Semiotik Studi Pragmatik dan Semiotik .1 Pragmatik

tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yang menanggapinya. Karya sastra itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilai. Berdasarkan hal itu, maka pendekatan pragmatik dalam telaah sastra akhirnya akan bergantung sepenuhnya pada kemampuan pembaca, baik kemampuan kebahasaannya maupun kemampuan aspek yang lainnya, misalnya aspek budaya, psikologi, filsafat, pendidikan, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan pandangan Horace Fananie, 2000:64 yang menyatakan bahwa fungsi sastra adalah gabungan dari dulce “manis, menyenangkan” dan utile “berguna, bermanfaat”, penelitian terhadap tujuan atau fungsi sastra mengarah kepada fungsi utile, bukan dulce. Hal ini didasari oleh anggapan karya sastra mengandung tujuan atau manfaat, yaitu membina, mendidik pribadi pembaca.

2.6.2 Semiotik

Media sastra adalah bahasa. Menurut Saussure dalam Nurgiyantoro 1998:43, bahasa sebuah sistem tanda memiliki 2 unsur yang tak terpisahkan: signifier dan signified, signifiant dan signifie, atau penanda dan petanda. Wujud significant penanda dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan signifie penanda adalah konseptual, gagasan, atau makna yang terkandung dalam petanda tersebut. Kenyataan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem, mengandung arti bahwa ia terdiri dari sejumlah unsur, dan tiap unsur itu saling berhubungan secara teratur dan berfungsi sesuai dengan kaidah, sehingga ia dapat dipakai dalam berkomunikasi. Bahasa sebagai aspek material, atau alat, dalam karya sastra, lain Universitas Sumatera Utara halnya dengan, misalnya, cat dalam seni lukis, telah memiliki konsep makna tertentu sesuai dengan konvensi masyarakat pemakainya. Oleh karena itu, unsur bahasa tersebut sudah tidak bersifat netral walau tak tertutup kemungkinan untuk dikreasikan. Di pihak lain, di luar wacana, kata-kata yamg mempunyai kesamaan berasosiasi dalam ingatan dan menjadi bagian kekayaan tiap individu dalam bentuk langue. Hubungan yang bersifat linear itu disebut hubungan sintagmatik, sedang hubungan yang bersifat asosiatif disebut hubungan pragmatik. Hubungan sintagmatik dipergunakan untuk menelaah struktur karya sastra dengan menekankan urutan satuan-satuan makna karya yang dianalisis. Dalam karya fiksi hubungan sintagmatik itu dapat berupa hubungan kata, peristiwa atau tokoh. Hubungan pragmatik merupakan hubungan makna dan perlambangan, hubungan asosiatif, pertautan makna, antara unsur yang hadir dengan tidak hadir. Ia dapat dipakai untuk mengkaji, misalnya, significant tertentu mengacu pada signifie tertentu, peristiwa-peristiwa tertentu mengingatkan peristiwa-peristiwa yang lain, melambangkan gagasan tertentu, atau menggambarkan suasana kejiwaan tokoh Todorov, dikutip Nurgiyantoro, 1998:47. Dasar kajian ini adalah konotasi, asosiasi-asosiasi yang muncul dalam pikiran pembaca. Dengan demikian, deskripsi kajian semiotik dapat berupa notasi simbol- simbol kemudian coba dijelaskan apa fungsi dan maknanya, dalam hal ini, kajian semiotik ini penulis pergunakan untuk dapat menjelaskan makna dalam novel “Hiduplah Anakku Ibu Mendampingimu”. Universitas Sumatera Utara

BAB III ANALISIS PENOKOHAN MICHIYO INOUE DALAM CERITA NOVEL

“HIDUPLAH ANAKKU IBU MENDAMPINGIMU” DILIHAT DARI SEGI PRAGMATIK

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Hiduplah Anakku Ibu Mendampingimu”

Novel “Hiduplah Anakku Ibu Mendampingimu” menceritakan pengalaman Michiyo Inoue dalam membesarkan Miyuki Inoue. Michiyo Inoue juga menceritakan sejarah hidupnya mulai dia berkenalan dengan Tsutomu, ayah bayinya, sampai sejarah panjang kehidupannya membesarkan anak seorang diri. Meskipun tidak disetujui oleh calon mertuanya, Michiyo berencana menikah dengan Tsutomu. Namun, sebelum pernikahan berlangsung, Tsutomu ditugaskan di luar ota selama satu minggu. Satu minggu berlalu, Michiyo belum mendapat kabar dari Tsutomu, sampai akhirnya dia mendapat telepon dari salah seorang teman kerja Tsutomu, bahwa Tsutomu telah meninggal karena kecelakaan. Berita ini menjadi awal mula sejarah panjang perjuangan Michiyo. Depresi hebat dialami oleh Michiyo. Sepeninggalan Tsutomu, yang tersisa dalam diri Michiyo adalah benih yang tertanam di rahimnya. Michiyo telah mengandung anak Tsutomu. Depresi hebat yang dialami berat oleh Michiyo membuat bayi yang dikandungannya harus lahir sebelum waktunya. Seharusnya bayi berada dalam kandungan seorang ibu selama 40 minggu. Tetapi, bayi Michiyo lahir ketika dalam kandungan selama 20 minggu saja. Dia menyesali peristiwa yang terjadi atas nasib anaknya. Tetapi dia tidak kehilangan semangat. Universitas Sumatera Utara