kedudukan manusia dalam hubungannya dengan Sang pencipta, alam semesta dan dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain;
membentuk suatu gambaran dunia dan memelihara harmoni antara nilai- nilai pribadi dan dengan orang lain Melly, 1984:2-3.
Dari sepuluh tugas perkembangan ini, dapat dilihat hubungan yang cukup erat antara lingkungan kehidupan sosial dan tugas-tugas yang harus
diselesaikan remaja dalam hidupnya. Hal ini merupakan pondasi supaya mereka dapat hidup dalam masyarakatnya.
C. Perkembangan Iman
1. Iman
Iman, yang adalah bahasa Yunani disebut “Pistis” atau bahasa Latin “Fides” dan bahasa Inggris “Faith” biasanya diartikan sebagai keyakinan
dan penerimaan akan Wahyu Allah. Dalam bahasa Indonesia “beriman” biasanya lebih dimaksudkan dalam hubungan dengan Allah Sutrisnaatmaka,
2002:47. Iman adalah satu ikatan pribadi manusia seutuhnya kepada Allahyang
mewahyukan diri. Didalamnya terdapat persetujuan akal budi dan kehendak terhadapwahyu diri Allah melalui perbuatan dan perkataan-Nya.Iman adalah
anugerah adikodrati dari Allah. Supaya dapat percaya manusia membutuhkan pertolongan batin dari Roh Kudus.
Iman adalah prarasa dari pengetahuan, yang akan membuat kita bahagia dalam kehidupan yang akan datang. Iman adalah Rahmat: Ketika petrus
mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, Putera Allah yang hidup, berkatalah Yesus kepadanya: “bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu,
melainkan Bapa- Ku yang ada di surga” Mat 16:17. Iman adalah satu
anugerah Allah,satu kebijakan dikodrati yang dicurahkan oleh- Nya. “supaya
orang dapat percaya seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati
dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran
Katekismus Gereja Katolik artikel 4.
2. Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses untuk menuju kedewasaan pada mahluk hidup yang bersifat kualitatif, artinya tidak dapat dinyatakan dengan
suatu bilangan
tetapi dapat
diamati dengan
mata telanjang
www.kamusq.com diambil pada tanggal 19 November 2015.
3. Perkembangan Iman
Sebagai seorang yang beragama pengahayatan iman juga ikut menentukan bahkan secara mendasar keberhasilan rohani dan jasmani dan
kebahagiaan hidup seseorang yang beragama. Pedidikan iman adalah suatu proses. Menanamkan iman kepada anak-anak bukanlah suatu yang sekali
jadi,tetapi melalui dan membutuhan suatu proses yang panjang. Sebagaimana pertumbuhan kepribadian anak, demikian pula dengan perkembangan iman.
Pengajaran dan pembinaan adalah adalah saranadan wahana dalam proses PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penanaman iman kepada anak-anak itu. Didalam proses pembinaan iman itu, pembinaan iman itu, isi pengajaran tidak diurutkan menurut urutan dan sistem
teologi, melainkan menurut kronologi pertumbuhan anak dan kebutuhan spiritual berdasarkan usia. Sebab tujuan pembinaan itu bukan sebatas
pengetahuan saja, lebih dari itu untuk membantu anak mengalami pengalaman persatuan dengan Allah.
Di dalam proses ini anak dibimbing untuk menerima dan mengerti pewahyuan Allah. Di dalam proses ini anak dibimbing untuk menerima dan
mengerti pewahyuan Allah, dalam Yesus Kristus. Kemudian mereka dibimbing untuk menanggapi pewahyuan Allah itu dengan mengungkapkan
iman kepercayaan mereka, baik melalui perayaan-perayaan liturgis, dan doa maupun perbuatan konkret dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh kerenanya, orang tua sebagai pendidik dan pewarta iman yang pertama mempuyai tanggung jawab memberikan pendidikan iman, baik
melalui kata-kata maupun teladan dan kesaksian hidup iman. Anak-anak akan sangat terbantu untuk mengungkapkan imannya bila merekamelihat
teladan dan kesaksian hidup iman yang konkret dari orang tuanya
Prihartama, 2008: 54-55. 4.
Perkembangan Iman Remaja
Menurut Fowler dalam bukunya Teori Perkembangan Kepercayaan ada tujuh tahap kepercayaan eksistensial yang berurutan Yaitu dengan urutan
tahap-tahap itu proses perkembangan dan transformasi pola pengertian dan penghayatan arti dalam kepercayaan dapat diuraikan. Tahap-tahap tersebut
antara lain: tahap 0: Kepercayaan Elementer Awal Primal Faith; tahap 1: Kepercayaan
Intuitif-Proyektif Intuitive-Projective-Faith;
tahap 2:
Kepercayaan Mitis-Harfiah Mithic-Literal-Faith; tahap 3: kepercayaan Sintetis-Konvensional Synthetic-Conventional Faith; tahap 4: Kepercayaan
Individuatif-Reflektif Individuatife-Reflektive Faith; tahap 5: Kepercayaan Eksistensial Konjungtif Conjunctive Faith; tahap 6: Kepercayaan
Eksistensial yang Mengacu pada Universalitas Univerzalizing Faith. Kepercayaan iman remaja masuk dalam tahap kepercayaan Sintetis-
Konvensional Synthetic-Conventional Faith. Gaya kepercayaan Sintetis- Konvensional timbul dalam tahap ketiga, yaitu pada masa adolosen umur 12
tahun sampai dengan sekitar umur 20 tahun. Di sekitar umur 12 tahun, remaja biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam caranya memberi
arti. Karena munculnya kemampuan kognitif baru, yaitu operasi-operasi
formal, maka remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola “pengambilan perspektif antarpribadi secara timbal balik” Aku
lihat engkau melihat diriku; dan aku melihat diriku sebagaimana, menurut hematku, engkau melihat diriku. Sepadan dengan hal itu: engkau melihat
dirimu sendiri sesuai pandanganku tentangmu; dan enhgkau melihat dirimu sendiri sebagai mana , menurut hematku, aku melihat dirimu.
Yang perlu ialah mengintegrasikan segala gambaran diri yang begitu berbeda supaya menjadi satu identitas dari yang koheren. Maka tugas paling
pokok tahap ini adalah upaya menciptakan sentesis identitas. Oleh sebab itu, tahap ini disebut “sintesis”.
Tetapi sintesis identitas ini baru didukung sesudah tercipta sintesis seperangkat arti yang baru. Berkat munculnya operasi-opersai logis, remaja
sanggup merefleksikan secara kritis riwayat hidupnya dan menggaliarti sejarahj hidupnya bagi dirinya sendiri. Yang dicari ialah suatu sintesis baru
atas berbagai arti yang pernah dialami dalam hidup. Namun perjuangan menciptakan identitas pribadi dan seperangkat arti baru ini bersifat asgak
”konformistis” – serupa dengan pandangan dan pengertian orang lainmasyarakat
– karena identitas diri dibentuk berdasarkan rasa dipercaya dan diteguhkan oleh orang lain yang penting baginya. Denhgan demikian,
remaja berjuang mencari keseimbangan antara tuntutan menciptakan identitas diri berdasarkan dayanya sendiri dan identitas sebagaimana diharapkan dan
didukung oleh orang lain yang dipercayainya. Pada tahap ini remaja menyusun gambaran yang agak personal mengenai
lingkungan akhir. Allah yang ”personal” merupakan seorang pribadi yang mengenal diri saya secara lebih baik daripada pengenalan diri saya sendiri.
Dialah yang mengenal siapa saya ini dan kemungkinan-kemungkinan identitas diri unik apa yang dapat saya wujudkan.
Masa remaja juga masuk kedalam tahap kepercayaan Individuatif- Reflektif Individuative-Reflective Faith. Tahap kepercayaan ini muncul
pada umur 20 tahun keatas awal masa dewasa. Pola kepercayaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
eksistensial ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan, dan nilai “religius” lama. Pribadi sudah mampu melihat diri
sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem kemasyarakatan, tetapi juga yakin bahwa dia sendirilah yang memikul tanggungjawab atas penentuan
pilihan ideologis dan gaya hidup yang mambuka jalan baginya untuk mengikutkan diri dengan cara menujukkan kesetiaan pada seluruh hubungan
dan panggilan tugas. Refleksi kritis dimungkinkan oleh berkembangnya pola berpikir berdasarkan operasi-operasi formal.
Kepercayaan ini disebut “individuatif” karena baru saat inilah manusia untuk pertama kalinya dalam refleksi diri tidak semata-mata bergantung pada
orang lain, tetapi dengan kesanggupannya sendiri mampu mengadakann dialog antar berbagai “diri sejati” yang hanya dikenal oleh pribadi yang
bersangkutan itu sendiri. Autoritas yang dulu ditempatkan di luar dirinya, kini ditempatkan didalam dirinya sendiri sebagai sumber autoritas baru dan pusat
tanggungjawab bagi dirinya sendiri. Seluruh peranan dan hubungan, yang sebalumnya merupakan landasan konstitutif bagi identitas sekarang ini, harus
dipilih sedemikian rupa sehingga menjadi perwujudan nyata dari identitas diri pribadi. Oleh karena itu, pribadi tersebut yakin bahwa manusia adalah subyek
yang bebas dan kritis serta pelaku aktif yang memikul tanggung jawab kritis dalam menentukan sendiri pilihannya dan memilih pandangan dunia,
ideologi, dan gaya hidup pribadi yang memungkinkannya menjalin hubungan baru kesetiaan dan komitmen dengan orang lain. Berdasarkan pilihan bebas
dan kritis tersebut ia menentukan cara partisipasi aktifnya dalam sistem PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kemasyarakatan dan menemukan sendiri panggilan serta tugas pribadi yang khas dalam masyarakat dan kelompoknya.
Dua kata memberikan ciri khas pada tahap ini : “sistem” dan
“pengontrolan”. Menjadi metafor utama tahap ini, karena secara kritis- reflektif segala-galanya harus masuk kedalam keherensi sestem rasional
yangada dibaw ah kontrol rasio yang sadar. “Pengontrolan” menjadi sasaran
yang didambakan. Namun semangat “sistem” dan “pengontrolan rasional” ini bisa saja terperangkap dalam bahaya pandangan ilusif yang mengaggap
kenyataan sebagai suatu sistem rasional yang dapat dikuasai dan dikontrol secara tuntas oleh rasio. Akibatnya pribadi itu melupakan sisi misteri dari
kanyataan, bahkan melupakan rahasia ketidaksadarannya sendiri. Kepercayaan individuatif-reflektif menghasilkan pola kepercayaan yang
tidak seluruhnya bersandar pada tradisi religius sebagai instansi kewibawaan ekstern yang tertinggi. Secara kritis dan berdasarkan autoritasnya sendiri,
subyek mulai mempertanyakan segala simbol religius, rumusan dogmatis dan pengertian yang lazim diterima umum. Ia menerapkan strategi demitologisasi
terhadap simbol dan mitos, yakni secara kritis memeriksa simbol dan mitos seta mengangkat “artinya” pada tingkat rumusan konseptual abstrak, tanpa
menyadari betapa banyak kekayaan yang telah hilang selama proses demitologisasi tersebut Fowler, 1995: 30-34.
Dari tinjauan teoritis atas tahap dan perkembangan menurut Fowler diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan sebagai proses pembentukan
dan transformasi dari sejumlah struktur pengenalan dan penilaian penciptaan arti. Dalam tahap perkembangan iman, remaja mulai mengerti apa arti
kesetiakawanan, relasi soasial, terwujudnya rasa tanggung jawab sosial tempat dan tugasnya dalam masyarakat luas, kesetiaan, komitmen. Dalam
perkembangan ini Agamalah yang paling berperan membantu remaja dalam mendukung proses pembentukan identias diri serta memunculkan rasa bersatu
dengan orang-orang lain dalam suasana kesetiakawanan. Remaja juga memandang Allah sebagai Allah yang “personal” artinya merupakan seorang
pribadi yang mengenal diri saya secara lebih baik dari pada pengenalan diri saya sendiri. Oleh karena itu remaja memandang Allah sebagai pribadi yang
baik yang patut untuk di teladani.
5. Peranan Keluarga dalam Perkembangan Iman
Peranan keluarga orang tua amat besar untuk perkembangan iman anak. Pertama-tama keluarga adalah tempat pendidikan iman yang pertama dan
terutama. Tanpa pendidikan, mustahil iman anak dapat berkembang. Untuk dapat berkembang dengan baik, maka anak memerlukan lahan yang subur,
sehingga benih iman yang telah ditaburkan oleh Allah sendiri dalam diri anak berkembang dan berubah.
Keluarga adalah lahan subur pertama dan utama untuk perkembangan iman anak. Keluarga dapat menjadi lahan subur bagi perkembangan iman
mereka, kalau orang tua dapat menciptakan keluarganya menjadi satu komunitas antar pribadi yang mengkrasankan semua anggota keluarga, yang
ditandai dengan semangat saling mencintai dan penuh kesetiaan, saling mau berkomunikasi atau berdialog secara terbuka dan jujur, saling mau menerima
apa adanya,saling mau memperhatikansaling mau memaafkan jika ada diantara mereka yang bersalah, saling maumenolong, saling mau berkorban,
saling mau mendoakan, dan lain-lain. Kalau orang tua dapat menciptakan keluarga menjadi komunitas antar pribadi seperti diatas, maka keluarga dapat
berfungsi sungguh-sungguh menjadi Gereja mini, tempat relasi cinta kasih dan iman kepda Kristus menjadi dasar hidupnya, sehingga iman anak
kemungkinan besar dapat lebih berkembang dengan baik. Tentu saja berkat rahmat Tuhan sendiri.
Dalam hubungan ini orang tua adalah guru mengajar dan ibu mempertumbuhkembangkan serta ikut memelihara dalam bidang iman bagi
putera dan puterinya. Orang tua adalah pelayan gereja, sehingga iman diteruskan dari generasi ke genersai melalui keluarga. Disini keluarga tidak
hanya melihat anak sebagai anak-anak mereka sendiri, tetapi hendaknya juga melihat mereka sebagai anak-anak Allah, saudara dansaudari Yesus, bait
Allah Roh Kudus dan anggota Gereja. Keluarga sebagai Gereja Mini dapat merupakan saluran iman dan tempat
inisiasi Kristen dimulai yakni memperkenalkan dan menghidupi misteri iman serta misteri keselamatan yang terjadi dalamperayaan liturgi atau perayaan-
perayaan sakramen dan yang terjadi melalui peristiwa-peristiwa hidup sehari- hari. Keluarga kemudian menjadi sekolah mengikuti Yesus dan menjadi pusat
katekese sakramental bagi anak-anaknya. Orang tualah yang pertama-tama PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memperkenalkan Allah. Keluarga dipanggil untuk ikut ambil bagian secara aktif dalam mempersiapkan anak untuk menerima sakramen babtis, krisma,
pengakuan tobat dan komuni pertama. Pengembangan iman sebenarnya tidak hanya terjadi dengan ketekese
eksplisit dengan kata-kata atau dengan mengajar secara instruksional saja, malainkan lebih-lebih didalam keluarga adalah dengan kesaksian hidup
keagamaan ibu dan ayahnya sendiri FC 38-39. Oleh karena itu peranan kesaksian kehidupan iman orang tua dalam memperkembangkan iman anak-
anaknya adalah sangat vital.dan inlah sebenarnya metode yang paling efektif dalam pendidikan iman juga dalam hal-hal ini didalam keluarga yakni
dengan contoh konkret kehidupan iman orang tuanya serta anggota keluarga yang lain yang hidup serumah Hardiwiratno, 1994:84-86.
Memang kita sadari juga bahwa hidup iman bukanlah sesuatu yang secara khusus diisi kedalam anak oleh ayah dan ibunya. Iman itu pertama-
tama adalah suatu anugerah Allah yang berkembang mengikuti irama hidup seseorang dan kehidupan sekitarnya. Namun perkembangan iman tidak terjadi
secara otomatis, tetapi sungguh suatu buah hasil proses yang dihayati dengan seluruh kehendak bebasnya dan rahmat Tuhan. Maka dalam rangka proses
inilah, peranaan orang tua atau keluarga menjadi penting. Dengan menghargai anugerah kebebasan pribadi, orang tua mengarahkan akan-anaknya kepada
hidup sebagai orang beriman, sedemikian rupa sehingga akhirnya anak-anak sendirilah merasa bahwa iman itu sebagai yang dipilihnya sendiri secara
bebas. Ayah dan ibu bertindak seperti itu karena timbul dari kasih kepada anak-anaknya dan demi keselamatan anak-anaknya pula.
D. Pengaruh Doa Bersama dalam Keluarga bagi Perkembangan Iman