Latar Belakang A Model for environment control of sustainable new town development. (case study new town development of Bumi Serpong Damai

2 pelayanannya, tempat berkarya, tempat rekreasi, serta prasarana penggerakan dan sarana perhubungan. Konsep kota baru dirancang untuk dapat menunjang aktivitas pada kota yang menjadi pusat kegiatan dengan tujuan utama mengatasi masalah kependudukan Simmonds dan Hack, 2000. Beberapa kota baru yang dapat diambil contoh dari best practice negara-negara yang sedang menjalankan konsep yang sama yaitu Kota Baru Putra Jaya dan Cyberjaya di Malaysia yang dikonsep untuk memecah konsentrasi permukiman di Kuala Lumpur yang sudah terlalu padat dan Cyberjaya yang dikonsep khusus sebagai kota baru yang fokus utamanya diperuntukkan sebagai kota industri. Kota baru telah dikembangkan dan dibangun di beberapa kabupatenkota yang ada di Indonesia, diantaranya di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan sebagainya. Dalam pembangunan kota baru, idealnya termasuk pada kategori sebagai berikut, yakni i kota yang lengkap, yang ditentukan, direncanakan dan dibangun di suatu wilayah yang belum terdapat konsentrasi penduduk, ii kota yang dibangun lengkap dalam rangka meningkatkan kemampuan dan fungsi permukiman atau kota kecil yang telah ada di sekitar kota besar utama untuk membantu pengembangan dan mengurangi kota induk, iii kota yang mandiri, mampu memenuhi pelayanan kebutuhan serta kegiatan usahanya sendiri atau sebagian besar penduduknya self contained new town, iv lingkungan permukiman skala besar untuk mengatasi kekurangan perumahan di suatu kota besar secara fungsional umumnya masih bergantung pada kota induknya dependent town, sehingga dapat disamakan dengan kota satelit dari kota utamakota inti. Pada kenyataannya, kota baru yang ada di Indonesia tidak sepenuhnya mengikuti kategori tersebut di atas. Bahkan bukan hanya itu, pada pembangunan kota baru juga kerap terjadi penyimpangan mulai dari tahap perencanaan, tahap implementasi, dan kebijakan pengembangannya. Selain itu juga seringkali terjadi ketidak-sesuaian pada aspek regulasi, misalnya terkait dengan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah kabupatenkota maupun RTRW provinsi beserta rencana rincinya. Dalam prakteknya, pembangunan kota baru di suatu wilayah kabupatenkota induk sangat ditentukan oleh perusahaan pengembang yang memperoleh ijin prinsip untuk pembebasan tanah. Lokasi kota baru yang akan dikembangkan tergantung kepada lokasi tanah yang 3 berhasil dibebaskan pengembang, yang tidak harus sama dengan rencana lokasi semula yang tercantum dalam dokumen ijin prinsip. Hal lain yang juga sering terjadi adalah masih minimnya peran pemerintah pusat serta belum diimplementasikannya kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Pada prakteknya, pemerintah pusat tidak terlibat dalam proses pembangunan kota baru di Indonesia. Penentuan lokasi suatu rencana kota baru, misalnya, selayaknya mempertimbangkan lokasi relatif dari kota-kota yang sudah ada, karena kota-kota tersebut membentuk suatu jaringan kota-kota dalam suatu sistem yang mendukung jaringan kegiatan sosial ekonomi, distribusi barang dan jasa, serta kegiatan sosial budaya penduduk. Sebagai suatu sistem kota, dan mencakup beberapa ukuran kota dengan fungsi masing-masing yang saling tergantung, keberadaan kota-kota tersebut terletak pada suatu wilayah yang cukup luas, yang melebihi batas-batas wilayah provinsi untuk ukuran di Indonesia atau bahkan antar pulau. Dengan demikian, minimnya keterlibatan pemerintah pusat dalam proses pengembangan kota-kota baru di Indonesia, akan dibayar mahal oleh masyarakat di kawasan kota baru maupun kawasan di sekitarnya. Permasalahan lingkungan, misalnya berupa bencana banjir yang frekuensinya makin sering, pencemaran udara dan pencemaran air, penurunan muka air tanah dan intrusi air laut, adalah beberapa permasalahan lingkungan yang akan dihadapi. Permasalahannya adalah bahwa bencana lingkungan tersebut akan terjadi dalam suatu kurun waktu yang cukup panjang, yang memungkinkan para pengambil keputusan tidak segera menyadarinya. Model-model kota baru yang ada di Indonesia, diantaranya terdapat di Batam Batam Centre, Jakarta Bumi Serpong Damai, dan Semarang Bukit Semarang Baru. Dari berbagai kota baru yang sudah terbangun dan menurut pengamatan telah dikembangkan dengan relatif baik dan menarik untuk dikaji adalah kota baru Bumi Serpong Damai BSD yang berlokasi di Provinsi Banten. BSD terletak sekitar 30 km 18,6 mil ke arah barat daya Jakarta dan telah diresmikan pada 16 Januari 1989. Pembangunan BSD belum seluruhnya selesai, dari luas kawasan yang direncanakan 6.000 Ha, baru 25-nya yang telah dibangun untuk perumahan, perdagangan, fasilitas sosial fasos dan fasilitas umum fasum. Dari 600.000 jiwa orang yang direncanakan bertempat tinggal di BSD, saat ini baru dihuni oleh 80.000 jiwa. Dari rencana pembangunan rumah sebanyak 140.000 unit, hingga 4 tahun 2004 baru sebanyak 14.338 unit rumah dengan berbagai tipe yang telah dibangun. Pembangunan Kota Baru BSD ini direncanakan akan selesai pada tahun 2020 dari target semula tahun 2014 Arifin dan Dillon, 2005. Pembangunan kota baru pada umumnya dan Kota Baru BSD pada khususnya, mempunyai tujuan utama untuk membangun ekonomi nasional melalui pengembangan ekonomi lokal. Pembangunan ini juga telah memberi kontribusi dari sisi pertumbuhan ekonomi nasional dan pertumbuhan penduduk. Namun dilain pihak, aspek lingkungan ekologi belum mendapat perhatian yang lebih serius. Hal ini terlihat dari menurunnya daya dukung lingkungan yang terjadi di wilayah perkotaan, terjadinya musibah banjir dengan frekuensi yang lebih sering, terjadinya konflik sosial baik secara vertikal maupun horizontal, dan permasalahan-permasalahan lainnya. Untuk itu maka pembangunan kota baru di masa yang akan datang, tidak boleh hanya memperhatikan aspek ekonomi, namun juga harus memperhatikan aspek ekologi dan aspek sosial- budaya, sehingga kota baru yang dibangun akan menjadi kota baru yang berkelanjutan. Dalam rangka menciptakan kota baru yang berkelanjutan, sebenarnya pemerintah sudah membuat komitmen terhadap kesepakatan internasional Millenium Development Goals MDG 2015, Habitat, serta Protocol Kyoto. Namun demikian, implementasi kebijakan tersebut sangat sulit dilakukan. Selain itu juga disinyalir ada indikasi salah memaknai dalam mengartikan lingkungan pada pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, mengingat lingkungan lebih diartikan dalam arti sempit. Oleh karena itu, maka pembangunan berkelanjutan hingga saat ini masih merupakan slogan yang sudah dikenal namun maknanya masih belum dimengerti secara baik dan benar. Kondisi yang sama juga terjadi pada pembangunan dan pengembangan kota-kota baru yang justru tidak fokus pada permasalahan yang sedang dihadapi, yaitu permasalahan kependudukan dan keterbatasan lahan untuk permukiman. Kota-kota baru yang sedang berkembang ini justru malah menimbulkan permasalahan-permasalahan baru, terutama terkait dengan masalah lingkungan, masalah banjir, permasalahan penyediaan infrastruktur, pencemaran air dan udara, dsb. Namun yang paling mengkhawatirkan dari pembangunan kota baru adalah timbulnya pencemaran air dan udara. Ada berbagai kemungkinan sulitnya mengimplementasikan kebijakan yang ada dan sulitnya mencegah terjadinya pencemaran air dan udara akibat dari pembangunan kota baru, diantaranya adalah kebijakan tersebut dibuat dengan tanpa melihat kondisi 5 eksisting di lapangan, dan dibuat dengan tanpa melibatkan masyarakat dan stakeholders yang berkepentingan, serta kebijakan yang dibuat tidak bersifat terpadu lintas sektoral dan belum bersifat holistik. Atas dasar itu, maka dalam rangka menciptakan kota baru yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran air dan udara serta kerusakan lingkungan akibat dibangunnya kota baru, maka perlu dicari alternatif kebijakan yang paling ideal untuk kota baru dan parameter kunci apa yang ada pada pengelolaan kota baru. Perlu dirumuskan model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru yang berkelanjutan, sehingga pembangunan kota baru akan bermanfaat dari aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, dengan melibatkan pendapat dan keinginan masyarakat serta pendapat dan keinginan para stakeholders lintas departemen terkait sehingga lebih mudah diimplementasikan.

1.2. Perumusan Masalah

Menurut Golany 1976, yang dimaksud dengan kota baru adalah suatu kota yang direncanakan, didirikan dan kemudian dikembangkan secara lengkap di atas suatu wilayah yang sama sekali baru setelah ada kota atau kota-kota lainnya yang telah tumbuh dan berkembang terlebih dahulu. Idealnya, kota baru merupakan permukiman yang dibangun di atas lahan dalam skala besar, sehingga memungkinkan untuk menunjang kebutuhan berbagai jenis dan harga tempat tinggal serta kegiatan kerja bagi masyarakat di dalam lingkungan kota itu sendiri. Salah satu contoh kota baru yang hingga saat ini diharapkan akan mendekati definisi tersebut di atas adalah Kota Baru Bumi Serpong Damai BSD. Permasalahan dari pembangunan kota-kota baru adalah relatif belum adanya konsep yang jelas dan terintegrasi antara kebutuhan perumahan, pengaturan aktivitas dan fungsi kawasan, serta keseimbangan alam dan adanya kerusakan lingkungan dan pencemaran akibat terbangunnya kota baru. Sesuai prinsip kota berkelanjutan yang dikemukakan Fauzi 2004, bahwa keberlanjutan memuat tiga hal yang harus seimbang yaitu antara ekonomi, lingkungan, dan sosial. Begitu`pula menurut Munasinghe 1993, pembangunan kota berkelanjutan mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial. Tujuan ekonomi terkait dengan masalah efisiensi dan pertumbuhan. Tujuan ekologi terkait dengan masalah konservasi sumberdaya alam. Tujuan sosial terkait dengan masalah pengurangan kemiskinan dan pemerataan. Dengan 6 demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya terletak pada adanya harmonisasi antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial. Dalam hal ini ada indikasi bahwa terdapat sebuah benang merah yang relatif masih terputus karena pembangunan kota-kota baru justru melanggar beberapa hal yang terkait dengan keseimbangan alam dan lingkungan serta mengakibatkan terjadinya pencemaran, adanya ketidak jelasan fungsi kawasan yang ada pada kota baru tersebut serta orientasi yang masih lebih menekankan pada profit, dan masih belum menekankan pada prinsip keberlanjutan kota baru tersebut. Sesuai dengan tujuan pembangunan ideal, maka pembangunan kota baru mandiri, diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan pengembangan wilayah, mampu menampung kelebihan penduduk, menahan arus migrasi yang mengarah ke Jakarta, dan diharapkan mampu meningkatkan taraf ekonomi kawasan. Namun demikian sejalan dengan pembangunan kota baru mandiri ini seperti yang terjadi di Kota Baru BSD, muncul berbagai permasalahan, diantaranya muncul berbagai dampak negatif terhadap lingkungan yang akan merugikan, baik ditinjau dari skala lokal, regional maupun skala nasional. Selain itu juga muncul kesenjangan sosial antara penghuni BSD dan masyarakat sekitarnya, muncul berbagai konflik baik konflik horizontal maupun konflik yang vertikal, serta muncul berbagai permasalahan lainnya seperti adanya bencana banjir di lokasi sekitar, terjadi pencemaran air dan udara serta berbagai kerusakan lingkungan lainnya. Untuk lebih jelasnya kerangka permasalahan penelitian tersebut disajikan pada Gambar 1. Dengan demikian, berdasarkan informasi dan uraian sebelumnya, maka muncul pertanyaan penelitian pada pembangunan kota baru mandiri antara lain adalah: 1. Bagaimana kondisi lingkungan di kawasan Kota Baru BSD dan sekitarnya berdasarkan kondisi kualitas air dan udara di kota baru? 2. Bagaimana status keberlanjutan pengelolaan lingkungan di Kota Baru BSD? 3. Faktor apa yang perlu diperhatikan dalam pengendalian lingkungan di Kota Baru BSD secara berkelanjutan? 4. Bagaimana model pengendalian lingkungan dalam pembangunan Kota Baru BSD yang berkelanjutan? 5. Apa strategi kebijakan kota baru yang berkelanjutan?