1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan dan ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat akhir-akhir ini. Kita dituntut untuk melakukan inovasi di bidang pendidikan agar kualitas
pendidikan terus meningkat. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan pendidikan matematika.
Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dimengerti. Menurut Elea Tinggih dalam Suherman 2003:16 secara etimologis,
matematika berarti
satu kompetensi yang dimiliki oleh guru sebagai salah satu komponen pembaharuan pendidikan adalah memiliki kemampuan dalam membelajarkan
peserta didik agar konsep yang akan disampaikan kepada peserta didik jelas serta peserta didik senang selama mengikuti proses pembelajaran. Diharapkan adanya
perubahan pada peserta didik dari: mengingat memorizing atau menghafal rote learning ke arah berpikir thinking dan pemahaman understanding; dari belajar
individual ke kooperatif. Kecakapan atau kemahiran dalam pembelajaran matematika yang harus dikuasai oleh peserta didik mencakup aspek a
pemahaman konsep, b penalaran dan komunikasi, c pemecahan masalah. Penalaran reasoning dan komunikasi merupakan dua hal yang sangat
berkaitan. Peserta didik yang mempunyai penalaran tinggi cenderung dapat mengkomunikasikan idenya dengan baik. Salah satu isi Peraturan Dirjen
Dikdasmen No. 506CPP2004 dalam Tim PPPG Matematika Yogyakarta 2005:
59 menyebutkan bahwa penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan peserta didik dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan
gagasan matematika. Penalaran dan komunikasi harus dimiliki peserta didik guna memperoleh hasil pembelajaran yang optimal, karena dengan adanya kekurangan
tersebut proses pembelajaran lebih lanjut akan terganggu. Hal ini dapat dilihat dari tahapan berikut yaitu pemecahan masalah yang tentunya membutuhkan kemahiran
dalam penalaran dan komunikasi terlebih dahulu. Keberhasilan pembelajaran matematika ditentukan oleh peran dari guru.
Dalam pembelajaran matematika diperlukan seorang guru yang profesional dalam menyampaikan materi pelajaran di depan kelas. Seorang guru dituntut untuk dapat
menciptakan kondisi dan situasi di dalam kelas yang mampu memotivasi peserta didik. Selama ini peserta didik hanya bermodal rumus untuk menyelesaikan soal-
soal matematika tanpa disertai pemahaman yang mendalam. Pada umumnya guru menyampaikan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas dengan cara
berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Hal ini seringkali menimbulkan kebosanan pada peserta didik, kurang
mampu memecahkan masalah, dan monoton sehingga peserta didik kurang termotivasi untuk belajar. Kebosanan peserta didik dalam belajar matematika
menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif dan kurang terlibat dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang
dapat mendorong peserta didik untuk aktif berperan dalam proses pembelajaran. Di sinilah peran seorang guru sangat dibutuhkan untuk dapat memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan serta mampu menciptakan suasana yang kondusif, menarik serta mampu memotivasi peserta
didik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Ada berbagai macam model pembelajaran salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka, dari partisipasi aktif dalam kelompok kecil
membantu peserta didik belajar berinteraksi sosial, mengembangkan sikap demokratis, dan secara bersamaan juga membantu peserta didik dalam
pembelajaran akademis mereka. Model pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah
tim dalam menyelesaikan atau membahas masalah atau tugas Suherman, 2004:260.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan sebagai alternatif bagi guru untuk mengajar peserta didik adalah model pembelajaran
kooperatif tipe TAI Team Assisted Individualization. TAI merupakan model pembelajaran gabungan antara belajar kelompok dan belajar individu. Pada awal
pembelajaran kooperatif tipe TAI Team Assisted Individualization guru memberikan pre-test kepada peserta didik tentang materi yang akan diajarkan,
akan tetapi pre-test bisa diganti dengan nilai rata-rata ulangan harian peserta didik. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI peserta didik dalam satu kelas dibagi
menjadi beberapa kelompok, dimana masing-masing kelompok beranggotakan 4- 5 peserta didik untuk berdiskusi dan bekerjasama dalam memecahkan masalah
yang diberikan guru, guru mengatur tempat duduk peserta didik agar setiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka. Guru memberikan waktu kepada
masing-masing kelompok untuk mengerjakan dan memecahkan masalah yang sudah dibagikan dan guru memberikan bantuan secara individual bagi peserta
didik yang memerlukannya. Setelah waktu yang diberikan guru habis, beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Setelah itu guru
memberikan test kecil kepada peserta didik secara individual untuk melihat ketercapaian hasil belajar pada setiap pertemuan. Guru memberikan tes formatif
sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai di akhir pembelajaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tipe TAI, peserta didik diharapkan saling
bekerjasama dan saling membantu antara satu sama lainnya. Model pembelajaran
TAI diharapkan dapat mengubah paradigma peserta didik yang semula menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan
menjadi mata pelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tidak hanya dibutuhkan kompetensi
guru yang memadai serta penggunaan model pembelajaran yang tepat, tetapi didukung juga dengan media pembelajaran yang cukup menarik. Kehadiran media
mempunyai arti yang cukup penting dalam proses belajar mengajar karena dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, ketidakjelasan materi yang disampaikan dapat
dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Melalui media, pembelajaran menjadi lebih menarik, mempersingkat waktu pembelajaran, dan
dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization
menggunakan kartu masalah, kemudian peserta didik mendiskusikan dalam kelompok sehingga terjadi percakapan dapat membantu peserta didik
mengembangkan kemampuan ilmiah dan argumen yang logis. Kartu masalah dalam penelitian ini berisi soal-soal penalaran dan komunikasi dan dibuat dengan
tampilan yang menarik. Dengan demikian, peserta didik lebih bersemangat dalam mengerjakan soal-soal penalaran dan komunikasi, perhatian peserta didik terhadap
materi pembelajaran lebih terarah dan meningkat, dan aktivitas peserta didik meningkat sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
Terkait dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik kelas X SMA, salah satunya adalah tentang Geometri.
Materi yang mendukung dalam penguasaan geometri diantaranya adalah dimensi
tiga. Kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam materi dimensi tiga adalah menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang
dimensi tiga, menentukan jarak dari titik ke garis dan dari titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga dan menentukan besar sudut antara garis dan bidang dan antara
dua bidang dalam dimensi tiga. Khususnya untuk menentukan jarak dalam ruang diperlukan materi prasayarat proyeksi dan ketegaklurusan. Akan tetapi beberapa
guru kurang memberikan perhatian pada penyampaian materi prasyarat tersebut. Hal ini mengakibatkan peserta didik kurang mampu menguasai materi tersebut
dengan baik. Pokok bahasan dimensi tiga merupakan materi abstrak dan memerlukan
kemampuan penalaran yang tinggi dan nantinya diharapkan peserta didik juga dapat mengkomunikasikan jawabannya kepada guru atau peserta didik lainnya
baik secara lisan maupun tertulis. Oleh karena itu, dalam pembelajaran materi pokok dimensi tiga diperlukan kemampuan penalaran dan komunikasi dalam
menyelesaikan soal. Peserta didik memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan
motivasi yang sangat beragam. Ketika guru menyampaikan sebuah pelajaran, besar kemungkinan ada sebagian peserta didik yang tidak memiliki syarat
kemampuan untuk mempelajari materi dimensi tiga, dan akan gagal memperoleh manfaat dari metode tersebut. Pada TAI peserta didik bekerja pada taraf
kemampuannya masing-masing. Mereka tidak akan berpindah ke tingkat berikutnya sampai mereka merasa siap, yang mana hal ini dapat memberikan
landasan kuat untuk membangun kemampuan. Jadi, apabila mereka tidak
memenuhi syarat kemampuan dimensi tiga mereka dapat membangun dasar yang kuat sebelum melangkah ke tahap selanjutnya. Sering kali para peserta didik
menjadi sangat frustasi karena mereka tidak bisa memahami, dan sebagai akibatnya mereka gagal dalam ujian dan kuis. Dengan menggunakan TAI dalam
pembelajaran peserta didik yang bersangkutan jadi mampu bekerja pada tingkat kemampuan mereka sendiri dan meraih sukses. Peserta didik yang belum
menguasai materi dapat berdiskusi bersama bernalar dan berkomunikasi dengan peserta didik yang sudah menguasai dalam kelompoknya. Disinilah kemampuan
bernalar peserta didik akan berkembang yang sangat dibutuhkan dalam materi dimensi tiga. Mereka ingin melakukan yang terbaik untuk menambah poin tim
mereka dan jadi mampu untuk melakukan yang terbaik karena mereka bekerja pada taraf kemampuan mereka sendiri. Menurut Slavin 2010:200, untuk
sebagian besar dari pengajaran matematika, para peserta didik dalam penerapan model pembelajaran TAI mempelajari materi secara individual mengenai
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, numerasi dan aljabar. Selama tiga kali dalam seminggu, guru menghentikan program individual dan
menggunakan waktu seminggu untuk mengajar kemampuan geometri, pengukuran, dan strategi pemecahan masalah.
Sifat abstrak dan kurangnya perhatian guru dalam menyampaikan materi prasyarat menyebabkan banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam
matematika, sehingga rata-rata hasil belajar kemampuan penalaran dan komunikasi peserta didik SMA Negeri 1 Comal pada pokok bahasan dimensi tiga
cukup rendah.
Dari uraian di atas maka peneliti mengambil judul
telah ditetapkan oleh sekolah atau tidak yaitu 75 peserta didik dapat mencapai nilai minimal 70.
2. Mengetahui rata-rata hasil belajar kemampuan penalaran dan komunikasi
matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI berbantuan kartu masalah dibanding dengan rata-rata hasil belajar kemampuan penalaran dan
komunikasi matematika peserta didik menggunakan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan dimensi tiga.
1.4 MANFAAT PENELITIAN