Efektifitas antimikroba dalam mengawetkan bahan makanan terjadi baik dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme maupun secara langsung
memusnahkan seluruh atau sebagian mikroorganisme Branen dan Davidson, 1993. Mekanisme zat antimikroba dalam membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroba antara lain : 1 merusak dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan dinding sel pada sel yang
sedang tumbuh, 2 mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, misalnya yang disebabkan oleh
senyawa fenolik, 3 menyebabkan denaturasi sel, misalnya oleh alkohol dan 4 menghambat kerja enzim di dalam sel Pelczar dan Reid, 1977.
Beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas antimikroba adalah : 1 jenis, jumlah, umur dan latar balakang kehidupan mikroba, 2 konsentrasi zat
antimikroba, 3 suhu dan waktu kontak dan 4 sifat fisikokimia substrat pH, kadar air, tegangan permukaan, jenis dan zat terlarut. Sebagai pengawet
makanan, zat antimikroba yang ditambahkan sebaiknya memenuhi kriteria ideal, yaitu mempunyai aktifitas yang luas, tidak beracun, ekonomis, tidak
menyebabkan perubahan cita rasa dan aroma pada makanan, aktifitasnya tidak menurun dengan adanya komponen makanan, tidak resisten dan tidak hanya
menghambat tetapi dapat membunuh mikroba Frazier dan Westhoff, 1978.
2.9 Uji Toksisitas
Uji toksisitas diperlukan untuk mengevaluasi, memonitor dan memprediksi bahaya dari zat racun bagi organisme lingkungan Trevors, 2000.
Banyak metode yang digunakan untuk menguji tingkat toksisitas dari suatu bahan. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji toksisitas menggunakan
Artemia salina.
2.9.1 Uji toksisitas dengan Artemia salina
Uji toksisitas dengan Artemia digunakan sebagai langkah awal untuk identifikasi racun jamur, toksisitas dari ekstrak tumbuhan, identifikasi ada
tidaknya logam berat, racun sianobakter, pestisida dan untuk uji sitotoksisitas yang berhubungan dengan gigi dan mulut Carballo et al., 2002.
Artemia yang digunakan dalam bentuk telur istirahat yang disebut dengan kista. Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18-24 jam. Umumnya
artemia tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30
o
C, kadar garam antara 30- 50 ppt dan pH air laut untuk budidayanya berkisar antara 7,5-8,5 Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995. Uji toksisitas dengan menggunakan kultur artemia dikembangkan oleh
Michael et al. 1956 yang diacu dalam Carballo et al. 2002. Teknik ini didasarkan kepada kemamp uan bahan untuk membunuh kultur artemia yang telah
dibiakkan dalam air laut dengan kadar salinitas tertentu Carballo et al., 2002. Tingkat toksisitas ditentukan dengan nilai LC
50
. Nilai LC
50
menunjukkan konsentrasi dari bahan kimia di lingkungan air atau udara yang mampu
membunuh 50 dari binatang uji pada suatu waktu tertentu CCOHS, 1999. Nilai LC
50
yang diperoleh menunjukkan kategori toksisitas dari suatu bahan. Tabel 4 berikut menunjukkan kategori toksisitas tersebut Kamrin, 1997.
Tabel 4. Kategori toksisitas bahan Kategori
LC
50
µgL Toksisitas sangat tinggi
100 Toksisitas tinggi
100-1000 Toksisitas sedang
1000-10000 Toksisitas rendah
10000-100000 Tidak toksik
1000000
Sumber : Kamrin 1997
3. METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah ikan laut dalam yang diperoleh dari kapal Baru Jaya IV yang singgah di Tanjung Priok dalam keadaan beku dengan
suhu -5
o
C. Ikan tersebut ditangkap dari perairan selatan Jawa pada kedalaman 250-1000 m dengan menggunakan jaring trawl. Penelitian ini bekerjasama
dengan Balai Riset Perikanan dan Kelautan sebagai pihak penyedia sampel ikan laut dalam. Panjang ikan laut dalam yang diteliti antara 12-72,5 cm. Jenis ikan
laut dalam tersebut adalah ikan Coelorincus longissimus, Coryphaenoides sp., Diapus fragillis, Hydrolagus
sp., Ophidiidae sp., Glyptophidian sp., Parascoplopsis
sp., ikan famili Pereichthydae, famili Nomeidae, famili Ophidiidae, dan satu jenis ikan yang belum teridentifikasi. Gambar ikan laut
dalam dapat dilihat pada Gambar 3. Selain itu, bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri uji Staphylococcus aureus, Escherichia coli, hewan uji Artemia
salina . Bahan kimia yang digunakan adalah kloroform, etil asetat, metanol, yeast
extract , NaCl, pepton, agar, akuades, alkohol, spiritus, kloramfenikol, Na-asetat,
asetonitril, trimetilxylena, HCl, N
2
, trimetilasetat, penilisotiosiant, H
2
SO
4
, Tablet Kjelteb, NaOH, petroleum benzen dan air laut.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cool box, oven, penggaris, erlenmeyer, labu destruksi, inkubator, shaker, destruktor, destilator,
titrameter, lampu TL, gelas piala, labu lemak, desikator, selongsong soxhlet, tanur listrik, timbangan analitik, spektrofotometer, blender, kain kasa, sudip, paper disc,
petri dish, freezer, sentrifuse , clean banch, autoklaf, tabung reaksi, kolom pico tag
amino acid water , labu evaporator, pompa vakum, HPLC Water, kertas saring
whatman , hotplate tanpa panas, magnetic stirrer, gelas ukur, corong gelas, botol
kaca, aluminium foil, rotary evaporator, kapas, kasa, pipet, bulb, mikropipet, tip steril, vortex, pinset, tissue, gelas, bunsen dan korek api.