Dari wawancara diatas terlihat bahwa anak pemilik warteg
cenderung berperilaku nakal di sekolah untuk mendapatkan perhatian dari guru dan teman-temannya. Ini terjadi karena anak pemilik warteg
kurang mendapatkan perhatian di rumah. Selain nakal, anak pemilik warteg juga cenderung malas dan
kurang peduli dengan kewajibannya. Contohnya : malas bangun pagi, mengerjakan PR, dan sebagainya. Ini terjadi karena mereka tidak pernah
mendapat pengasuhan yang tegas yang mengharuskan mereka mematuhi aturan ataupun mengerjakan sesuatu. Para agen sosialisasi pengganti
hanya memerintahkan satu atau dua kali, jika anak tidak mau ya dibiarkan saja.
4. Dampak Terhadap Prestasi Sekolah
Pola asuh yang diberikan orangtua maupun agen sosialisasi pengganti akan berpengaruh pada kegiatan belajar anak. Anak pemilik
warteg memiliki motivasi belajar yang rendah, ini terjadi karena kurangnya dorongan dan motivasi dari orangtua maupun dari agen
sosialisasi penggantinya. Motivasi belajar anak sangat bergantung dari motivasi yang diberikan oleh sekolah. Di rumah anak belajar sendiri,
khususnya yang hanya tinggal dengan kakekneneknya saja. Bagi yang tinggal dengan kakakpamanbuliknya terkadang masih bisa mengajari
anak ketika mendapatkan kesulitan dalam belajar. Motivasi belajar yang rendah ini jelas berdampak pada prestasi
belajar anak di sekolah. Prestasi belajar anak pemilik warteg cenderung
rendah. Namun tidak semua anak pemilik warteg prestasi belajarnya rendah di sekolah, seperti yang diutarakan oleh Ibu Susi Purwanti sebagai
berikut : “ Anak pemilik warteg kebanyakan emang nakal mba, mungkin
karena untuk cari perhatian ya. Tapi kalo untuk masalah prestasi nggak semuanya jelek. Ada kok anak pemilik warteg yang masuk
ranking 10 besar, Dinda contohnya. Semua tergantung kecerdasan anaknya masing-masing. Ada anak pemilik warteg yang semangat
dan kesadaran belajarnya tinggi, tapi banyak juga yang rendah.
Nggak bisa disamaratakan mba “ wawancara pada 18 Maret 2013 Berdasarkan wawancara diatas terlihat bahwa prestasi belajar anak
pemilik warteg tidak semuanya rendah, tergantung dari kecerdasan dan potensi yang dimiliki masing-masing anak. Ada anak yang cepat dalam
menerima pelajaran, ada pula yang lambat. Selain di bidang akademik, ada anak pemilik warteg yang memiliki prestasi di bidang seni kaligrafi,
yakni Mohammad Faris yang neraih juara satu lomba kaligrafi tingkat Kota.
102
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Pola pengasuhan yang diterapkan keluarga pemilik warteg di Kecamatan
Margadana antara keluarga satu dengan keluarga lainnya berbeda-beda, namun pola pengasuhan yang dominan adalah pola asuh campuran antara permisif dan
demokratis. Pola asuh permisif dimana orangtua memberikan kebebasan dan cenderung memanjakan anak diterapkan pada anak usia 0-5 tahun dan anak
usia 6-12 tahun. Pada usia 0-5 tahun anak ikut serta orangtua tinggal di warteg sedangkan usia 6-12 tahun anak tinggal dengan agen sosialisasi penggantinya
di rumah di Tegal. Pola permisif diterapkan pada anak usia 0-5 tahun karena kesibukan orangtua bekerja, anak hampir selalu dituruti keinginannya agar
tidak rewel dan tidak menangis. Pola permisif diterapkan pada anak usia 6-12 tahun karena jarak orangtua yang jauh dengan anak sehingga anak lebih bebas
dan jauh dari pantauan orangtua, disamping itu orangtua cenderung memanjakan ketika pulang. Pada saat tertentu orangtua juga menerapkan pola
asuh demokratis, dimana orangtua dan anak saling memberi dan menerima saran, orangtua luwes dan fleksibel dalam mengasuh anak.