Dimensi Hukum dan Kelembagaan

Gambar 22. Indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan Kota Baru BSD Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi hukum dan kelembagaan terdiri dari delapan atribut, yaitu: 1 tersedianya organisasi pengelola lingkungan, 2 keberadaan peraturan perundang- undangan tentang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di lingkup kawasan kota baru, 3 kompetensi pengelola kawasan kota baru, 4 sinkronisasi peraturan dengan pusat, 5 kelengkapan dokumen pengelolaan lingkungan, 6 intensitas pelanggaran hukum, 7 egosektoral dalam pengelolaan lingkungan, dan 8 konsistensi penegakan hukum. Dalam rangka melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indek keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan dilakukan analisis laverage. Berdasarkan hasil analisis laverage diperoleh enam atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan yaitu 1 kompetensi pengelola kawasan kota baru, 2 egosektoral dalam pengelolaan lingkungan, 3 konsistensi penegakan hukum, 4 tersedianya organisasi pengelola lingkungan, 5 intensitas pelanggaran hukum, dan 6 sinkronisasi peraturan dengan pusat. Atribut-atribut tersebut perlu dikelola dengan baik agar nilai indeks RAPPERUMTES Ordination Down Up Bad Good -60 -40 -20 20 40 60 -20 20 40 60 80 100 120 Status Permukiman 59,95 keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan ini meningkat untuk masa yang akan datang. Adapun hasil analisis laverage dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 23. Gambar 23. Peran masing-masing atribut dimensi hukum dan kelembagaan yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai root mean square RMS. Pada dasarnya terdapat berbagai hal yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan kelestarian lingkungan di kawasan kota baru, baik di kawasan permukimannya maupun di lokasi lain di kota baru. Adapun hal-hal yang sangat penting tersebut adalah kompetensi pengelola kawasan kota baru. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat keberhasilan pengelolaan lingkungan akan sangat tergantung pada kompetensi pengelolanya. Pengelola yang kompeten di bidangnya pada umumnya akan memahami apa yang harus dilakukan dalam melakukan pengelolaan lingkungan sekaligus akan mengetahui parameter kunci dan trik-trik implementasi pengelolaan lingkungan, sehingga pengelolaan dapat dilakukan dengan baik dan relatif akan berhasil dengan baik. Pada pengelolaan lingkungan, termasuk di kota baru, seringkali egosektoral dalam pengelolaan lingkungan sangat kental terjadi terutama antara dinas-dinas di kabupaten atau kota yang berkepentingan. Kondisi ini seringkali mengakibatkan gagalnya pengelolaan lingkungan di satu wilayah. Selain adanya egosektoral, hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah konsistensi penegakan hukum. Ada indikasi bahwa Leverage of Attributes 4.02 1.45 1.51 4.24 3.61 4.82 4.68 4.48 1 2 3 4 5 6 Intensitas pelanggaran hukum Keberadaan peraturan pengelolaan SDA Kelengkapan dokumen pengelolaan lingkungan Organisasi pengelola lingkungan Sinkronisasi peraturan dgn pusat Kompetensi pengelola kota baru Egosektoral dalam pengelolaan lingkungan Konsistensi penegakan hukum Attribute Root mean square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Status scale 0 to 100 penegakan hukum di Indonesia belum berjalan dengan baik, sehingga kondisi ini mengakibatkan tidak menariknya masyarakat atau perusahaan untuk berpartisipasi melakukan pengelolaan lingkungan. Untuk itu maka hal ini harus menjadi perhatian yang cukup serius bukan hanya di lokasi penelitian namun untuk Indonesia secara keseluruhan. Atribut sensitif yang harus diperhatikan agar dimensi hukum dan kelembagaan berlanjut dengan baik atau bahkan sangat baik adalah tersedianya organisasi pengelola lingkungan. Adanya kelembagaan ini secara tidak langsung juga akan membangun “wadah” jaringan kerjasama antara stakeholders yang berfungsi sebagai jaringan kerjasama dan koordinasi. Pihak yang membentuk wadah tersebut dapat terdiri dari beberapa unit seperti masyarakat, pengembang, pemerintah dan instansi terkait. Adapun prinsip organisasi tersebut adalah pelibatan stakeholders yang peduli dan berkepentingan terhadap kegiatan pengelolaan lingkungan kawasan, danketerlibatan stakeholder akan lebih bersifat terbuka, berdasarkan kesetaraan dan partisipasi, mekanisme negosiasi yang saling menguntungkan, berkeadilan, keputusan berdasarkan prinsip demokrasi. Atribut sensitif yang harus diperhatikan agar dimensi hukum dan kelembagaan berlanjut dengan baik adalah masih tingginya intensitas pelanggaran hukum. Hal ini terjadi karena kompetensi pengelola kawasan kota baru, para penegak hukum serta pihak eksekutif dan legislatif yang relatif belum mempunyai kompetensi yang baik dalam melakukan pengelolaan lingkungan. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan relatif kurang dapat membedakan mana yang betul-betul benar dan mana yang sesungguhnya salahkelirukurang pas. Atribut sensitif yang harus diperhatikan agar dimensi hukum dan kelembagaan berlanjut dengan baik adalah sinkronisasi peraturan dengan pusat. Dalam hal ini seringkali tata tertib dalam masyarakat dan di kawasan kotabaru dapat saja tidak sinkron, sehingga akan membuat kebingungan masyarakat bawah yang pada akhirnya berujung pada gagalnya pengelolaan lingkungan di kawasan kota baru.

5.2.6. Multidimensi

Hasil analisis Rap-KOBA multidimensi pengelolaan lingkungan kota baru yang keberlanjutan dilakukan berdasarkan kondisi eksisting, diperoleh nilai indeks keberlanjutan sebesar 46,75 dan termasuk dalam status kurang berkelanjutan. Nilai ini diperoleh berdasarkan penilaian 45 atribut dari lima dimensi keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, dan infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan. Hasil analisis multidimensi dengan Rap-KOBA mengenai pengelolaan lingkungan Kota Baru BSD memperlihatkan bahwa diantara kelima dimensi tersebut, dimensi yang mempunyai indeks keberlanjutan paling tinggi adalah dimensi hukum dan kelembagaan, diikuti dimensi ekonomi dan infrastruktur dan teknologi yang keduanya masuk pada kategori berkelanjutan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa dimensi hukum dan kelembagaan, dimensi ekonomi dan infrastruktur serta dimensi teknologi dan ketiga dimensi tersebut masuk pada kategori cukup berkelanjutan. Namun dimensi ekologi masuk pada kategori belum berlanjut, serta dimensi sosial budaya masuk pada kategori buruk Atribut-atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan multidimensi berdasarkan hasil analisis laverage masing-masing dimensi sebanyak 22 atribut. Atribut-atribut ini perlu dilakukan perbaikan ke depan untuk meningkatkan status keberlanjutan pengelolaan lingkungan di Kota Baru BSD. Perbaikan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitas atribut yang mempunyai dampak positif terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan dan menekan sekecil mungkin atribut yang berpeluang menimbulkan dampak negatif atau menurunkan nilai indeks keberlanjutan kawasan. Hasil analisis dengan menggunakan Rap-KOBA MDS diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 42,22 dengan status kurang berkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 53,17 dengan status cukup berkelanjutan, dimensi sosial-budaya sebesar 26,49 dengan status tidak berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi sebesar 52,20 dengan status cukup berkelanjutan, dan dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 59,95 dengan status cukup berkelanjutan. Atribut-atribut yang dinilai oleh para pakar tersebut didasarkan pada kondisi eksisting wilayah. Adapun nilai indeks lima dimensi keberlanjutan hasil analisis Rap-KOBA dapat dilihat pada Gambar 24. Pada konsep pembangunan berkelanjutan harus mengintegrasikan setidaknya aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Konsep ini pada dasarnya telah disepakati secara global sejak diselenggarakannya United Nation Conference on The Human Environment di Stockholm tahun 1972, dengan harapan agar dapat memenuhi kebutuhan generasi