pengayoman kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya konsumen itu pelaksanaannya berhak untuk dilandasi oleh perlindungan hukum atau pada kesehariannya dikenal
dengan istilah “ hukum perlindungan konsumen”. Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan
bagian dari hukum konsumen yang lebih luas. Az.Nasution berpendapat “ hukum konsumen yang memuat asas - asas dan kaidah - kaidah hukum yang mengatur
dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.
43
C. Asas, Prinsip dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen tidak sebatas diatur didalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen saja. Hukum perlindungan konsumen juga
terdapat dalam hukum umum dan undang - undang lain misalnya Undang - Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Undang - Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, dan Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hal tersebut
ditegaskan dalam ketentuan Pasal 64 Undang - Undang Perlindungan Konsumen yaitu
“ Segala ketentuan peraturan perundang - undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang - undang ini
diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus danatau tidak bertentangan dengan undang - undang ini.”
Dalam setiap Undang - Undang yang dibuat oleh pembentuk Undang - Undang biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari
43
Shidarta, Op Cit, hal 9 - 10
Universitas Sumatera Utara
diterbitkannya Undang - Undang itu. Asas - asas hukum merupakan pondasi suatu Undang - Undang itu dan segenap peraturan pelaksananya. Mertokusumo
memberikan ulasan sebagai berikut : “...
bahwa asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar
belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang - undangan dan
putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat - sifat atau ciri - ciri yang umum dalam peraturan
konkrit tersebut .”
44
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar - besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan. Didalam Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen dikatakan
bahwa “ Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum ”. Memperhatikan
substansi Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangn antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
44
Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, cet 1, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002 hal 25
Universitas Sumatera Utara
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
45
Adapun di dalam perlindungan konsumen adanya suatu prinsip - prinsip, prinsip tentang tanggung merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum
perlindungan konsumen. Dalam kasus - kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati - hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung
jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak - pihak yang terkait.
46
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan
Secara umum prinsip - prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat hukum dibedakan sebagai berikut :
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan fault liability atau liability based on fault adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum
pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini
menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata,
yang lazim dikenal sebagai Pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu adanya perbuatan, adanya
45
Indonesia c, Undang - Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.42 Tahun 1999, TLN No.3821, Pasal 3
46
Shidarta, Op Cit, hal 59
Universitas Sumatera Utara
unsur kesalahan,adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan kualitas dan kerugian.
47
2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab persumption of liability principle , sampai ia dapat membuktikan ia tidak
bersalah Artinya beban pembuktian ada pada si tergugat. Tampak beban pembuktian terbalik omkering van bewijslast diterima dalam prinsip tersebut.
Undang - Undang Perlindungan Konsumen juga mengadopsi sistem pembuktian terbalik ini, sebagaiman ditegaskan dalam Pasal 19,22,dan 23 lihat
ketentuan Pasal 28 UUPK . Dasar pemikiran dari teori Pembalikan Beban Pembuktian Adalah
seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah
Presumtion of innoccence yang lazim dikenal dalam hukum. Namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan.
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumtion nonliability priciple hanya dikenal
dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Prinsip ini
menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab, sampai ia membuktikan
47
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit., hal.130
Universitas Sumatera Utara
bahwa ia tidak bersalah.
48
Contohnya dapat kita lihat dalam hukum pengangkutan, kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabintangan yang biasanya dibawa dan
diawasi oleh penumpang konsumen adalah tanggung jawab dari penumpang, dalam hal ini pelaku usaha tidak dapt diminta pertanggungjawabannya.
49
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak atau langsung Strict Liability sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut Absolute Liability . Kendati
demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi diatas ada yang mengatakan, Strict Liability adalah “ prinsip tanggung jawab yang menetapkan
kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan”. Namun ada pengecualian - pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab,
misalnya keadaan Force Majuer. Sebaliknya Absolute Liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.
50
Menurut R.C Hoeber, biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena :
51
1. Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan
adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi kompleks;
2. Diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu waktu
ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya;
3. Asas ini dapat memaksa produsen lebih hati - hati.
48
Shidarta, Op.cit., hal.62
49
Ibid, Hal.96
50
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris terhadap Hukum, Jakarta : Rajawali Pers,1998 hal 191
51
Shidarta, Op.cit., hal 78
Universitas Sumatera Utara
Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk “menjerat” pelaku usaha, khususnya produsen
barang, yang memasarkan produknya merugikan monsumen. Penerapan tanggung jawab langsung Strict Liability tersebut didasarkan pada alasan bahwa
konsumen tidak dapat berbuat banyak untuk memproteksi diri dari resiko kerugian yang disebabkan oleh produk cacat.
5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan Limitation of Liability Principle sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul
eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film ingin dicuci dan dicetak itu hilang atau rusak
termasuk akibat kesalahan petugas, maka konsumen hanya diganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.
Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UU No. 8 Tahun 1999 seharusnya
pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada
pembatasan mutlak harus berdasarkan peraturan perundang - undangan yang jelas.
52
Setelah melihat asas - asas maupun prinsip – prinsip dalam hukum perlindungan konsumen, tentunya terdapat juga tujuan dalam hukum perlindungan
52
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : Citra Aditya, 2006 hal 115 - 119
Universitas Sumatera Utara
konsumen. Hal ini dapat dijumpai dalam Pasal 3 UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen bertujuan :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri 2.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang danatau jasa
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,
dan menuntut hak - haknya sebagai konsumen. 4.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan,
dan keselamatan konsumen
Keenam tujuan diatas merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen. Keenam
tujuan khusus perlindungan konsumen yang disebutkan diatas bila dikelompokkan kedalam tiga tujuan hukum secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan
keadilan terlihat dalam rumusan nomor ke 3 dan 5. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan dapat terlihat dalam rumusan nomor 1 dan 2 termasuk
nomor 3 dan 5 serta 6. Tujuan khusus yang diarahkan untuk kepastian hukum terlihat dalam rumusan nomor 4. Tujuan dalam perlindungan konsumen itu
semata - mata untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
D. Hak dan Kewajiban Konsumen