Ekstraksi Antimikroba TINJAUAN PUSTAKA

2.6.2 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk ke dalam bakteri gram positif anaerob fakultatif. Bentuknya tunggal, berpasangan atau bergerombol. Diameternya 0,5-1,5 µm, tidak berkapsul dan berspora. Metabolisme secara fermentatif dan respiratif Pelczar dan Chan, 1986. Morfologi bakteri Staphylococcus aureus Wisconsin, 2002 dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Bakteri Staphylococcus aureus Perkembangbiakan Staphylococcus aureus optimum pada suhu 35-37 o C dan pH 6-7. Namun pada kisaran suhu 6,7-45,5 o C serta pH 4,0-9,8 bakteri ini masih dapat tumbuh dan berkembang biak. Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang menyebabkan keracunan dan penyakit pada hewan peliharaan. Staphylococcus aureus umumnya sensitif terhadap antibiotik ß- laktam, tertrasiklin dan kloramfenikol, tetapi resisten terhadap polimisin dan polyenes Pelczar dan Chan, 1986.

2.7 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dari campuran dengan bantuan pelarut. Teknik ekstraksi didasarkan pada kenyataan bahwa jika suatu zat dapat larut dalam dua fase yang tak tercampur, maka zat itu dapat dialihkan dari satu fase ke fase yang lain dengan mengocoknya bersama-sama. Zat terlarut yang diekstraksi dapat berada dalam medium padat atau cair. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dapat bersifat polar seperti alkohol atau yang non polar seperti heksana dan kloroform. Pemilihan pelarut yang digunakan tergantung pada sifat zat yang dilarutkan, karena setiap zat memiliki daya kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berlainan Achmadi, 1992. Beberapa pertimbangan dalam memilih pelarut Achmadi, 1992, yaitu : 1. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar. 2. Pelarut organik cenderung melarutkan zat terlarut organik. 3. Air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam maupun basa organik. 4. Asam-asam organik yang larut dalam pelarut organik dapat diekstraksi ke dalam air dengan menggunakan basa NaOH, Na 2 CO 3 dan NaHCO 3 . Beberapa zat terutama bahan alam dapat dipisahkan dari padatannya dengan ekstraksi sederhana Achmadi, 1992. Teknik paling sederhana untuk mengekstraksi bahan padatan ialah dengan mencampurkannya dalam larutan pengekstraksi, dibantu dengan pengadukan menggunakan alat pengaduk, lalu dipisahkan melalui penyaringan biasa atau vakum.

2.8 Antimikroba

Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba. Zat antimikroba khusus untuk bakteri disebut antibakteri, dapat bersifat bakterisidal membunuh bakteri dan bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Zat yang menghambat kapang disebut antikapang Fardiaz, 1989. Senyawa antimikroba adalah jenis bahan tambahan makanan yang digunakan dengan tujuan untuk mencegah kebusukan atau keracunan oleh mikroorganisme pada bahan pangan Branen dan Davidson, 1993. Senyawa yang mempunyai aktifitas antimikroba terbagi menjadi dua yaitu antimikroba sintetis, seperti sodium benzoat, senyawa fenol, asam-asam organik, asam lemak rantai medium dan esternya, sorbat, sulfur dioksida dan sulfit, nitrit, senyawa kolagen dan surfaktan, dimetil dikarbonat dan dietil bikarbonat. Antimikroba alami berasal dari hewan, tanaman maupun mikroorganisme, misalnya bakteriosin Branen dan Davidson, 1993. Sedangkan pada zat aditif makanan terdiri dari asam organik dan garamnya propionat, benzoat, sorbat dan asetat, senyawa nitrit dan nitrat, sulfur dioksida dan sulfit, etilen dan propilen oksida, garam dan gula, alkohol, formaldehid dan rempah-rempah Frazier dan Westhoff, 1978. Efektifitas antimikroba dalam mengawetkan bahan makanan terjadi baik dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme maupun secara langsung memusnahkan seluruh atau sebagian mikroorganisme Branen dan Davidson, 1993. Mekanisme zat antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba antara lain : 1 merusak dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, 2 mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, misalnya yang disebabkan oleh senyawa fenolik, 3 menyebabkan denaturasi sel, misalnya oleh alkohol dan 4 menghambat kerja enzim di dalam sel Pelczar dan Reid, 1977. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas antimikroba adalah : 1 jenis, jumlah, umur dan latar balakang kehidupan mikroba, 2 konsentrasi zat antimikroba, 3 suhu dan waktu kontak dan 4 sifat fisikokimia substrat pH, kadar air, tegangan permukaan, jenis dan zat terlarut. Sebagai pengawet makanan, zat antimikroba yang ditambahkan sebaiknya memenuhi kriteria ideal, yaitu mempunyai aktifitas yang luas, tidak beracun, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan cita rasa dan aroma pada makanan, aktifitasnya tidak menurun dengan adanya komponen makanan, tidak resisten dan tidak hanya menghambat tetapi dapat membunuh mikroba Frazier dan Westhoff, 1978.

2.9 Uji Toksisitas