Penghargaan dan hukuman sanksi

warteg tidak bersosialisasi baik dengan masyarakat sekitarnya, mereka tetap bersosialisasi dan bergaul dengan masyarakat sekitar tempat tinggalnya dengan baik tetapi hanya pada saat mereka pulang ke rumah saja.

7. Penghargaan dan hukuman sanksi

Dalam pengasuhan anak, pengharagaan reward perlu diberikan pada anak, tujuannya adalah agar anak termotivasi untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan orangtua dan agar anak terdorong untuk berprestasi. Penghargaan tidak hanya dapat diwujudkan dengan pemberian barang pada anak, dapat juga dengan memberikan pujian pada anak. Seperti yang dituturkan oleh salah satu orangtua yang berprofesi sebagai bekerja warteg yakni Bapak Syamsuri, sebagai berikut : “ Pas tahun ajaran baru dulu anak saya yang pertama Dinda dan adiknya Aldi itu saya janjiini mba. Kalau naik kelas nati saya belikan sepeda. Akhire kemarin naik kelas dua-d uanya, trus saya belikan sepeda” wawancara pada tanggal 24 Maret 2013 Bapak Syamsuri bekerja di warteg tidak menggunakan sistem shiftaplusan, pulang ke rumah jika benar-benar ada kepentingan saja. Intensitas pertemuan dengan anak sangat terbatas. Bapak Syamsuri menyadari bahwa ia dan istrinya tidak dapat otimal mengurus anak, jadi dalam mengasuh ia tidak mengekang anak, sebisa mungkin permintaan anak dipenuhi dengan catatan anak harus nurut dan berprestasi. Berprestasinyapun tidak muluk- muluk, misalkan harus ranking. Naik kelas saja sudah cukup. Selain memberikan penghargaan, kadangkala orangtua juga perlu memberikan hukuman pada anak ketika anak berperilaku yang tidak sesuai dengan aturan. Seperti yang dilakukan oleh Mbah Sariman pada cucunya sebagai berikut : “ Cucune mbah, Ya Allah...mbedute nemen. Angger balik sekolah sepatu karo tase dibalangna tok sembarangan. Bar kuwe langsung dolan neng kancane. Klambi sekolahe ora ganti. Biasane ngko tak susuli mba, tak ganyami. Angger perlu tak jiwit ben kapok sisan “ “ Cucu mbah, Ya Allah...nakal sekali. Kalau pulang sekolah sepatu dan tasnya dilempar sembarangan. Setelah itu langsung main ke temannya. Baju sekolahnya tidak ganti. Biasanya nanti saya susul mba, saya marahi. Kalau perlu saya jiwit biar kapok sekalian” wawancara pada tanggal 23 Maret 2013 Sanksi yang diberikan pemilik warteg maupun agen sosialisasi pengganti pada anak pemilik warteg ringan, jarang yang sampai main tangan. Umumnya anak dimarahi dan diberi nasihat. Kalaupun dengan tindakan, sebatas menjiwit, menjewer, maksimal memukul dan itupun tidak keras. Tujuannya adalah agar anak kapok dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

D. Orang-orang yang Berperan dalam Proses Pegasuhan Anak Pemilik