3. Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan. Konflik ini
kerap dikaitkan dengan monopoli atau pemalsuan barang. Sehingga barang yang dibeli nilainya sangat mahal dibanding nilai sebenarnya.
Pemicu konflik yang terakhir adalah layanan purna jual, yang sering dikaitkan dengan hadiah dan garansi. Pemicu konflik ini pun dapat dibedakan
menjadi:
101
1. Apa yang dijanjikan tidak ada, karena pelaku usaha tidak jujur.
2. Apa yang dijanjikan ada, tetapi tidak sesuai dengan harapan konsumen. Hal
ini disebabkan karena janji pelaku usaha yang terlalu berlebihan. 3.
Apa yang dijanjikan ada dan pelaku usaha telah berusaha memenuhinya. Namun karena ada halangan diluar kekuasaan pelaku usaha, janji tersebut
tidak dapat terpenuhi. Peristiwa ini sering disebut force majeur. Contohnya huru hara dan bencana alam.
Oleh karena didalam lingkup pelayanan purna jual tersebut terkandung suatu hak - hak konsumen, kewajiban dan tanggung jawab pelaku usaha. Suatu
layanan purna jual dikatakan baik jika terdapat hubungan yang harmonis yaitu terpenuhinya hak - hak konsumen dan terlaksananya kewajiban serta ada
tanggung jawab dari pelaku usaha khususnya tukang gigi yang melayani jasa ortodonti.
102
B. Bentuk Tanggung Jawab Tukang Gigi terhadap Konsumen Pengguna Behel
Tanggung jawab adalah kesediaan dan kesanggupan untuk menerima dan menanggung segala konsekuensi hukum dari segala tindakan dan akibat tindakan
yang telah dilakukan. Dalam hubungan dengan ketentuan pelaksanaan tugas
101
Ibid, hal 1-2
102
Erman Rajagukguk, Hukum Pelindungan Konsumen, Bandung : Mandar Maju, 2000 hal 49
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan membawa konsekuensi hukum dari tindakan yang telah dilakukan baik oleh tenaga kesehatan maupun pihak lain yang bukan tenaga
kesehatan berlandaskan kepada keahlian dan kewenangannya.
103
Mengingat pentingnya perlindungan terhadap konsumen yang melakukan perawatan gigi yakni sebagai landasan perlindungan hukum bagi pengguna behel.
Hal ini dikarenakan konsumen enggan menempuh jalur hukum apabila terjadi sengketa didalam pemasangan behel.
104
1. Tanggung Jawab Produk Product Liability dan Tanggung Jawab
Profesional Professional Liability Dalam hal ini kerugian yang dialami
konsumen akibat menggunakan kawat pada gigi yang tidak steril bukanlah semata kesalahan konsumen sendiri yang kurang hati - hati, akan tetapi tukang gigi
sebagai pelaku usaha mempunyai andil yang besar karena sebagai pihak penjual seharusnya mengerti dan mengetahui bahwa kawat pada gigi yang tidak steril
merupakan bahan yang berbahaya dan tidak layak untuk dijual. Hal inilah yang menimbulkan permasalahan dimana konsumen yang
menderita kerugian tidak mengetahui kepada pelaku usaha mana ia akan meminta pertanggung jawaban.
Prinsip - prinsip pertanggung jawaban yang melatarbelakangi lahirnya pertanggung jawaban pelaku usaha dapat diuraikan :
a. Tanggung Jawab Produk Product Liability
103
Indar, Etika Profesi Kesehatan, Makassar: Fakultas Kesehatan UNHAS, 2010, hal. 77
104
Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung : Mandar Maju, 2000 hal 33
Universitas Sumatera Utara
Dua prinsip penting dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 Tanggung Jawab Produk Product Liability dan Tanggung Jawab
Profesional Professional Liability. Tanggung Jawab Produk sebenarnya mengacu kepada Tanggung Jawab Produsen. Tanggung Jawab Produk sebagai
tanggung jawab para produsen untuk produk yang dibawa kedalam peredaran yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada
produk tersebut.
105
Tanggung jawab produk oleh banyak ahli dimasukkan dalam sistematika hukum yang berbeda. Ada yang mengatakan tanggung jawab produk sebagai
bagian dari hukum perikatan, hukum perbuatan melawan hukum tort law, hukum kecelakaan ongevallenrecht, casualty law, dan ada yang menyebutkan
sebagai bagian dari konsumen.
106
1. Pelanggaran jaminan breach of warranty
Dasar gugatan untuk tanggung jawab produk dapat dilakukan atas landasan adanya :
2. Kelalaian negligence
3. Tanggung Jawab Mutlak Strict Liability
107
Pelanggaran jaminan berkaitan dengan jaminan pelaku usaha tukang gigi, bahwa barang yang dihasilkan atau dijual tidak mengandung cacat.
105
Agnes M. Toar dalam Johannes Gunawan, Kontroversi Strict Liability dalam Hukum Perlindungan Konsumen Oratios Dies, Disampaikan Dalam Upacara Dies Natalies Ke 45
Lustrum IX Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 13 September 2003, hal 20
106
Ibid hal 4
107
Sidharta, Op Cit, hal 47
Universitas Sumatera Utara
Pengertian cacat bisa terjadi dalam konstruksi barang construction defect, desain, danatau pelabelan labeling defect.
108
Adapun yang dimaksud kelalaian negligence adalah perilaku yang tidak sesuai dengan standar perilaku standar of product sebagaimana ditetapkan oleh
peraturan perundang - undangan, demi perlindungan terhadap masyarakat dari resiko yang tidak rasional unreasonable risk.
109
Adapun salah satu pasien yang melakukan pemasangan behel ke tukang gigi merasa kecewa dan mengatakan
giginya malah menjadi renggang dan warnanya pun jadi kuning akibat produk kawat dari tukang gigi.
110
Salah satu usaha untuk melindungi hak konsumen adalah dengan menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak strict liability dalam pelaksanaan
tanggung jawab produsen. Dengan diberlakukannya prinsip tanggung jawab mutlak diharapkan pula para pelaku usaha menyadari pentingnya untuk menjaga
kualitas produk-produk yang dihasilkannya, sebab bila tidak selain akan merugikan konsumen juga akan sangat besar risiko yang harus ditanggungnya.
111
108
Jerry J. Phillips, Product Liability, in nut shell 4 th Ed, St. Paul, Minn, West Publishing Co, 1993, hal 39
109
Sidharta, Op Cit, hal 66
Sidharta menjelaskan bahwa dalam KUH.Perdata, ketentuan tanggung jawab produk ada dalam Pasal 1504 KUH. Perdata, yang berkaitan dengan Pasal
1322, 1491, 1504, sampai 1511. Pasal 1504 KUH. Perdata berbunyi :
110
http:health.kompas.comread20140911142247423Kecewa.dengan.Pemasangan.Ka wat.Gigi.di.Tukang.Gigi diunduh pada tanggal 15 Maret 2016 21.00 WIB
111
H.E Saefullah, Tanggung Jawab Produsen Product Liability Dalam Era Perdagangan Bebas, dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Penyunting, Hukum
Perlindungan Konsumen, Bandung : CV. Mandar Maju, 2000, hal 58
Universitas Sumatera Utara
“Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tidak sanggup untuk
pemakaian itu sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya
selain dengan harga yang kurang.”
112
b. Tanggung Jawab Profesional Professional Liability
Para pelaku usaha khususnya tukang gigi harus lebih berhati-hati dalam memproduksi barang sebelum diedarkan di pasaran sehingga para konsumen,
tidak akan ragu-ragu membeli barang produksi mereka. Demikian juga bila kesadaran para pelaku usaha terhadap tanggung jawab pelaku usaha tidak ada,
dikhawatirkan berdampak buruk terhadap kesehatan gigi dan mulut.
Tanggung jawab profesional merupakan tanggung jawab hukum legal liability dalam hubungannya dengan jasa profesional yang diberikan kepada
konsumen. Sejalan dengan tanggung jawab profesional ini yang timbul karena penyedia jasa profesional tidak memenuhi perjanjian yang disepakati dengan klien
atau akibat kelalaian penyedia jasa tersebut yang mengakibatkan terjadinya kerugian perbuatan melawan hukum.
113
Dalam hal ini terdapat perjanjian Privity contract antara tukang gigi sebagai pelaku usaha dengan pasien sebagai konsumen, dimana prestasi pelaku
usaha dalam hal ini sebagai pemberi jasa tidak terukur sehingga merupakan perjanjian ikhtiar yang didasarkan pada itikad baik.
114
112
Shidarta,Op Cit hal 154
113
Komar Kantaatmadja, Tanggung Jawab Profesional, Jurnal Era Hukum No. 10 tahun III,1996 hal 19
114
Ibid., hal 53
Tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban professional atas kerugian yang
Universitas Sumatera Utara
dialami konsumen akibat memanfaatkan atau menggunakan layanan jasa ortodonti dari tukang gigi.
Sebaliknya ketika hubungan perjanjian privity of contract tersebut merupakan prestasi yang terukur sehingga merupakan perjanjian hasil, tanggung
jawab pelaku usaha juga didasarkan pada pertanggung jawaban profesional yang menggunakan tanggung jawab perdata atas perjanjiankontrak contractual
liability yang disepakati dari pelaku usaha sebagai pengelola program investasi apabila timbul kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat memanfaatkan
atau menggunakan jasa yang diberikan.
115
Pemberian jasa tersebut juga termasuk pertanggung jawaban terhadap masalah yang dimulai dari pemasangan sampai perawatan behel. Tukang gigi
beralasan bahwa didalam pemasangan behel aman apabila dipasang steril dan sesuai prosedur.
116
2. Tanggung Jawab Perdata, Pidana, Dan Administrasi Negara
Indikator yang menjadi ukuran untuk menyatakan adanya tindakan menyalahi tanggung jawab profesional harus ada parameter yang ditetapkan oleh
asosiasi Persatuan Dokter Gigi Indonesia PDGI , yang menentukan standart profesi bersifat teknis, tetapi juga dapat berupa aturan - aturan moral yang dimuat
dalam kode etik.
c. Tanggung Jawab Perdata
115
Shidarta,Op Cit halaman 154
116
Hasil wawancara dengan M.Nisah berprofesi tukang gigi tanggal 27, Hari Sabtu, Bulan Februari, Tahun 2016
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hukum Perdata ada dua cara untuk menggugat pelaku usaha agar dapat memenuhi tanggung jawab hukum yang diembannya yaitu apabila diantara
keduanya telah terikat perjanjian sebelumnya dan salah satu pihak melanggar perjanjian tersebut maka pihak yang merasa dirugikan dapat menggugat melalui
jalur wanprestasi. Hal ini berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang - undang berlaku sebagai
undang - undang bagi mereka yang membuatnya”. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dari kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan -
alasan yang ditentukan oleh undang - undang.
117
Hal ini diatur didalam Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum Onrechtmatigedaad . Gugatan melalui perbuatan melawan
hukum ini dimungkinkan karena suatu tindakan yang dilakukan seseorang dan menimbulkan kerugian pada orang lain, menurut hukum perdata diharuskan untuk
membayar ganti kerugian tersebut. Cara kedua apabila antara pihak tidak ada perjanjian sebelumnya maka
pihak yang dirugikan dapat menggunakan jalur perbuatan melawan hukum. Gugatan melalui perbuatan melawan hukum ini dimungkinkan karena suatu
tindakan yang dilakukan seseorang dan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Menurut hukum perdata, diharuskan untuk membayar ganti kerugian tersebut.
118
Merujuk kepada Undang - Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 Tanggung Jawab Perdata adalah Sanksi administratif yang merupakan suatu
hak khusus yang diberikan oleh Undang - Undang Perlindungan Konsumen No. 8
117
Lihat dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Pasal 1338
118
Lihat dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Pasal 1365
Universitas Sumatera Utara
tahun 1999 kepada Badan penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK atas tugasatau wewenang untuk menyelesaikan persengketaan konsumen di luar
pengadilan. menurut ketentuan Pasal 60 ayat 2 jo. Pasal 60 ayat 1 Undang - Undang Perlindungan Konsumen, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan oleh
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK adalah berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
Berdasarkan Pasal 60 ayat 2 pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi sanksi yang jumlah maksimum Rp.200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. Ganti
kerugian tersebut merupakan bentuk pertanggung jawaban terbatas, sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ganti kerugian yang dianut dalam
Undang - Undang Perlindungan Konsumen menganut ganti kerugian yang dianut dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen menganut ganti kerugian
subjektif terbatas.
119
Adanya pembatasan ganti kerugian atau yang disebut ganti kerugian subjek terbatas itu, untuk kondisi Indonesia sebagai negara yang industrinya
masih dalam kondisi berkembang dinilai tepat. Oleh karena, disamping memberikan perlindungan kepada konsumen juga pelaku usaha masih terlindungi
atau dapat terhindar dari kerugian yang mengakibatkan kebangkrutan akibat pembayaran ganti kerugian yang tanpa batas.
120
d. Tanggung Jawab Pidana
Persatuan Dokter Gigi Indonesia PDGI berpendapat bahwa tindakan
tukang gigi menawarkan layanan jasa ortodonti di papan nama atau dibagian luar
119
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op Cit, hal 275
120
Ibid.,hal 275
Universitas Sumatera Utara
kliniknya sudah merupakan tindak pidana penipuan dan seharusnya polisi dapat menindak tukang gigi yang menawarkan jasa ortodonti tersebut.
121
Adapun Pasal 378 KUHP yang mengatur penipuan berbunyi “ barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain melawan
hukum dengan memakai nama palsu atau martabat hoedannigheid palsu dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang ataupun menghapuskan utang ataupun piutang diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun”.
122
Berdasarkan Pasal 378 KUHP tersebut maka unsur - unsur yang harus dipenuhi dalam terpenuhinya tindak pidana penipuan yaitu adanya maksud tujuan
untuk menguntungkan diri sendiri, adanya unsur melawan hukum dengan cara memakai nama palsu atau martabat palsu, nama palsu atau martabat palsu ini
dapat berupa berpura - pura menjadi orang lain atau menggunakan gelar - gelar yang tidak dimilikinya. Unsur melawan hukum juga dapat dilakukan tipu muslihat
ataupun rangkaian kebohongan, rangkaian kebohongan berarti tipu muslihat yang dilakukan lebih dari sekali yang dilakukan oleh tukang gigi.
123
Pelayanan ortodonti yang diberikan oleh tukang gigi tentu ada resiko yang besar karena tukang gigi tidak pernah mengenyam pendidikan kedokteran terlebih
pendidikan spesialis ortodonti. Oleh karena itu jika penerima layanan jasa ortodonti dirugikan kesehatannya maka tukang gigi tersebut dapat dituntut dengan
pasal penganiayaan Pasal 351 KUHP dengan penganiayaan disamakan dengan Artinya perbuatan
yang dilakukan oleh tukang gigi yang menawarkan pelayanan jasa ortodonti khususnya behel dapat diancam pidana penipuan maksimal empat tahun.
121
Hasil wawancara dengan M.Ukur Sembiring tanggal 05, Hari Sabtu, Bulan Desember, Tahun 2015
122
Lihat dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana Pasal 378
123
Hasil wawancara dengan M.Ukur Sembiring tanggal 05, Hari Sabtu, Bulan Desember, Tahun 2015
Universitas Sumatera Utara
merusak kesehatan, jika penganiayaan tersebut menimbulkan penyakit atau halangan untuk pekerjaan jabatan atau pencarian diancam dengan pidana ringan
paling lama tiga tahun, dan jika mengakibatkan luka berat dikenakan pidana penjara paling lama tiga tahun, dan jika mengakibatkan kematian dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun. Tanggung jawab hukum pidana agar seseorang dianggap bersalah maka ia
harus memenuhi unsur - unsur kesalahan. Sebagai pedoman dapatlah kiranya ditentukan ciri - ciri kesalahan sebagai berikut :
124
1. Akibat itu sebenarnya dapat dibayangkan sebelumnya
voorzienbaarheid forseeability 2.
Akibat itu sebenarnya dapat dicegah atau dihindarkan vermijbaarheid avoidable
3. Sehingga timbulnya akibat tersebut dapat dipersalahkan
verwijtbaarheid reproachul Merujuk kepada Undang - Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun
1999 tanggung jawab pidana adalah sanksi yang dapat dikenakan dan dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntutan umum terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Rumusan Pasal 62 Undang - Undang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha danatau pengurusnya yang
melakukan pelanggaran terhadap :
125
1. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam :
a. Pasal 8, mengenai barang danatau jasa yang tidak memenuhi
standar yang telah ditetapkan b.
Pasal 9 dan 10 mengenai informasi yang tidak benar c.
Pasal 13 ayat 2, mengenai penawaran obat - obatan dan hal - hal yang berhubungan dengan kesehatan
d. Pasal 15, mengenai penawaran barang secara paksaan fisik
124
J. Guwandi, Op Cit, hal 45
125
Indonesia c, Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 36
Universitas Sumatera Utara
e. Pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, mengenai
iklan yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan atau menyesatkan
f. Pasal 17 ayat 2 mengenai peredaran iklan yang dilarang
g. Pasal 18 mengenai pencantuman klausula baku
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 11, mengenai penjualan secara obral atau lelang;
b. Pasal 12, mengenai penawaran dengan tarif khusus;
c. Pasal 13 ayat 1 mengenai pemberian hadiah secara cuma-cuma;
d. Pasal 14 mengenai penawaran dengan memberikan hadiah melalui
undian; e.
Pasal 16, mengenai penawaran melalui pesanan; f.
Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f mengenai produksi iklan yang bertentangan dengan etika, kesusilaan, dan ketentuan hukum yang
berlaku. Dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.00 lima
ratus juta rupiah.
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat tetap, atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku. Ketentuan Pasal 62 ini memberlakukan dua aturan hukum sesuai tingkat
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian diberlakukan
dengan ketentuan hukum pidana sebagaimana diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, sementara diluar tingkat pelanggaran tersebut berlaku
ketentuan pidana dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Terhadap sanksi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 Undang - Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, dapat dijatuhkan
hukuman tambahan berupa :
126
1. Perampasan barang tertentu
2. Pengumuman keputusan hakim
3. Pembayaran ganti rugi
126
Indonesia c, Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 62
Universitas Sumatera Utara
4. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen
e. Tanggung Jawab Administrasi Negara
Menurut tanggung jawab hukum administrasi negara sanksi yang bersifat khusus misalnya dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 339MenkesPerV1989
yang memuat ketentuan sebagai berikut : 1.
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan sampai dengan
pencabutan izin
2. Selain tindakan administratif sebagaimana dimaksud ayat 1 kepada
yang bersangkutan dapat juga dikenakan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku.
Pasal tersebut hanya mengatur mengenai sanksi administratif terhadap pelanggaran dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339MenkesPerV1989
dalam memberikan tanggung jawab sebagai penyedia jasa tukang gigi. Berdasarkan Pasal 58 Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan menyatakan bahwa “setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, danatau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”.
127
Ganti rugi ini dapat dimintakan kepada orang lain, tenaga kesehatan, danatau penyelenggara kesehatan apabila orang, tenaga kesehatan,danatau
penyelenggara kesehatan tersebut telah menyebabkan kerugian yang disebabkan Apabila dilihat dari unsur - unsur pasalnya maka
setiap orang memiliki hak untuk menuntut ganti rugi.
127
Indonesia e, Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, LN No. 144, TLN No.0563, Pasal 58
Universitas Sumatera Utara
adanya kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh orang, tenaga kesehatan, danatau penyelenggara kesehatan tersebut.
Di bagian Penjelasan Pasal 73 ayat 2 UU 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dijelaskan bahwa yang termasuk kerugian akibat pelayanan kesehatan
mencakup pembocoran rahasia kedokteran.
128
Berdasarkan Pasal 73 ayat 2 Undang - Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran “setiap orang
dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah - olah yang bersangkutan
adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi danatau surat izin praktik.”
129
Ketentuan mengenai surat tanda registrasi dan surat izin praktik ini justru membebani dan membatasi ruang gerak dokter dan dokter gigi tamatan Perguruan
Tinggi. Hal yang sama seharusnya dapat diberlakukan bagi tukang gigi yang Mengenai pengujian bagi pasal yang memuat sanksi pidana bagi dokter
dan dokter gigi yang tidak memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik sebagaimana diatur dalam praktik kedokteran tidak dapat menyelenggarakan
praktik pelayanan kesehatan walaupun mereka memilikikompetensi untuk itu. Bagi dokter dan dokter gigi yang tetap menyelenggarakan praktik pelayanan
kesehatan tanpa memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik dokter akan dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 75 dan Pasal 76 Undang - Undang no. 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
128
Indonesia i, Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, LN No.116 Tahun 2004, TLN No. 4431, Pasal 73
129
Indonesia i, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, LN No.116 Tahun 2004, TLN No. 4431, Pasal 78
Universitas Sumatera Utara
keahliannya didapat secara turun temurun tanpa adanya jaminan kesehatan terhadap keahlian yang dimilikinya.
C. Bentuk Penyelesaian Sengketa yang Timbul antara Konsumen dan Ahli Tukang Gigi