Seni Jalanan dan Tumbuhnya Alternatif Pasar

grafiti yang semula sering membuat grafiti teks mulai meninggalkan gaya itu, salah satunya LoveHateLove, yang sering menuliskan LHL pada grafitinya. LHL adalah inisial samaran seorang laki-laki berusia 20-an tahun yang mulai membuat grafiti pada tahun 2000. Bersama beberapa temannya, LHL mengusung nama komunitas Yogyakarta Ilegal Crew YKILC. Adapun inisial LHL baru dipakainya sejak tahun 2004, ketika mulai bekerja sendiri sebagai pembuat grafiti. Namun yang terjadi selanjutnya grafiti LHL mengalami perubahan, dengan penambahan simbol + atau plus di belakangnya. Penambahan itu berarti grafiti tersebut dibuat LHL bersama temannya. Adapun jenis grafiti yang mereka buat berbentuk street logos, namun tetap menyisipkan inisial LHL di dalamnya, yang merupakan proses eksplorasi secara personal. Street logos mulai populer di tahun 2006. Kepopuleran ini terlihat dari semakin beragamnya media pengaplikasian street logos; tak sebatas di tembok jalanan, tapi juga pada benda sehari-hari dan produk jual. Pada acara Sneakers Pimps- The World’s Largest Touring Sneaker Exhibition yang diadakan di aula Gedung Semanggi Expo Center, Jakarta, para pembuat grafiti mendapat tempat khusus untuk memamerkan karya mereka. 30 Sepatu-sepatu dengan gambar street logos yang diaplikasikan dengan beragam teknik spray paint ternyata digemari para sneaker sebutan untuk penggemar sepatu kanvas. Para sneaker menganggap street logos sebagai citra estetis seni jalanan, sementara sepatu kanvas sendiri sebagai “sepatu main” yang mencerminkan anak muda dan budaya jalanan. Di Yogyakarta, pada tahun yang sama bulan September, juga diadakan sebuah acara yang khusus bertujuan untuk mengkomersilkan street logos. Acara yang dihadiri oleh sejumlah 30 Sihar Ramses Simatupang, Bravo “Sneakers Pimps”, Grafiti dan Seni Jalanan, Kamis, 13 April 2006, , http:www.sinarharapan.co.idberita060413hib03.html diakses 12 Juli 2006. pelaku seni jalanan ini mengaplikasikan street logos pada sepatu, yang kemudian dijual dengan harga berkisar dari Rp. 400.000 hingga Rp. 1.500.000. 31 Street logos tidak mewakili suatu perusahaan atau logo merek dari sebuah produk tertentu. Logo ini semata-mata merupakan wujud keunikan dan kreativitas para pelaku seni jalanan dalam berkarya. Dengan begitu, maka dapat dikatakan bahwa street logos adalah ciri atau karakter ciptaan seniman jalanan, yang timbul akibat kejenuhan para pelaku itu sendiri terhadap bentuk karyanya. Street logos adalah suatu perubahan dari grafiti. 32 Pengaplikasian street logos pada benda keseharian misalnya sepatu dan tas membuka peluang para kalangan menengah atas dapat menikmati karya seni jalanan bahkan memilikinya. Perkembangan ini setidaknya kemudian mendukung para pelaku seni jalanan untuk dapat terus berkarya di jalanan. Selain itu dengan adanya kemajuan teknologi sistem informasi internet, para pelaku seni jalanan dapat memasarkan secara langsung produknya serta bertukar informasi. Dengan memanfaatkan teknologi informasi juga diketahui banyaknya festival seni jalanan, workshop serta program residensi seniman jalanan yang banyak diadakan di berbagai negara. 31 Opi, Street Art: Logos, tak Hanya Hiasi Tembok saja, 23 November 2006, http:www.trullyjogja.com diakses 26 Desember 2006. 32 ibid.

BAB III JALAN SENI GRAFITI DAN BAHASA POLITIK MURAL

Bab ini memberikan suatu deskripsi tentang perkembangan seni jalanan dan fenomena mural di Yogyakarta. Pembahasan dimulai dengan memberikan paparan mengenai penampilan wajah kota dengan ilusi gemilangnya visual konstruksi sosial budaya Jawa, khususnya keberadaan grafiti yang dianggap sebagai suatu permasalahan yang berat untuk diselesaikan. Pembahasan berikutnya adalah langkah Apotik Komik yang mempelopori projek mural kota Sama-sama pada tahun 2002, yang kemudian diikuti oleh masyarakat dengan membuat mural di wilayahnya masing-masing atas dukungan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Pemkot Dati II Yogyakarta di sepanjang tahun 2002-2004. Tujuan dari kegiatan Apotik Komik tersebut adalah mengurangi dan menghambat coret- coret di jalan melalui mural. Hal ini dianggap sejalan dengan tujuan Pemkot Dati II Yogyakarta untuk mewujudkan Yogyakarta “Berhati Nyaman”. Selain itu juga akan dibahas tentang mural iklan dan politik, serta respon dari beberapa galerirumah seni yang memasukkan seni jalanan ke dalam kategori seni rupa publik dalam wacana seni kontemporer, yang cukup banyak memberikan pandangan baru bagi para pelaku seni jalanan untuk berani menjelajahi dunia kreativitas mereka dalam berkarya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

A. Kota Yogyakarta, Hutan Visual Baru

Ada banyak predikat yang diberikan pada kota Yogyakarta antara lain: kota perjuangan, kota wisata, kota budaya dan kota pelajar. Suasana kota yang cenderung modern dan masih tetap menjaga kesan tradisional Jawa menyebabkan kota ini banyak menerima pujian. Menurut Susanto, Yogyakarta dikonstruksikan sebagai sebuah kota nostalgia yang bisa dibayangkan baca: dibuat secara artifisial dan dianggap sebagai sesuatu yang laku untuk dijual, dimanfaatkan dan dieksploitasi oleh sekelompok orang yang mempunyai kepentingan tertentu. 1 Ada beberapa tempat misalnya; kraton, alun-alun yang mencerminkan kesultanan dipertahankan keasliannya. Beberapa monumen tentang perjuangan dibangun sebagai tempat-tempat bernostalgia sekaligus sebagai monumen ingatan bagi golongan masyarakat tertentu. Yogyakarta juga dikenal sebagai kota tujuan pariwisata kedua setelah pulau Bali. Wisatawan domestik maupun mancanegara dapat bernostalgia menikmati cerita-cerita perjuangan kemerdekaan, bernostalgia dalam paket wisata budaya, melihat alam atau sekedar mengingat masa pendidikan dulu—bagi yang pernah menimba ilmu di Yogyakarta. Yogyakarta “Berhati Nyaman” Bersih, Sehat, Indah dan Nyaman adalah bunyi slogan yang mulai populer setelah walikota dan legislatif Yogyakarta mensahkan Peraturan Daerah Perda Kotamadya Yogyakarta No.1 tahun 1992, tentang Yogyakarta “Berhati Nyaman”. Peraturan ini selain bertujuan mewujudkan suasana “Berhati Nyaman” dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Yogyakarta, juga menjadikannya sebagai tata nilai kehidupan lahir maupun batin bagi masyarakat Yogyakarta dalam hal bermasyarakat, 1 Budi Susanto 1992. “Yogyakartamu: Berbudi-Bahasa Jawa dikaji Ulang” Pelba: Bahasa dan Budaya, Yogyakarta: Kanisius. p.42 berbangsa dan bernegara, yang bersumber pada nilai-nilai budaya daerah “Ngayogyakarta Hadiningrat” sebagai bagian dari budaya nasional yang berakar pada falsafah Pancasila. Setelah tahun 1992, terjadi usaha penyeragaman tampilan bentuk kota oleh pemerintah daerah. Usaha tersebut disebarkan melalui pesan pada plakat, poster atau monumen kecil bertuliskan Yogyakarta “Berhati Nyaman” yang ditempel atau dipasang di hampir semua tempat strategis, halaman kantor dan tepi jalan raya. Ketika Yogyakarta berhasil meraih penghargaan tahunan dari pemerintah pusat, Piala Adipura penghargaan untuk kota yang dianggap memenuhi citra sebagai kota bersih dan indah selama tiga tahun berturut-turut 1994, 1995, 1996 dan tahun 2007, monumen kecil maupun besar semakin banyak dibangun di berbagai tempat. Banyaknya tulisan dan monumen tentang piala Adipura ataupun slogan Yogyakarta “Berhati Nyaman” menimbulkan ilusi kehidupan yang fantastis bagi siapapun yang melihat. Namun begitu tetap tidak dapat dipungkiri bahwa di antara hingar-bingar monumen kesuksesan itu terselip visual-visual seni jalanan yang bersifat sebaliknya dan dianggap bertentangan. Melalui dinas yang terkait, pemerintah daerah mulai melakukan berbagai usaha atau program untuk menjaga citra kota Yogyakarta sebagai kota Adipura. Salah satunya adalah dengan berusaha memberantas aksi corat-coret di jalanan. Karena kegiatan tersebut dianggap sebagai kegiatan khas anak muda remaja, maka sejumlah sekolah kemudian berinisiatif membuat lomba corat-coret grafiti di sekolah. Langkah ini sebagai bentuk dukungan pihak sekolah terhadap program pemerintah. Di sepanjang tahun 1993-1994, beberapa Sekolah Menengah Umum SMU di Yogyakarta bekerja sama dengan Senat Mahasiswa Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, membuat lomba grafiti dengan berbagai tema yang mendukung PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI