BAB III TINJAUAN UMUM PELAYANAN JASA TUKANG GIGI
A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Ilmu Ortodonti
Ortodonti, sebelumnya dikenal ortodontia secara etimologi berasal dari kata orthos dari bahasa Yunani yang berarti lurus atau tepat atau sempurna, dan
odous yang berarti gigi. Ortodonti adalah pengkhususan pertama di bidang kedokteran gigi yang berkaitan dengan studi dan perawatan maloklusi, yang
merupakan akibat dari ketidakteraturan gigi, hubungan rahang tidak proporsional, atau keduanya. Perawatan ortodontik dapat dilakukan semata karena alasan
estetika berkaitan dengan penampilan umum dari gigi pasien. Namun, ada ortodontis yang bekerja untuk merekonstruksi seluruh wajah tidak terfokus secara
eksklusif pada pada gigi.
66
Profesi tukang gigi di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan tukang gigi tandmeester, yang kala itu dikenal
dengan sebutan “dukun gigi” sudah menguasai pasar. Praktik dokter gigi sebenarnya sudah ada, tapi sangat terbatas dan hanya melayani orang Eropa yang
dulunya tinggal di Surabaya. Terbatasnya jumlah dokter gigi saat itu, selain karena tingginya biaya untuk menempuh pendidikan tersebut, bahkan orang
pribumi yang ingin menimba ilmu kedokteran harus jauh kuliah di luar negeri.
67
66
Milton B. Asbell, A brief History of Orthodontics, Amerika Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics vol 98, 1990 hal. 176
67
http:www.beritasatu.comnasib-tukang-gigi47915-inilah-sejarah-tukang-gigi-di- indonesia.html diunduh pada tanggal 30 Oktober 2015 22.30 WIB
39
Universitas Sumatera Utara
Saat dibuka pertama kali siswa STOVIT School tot Opleiding van Indische Tandartsen berjumlah 21 orang. Mereka tamatan MULO Bagian B
jurusan IPA. Kurikulum STOVIT dirancang agar siswa dapat menyelesaikan pendidikannya selama lima tahun termasuk latihan klinik selama tiga tahun, agar
setelah lulus bisa langsung berprofesi sebagai dokter gigi. Tahun 1933 STOVIT meluluskan dokter gigi pertama. Sampai zaman pendudukan Jepang, sekolah ini
menghasilkan 80 Delapan Puluh dokter gigi. Pada 5 Mei 1943, lagi-lagi di Surabaya, Jepang mendirikan Ika Daigaku
Sika Senmenbu atau Sekolah Dokter Gigi dengan janji dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga dokter gigi berkualitas dalam waktu singkat. Sekolah ini dipimpin Dr
Takeda, sebelum diganti oleh Prof Dr Imagawa. Di antara staf pengajar berkebangsaan Jepang, terdapat staf pengajar warga Indonesia. Mereka antara lain
Sjaaf, Zainal,M.Salih, Darmawan Mangoenkoesoemo, Soemono,S Mertodidjojo, M. Soetojo, Azil Widjojokoesoemo, R.G Indrajana, dan R. Moestopo.
Proses pendidikan dokter gigi terus berlanjut hingga berdirinya UGM tahun 1949, termasuk Fakultas Kedokteran Gigi-nya. Tukang gigi terus berproses,
melakukan aktivitas dan terus mengobati masyarakat yang menderita sakit gigi. Menariknya lagi, pada 1952 R. Moestopo justru membuka kursus tukang gigi di
Jakarta. R. Moestopo yang waktu berpangkat Kolonel dan menjabat Kepala Bagian
Bedah Rahang RSPAD Gatot Subroto juga mengelola Kursus Kesehatan Gigi R. Moestopo. Kursus ini berlangsung selama dua jam, pukul 15.00 - 17.00.
Universitas Sumatera Utara
Tujuannya meningkatkan kemampuan dan keterampilan tukang gigi di seluruh Indonesia yang jumlahnya saat itu hampir 2.000 orang. Karena itu, tidak kaget
jika banyak tukang gigi senior di negeri ini hasil didikan kursus tersebut. Peraturan Menteri Kesehatan yang pertama mengatur mengenai tukang
gigi dikeluarkan pada tahun 1969 yakni Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 DPK I K 1969 maka dapat dipastikan sekitar tahun 1960 sudah ada tukang gigi
di Indonesia namun mengenai kepastiannya kapan profesi ini pertama kali dikenal di indonesia tidak diketahui. Para tukang gigi tidak mempunyai latar belakang
pendidikan kedokteran gigi, keahlian diperoleh secara turun - temurun.
68
Pada tempo dulu minimnya dokter gigi yang dapat memberikan pelayanan kesehatan sampai ke pelosok daerah sehingga masyarakat menggunakan jasa dari
tukang gigi, dengan pertimbangan tarif yang dikenakan oleh tukang gigi relatif lebih murah daripada tarif yang dikenakan oleh dokter gigi. Akan tetapi perlu
diingat bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada waktu itu sangat terbatas dan belum berkembang pesat hingga saat ini.
69
B. Dasar Hukum Pemberi Layanan Jasa Tukang Gigi