Faktor Kunci Pengelolaan Kawasan

Tabel 15 Faktor pengungkit setiap dimensi pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD Dimensi Faktor pengungkit Ekologi 1. ketersediaan air bersih 2. manajemen banjirbencana 3. permasalahan transportasi 4. pencemaran udaraemisi 5. ketersediaan pengolah limbah cair Ekonomi 6. keberadaan kawasan bisnis 7. tingkat pengangguran 8. keberadaan kawasan industri 9. keberadaan pertokoan kawasan Sosial- budaya 10. pengaruh keberadaan BSD pada nilai sosial budaya lokal 11. keragaman budaya dalam masyarakat 12. konflik dengan masyarakat lokal Infrastruktur dan Teknologi 13. ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair 14. ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri cair 15. ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien 16. ketersediaan sarana dan prasarana komuter Hukum dan Kelembagaan 17. kompetensi pengelola kawasan kota baru 18. egosektoral dalam pengelolaan lingkungan 19. konsistensi penegakan hukum 20. tersedianya organisasi pengelola lingkungan 21. intensitas pelanggaran hukum 22. sinkronisasi peraturan dengan pusat Pada penelitian ini penentuan faktor dominan didasarkan pada faktor pengungkit yang mempunyai pengaruh besar, namun tingkat ketergantungannya rendah. Hasil analisis prospektif yang dilakukan pada penelitian ini, diperoleh lima faktor kunci faktor penentu keberhasilan pengelolaan pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD yaitu faktor-faktor yang mempunyai pengaruh yang besar dengan tingkat ketergantungan yang kecil Bourgeois dan Jesus, 2004. Adapun faktor-faktor kunci tersebut adalah 1 pencemaran udaraemisi, 2 ketersediaan pengolah limbah cair, 3 ketersediaan sarana dan prasarana komuter, 4 tersedianya organisasi pengelola lingkungan, dan 5 ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien. Untuk lebih jelasnya hasil analisis prospektif ini dapat dilihat pada Gambar 26. Mengingat ke lima faktor tersebut di atas merupakan faktor kunci keberhasilan pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD, maka faktor-faktor tersebut perlu sangat diperhatikan dan ditindaklanjuti, seperti pada uraian di bawah ini. Pencemaran UdaraEmisi Kota metropolitan DKI Jakarta dengan kota satelitnya, seperti Kota Baru BSD merupakan kota-kota yang melaksanakan pembangunan ekonomi cukup pesat. Di lain pihak peningkatan pembangunan ekonomi tersebut selalu diikuti dengan meningkatnya kegiatan industri dan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor. Peningkatan kedua hal tersebut, umumnya tidak hanya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, namun juga menyebabkan menurunnya kualitas udara terutama di wilayah perkotaan, termasuk di dalamnya di Kota Baru BSD. Menurunnya kualitas udara wilayah perkotaan dari sektor transportasi dan industri ini, disebabkan tingginya pembakaran bahan bakar fosil BBF. Bahkan menurut Lvovsky et al. 2000, dari sektor transportasi saja di wilayah kota baru dapat terjadi peningkatan penggunaan BBF hingga 53 persen. Tingginya penggunaan bahan bakar fosil BBF tersebut menyebabkan kontribusi sektor transportasi terhadap turunnya kualitas udara di berbagai kota besar di dunia yang rata-rata mencapai 70 persen atau lebih Tietenberg , 2003. Selain adanya peningkatan transportasi yang signifikan dari kegiatan di kota, di kota metropolitas dan kota satelitnya seringkali untuk mempercepat terjadinya pertumbuhan ekonomi, maka aktivitas industri atau aktivitas ekonomi lainnya juga semakin meningkat. Bahkan bukan hanya itu kawasan perkotaan dan daerah manapun pada umumnya selalu berupaya untuk mencari investor yang akan berinvestasi di bidang industri. Namun kenyataannya karena sarana dan prasarana di perkotaan cukup mendukung, maka kegiatan industri dan kegiatan ekonomi lainnya lebih terpusat di kota-kota besar dan kota satelitnya. Di lain pihak dampak dari terkonsentrasinya pembangunan ekonomi dan industri di perkotaan ini adalah tingginya arus urbanisasi. Tingginya urbanisasi di perkotaan juga seringkali tidak diimbangi dengan penyediaan sarana transportasi umum yang memadai menyebabkan meningkatnya penggunaan kendaraan yang berdampak pada meningkatnya kemacetan dan degradasi kualitas udara Panyacosit, 2000. Oleh karenanya maka kegiatan ekonomi dan industri yang terdapat di wilayah perkotaan dan kota satelitnya seperti Kota Baru BSD seringkali menanggung masalah tingginya pencemaran udara dan emisi gas rumah kaca GRK. Adapun jenis polutan yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dan industri akibar dari pembakaran BBM sangat bergantung pada kondisi mesin industri, kondisi kendaraan dan kualitas bahan bakar yang digunakannya. Mesin yang menggunakan bahan bakar bensin sebagian berkontribusi terhadap gas buang Karbon monoksida CO, Nitrogen oksida NO x , dan Hidrokarbon HC serta logam berat timbal Pb, sedangkan mesin yang menggunakan bahan bakar solar mengemisikan debupartikulat dan Sulfur dioksida SO 2 Volesky, 1990. Dampak terparah dari menurunnya kualitas udara adalah pada kesehatan masyarakat, baik secara sosial maupun ekonomi Ostro, 1994; Small dan Kazimi, 1995; Lvovsky et al., 2000. Mengingat tingginya pembakaran BBF akibat tingginya kegiatan transportasi dan industri serta telah memberi dampak negatif pada lingkungan dan dampak negatif pada aspek sosial, terutama kesehatan, maka pencemaran udara dari emisi mesin kendaraan bermotor dan industri tersebut harus ditanggulangi sebaik mungkin baik maupun oleh pemerintah Kota Metropolitan DKI Jakarta, oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Tanggerang Selatan dan pengelola Kota Baru BSD maupun secara nasional, dengan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk pengendalian pencemaran. Ketersediaan Pengolah Limbah Cair. Air merupakan sumber kehidupan sehingga tidak akan ada kehidupan yang tidak membutuhkan air. Namun seiring dengan laju pembangunan yang sangat pesat yang menghasilkan limbah cair dan di dalamnya terdapat berbagai bahan pencemar, telah mengakibatkan langkanya sumberdaya air yang kualitasnya baik. Idealnya bahwa walaupun air ada dalam jumlah yang tetap, namun kualitasnya telah menurun, sehingga terjadinya kelangkaan air yang sudah jadi masalah yang cukup serius. Di sisi lain, rendahnya kualitas air ini dapat membawa dampak negatif baik pada biota yang hidup di dalamnya, maupun untuk manusia yang mengkonsumsi biota tersebut. Salah satu penyebab terjadinya penurunan kualitas air tersebut disebabkan oleh adanya limbah cair yang dihasilkan dari berbagai kegiatan antropogenik seperti dari kawasan permukiman, kegiatan perkotaan, industri, rumah sakit, rumah makan yang umumnya tidak melakukan pengolahan terlebih dahulu, namun langsung membuangnya ke badan air seperti ke sungai. Oleh karena itu maka kualitas badan air seperti sungai, situ, kolam dan lain sebagainya di kota-kota besar berada jauh di bawah persyaratan yang diijinkan, yang dapat dilihat secara kasat mata berupa perubahan warna, tingkat kekeruhan air dan dari baunya, serta seringkali setelah dibuktikan di laboratorium, kualitas berbagai parameter kualitas air, menjadi buruk di luar ambang batas yang sudah ditentukan yang dikenal dengan istilah pencemaran. Pencemaran air terjadi sebagai akibat adanya dampak negatif karena masuknya zat pencemar ke dalam suatu perairan, sehingga berpengaruh terhadap kehidupan biota, sumberdaya dan ekosistem peairan serta kesehatan manusia yang hidup di sekitar perairan tersebut Sutamiharja 1978. Selanjutnya Sutamiharja 1978 menyatakan bahwa bahan pencemar atau zat pencemar menurut sumbernya terbagi menjadi dua yaitu yang berasal dari alam dan yang berasal dari kegiatan manusia. Pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan manusia diantaranya adalah pemanfaatan sumberdaya alam pada proses pertambangan, perindustrian dan pertanian. Dalam rangka mengetahui apakah suatu badan air sudah tercemar atau belum dan bagaimana tingkat pencemarannya, perlu diuji sifat-sifat air, dan disesuaikan dengan baku mutu air sesuai dengan kriterianya yang umumnya dilakukan baik secara langsung dilakukan pengukuran di lapangan maupun dengan cara terlebih dahulu dibawa ke laboratorium. Di daerah perkotaan, tercemarnya sumberdaya air ini umumnya terjadi sebagai akibat adanya aktivitas pemenuhan kebutuhan manusia. Hal ini terjadi karena seringkali manusia hanya berorientasi pada proses produksi dan konsumsi saja. Dalam hal ini setelah selesai memproduksi atau mengkonsumsi suatu barang, pada umumnya manusia tidak peduli lagi dengan limbah yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Terjadinya pencemaran badan air di perkotaan ini umumnya terjadi karena manusia seringkali membuang limbahnya secara langsung ke dalam saluran air atau kalaupun mengalami pengolahan, maka pengolahan yang dilakukan umumnya hanya bersifat alakadarnya. Air tercemar ini selanjutnya akan mengalir ke dalam parit, untuk kemudian terbawa masuk ke dalam badan air sungai maupun danau. Bahkan apabila turun hujan, bahan pencemar ini akan terbawa hingga ke laut. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan antropogenik yang langsung dibuang ke dalam badan air tersebut seringkali mengakibatkan menjadi sangat tercemarnya badan air baik oleh bahan organik maupun oleh bahan berbahaya dan beracun B3. Oleh karenanya maka air buangan ini tidak boleh dibuang begitu saja karena akan mengganggu ekosistem air penerimanya. Berdasarkan hal tersebut, maka keberadaan instalasi pengolah air limbah IPAL di kawasan kota baru sangat diperlukan keberadaannya dalam rangka mempertahankan atau bahkan memperbaiki kualitas lingkungan ekosistem air penerima limbah cair dari kegiatan kegiatan antropogenik tersebut. Kondisi tersebut di atas terjadi karena kurang terencananya kondisi infrastruktur pembuangan air limbah cair untuk pengolah limbah cair dari industri, domestik, rumah sakit, rumah makan, hotel, dsb. Selain itu jika infrastruktur ada, pada umumnya belum mempertimbangkan kapasitas dan spesifikasi yang sesuai menyebabkan rendahnya kualitas output air limbah di perkotaan. Melihat kondisi tersebut maka perlu dipikirkan kembali suatu sistim penanganan air limbah domestik yang memenuhi baku mutu yang ditentukan, dengan meminimalkan tingkat bahan pencemar hingga berada di bawah ambang maksimal. Penanganan air limbah cair tersebut tidak saja dilakukan dengan memperbaiki teknik penanganan air limbah namun termasuk sistim pengelolaan air secara terpadu yang dikenal dengan waste water treatment plant. Dengan adanya pengelolaan secara terpadu tersebut diharapkan kualitas badan air dapat dikembalikan pada ambang normal dan meminimalkan polusi yang timbul. Berdasarkan hal tersebut maka maka pencemaran badan air tersebut harus ditanggulangi sebaik mungkin baik maupun oleh pemerintah Kota Metropolitan DKI Jakarta, oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Tanggerang Selatan dan pengelola Kota Baru BSD maupun secara nasional, dengan cara menyediakan pengolah limbah cair, baik limbah cair yang berasal dari kegiatan kawasan permukiman, industri, rumah sakit, perkantoran, perhotelan, pertokoan, rumah makan dan kegiatan ekonomi lainnya. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Komuter Pengembangan jaringan transportasi pada awalnya merupakan usaha untuk memfasilitasi pergerakan dari asal origin ke tujuan destination yang timbul akibat kegiatan sosial dan ekonomi. Pergerakan transportasi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang mencoba untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu barang. Oleh karena itu kebutuhan sistem transportasi yang efisien dan efektif menjadi dasar dalam melakukan perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pengawasan dan pengembangan sistem transportasi. Dalam rangka menciptakan sistem transportasi yang efisien dan efektif tersebut, hal yang pertama harus digaris bawahi dan perlu dibuat dengan sebaik mungkin adalah perencanaan transportasi, baik yang menyangkut tata ruang pada zona wilayah maupun pada penyediaan sarana transportasinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kenworthy dan Laube 2002 yang menyatakan bahwa ada korelasi antara pola tata guna lahan dengan sistem transportasi dan kepadatan penduduk. Selain itu perencanaan transportasi juga sangat berkaitan dengan perencanaan atau sistem ekonomi dari suatu wilayah. Oleh karena itu maka perencanaan, pengembangan dan pembangunan prasarana dan sarana transportasi merupakan implikasi dari proses pemenuhan kebutuhan manusia dan peningkatan nilai ekonomis dari suatu barang. Adapun salah satu sarana dan prasarana transportasi yang perlu direncanakan dengan baik untuk kota satelit seperti halnya Kota Baru BSD yang merupakan kota satelit pada wilayah metropolitan DKI Jakarta adalah tersedianya sarana dan prasarana untuk angkutan umum yang memuat banyak penumpang dan melayani hampir seluruh lokasi perkotaan yang disebut komuniter selanjutnya disebut komuter. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian JICA 2001 yang mengatakan bahwa jumlah keseluruhan perjalanan oleh komuter yang terjadi di dalam DKI Jakarta sebanyak 16 juta orang setiap hari dan 25 diantaranya adalah komuniter komuter dari Kota Satelit Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Hal ini juga sangat wajar, mengingat hasil penelitian Luo 2007 di tiga negara kota metropolitan di Asia yang mempunyai income tinggi, memperlihatkan bahwa rata-rata panjang perjalanan yang dilakukan masyarakat di kota metropolitan dari tiga negara yang diteliti untuk Kota Kuala Lumpur-Malaysia 2,7 km, untuk masyarakat Kota Manila-Filipina 4 km, dan panjang perjalanan masyarakat Kota Chengdu-Cina mencapai 9 km. Khusus untuk Kota Metropolitan DKI Jakarta, saat ini telah tersedia moda angkutan umum penumpang komuter berupa BRT Transjakarta. Khusus untuk kota satelit, pada umumnya tidak terjangkau oleh komuter berupa BRT Transjakarta, namun beberapa kota satelit sudah menyediakan feeder untuk Transjakarta tersebut. Mengingat kinerja angkutan umum penumpang harus memenuhi syarat dan mencakup berbagai hal yang meliputi daerah pelayanan dan jangkauan rute, struktur dan ruang rute, rute secara langsung dan mudah, panjang rute, duplikasi rute, headway, frekuensi, standar muatan, dan kecepatan perjalanan NCHRP, 1980. Mengingat tingginya calon penumpang dari kota satelit dan di kota utama, maka semuanya harus dilayani dengan baik, dengan tetap mengikuti konsep pembangunan berkelanjutan, yakni pembangunan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini tanpa merusak kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya WCED, 1987. Adapun konsep pembangunan berkelanjutan pada bidang transportasi, harus dapat memberikan kenyamanan bagi warga kota dan lingkungan dengan beberapa kriteria. Kriteria-kriterianya antara lain pengoperasian transportasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas udara, mengurangi pencemaran, mengurangi kebisingan dan mengurangi dampak lalu lintas, meningkatkan keselamatan, mengurangi kecelakaan lalu lintas, dan mengurangi konsumsi energi. Transportasi berkelanjutan dalam arti yang lebih luas merupakan usaha untuk menurunkan tingkat kemacetan, menghemat biaya fasilitas, meningkatkan keselamatan, meningkatkan pergerakan non kendaraan, menggunakan lahan secara efisien, sehingga menghasilkan mobilitas yang tinggi untuk setiap kendaraan Litman, 2004. Berdasarkan hal tersebut maka masalah transportasi harus ditanggulangi sebaik mungkin baik maupun oleh pemerintah Kota Metropolitan DKI Jakarta, oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Tanggerang Selatan dan pengelola Kota Baru BSD dengan tetap mengikuti konsep pembangunan transportasi yang berkelanjutan, yang salah satu caranya dapat dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana komuter sebaik mungkin. Tersedianya Organisasi Pengelola Lingkungan, Pada pengelolaan lingkungan, harus ada yang mengerakan agar dilakukan pengelolaan lingkungan. Hal ini berlaku untuk berbagai lokasi, termasuk di dalamnya untuk Kota Baru BSD. Agar pengelolaan lingkungan berjalan dengan baik, dan untuk menjamin kelestarian lingkungan, maka di lokasi kota baru harus tersedia organisasi pengelola lingkungan, atau dengan kata lain harus dibentuk kelembagaannya. Dalam rangka mensukseskan kegiatan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kelembagaan pengelolaan lingkungan kawasan kota baru yaitu: 1 pengelolaan kegiatan pengelolaan lingkungankawasan memerlukan hubungan antar lembaga yang terintegrasi, 2 pengelolaan kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan memerlukan partisipasi stakeholder, 3 pengelolaan kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan memerlukan sumber dana yang memadai, 4 memerlukan media konsultatif antara stakeholder kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan, 5 memerlukan kepedulian masyarakat dan institusi masyarakat lokal untuk mengontrol jalannya kelembagaan kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan, 6 memerlukan perangkat hukum yang jelas agar pengelolaan lingkungan berjalan dengan baik, dan 7 memerlukan kolaborasi dengan pemerintah setempat dan pemerintah pusat serta dengan pihak lain, misalnya perguruan tinggi, kalangan industri dan pengelola kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan lainnya. Untuk itu maka dalam rangka mensukseskan kegiatan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, maka hal yang harus diperhatikan dan harus segera diadalkan adalah membentuk struktur organisasi kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan Kota Baru BSD. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Jalan yang Efektif dan Efisien Pada sistem transportasi hal yang ideal dilakukan adalah menyesuaikan dengan tujuan proyek transportasi, tetapi harus tetap mengacu pada aspek ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga sistem transportasi tersebut menjadi berkelanjutan, dan mampu mewujudkan agar orang tidak bergantung pada penggunaan kendaraan pribadi. Oleh karena itu maka keberlanjutan transportasi harus dapat memenuhi beberapa tujuan: 1 dapat meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan transportasi umum; 2 tersedia lokasi untuk berjalan dan bersepeda yang lebih menarik; 3 dapat mengurangi kebutuhan perjalanan; 4 dapat mengurangi bahkan membuang hambatan psikologi dan mendukung kebijakan publik untuk menggunakan kendaraan alternatif; dan 5 membuat image bahwa transportasi menjadi sebuah komponen penting untuk strategi perencanaan ruang suatu wilayah Paulley dan Pedler, 2000. Oleh karena itu maka harus ada pelayanan sebaik mungkin pada penumpang. Adapun faktor penting dalam menentukan kualitas pelayanan adalah perceived quality yaitu tingkat kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pengguna, dimana kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pengguna dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman layanan sebelumnya Cronin dan Taylor, 1992. Pada dasarnya menciptakan transportasi berkelanjutan tidaklah mudah, dan tidak hanya sekedar keberadaan jalan padat atau tidak padat. Hal ini sesuai dengan pendapat Cook et al. 2004 yang mengatakan bahwa kriteria evaluasi masyarakat terhadap sistem transportasi berkelanjutan adalah: 1 teknologi baru; 2 sangat cepat; 3 langsung; 4 tidak menunggu; 5 antrian sedikit; 6 dapat memilih perjalanan sendiri; 7 tidak mengalami frustasi; 8 baik bagi lingkungan; 9 tidak berdebat dengan supir; 10 tidak kuatir seorang diri berada di angkutan; 11 mudah dinaiki; 12 tidak ada supir; dan 13 lebih dapat diakses dari pada moda angkutan umum lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Jeon dan Amekudzi, 2005 yang mengatakan bahwa sistem transportasi dikatakan berkelanjutan apabila dapat memberikan penyelesaian yang efektif dan efisien kepada pemakainya seperti adil dan aman mengakses pelayanan ekonomi dan sosial mendasar, harus meningkatkan pembangunan ekonomi dan tidak membahayakan lingkungan. Menurut Litman 2008 keberlanjutan mobilitas tersebut dapat dicapai dengan cara: 1 meningkatkan aksesibilitas dan memaksimalkan penggunaan ruang; 2 meningkatkan bagian moda transportasi yang bersahabat secara lingkungan misalnya angkutan umum, sepeda, berjalan dan lain-lain; 3 mengurangi kemacetan; 4 meningkatkan keselamatan; 5 mengurangi pencemaran udara, kebisingan dan gangguan pemandangan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pada konsep transportasi berkelanjutan, kegiatan manusia yang berkaitan dengan pergerakan manusia dan barang seharusnya terjadi dengan cara-cara yang berkelanjutan baik secara lingkungan, sosial dan ekonomika. Berdasarkan hal tersebut maka dalam rangka membuat transportasi yang berkelanjutan, sehingga dapat mendukung pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD yang baik, maka hal yang harus diperhatikan dan harus segera diadakan adalah menyediakan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien di kawasan Kota Baru BSD dan menuju ke atau dari kota utama dan kota satelit lainnya. Pada penelitian ini, selain terdapat lima parameter kunci seperti diuraikan di atas, pada analisis prospektif juga diperoleh enam buah faktor penghubung yakni faktor yang mempunyai pengaruh yang besar namun juga ketergantungannya juga besar Bourgeois dan Jesus, 2004. Adapun ke enam faktor penghubung yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, namun memiliki ketergantungan pada faktor lainnya yang cukup besar. Mengingat ke enam faktor pengungkit tersebut mempunyai pengaruh yang besar, maka jika kita menginginkan keberhasilan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD, ke enam faktor pengungkit tersebut juga harus diperhatikan dengan seksama. Adapun faktor-faktor tersebut adalah keberadaan kawasan bisnis, keberadaan kawasan industri, ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair, ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri cair, kompetensi pengelola kawasan kota baru dan egosektoral dalam pengelolaan lingkungan Gambar 26. Gambar 26. Pemetaan faktor pengungkit pada pengelolaan lingkungan kawasan Kota Baru BSD 5 6 3 13 16 7 10 8 18 20 14 12 15 4 9 12 17 21 22 11 Keterangan gambar: 1. ketersediaan air bersih 2. manajemen banjirbencana 3. permasalahan transportasi 4. pencemaran udaraemisi 5. ketersediaan pengolah limbah cair 6. keberadaan kawasan bisnis 7. tingkat pengangguran 8. keberadaan kawasan industri 9. keberadaan pertokoan kawasan 10. pengaruh keberadaan BSD pada nilai sosial budaya lokal 11. keragaman budaya dalam masyarakat 12. konflik dengan masyarakat lokal 13. ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah domestik cair 14. ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan limbah industri cair 15. ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang efektif dan efisien 16. ketersediaan sarana dan prasarana komuter 17. kompetensi pengelola kawasan kota baru 18. egosektoral dalam pengelolaan lingkungan 19. konsistensi penegakan hukum 20. tersedianya organisasi pengelola lingkungan 21. intensitas pelanggaran hukum 22. sinkronisasi peraturan dengan pusat Berdasarkan hasil analisis prospektif tersebut diatas, memperlihatkan bahwa hasil analisis prospektif pada dasarnya telah sesuai dengan kondisi lapangan di lokasi tersebut, pada saat dilakukan penelitian. Ke lima faktor kunci tersebut harus benar- benar diperhatikan dalam pengembangan pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD. Hal ini diperlukan mengingat kondisi eksisting pengelolaan lingkungan di kawasan Kota Baru BSD memperlihatkan kurang berkelanjutan, dan hanya dimensi ekonomi, dimensi infrastruktur dan teknologi serta dimensi hukum dan kelembagaan yang memperlihatkan status yang cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi sosial budaya dan dimensi ekologi masih ada dalam status yang kurang berkelanjutan. Upaya- upaya untuk meningkatkan status berkelanjutan kawasan kota baru ini sangat perlu dilakukan mengingat kawasan Kota Baru BSD dalam kondisi seperti ini saja sudah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di dalamnya .

5.3. Model Pengelolaan Lingkungan Kota Baru BSD

Pertumbuhan kota metropolitan dan kota satelitnya seperti kota baru yang cepat seringkali menimbulkan berbagai implikasi negatif, seperti kurang mampunya infrastruktur perkotaan dalam menampung aktivitas warga, pelayanan publik yang kurang baik akibat dari minimnya SDM yang tersedia, timbulnya masalah sosial seperti pengangguran, kriminalitas dan kemiskinan, dan rendahnya kualitas lingkungan berupa terjadinya polusi udara, tanah dan air, dsb. Adapun salah satu permasalahan rendahnya kualitas lingkungan seringkali berhubungan erat dengan besarnya jumlah penduduk, besarnya kegiatan bisnis seperti industri, pertokoan, dsb serta tingginya kegiatan pembakaran BBF terutama pada kegiatan transportasi dan kegiatan industri. Dalam rangka mensukseskan pengelolaan lingkungan yang baik di kotabaru, maka terlebih dahulu dibuatmodel dinamikpengelolaan lingkungan kota baruyang berkelanjutan, yang nantinya diharapkan akan memberikan arah pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baru. Pada pembuatan model ini terlebih dahulu dilakukan identifikasi sistem yakni suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan. Hasil identifikasi sistem dengan menggunakan model diagram input output atau diagram lingkar sebab-akibat. Adapun diagram sebab akibat model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baru dapat dilihat pada Gambar 27 sedangkan stockflow diagram-nya dapat dilihat pada Gambar 28. Model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baru pada penelitian ini dibedakan atas dua submodel yaitu 1 submodel lingkungan, 2 submodel ekonomi dan sub model sosial. Ketiga sub model tersebut merupakan rangakian dari beberapa variabel-variabel yang saling berhubungan dan berinteraksi antara satu elemen dengan elemen lainnya sehingga terbentuk suatu model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baru.

5.3.1. Submodel lingkungan

Submodel lingkungan dalam model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baru, merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel- variabel dalam model pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di kota baruterhadap keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat causal loop pada Gambar 27. Gambar 27. Diagram lingkar sebab-akibat pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan