas.

b) Kemampuan masyarakat dalam memenuhi syarat program, yaitu dana incash,

dimana dana tersebut harus dikumpulkan langsung dari masyarakat. Faktor ekonomi masyarakat juga berperan dalam hal ini. Ada wilayah dalam Desa tersebut yang tidak mampu memenuhi incash sehingga masyarakat yang mamu membayar incash saja yang dapat menikmati sarana air bersih yang dibangun.

c) Keterbatasa sumber air yang ada di Daerah. Semakin rendah tingkat sumber air yang diperoleh akan mempengaruhi banyak sedikitnya masyarakat terlayani.

Sedangkan untuk tingkat penggunaan sarana sanitasi Desa sasaran Pamsimas

yang belum mampu mencapai tingkat open defecation free (ODF) dapat

disebabkan oleh beberapa hal:

a) Tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan yang masih rendah. Mereka menganggap aktivitas buang air besar (BAB) sembarang tidak berakibat apapun terhadap kesehatan.

b) Anggapan masyarakat bahwa program Pamsimas adalah proyek, sehingga masyarakat masih mempunyai kepercayaan bahwa masyarakat tinggal


(4)

commit to user

menerima bantuan tanpa terlibat. Seperti permintaan bantuan sarana sanitasi leher angsa dsb.

c) Tidak adanya bantuan berwujud jamban (closet), metode CLTS yang

digunakan hanya bersifat memicu/ menumbuhkan kesadaran masyarakat dan tidak memberi bantuan apapun.

d) Dukungan lintas sektoral yang belum maksimal seperti dinas kesehatan, puskesmas serta perangkat Desa yang mempunyai wilayah dalam upaya meningkatkan penggunaan jamban saniter.

Hal-hal tersebut diperkirakan menjadi faktor penghambat utama dalam upaya memaksimalkan pencapaian hasil program Pamsimas. Sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi pelaksana program-program pemberdayaan sejenis.


(5)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian deskriptif ini adalah:

1. Dari hasil analisis diketahui bahwa dampak yang diberikan program Pamsimas masih sedikit berkontribusi dalam upaya menanggulangi kebutuhan akses air minum dan sanitasi masyarakat Desa sasaran tahun 2008. Sedikitnya persentase pemanfaat disebabkan beberapa hal seperti keterbatasan masyarakat dalam hal keuangan atau financial untuk mampu berkontribusi dalam iuran, sehingga hanya kalangan masyarakat mampu membayar yang akan menikmati serta persentase pengguna jamban yang masih rendah dikarenakan kegiatan pemicuan penggunaan sarana sanitasi atau jamban di masyarakat yang belum optimal karena membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk merubah perilaku masyarakat ke perilaku yang lebih sehat. 2. Kendala yang dihadapi selama program berjalan satu tahun periode ialah

kurang aktifnya kelembagaan Desa, kurang berperannya pihak-pihak terkait (puskesmas), keterlambatan birokrasi dalam pengadministrasian keuangan program serta proses pemberdayaan masyarakat yang belum optimal mengingat sumber daya masyarakat yang terbatas, serta sulitnya merubah anggapan masyarakat desa penerima program yang menganggap program Pamsimas adalah suatu proyek “top down”, atau dari atas ke bawah sehingga partisipasi yang harusnya muncul belum terlihat maksimal untuk semua bidang program Pamsimas.


(6)

commit to user 5.2 Saran

Saran yang dapat peneliti berikan untuk pihak – pihak yang terkait dengan program Pamsimas atau program pemberdayaan yang sejenis antara lain:

1. Memperkuat kelembagaan Desa dengan cara melakukan kegiatan

pelatihan pemberdayaan, monitoring, dan pengendalian Desa.

2. Memperhatikan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan sehingga hasil kegiatan benar-benar dirasakan masyarakat. 3. Memperlancar dan mempermudah proses birokrasi pemerintahan dalam

program pemberdayaan terhadap masyarakat.

4. Meningkatkan koordinasi, pengawasan, kendali dan evaluasi antara pihak terkait dalam hal ini dari tingkat pusat sampai dengan tingkat bawah (DPU, Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Badan KBPMD) terhadap masukan atau rencana kegiatan yang direncanakan Desa, pelaksana program sampai tingkat bawah, dari awal sampai berakhirnya program sebagai bentuk tindak lanjut dan kesinambungan program mengingat target dan dampak yang diberikan belum sesuai dengan harapan.