Peranan Ibu di Jepang Dalam Mengasuh dan Mendidik Anak- Anaknya

Selain itu pada tahun 1984, pemerintah juga telah memperbaharui cetakan alat tukar resmi yaitu uang dengan menambahkan tanda khusus pada cetakan uang kertas bagi para tuna netra untuk mengidentifikasi nilai mata uang yang tertera dan untuk mengidentifikasi keasliannya. Sebelumnya pada tahun 1974, pemerintah membuat kebijakan dalam penyiaran, agar setiap stasiun berita diharuskan memakai peraga bahasa untuk mereka yang mengidap cacat tuli tuna rungu di setiap siaran-siaran televisi.

2.4 Peranan Ibu di Jepang Dalam Mengasuh dan Mendidik Anak- Anaknya

Memilih bagi wanita Jepang merupakan tindakan yang sangat profesionalisme. Peran ganda sebagai ibu, terutama ibu anak balita sekaligus wanita pekerja, dianggap sebagai chuto hanpa-peran tanggung, sama sekali tidak populer di Jepang. Pilihannya adalah menjadi ibu dari manusia jepang atau tidak sama sekali. Hak dan kewajiban masing-masing dilindungi oleh undang-undang. Sarana dan prasarana yang diberikan oleh pemerintah sama-sama besar dan mendukung kesuksesan masing-masing karir yang diemban. Bagi wanita pekerja Jepang-wanita tidak menikahmenikah tidak melahirkan anak, bisa mencapai jabatan yang setinggi-tingginya apabila dia sanggup dan mampu. Astronot wanita pertama, bahkan mungkin yang pertama pula di dunia, terbang dua kali dengan NASA, yaitu yang pertama dengan pesawat luar angkasa Columbia pada juli 1994 dan yang kedua dengan pesawat Discovery pada November 1998 adalah seorang wanita jepang, Dr. Chiaki Mukai. Menteri Luar Negeri sekaligus Deputi Perdana Menteri dari Negara super economic power Universitas Sumatera Utara sekaligus bangsa tersejahtera di dunia serta memiliki harapan hidup terlama, dan sedang berjuang meningkatkan peranan Jepang di Dewan Keamanan PBB, adalah seorang wanita, Yoriko Kawaguchi. Bagi wanita Jepang yang memilih melahirkan anak. Secara ilmiah maupun dalam tradisi Jepang, memiliki kewajiban yang disebut dengan mitsu no tamashi yaitu masa-masa emas meletakkan pendidikan dasar dalam usia 3 tahun pertama masa perkembangan pesat otak seorang anak. Adalah penyebab utama ibu-ibu muda di Jepang yang berpendidikan meninggalkan lapangan pekerjaannya demi melaksanakan ikuji meletakkan dasar pendidikan berperilaku sejak dini kepada anak-anaknya.. Agar para ibu muda Jepang tidak perlu membantu mencari tambahan nafkah keluarga. Pemerintah Jepang menyediakan pemukiman sewa layak untuk para keluarga muda, sejak dari zaman masih dinding terbuat dari papan hingga kini beton bertingkat tahan gempa dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang semakin maju sperti teknologi informasi. Tanpa didorong-dorong namun dengan daya tarik berupa sistem keamanan sosial, sarana dan prasarana serta pengetahuan yang semakin baik. Secara alamiah nilai keibuan yang dimiliki sebahagian besar wanita Jepang bisa berkembang menumbuh-kembangkan anak-anak beserta lingkungannya. Tidak heran jika anak-anak di Jepang, pria dan wanita, sangat sayang dan mengagumi ibu-ibunya. Kaum ibu di Jepang Justru merasa bahagia, tersanjung dan dimuliakan dengan jabatan dan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Istilah ryosai kentro istri yang baik dan ibu yang arif menggambarkan suatu kebijakan yang memposisikan kaum wanita sebagai ‘penguasa rumah’, yang bertanggung jawab atas segala Universitas Sumatera Utara sesuatu yang terjadi di rumah. Dari mulai pekerjaan-pekerjan rumah tangga, masalah keuangan, dan pendidikan anak. Bahkan mereka tidak segan-segan untuk mengundurkan diri dari karir mereka demi mengasuh dan mendidik sendiri anak- anak mereka di rumah. Berdasarkan riset dari Kementerian Kesehatan-Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang menyebutkan bahwa 61 ibu muda di Jepang keluar dari pekerjaannya menjelang kelahiran anaknya untuk membesarkan buah hatinya. Survey diatas melibatkan 21.879 ibu muda yang melahirkan antara bulan Januari tanggal 10-17 pada tahun 2001, dibagi dalam 4 periode. Setahun sebelum melahirkan, saat melahirkan, 6 bulan setelah melahirkan dan 18 bulan stelah melahirkan. Didapat 73 dari jumlah responden mempunyai pekerjaan diluar rumah sebelum melahirkan anaknya. 53 keluar dari tempatnya bekerja sesaat sebelum melahirkan dan tidak kembali bekerja lagi. Ditambah dengan yang keluar dari pekerjaannya setelah melahirkan, jumlah seluruhnya menunjukkan 61 ibu muda Jepang meninggalkan pekerjaannya diluar rumah setelah melahirkan anaknya. Dari masa ke masa grafik pekerja wanita Jepang usia menikah 27 tahun yang keluar dari lapangan kerja terus meningkat. Kemudian diusia 40 tahun ke atas grafik wanita yang memasuki lapangan kerja mulai meninggi lagi. Hal ini dikaitkan dengan adanya kelahiran dan masa membesarkan anak-anak oleh ibu- ibu jepang. Tahunfiskal 2003 mencatat jumlah seluruh angkatan kerja wanita di jepang sebanyak 25,5 juta yang 41,4 9,3 juta adalah pekerja wanita paruh waktu, bekerja jurang dari 35 jam dalam seminggu. Dari hasil seluruh total lapangan kerja paruh waktu, 77,4 diduduki oleh tenaga kerja wanita. Universitas Sumatera Utara Merekalah yang membantu perkembangan ekonomi yang luar biasa dari bangsanya sesudah Perang Dunia. Kerja dan pengaruh wanita Jepang dapat dilihat dalam jalannya pendidikan nasional dan stabilitas sosial, yaitu dua hal yang sangatkrusial bagi keberhasilan ekonomi suatu bangsa. Jadi, wanita Jepang ternyata memiliki peran yang positif dalam membina dan mempertahankan kekukuhan fondasi pendidikan dan sosial yang begitu vital bagi kinerja kebangkitan ekonomi bangsa. Wanita Jepang membantu kemajuan ekonomi bangsa dengan dua cara, yaitu melalui proses akademis dan sosialisasi. Bagi orang Jepang, aspek sosialisasi pendidikan sama pentingnya dengan aspek akademis, sebab hal itu membiasakan anak-anak menghayati nilai-nilai yang terus membina konformitas sikap dan perilaku yang menjamin stabilitas sosial. Diplomasi Jepang di luar negeri tentang peranan wanita Jepang sebagai senggyo syuhu ibu rumah tangga dan kyoiku mama ibu pendidikan, memang nyaris tidak terdengar. Namun aplikasinya di kehidupan sehari-hari sangat gencar dan berkelanjutan. Motivasi utama para wanita Jepang adalah untuk melaksanakan ikuji- meletakkan dasar pendidikan berperilaku sejak dini kepada anak-anaknya, terutama di masa-masa emas, yaitu usia3 tahun pertama masa perkkembangan pesat otak seorang anak. Kyoiku mama adalah istilah yang mengacu pada ibi-ibu Jepang yang terus menerus mengembangkan bakat anak-anak mereka dan menyekolahkan mereka di universitas terbaik. Seorang pengamat Jepang, Reingold, mendefenisikan kyoiku mama sebagai berikut: she becomes directly involved in and identified with the child’s success or failure. Terjemahannya: Para ibu pendidikan itu secara langsung terlibat dalam kesuksesan atau kegagalan anak-anaknya dan mereka juga Universitas Sumatera Utara dinilai berdasarkan kesuksesan atau kegagalan mereka. Ibu-ibu pendidikan Jepang, mengajarkan disiplin, pengorbanan, kerja sama, dan kesederhanaan di rumah. Sekolah, yang mengajarkan hal-hal akademis, tidak direpotkan lagi dengan masalah-masalah perilaku anak didik karena nilai-nilai luhur telah melebur dalam karakter setiap siswa sejak dari rumah. Para ibu di Jepang memiliki gelar kesarjanaan yang mentereng, walaupun mereka ‘hanya’ bertugas mengurusi rumah. Mereka beranggapan bahwa pendidikan yang mereka tempuh selama ini tidak sia-sia yakni untuk memperjuangkan pendidikan anak-anak mereka ketimbang mengejar karir dan cita-cita. Jika mereka ditanya, “Mengapa berhenti bekerja. Apakah tidak sayang pendidikannya yang tinggi tidak dipakai?” gentian mereka bertanya, “Apakah di rumah itu tidak memerlukan pendidikan yang tinggi?”. Mereka lebih suka banyak tinggal dirumah untuk membuat makan siang, mencuci, dan menyeterika baju seragam sekolah dan terus menerus memotivasi anak-anaknya untuk bekerja keras meningkatkan prestasi akademis mereka. Mereka lebih senang disebut sebagai wanita yang sukses dalam mencetak anak-anaknya yang berhasil, dan bukan sukses dalam karir mereka. Terbukti sistem ini sungguh berhasil dalam meningkatkan laju kemakmuran Jepang. Tidak heran jika anak-anak di Jepang, pria dan wanita, sangat sayang dan mengagumi ibu-ibunya sebagai jelmaan Dewi Amaterasu yang dipuja-puja oleh bangsa Jepang. Kikunatara okasan ni naritai kalau besar nanti ingin menjadi menjadi ibu adalah cita-cita anak-anak perempuan Jepang yang mungkin langka dimiliki oleh anak-anak lainnya. Inilah pengaruh besar dari peranan seorang ibu dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya yang membawa pengaruh besar Universitas Sumatera Utara terhadap masa depan anaknya tersebut. Bahkan sampai mempengaruhi cita-cita mereka sendiri sebagai seorang anak, karena rasa bangga dan hebatnya peranan ibu mereka dalam mengasuh dan mendidik mereka.

2.5 Kisah Kehidupan Tentang Pengarang Michiyo Inoue