Teori Belajar Van Hiele

Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri. Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pembelajaran sains. Pertama, dikehendakinya susunan kelas yang berbentuk pembelajaran kooperatif antarsiswa, sehingga peserta didik dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing zone of proximal development mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri Trianto, 2010:77. Hubungan teori belajar Vygotsky merupakan bagian kegiatan untuk pembelajaran TAI melalui bekerja dalam kelompok kecil. Melalui kelompok ini peserta didik saling berdiskusi bernalar dan berkomunikasi memecahkan masalah yang diberikan dengan saling bertukar ide dan temuan sehingga dapat digeneralisasi atau disimpulkan.

2.1.2.4 Teori Belajar Van Hiele

Semua teori belajar yang telah diuraikan adalah teori-teori yang dijadikan landasan proses belajar mengajar matematika. Pada bagian ini akan disinggung bagaimana teori belajar yang dikemukakan ahli pendidikan, khusus dalam bidang geometri. Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele 1954, yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri. Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahap belajar anak dalam geometri. Tahap-tahap tersebut menjelaskan tentang bagaimana anak berpikir dan jenis ide-ide geometri apa yang dipikirkan, bukan berapa banyak pengetahuan yang dimiliki Suherman, 2003: 51. Tahap-tahap anak belajar geometri yaitu sebagai berikut. 1 Tahap Visualisasi Pada tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. 2 Tahap Analisis Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. 3 Tahap Dedukasi Informal Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun, kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya anak-anak sudah mampu memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaanya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. 4 Tahap Deduksi Pada tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, disamping unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil. 5 Tahap Akurasi Rigor Pada tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini. Dalam penelitian ini, teori Van Hiele berhubungan dengan materi pokok dalam pembelajaran, yaitu materi dimensi tiga yang merupakan bagian dari ilmu geometri.

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif

Dokumen yang terkait

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN CD INTERAKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI RUANG DIMENSI TIGA SMA KELAS X

0 66 181

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL QUANTUM TEACHING BERBANTUAN CABRI 3D TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI DIMENSI TIGA KELAS X

1 22 376

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL MMP BERBANTUAN CABRI 3D TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIFMATEMATIS SISWA KELAS X SMA PADA MATERI DIMENSI TIGA

0 6 349

Keefektifan Model Pembelajaran Think Pair Share dengan Berbantuan Lembar Kerja Peserta Didik terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Peserta Didik Kelas X SMA N 2 Pekalongan pada Materi Pokok

1 35 230

Keefektifan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas X pada Materi Dimensi Tiga Berbantuan CD Pembelajaran.

0 0 1

Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualiation Berbantuan Kartu Masalah terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Peserta Didik pada Materi Pokok Dimensi Tiga Kelas X SMA N 1 Comal.

0 1 1

(ABSTRAK) KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) BERBANTUAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI PADA MATERI POKOK DIMENSI TIGA KELAS X.

0 1 2

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) BERBANTUAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI PADA MATERI POKOK DIMENSI TIGA KELAS X.

0 0 108

Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Berbantuan LKS Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Karangtengah pada Sub Pokok Materi Persegi Panjang dan Persegi.

0 0 265