Seni jalanan dan Unjuk rasa Komunitas Aktivis

Lima Iblis Budaya melingkupi dua pokok persoalan, yaitu menyikapi keadaan dunia seni Indonesia dan perlunya perubahan dalam sistem berpolitik di Indonesia. Lembaga ini, di sepanjang tahun 1999-2004, terkenal banyak menyelenggarakan pelatihan propaganda politik lewat media seni, juga membuat ribuan poster woodcut serta stiker propaganda politik yang ditempelkan di jalan-jalan Yogyakarta, Bandung, Solo dan Jakarta. Gambar 17. Tolak RUU PKBKKN. Unjuk rasa tahun 2000 . Lokasi: Jln Malioboro, Yogyakarta Foto: dokumentasi penulis Pada bulan Juni 2001, LBK TP memfasilitasi pertemuan Punk se-Jawa. Acara ini dihadiri oleh ratusan punker sebutan untuk seseorang yang mengklaim diri sebagai penganut aliran punk yang berasal dari berbagai kota, antara lain Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Cilacap, Surabaya, bahkan beberapa peserta datang dari Thailand, dan kekuasaan; 3 L e m b a g a s e n i s e b a g a i l e g i t i m a t o r a t a s p e k e r j a s e n i d a n p e n e n t u a r a h perkembangan seni; 4 Sistem yang merusak moral pekerja seni, tanpa memikirkan kepentingan rakyat, bahkan mengeksploitasi penderitaan rakyat demi kepentingan i n d i v i d u a l ; 5 K u r a n g n y a p e m a h a m a n terhadap seni dalam masyarakat sebagai akibat politik Orde Baru yang menempatkan ekonomi sebagai panglima dan KKN Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagai taktiknya. Lima Iblis Budaya ini disusun oleh Syamsul Barry berdasarkan hasil sejumlah rapat pra pembentukan LBK TP. Dokumen tulisan tangan ada pada penulis yang waktu itu bekerja sebagai ketua Dewan Anggota LBK TP bersama WY Singapura dan Australia. Di bawah koordinator Heri Kangkung, 28 acara ini diisi dengan berbagai kegiatan menarik seperti pentas musik, parade tato, dan pembuatan grafiti. Di sela-sela jadwal yang padat, pihak panitia tidak lupa menyisipkan acara diskusi tentang kondisi sosial masyarakat Indonesia, ideologi anarkis, serta pembuatan jaringan kerja. Selepas acara, jaringan kerja yang sudah terbentuk langsung difungsikan dengan tujuan untuk memberikan kemudahan memperoleh informasi perkembangan dunia underground disetiap kota. Jaringan kerja ini juga menerbitkan news letter bulanan Ajaib, Jafnus, yang dijual dengan harga Rp. 1.500, sebagai ongkos ganti cetak. Untuk pendistribusiannya, news letter tersebut dititipkan di sejumlah distro toko atribut underground yang ada di beberapa kota. Gambar 18. Grafiti, poster dan baliho pada aksi yang dilakukan LBK TP dan AFRA tahun 2000. Lokasi: depan kantor Kejagung Jakarta Foto: dokumentasi penulis Haryanto dan Heidi Arbuckle. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan para punker adalah membuat grafiti yang berisi slogan kesejahteraan sosial, lingkungan hidup, propaganda anarkis, atau tuntutan pada pemerintah. Seperti yang dilakukan oleh salah satu kelompok punk, AFRA, misalnya, di sepanjang tahun 2000-2003 mereka telah membuat banyak kegiatan aksi sebagai bentuk dukungan terhadap buruh dan mahasiswa. Kelompok ini dikenal sebagai kelompok yang anti kompromi, dan dalam berkegiatan biasanya sering terlibat bentrok dengan pihak keamanan. Lewat grafiti, mereka mengungkapkan berbagai hal yang menyangkut ketidakadilan dengan lugas dan tegas. 29 Terlibatnya seni dalam kegiatan unjuk rasa semakin jelas terlihat begitu memasuki masa krisis ekonomi. Krisis tersebut menyebabkan kegiatan pameran seni di galeri atau museum menjadi terhambat, bahkan berkurang intensitasnya. Sementara itu, seni semakin merasuk dan menjadi bagian dari sejumlah kegiatan unjuk rasa yang dipelopori LBK TP. Adapun seni dalam bentuk gerakan mural semakin gencar pula dilakukan oleh Apotik Komik. Kemudian pada suatu waktu, dua jenis kegiatan organisasi besar itu saling bergesekan, yang akhirnya memunculkan wacana seni publik dalam dunia seni rupa kontemporer Indonesia pada tahun 2000.

E. Seni Jalanan dan Tumbuhnya Alternatif Pasar

Kebiasaan membuat grafiti berbentuk inisial tag berupa huruf mulai bergeser dan mengalami perubahan. Tag berganti dengan gambar karakter street logos disebabkan para pelaku seni jalanan merasa jenuh membuat tag. Pada tahun 2006, street logos menunjukkan perkembangan dalam hal pengaplikasan. Kini, street logos tidak saja 28 Heri Kangkung, seorang punker asal Bandung, yang bergabung dengan LBK TP sejak awal berdirinya lembaga itu. Dari catatan kegiatan LBK TP antara 2001-2002, tercatat LBK TP memfasilitasi kegiatan bersama punker dari berbagai daerah sebanyak 10 kali. Catatan kegiatan ada pada penulis. ditemukan di tembok jalan tapi ada pula di sejumlah benda keseharian, bahkan mulai dikomersilkan. Perubahan ini bisa saja karena pengaruh perubahan pandangan masyarakat sebagai akibat dari kapitalisme dan pola hidup konsumtif. Namun juga bisa dilihat dari kesadaran dari pelaku seni jalanan tentang cara mengapresiasikan. Jika rakyat kalangan bawah hanya berjalan kaki tentunya dapat menikmati keindahan seni jalanan, sedangkan untuk kalangan bermobil tentunya hanya sekilas, bahkan mungkin tidak melihat sama sekali. Gambar 19. Perubahan teks ke karakter Lokasi: Jembatan Kewek Foto: Dok. penulis, 2008 Pada tahun 2004, terlihat sejumlah perubahan pada visual grafiti. Perubahan tersebut antara lain visual teks atau inisial tag yang mulai berkurang, digantikan oleh visual berbentuk gambar yang disebut street logos. Beberapa kelompok dan indivudu pembuat 29 Ibid, catatan kegiatan LBK TP. grafiti yang semula sering membuat grafiti teks mulai meninggalkan gaya itu, salah satunya LoveHateLove, yang sering menuliskan LHL pada grafitinya. LHL adalah inisial samaran seorang laki-laki berusia 20-an tahun yang mulai membuat grafiti pada tahun 2000. Bersama beberapa temannya, LHL mengusung nama komunitas Yogyakarta Ilegal Crew YKILC. Adapun inisial LHL baru dipakainya sejak tahun 2004, ketika mulai bekerja sendiri sebagai pembuat grafiti. Namun yang terjadi selanjutnya grafiti LHL mengalami perubahan, dengan penambahan simbol + atau plus di belakangnya. Penambahan itu berarti grafiti tersebut dibuat LHL bersama temannya. Adapun jenis grafiti yang mereka buat berbentuk street logos, namun tetap menyisipkan inisial LHL di dalamnya, yang merupakan proses eksplorasi secara personal. Street logos mulai populer di tahun 2006. Kepopuleran ini terlihat dari semakin beragamnya media pengaplikasian street logos; tak sebatas di tembok jalanan, tapi juga pada benda sehari-hari dan produk jual. Pada acara Sneakers Pimps- The World’s Largest Touring Sneaker Exhibition yang diadakan di aula Gedung Semanggi Expo Center, Jakarta, para pembuat grafiti mendapat tempat khusus untuk memamerkan karya mereka. 30 Sepatu-sepatu dengan gambar street logos yang diaplikasikan dengan beragam teknik spray paint ternyata digemari para sneaker sebutan untuk penggemar sepatu kanvas. Para sneaker menganggap street logos sebagai citra estetis seni jalanan, sementara sepatu kanvas sendiri sebagai “sepatu main” yang mencerminkan anak muda dan budaya jalanan. Di Yogyakarta, pada tahun yang sama bulan September, juga diadakan sebuah acara yang khusus bertujuan untuk mengkomersilkan street logos. Acara yang dihadiri oleh sejumlah 30 Sihar Ramses Simatupang, Bravo “Sneakers Pimps”, Grafiti dan Seni Jalanan, Kamis, 13 April 2006, , http:www.sinarharapan.co.idberita060413hib03.html diakses 12 Juli 2006.