Landasan Teori KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

15 barulah orang tua bertindak. Pada pola ini pengawasan menjadi sangat longgar. Berbagai pola atau cara orang tua mendidik dan mengasuh anak ini memberikan dampak yang berbeda-beda pada anak. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap orang lain. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah, cemas dan terkesan menarik diri. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang implusif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri.

B. Landasan Teori

Dalam landasan teori ini akan diberikan gambaran mengenai teori yang akan digunakan oleh peneliti untuk mengananlisis pola pengasuhan anak pada keluarga pemilik warteg di Kecamatan Margadana Kota Tegal. Teori yang relevan dengan penelitian ini adalah teori sosialisasi Peter L. Berger. Sosialisasi adalah proses melalui mana seorang anak belajar menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat Berger dan Luckman, 1990:185. Proses belajar ini juga sering diistilahkan dengan proses sosialisasi yaitu proses yang membantu individu melalui proses belajar dan penyesuaian diri bagaimana cara berpikir dalam kelompok tersebut. 16 Proses sosialisasi individu mempunyai fase-fase tertentu, mulai dari fase sosialisasi dalam rumah tangga sampai pada masyarakat luas. Tahap-tahap sosialisasi menurut Berger dan Luckman 1990:185-210 : 1. Sosialisasi primer Sosialisasi primer adalah sosialisasi pertama yang dialami oleh individu dalam masa kanak-kanak, yang dengan itu ia menjadi anggota masyarakat. Sosialisasi primer merupakan sosialisasi yang paling penting bagi individu, dan bahwa struktur dasar dari semua sosialisasi sekunder harus mempunyai kemiripan dengan struktur dasar sosialisasi primer. Sosialisasi primer berlangsung dalam keluarga. Tiap individu dilahirkan ke dalam suatu struktur sosial yang obyektif di mana ia menjumpai orang-orang yang berpengaruh dan yang bertugas mensosialisasikannya. Orang-orang yang berpengaruh itu ditentukan begitu saja baginya bagi anak. Anak tidak dapat memilih dengan siapa ia ingin diajarkan bersosialisasi. Sosialisasi primer tidak semata-mata berisi pembelajaran secara kognitif. Sosialisasi primer berlangsung dalam hubungan emosional yang tinggi antara anak dengan agen sosialisasi primernya. Tanpa hubungan emosional tersebut, maka proses belajar itu akan menjadi sulit. Anak akan mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang yang mempengaruhinya dengan berbagai cara emosional. Apapun cara itu, internalisasi hanya berlangsung dengan berlangsungnya identifikasi. 17 Dan melalui identifikasi dengan orang-orang yang berpengaruh itu si anak menjadi mampu untuk mengidentifikasi dirinya sendiri, untuk memperoleh identitas secara subjektif koheren dan masuk akal. Sosialisasi primer menciptakan kesadaran pada anak tentang peranan dan posisinya dalam masyarakat. Dalam sosialisasi primerlah, dunia pertama individu terbentuk. Dimana anak mampu mengidentifikasi siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat melaui proses belajar dengan orang-orang yang pertama kali ia kenal dan pertama kali mempengaruhi kehidupannya keluarga. 2. Sosialisasi sekunder Sosialisasi sekunder adalah setiap proses berikutnya yang mengimbas individu yang sudah disosialisasikan itu ke dalam sektor-sektor baru dunia obyektif masyarakat, dalam tahap ini proses sosialisasi mengarah pada terwujudnya sikap profesionalisme dunia yang lebih khusus, dan dalam hal ini yang menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan, peer group, lembaga pekerjaan dan lingkungan yang lebih luas dari keluarga. Dalam proses sosialisasi sekunder sering dijumpai dalam masyarakat sebuah proses resosialisasi atau proses penyosialisasian ulang. Proses ini terjadi apabila sesuatu yang telah disosialisasikan dalam tahap sosialisasi primer berbeda dengan yang dilakukan dalam sosialisasi sekunder. Proses resosialisasi didahului dengan proses desosialisasi atau proses pencabutan dari apa yang telah dimiliki individu seperti nilai dan norma. 18 Teori Sosialisasi dari Peter L.Berger di atas digunakan dalam menganalisis hasil penelitian tentang “Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Pemilik Warteg di Kecamatan Margadana Kota Tegal”. Tahapan Sosialisasi menurut Peter L. Berger yang dimulai dengan sosialisasi primer akan digunakan untuk menganalisis sosialisasi anak pemilik warteg usia 0-5 tahun, dimana pada usia tersebut anak ada dalam proses sosialisasi primernya. Sosialisasi primer ini sangat penting karena sebagai proses awal anak belajar mengenal siapa dirimya, apa posisi dan perannya dalam keluarga. Sosialisasi sekunder digunakan untuk menganalisis sosialisasi anak pemilik warteg usia 6-12 tahun, dimana pada usia tersebut sosialisasi anak semakin luas, tidak hanya dengan keluarga tetapi dengan lingkungan sekolah dan tempat tinggalnya. Teori Peter L. Berger digunakan untuk menganalisis bagaimana proses sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder yang dialami anak pemilik warteg yang umumnya diasuh oleh agen sosialisasi penggantinya ketika orangtua bekerja di warteg. 19

C. Kerangka Berfikir