BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Latar Belakang Hukum Perlindungan Konsumen
Perhatian terhadap perlindungan konsumen bermula dari adanya gerakan terhadap perlindungan konsumen Consumer movement. Amerika Serikat tercatat
sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam memberikan perlindungan konsumen. Secara historis, perlindungan konsumen diawali dengan
adanya gerakan - gerakan konsumen diawal abad ke 19. Pertama kali di tahun 1891 di New York terbentuklah Liga Konsumen, dan pada tahun 1898 di tingkat
nasional Amerika Serikat terbentuk Liga Konsumen Nasional The National Consumer’s League . Organisasi ini kemudian tumbuh dan berkembang dengan
pesat pada tahun 1903 Liga Konsumen Nasional di Amerika Serikat telah berkembang menjadi 64 Enam Puluh Empat cabang yang meliputi 20 Dua
Puluh negara bagian.
23
Hukum perlindungan konsumen dewasa ini cukup mendapat perhatian karena menyangkut aturan - aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja
masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat suatu perlindungan.
Pemerintah berperan sangat penting dalam mengatur, mengawasi dan mengontrol pelaku usaha dan konsumen sehingga tercipta sistem yang kondusif dan saling
21
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, cet 2 , Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,2001 , hal. 12 - 13
15
Universitas Sumatera Utara
berkaitan satu dengan yang lain dengan demikian tujuan mensejahterakan masyarakat luas dapat tercapai.
Fokus gerakan perlindungan konsumen sebenarnya masih paralel dengan gerakan pertengahan abad ke - 20. Di Indonesia, gerakan perlindungan konsumen
menggema dari gerakan serupa di Amerika Serikat. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI yang secara populer dipandang sebagai perintis advokasi
konsumen baru saja berdiri pada kurun waktu itu, yakni 11 mei 1973. Gerakan di Indonesia ini termasuk cukup responsif terhadap keadaan, bahkan mendahului
Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa - Bangsa PBB No. 2111 Tahun 1978 tentang Perlindungan Konsumen.
24
1. Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Bebas
Adapun yang melatarbelakangi lahirnya hukum perlindungan konsumen ini antara lain :
Negara yang sekarang ini disebut negara - negara maju telah menempuh pembangunannya melalui tiga tingkat : unifikasi, industrialisasi, dan negara
kesejahteraan. Pada tingkat pertama yang menjadi masalah berat adalah dalam mencapai integrasi politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional.
Tingkat kedua, perjuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Akhirnya pada tingkat ketiga tugas negara yang terutama adalah melindungi
rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan kesalahan pada tahap - tahap sebelumnya dengan menekankan kesejahteraan masyarakat.
25
24
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Grasindo, 2000, hal. 29
25
N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen : Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Bogor: Panta Rei, 2005 , hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian dunia terhadap masalah perlindungan konsumen semakin meningkat. Gerakan perlindungan konsumen
sejak lama dikenal didunia barat. Organisasi dunia seperti PBB pun tidak kurang perhatiannya terhadap masalah ini. Hal ini terbukti dengan keluarnya Resolusi
PBB No. 39248 Tahun 1985 atau yang dikenal sebagai Guidelines for Consumer Protection of 1985 . Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus
dilindungi meliputi :
26
a. Perlindungan konsumen dari bahaya - bahaya terhadap kesehatan dan
keamanannya b.
Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen c.
Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan
kehendak dan kebutuhan pribadi
d. Pendidikan Konsumen
e. Tersedianya upaya ganti rugi
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen
Pada situasi ekonomi global dan menuju era perdangangan bebas, upaya mempertahankan pelanggan konsumen atau mempertahankan pasar atau
memperoleh kawasan pasar baru yang lebih luas merupakan dambaan bagi setiap produsen, mengingat makin ketatnya persaingan untuk berusaha. Persaingan yang
semakin ketat ini dapat memberikan efek negatif terhadap konsumen pada umumnya.
2. Hubungan Transaksi antara Produsen dan Konsumen
Konsep pemahaman perlindungan konsumen akan lebih mudah dilakukan bila melihat tahapan transaksi konsumen. Tahapan transaksi konsumen berarti
26
AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Yogyakarta: Diadit Media, 2001, hal. vii.
Universitas Sumatera Utara
proses terjadinya peralihan pemilikan atau penikmatan barang dan atau jasa konsumen dari penyedia atau penyelenggara jasa kepada konsumen. Peralihan
dapat terjadi diakibatkan adanya suatu hubungan hukum tertentu sebagaimana diatur didalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata atau peraturan perundang
- undangan lainnya.
27
Pembahasan tentang tahapan transaksi konsumen ini dibutuhkan untuk pelaksanaan hak danatau kewajiban pelaku usaha dan konsumen serta mengatasi
permasalahan yang timbul dalam hubungan antara konsumen dan penyedia barangatau jasa. Tahap transaksi konsumen terdiri atas tiga tahap, yaitu :
28
a. Tahap pratransaksi konsumen
b. Tahap transaksi konsumen
c. Tahap purnatransaksi konsumen
Tahap tahap ini tidaklah secara tegas terpisah satu sama lain. Tahapan ini diperlukan agar dapat dengan mudah memahami akar permasalahan dan
mencarikan penyelesaiannya.
29
a. Tahap pratransaksi konsumen
Pada tahap ini, transaksi belum terjadi. Konsumen masih mencari keterangan dimana barang atau jasa kebutuhannya dapat diperoleh, berapa harga
dan syarat yang harus dipenuhi, serta mempertimbangkan berbagai fasilitas atau kondisi yang diinginkan.
30
27
Az. Nasution, konsumen Dan Hukum, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995, hal 37
28
Ibid., hal 38
29
Ibid.,
30
Ibid., hal 39
Misalnya, apabila konsumen membeli televisi maka ia akan terlebih dahulu mencari informasi mengenai harga dan spesifikasi dari
Universitas Sumatera Utara
produk - produk televisi yang ada. Informasi ini dapat diperoleh dari brosur, testimoni, maupun iklan.
Tahap yang paling vital bagi konsumen adalah informasi atau keterangan yang benar, jelas, dan jujur dari pelaku usaha yang beritikad baik dan bertanggung
jawab menyelenggarakan persediaan komoditi kebutuhan tersebut. Setiap pelaku usaha wajib beritikad baik dan bertanggung jawab dalam menyediakan informasi
yang benar, jelas, dan jujur tentang barang danatau jasa yang menjadi mata usahanya. Pasal 7 huruf a dan b jo. Pasal 17, Pasal 20, Pasal 60, dan Pasal 62
ayat 1 dan 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen b.
Tahapan Transaksi Konsumen Tahapan ini adalah tahapan dimana terjadi proses peralihan kepemilikan
barang danatau jasa tertentu pelaku usaha kepada pihak konsumen. Pada tahap transaksi ini yang menentukan adalah syarat - syarat perjanjian peralihan
pemilikan barang danatau jasa serta ada tidaknya perjanjian dengan klausula baku yang dilakukan secara sepihak.
31
Klausula baku “ setiap aturan atau ketentuan dan syarat - syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan telebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.
32
31
Az. Nasution e, Penulisan Karya Ilmiah tentang Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, cet 1, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1995, hal 10 - 11
32
Indonesia c, Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 1 angka 10
Pembatasan atau larangan untuk memuat klausula - klausula baku tertentu dalam perjanjian tersebut, dimaksudkan untuk mencegah
Universitas Sumatera Utara
terjadinya penyalahgunaan keadaan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat, yang pada akhirnya akan merugikan konsumen.
33
Pembatasan atau larangan untuk memuat klausula - klausula baku tertentu dalam perjanjian tersebut, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan keadaan oleh pihak yang memiliki kedudukan yang lebih kuat yang pada akhirnya akan merugikan konsumen.
34
c. Tahap Purnatransaksi
Tahapan Purnatransaksi adalah tahapan pemakaian, penggunaan, danatau pemanfaatan barang danatau jasa yang telah beralih kepemilikannya atau
pemanfaatannya dari pelaku usaha kepada konsumen. Misalnya dalam jual beli telepon seluler saat telepon seluler tersebut sudah beralih kepemilikannya dan
penjual memberikan garansi maka garansi tersebut masuk kedalam tahapan purna transaksi. Apabila informasi tentang barang danatau jasa yang disediakan oleh
pelaku usaha sesuai dengan ketentuan yang ditentukan dalam pemakaian, penggunaan, danatau pemanfaatan produk konsumen tersebut, maka konsumen
akan puas. Tetapi apabila sebaliknya yang terjadi, maka dapat timbul masalah antara konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan sehingga timbul sengketa
konsumen.
35
33
Mariam Darusman Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung : Alumni, 1994, hal. 47
34
Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004 hal 124
35
Az. Nasution, Op Cit, hal 38
Universitas Sumatera Utara
B. Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen