Doa bersama dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman usia dini di lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST YOHANES RASUL KEDATON BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG”. Judul ini dipilih oleh penulis berdasarkan wawancara kepada keluarga di Lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung dan bertitik tolak dari keprihatinan penulis terhadap situasi pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik di lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton terhadap perkembangan iman anak. Adanya hambatan yang dirasakan oleh keluarga Katolik bahwa kurang ada waktu untuk saling berdialog dan berdoa bersama karena masing-masing anggota keluarga sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Kegiatan doa bersama merupakan suatu usaha untuk membangun relasi dengan Tuhan maupun dengan sesama. Selain itu juga dalam doa bersama menjalin persatuan dan persekutuan antar anggota keluarga. Doa keluarga merupakan doa yang dilakukan secara bersama-sama yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Sedangkan pembinaan iman usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan iman anak.

Berdasarkan hasil penelitian di Lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung orang tua telah memahami dirinya sebagai pendidik iman yang utama dan pertama dalam keluarga. Secara umum, doa bersama dipahami sebagai relasi yang intim antara manusia dan Tuhan. Selain itu juga orang tua telah mengupayakan terlaksananya doa bersama dalam keluarga dengan berusaha membuat jadwal rutin dan menyempatkan diri untuk berdoa bersama.

Penulis mengusulkan katekese keluarga untuk membantu orangtua khususnya dalam membina iman anak-anaknya. Katekese keluarga ini disusun dengan kreativitas penulis ke dalam bentuk Share Christian Praxis yaitu katekese yang lebih menekankan proses berkatekese yang bersifat dialog partisipatif bagi keluarga di lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton.


(2)

ABSTRACT

The title of this thesis is "FAMILY PRAYER AS A MEANS OF EARLY AGE FAITH EDUCATION IN ST PETER NEIGHBORHOOD, ST JOHN PARISH IN KEDATON, BANDAR LAMPUNG, PROVINCE OF LAMPUNG”. This title was chosen based on the interviews with families in the neighborhood of St Peter Parish of Kedaton Apostle St John, Bandar Lampung , Lampung and the starting point concerns the situation of the practice of prayer in a Catholic were family in the neighborhood of St Peter parish of Kedaton Apostle St John to the development of children faith. The obstacles perceived by the Catholic family that there was less time for mutual dialogue and prayer together became each of the family members is busy with her own activities.

Prayer activity is an effort to build a relationship with God and with others. It addition to the prayer also promote the unity and communion between family members. Family prayer is a prayer done together consisting of father, mother and children. The faith formation of early childhood is a development effort aimed at children from birth up to the age of six years accomplished by providing educational stimulant to help the growth and development of the child's faith.

Based on the investigation results in the neighborhood of St Peter Parish of Kedaton Apostle St John, Bandar Lampung, Lampung, parents have understood themselves as the main and primary faith educators in the family. In general, family prayer was understood as an intimate relationship between man and God. In addition, parents have made an effort to the implement of prayer in the family by attempting to make it a regular schedule and taking the time to pray together.

The author proposed family catechesis to help parents, especially in fostering the their children’s faith. Family catechesis was organized by the author’s creativity in the form of Share Christian Praxis namely catechesis that emphasizes a process which is participatory dialogue for the family in the neighboorhood of St Peter Parish of Kedaton Apostle St John.


(3)

DO PEM PARO

OA BERSA MBINAAN

OKI ST YO

Di MAR PR KEKHU FAKULT AMA DAL IMAN US OHANES R iajukan untu Memperol Program Kekhususan RGARETH N ROGRAM USUSAN P JURUSA TAS KEGU UNIVERS Y LAM KELU IA DINI D RASUL KE LAMPU

S K R I P

uk Memenu eh Gelar Sa m Studi Ilm n Pendidika

Oleh HA DESY C NIM : 111

STUDI ILM ENDIDIKA AN ILMU P URUAN DA SITAS SAN YOGTAKA 2016 UARGA SE DI LINGKU EDATON B UNG

P S I

uhi Salah Sa arjana Pendi mu Pendidik an Agama K

: CHRISTIK 1124013 MU PEND AN AGAM PENDIDIK AN ILMU NATA DHA ARTA 6 EBAGAI SA UNGAN ST BANDAR L atu Syarat idikan kan Katolik KARATNA IDIKAN MA KATOL KAN PENDIDIK ARMA ARANA T PETRUS LAMPUNG A LIK KAN G,


(4)

(5)

(6)

iv  

HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada

Keluarga, Sahabat, dan


(7)

v  

MOTTO

Hidup ini berat, penuh perjuangan untuk setiap detik yang kita lalui. Untuk itu kita harus terus bergerak dari setiap detiknya supaya hidup ini lebih

seimbang.

Syukurilah apa yang telah terjadi, dan hadapilah masa depan dengan penuh kebahagiaan.


(8)

(9)

(10)

viii  

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST YOHANES RASUL KEDATON BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG”. Judul ini dipilih oleh penulis berdasarkan wawancara kepada keluarga di Lingkungan St. Petrus Paroki St. Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung dan bertitik tolak dari keprihatinan penulis terhadap situasi pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik di lingkungan St Petrus Paroki St. Yohanes Rasul Kedaton terhadap perkembangan iman anak. Adanya hambatan yang dirasakan oleh keluarga Katolik bahwa kurang ada waktu untuk saling berdialog dan berdoa bersama karena masing-masing anggota keluarga sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Kegiatan doa bersama merupakan suatu usaha untuk membangun relasi dengan Tuhan maupun dengan sesama. Selain itu juga dalam doa bersama menjalin persatuan dan persekutuan antar anggota keluarga. Doa keluarga merupakan doa yang dilakukan secara bersama-sama yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Sedangkan pembinaan iman usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan iman anak.

Berdasarkan hasil penelitian di Lingkungan St Petrus Paroki St. Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung orang tua telah memahami dirinya sebagai pendidik iman yang utama dan pertama dalam keluarga. Secara umum, doa bersama dipahami sebagai relasi yang intim antara manusia dan Tuhan. Selain itu juga orang tua telah mengupayakan terlaksananya doa bersama dalam keluarga dengan berusaha membuat jadwal rutin dan menyempatkan diri untuk berdoa bersama.

Penulis mengusulkan katekese keluarga untuk membantu orangtua khususnya dalam membina iman anak-anaknya. Katekese keluarga ini disusun dengan kreativitas penulis ke dalam bentuk Share Christian Praxis yaitu katekese yang lebih menekankan proses berkatekese yang bersifat dialog partisipatif bagi keluarga di lingkungan St. Petrus Paroki St. Yohanes Rasul Kedaton.


(11)

ix  

ABSTRACT

The title of this thesis is "FAMILY PRAYER AS A MEANS OF EARLY AGE FAITH EDUCATION IN ST PETER NEIGHBORHOOD, ST JOHN PARISH IN KEDATON, BANDAR LAMPUNG, PROVINCE OF LAMPUNG”. This title was chosen based on the interviews with families in the neighborhood of St. Peter Parish of Kedaton Apostle St. John, Bandar Lampung , Lampung and the starting point concerns the situation of the practice of prayer in a Catholic were family in the neighborhood of St. Peter parish of Kedaton Apostle St. John to the development of children faith. The obstacles perceived by the Catholic family that there was less time for mutual dialogue and prayer together became each of the family members is busy with her own activities.

Prayer activity is an effort to build a relationship with God and with others. It addition to the prayer also promote the unity and communion between family members. Family prayer is a prayer done together consisting of father, mother and children. The faith formation of early childhood is a development effort aimed at children from birth up to the age of six years accomplished by providing educational stimulant to help the growth and development of the child's faith.

Based on the investigation results in the neighborhood of St. Peter Parish of Kedaton Apostle St. John, Bandar Lampung, Lampung, parents have understood themselves as the main and primary faith educators in the family. In general, family prayer was understood as an intimate relationship between man and God. In addition, parents have made an effort to the implement of prayer in the family by attempting to make it a regular schedule and taking the time to pray together.

The author proposed family catechesis to help parents, especially in fostering the their children’s faith. Family catechesis was organized by the author’s creativity in the form of Share Christian Praxis namely catechesis that emphasizes a process which is participatory dialogue for the family in the neighboorhood of St. Peter Parish of Kedaton Apostle St. John.


(12)

x  

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah karena kasih karunia dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

Adapun judul skripsi ini adalah DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST YOHANES RASUL KEDATON, BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG. Diwarnai dengan perasaan putus asa dan bahagia karena berbagai hambatan dan kesulitan yang turut menyertai dalam penulisan skirpsi ini, serta berkat perhatian dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu, atas kerja sama yang baik hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini, dengan rendah hati penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Segenap Staf Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan IPPAK-USD, yang telah mendidik selama berlajar, khususnya dalam menyusun skripsi ini. 2. Dr. C. Putranto, SJ sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

membimbing dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam penulisan Skripsi ini.


(13)

xi  

3. Drs. FX. Heryatno Wonowulung SJ,. M.Ed., sebagai penguji II yang telah memberikan perhatian, dukungan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan dukungan, semangat, masukan yang membangun selama belajar di IPPAK-USD, serta dalam pergulatan hidup penulis untuk mencari arah hidup.

4. Y. Kristianto, SFK, M.Pd sebagai penguji III yang telah memberi perhatian, dukungan dan bimbingan penelitian selama penulisan skripsi ini.

5. Bapak, ibu, kakak, dan adikku yang telah setia dan penuh cinta mendampingi serta memberikan semangat dalam menyelesaikan studi di IPPAK-USD. 6. Pastor paroki St Yohanes Rasul Kedaton, Romo Yohanes Tendens Tana Pr

yang telah memberi ijin dalam penelitian di lingkungan St Petrus dan telah membantu demi kelancaran penulisan skripsi ini, secara langsung maupun tidak langsung.

7. Keluarga-keluarga katolik di lingkungan St Petrus yang telah meluangkan waktu untuk mensharingkan pengalaman imannya melalui kuesioner dan telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

8. Bernadeta Wahyu Widhi Hapsary yang telah memberikan banyak pelajaran dalam hidup.

9. Priska Veria Kusuma, Agnes Garlosi K dan Kartika Putri Dinanti yang telah setia mendukung dan memberikan dorongan semangat dalam proses serta kelancaran studi

10. Teman-teman angkatan 2011 yang telah menjadi keluarga penulis dan memberikan semangat penulis.


(14)

(15)

xiii  

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penulisan ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. DOA BERSAMA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI ... 9

A. Doa ... 10

1. Pengertian Doa ... 10

2. Cara Berdoa ... 14


(16)

xiv  

4. Isi Doa ... 16

5. Bentuk Doa ... 19

6. Doa bersama ... 21

B. Keluarga Katolik ... 23

1. Pengertian Keluarga Katolik ... 25

2. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga ... 26

3. Tugas dan Peranan Keluarga Kristiani ... 29

4. Peranan Doa ditinjau dari Dokumen Familiaris Consortio ... 37

C. Pembinaan Iman Usia Dini ... 39

1. Arti Pembinaan ... 40

2. Pengertian Iman ... 42

3. Pengertian Pembinaan Iman Usia Dini ... 44

D. Kebutuhan Rohani Anak ... 45

1. Kedisiplinan ... 47

2. Pendampingan ... 48

3. Persahabatan ... 48

4. Tahapan Perkembangan Iman ... 49

E. Fokus Penelitian ... 50

BAB III PENELITIAN TENTANG PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST YOHANES RASUL KEDATON, BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG ... 52

A. Gambaran Umum Paroki St Yohanes Rasul Kedaton ... 52

1. Sejarah Berdirinya Paroki St Yohanes Rasul Kedaton ... 52

2. Letak Geografis Paroki ... 55

3. Jumlah Umat Paroki St Yohanes Rasul Kedaton ... 56

4. Perkembangan Umat Katolik di Paroki St Yohanes Rasul Kedaton ... 56

B. Metode Penelitian ... 58

1. Latar Belakang Penelitian ... 58


(17)

xv  

3. Tujuan penelitian ... 60

4. Variabel Penelitian ... 60

5. Manfaat Penelitian ... 61

6. Jenis Penelitian ... 61

7. Tempat dan Waktu Penelitian ... 62

8. Responden Penelitian ... 62

9. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 63

10. Teknik Analisis Data ... 65

C. Laporan Hasil Penelitian ... 66

1. Identitas Responden ... 66

2. Pembinaan Iman Usia Dini di dalam Keluarga ... 68

3. Pengertian dan Peranan Doa dalam Rangka Pembinaan Iman dalam Keluarga ... 71

4. Bentuk-bentuk Doa Bersama yang Berlangsung dalam Keluarga 76 5. Faktor pendukung dan Penghambat Kebiasaan Doa Bersama dalam Keluarga ... 82

6. Usaha-usaha untuk meningkatkan penghayatan hidup doa dalam keluarga ... 85

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 90

1. Indentitas Responden ... 91

2. Pembinaan Iman Usia Dini di dalam Keluarga ... 92

3. Pengertian dan peranan doa dalam Rangka Pembinaan Iman dalam Keluarga ... 93

4. Bentuk-bentuk doa Bersama yang berlangsung dalam Keluarga 97

5. Faktor pendukung dan penghambat kebiasaan doa bersama dalam Keluarga ... 99

6. Usaha-usaha yang Dilakukan untuk Meningkatkan Penghayatan Hidup Doa dalam Keluarga ... 101


(18)

xvi  

BAB IV USULAN PROGRAM MENINGKATKAN PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN DINI MELALUI KATEKESE KELUARGA DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST

YOHANES RASUL KEDATON ... 107

A. Peranan Doa Bersama dalam Keluarga sebagai Sarana Pembinaan Iman Dini ... 107

B. Gambaran Umum Katekese ... 111

1. Pengertian Katekese ... 111

2. Tujuan Katekese ... 112

3. Katekese Keluarga ... 113

C. Usulan Program dan Contoh Doa Bersama dalam Keluarga melalui Katekese Keluarga ... 115

1. Arti Program ... 116

2. Tujuan Program ... 116

3. Matriks Memupuk Doa Bersama dalam Keluarga sebagai Sarana Pembinaan Iman Dini di Lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung ... 117

4. Contoh doa Bersama dalam keluarga sebagai Sarana Pembinaan Iman Dini melalui Katekese Keluarga ... 122

BAB V PENUTUP ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 130

LAMPIRAN ... 132

Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Penelitian untuk Paroki ... (1)

Lampiran 2: Surat Permohonan Ijin Penelitian untuk Lingkungan ... (2)

Lampiran 3: Surat Pengantar Penelitian ... (3)

Lampiran 4: Surat Rekomendasi Penelitian ... (4)


(19)

xvii  

Lampiran 6 : contoh Kuesioner yang diisi responden ... (11)

Lampiran 7: Perikop Kitab Suci ... (23)

Lampiran 8: Gambar-gambar Keluarga ... (24)


(20)

xviii  

DAFTAR SINGKATAN

A. Daftar Singkatan Kitab Suci

Dalam skripsi ini daftar singkatan Kitab Suci mengikuti Lembaga Alkitab Indonesia (2010).

B. Daftar Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

DV : Dei Verbum, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

DH : Dignitatis Humanae, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang kebebasan beragama, tahun 7 Desember 1965.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.

KGK : Katekismus Gereja Katolik, (P. Herman Embuiru, SVD, Penerjemah). Ende: Percetakan Arnoldus.

SC : Sacrosantum Consilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci, 4 Desember 1963.

LtF : Letter of the Family, Paus Yohanes Paulus II. Surat kepada Keluarga-keluarga, 2 Februari 1994.


(21)

xix  

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

KAS : Keuskupan Agung Semarang KOMKAT : Komisi Kateketik

KOMKEL : Media Komunikasi Keluarga Kristiani KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia


(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENULISAN

Keluarga merupakan lingkungan kecil dalam masyarakat yang menempati bagian yang paling dasar. Pada hakikatnya, keluarga adalah tempat pembentukan masing-masing pribadi. Keluarga merupakan tempat pembentukan masing-masing pribadi menjadi pribadi yang utuh dan mengimani Yesus Kristus. Yang berperan dalam memimpin keluarga adalah orang tua, sebab tugas dan peran orang tua adalah mendidik anak-anak yang berakar pada panggilan Allah sebagai suami isteri untuk ikut melancarkan karya penciptaan Allah dengan memberdayakan dan mengembangkan sosok pribadi anak agar menjadi sosok pribadi yang sempurna baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, orang tua sangat berperan dalam pembinaan iman anak demi perkembangan iman anak. Keluarga merupakan tempat yang sangat baik untuk memperkembangkan iman dan kedewasaan anak. Di dalam keluargalah anak dibentuk dan dibina untuk mencapai kematangan iman. Keluarga merupakan tempat yang sempurna untuk memperkembangkan iman. Oleh sebab itulah keluarga sering disebut sebagai sekolah pertama dan utama sebagai tempat pendidikan pertama anak dari lahir sampai dewasa.

Kewajiban dan tanggung jawab mendidik anak merupakan suatu kenyataan alamiah yang tidak bisa dipungkiri dan dihindari oleh setiap pribadi sebagai orang tua. Orang tua adalah pribadi pertama yang mempunyai kesempatan memperkenalkan realitas hidup duniawi kepada anak-anak, dan sekaligus sebagai


(23)

pendidik pertama dan utama yang mengajarkan kebenaran. Konsekuensinya, mereka juga harus memperkenalkan Tuhan dan membimbing untuk mengimaninya. Orang tua merupakan pewarta iman yang pertama bagi anak-anaknya melalui perkataan dan teladan hidup iman. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban mendidik anak, orang tua diminta mendidik dengan sekuat tenaga tanpa paksaan dan kekerasan yang dapat mengganggu kebahagiaan dan keharmonisan hidup berkeluarga. Paus Paulus VI dalam surat apostoliknya yang berjudul Matrimonia Mixta, menegaskan bahwa orang tua sebagai orang yang sudah dibaptis secara otomatis mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk membaptis dan mendidik anak-anak sebagai anugerah Tuhan yang harus didampingi dan dibimbing selama masa pertumbuhan mereka dengan memberikan pengajaran iman dan nilai-nilai Injili. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, orang tua diminta untuk memberikan teladan dan kesaksian hidup yang baik (Agung Prihartana, 2008:21).

Untuk pembinaan iman anak dalam keluarga ada beraneka macam hambatan yang kompleks. Tentunya hambatan itu berasal dari orang tua sendiri yang sering mengeluhkan kurangnya waktu untuk memperhatikan perkembangan anak-anaknya dengan dialog dan berdoa bersama karena orang tua sibuk bekerja dengan tugasnya di tempat mereka bekerja. Dalam keluarga orang tua kurang memperhatikan hidup imannya dengan baik sehingga hidup dalam rumah tangga mengalami kemerosotan. Tuntutan perkembangan jaman yang mengakibatkan orang lebih senang berhadapan dengan layar televisi membuat anak-anak kurang diperhatikan dan dibimbing. Akibatnya banyak anak yang melarikan diri ke arah


(24)

pergaulan yang negatif, tidak kerasan di rumah dan terhambat perkembangan imannya karena kurangnya perhatian orang tua.

Salah satu saran yang dianjurkan oleh Gereja agar keluarga bertumbuh dan berkembang dalam hidup rohaninya adalah menciptakan kebiasaan berdoa bersama dalam keluarga. Berhubungan dengan hal ini Paus Yohanes Paulus II dalam amanat Apostoliknya “Familiaris Consortio”, no 59 menegaskan:

Aku berkata kepadamu, jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka. (FC art 59: 90)

Doa bersama merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh setiap keluarga Katolik sebagai makanan rohani bagi keluarga. Orang tua sebagai panutan dalam keluarga harus dapat memberikan contoh hidup doa serta terbuka dengan memberikan pengertian dalam keluarga. Dengan demikian keluarga sebagai tempat untuk tumbuh kembangnya iman yang memungkinkan setiap anggotanya berkembang ke arah yang lebih baik sehingga orang tua menyadari pentingnya kebiasaan doa bersama sebagai dasar pembinaan iman rohani anak.

Oleh karena itu, melalui skripsi ini penulis bermaksud ingin memberikan sumbangan pemikiran bagi keluarga Katolik di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton dengan judul “DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST YOHANES RASUL KEDATON BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG”


(25)

B. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penulisan ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman keluarga katolik mengenai doa bersama dalam keluarga katolik dalam rangka mendidik iman anak di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung?

2. Wujud-wujud apa saja yang kini berlangsung dari doa bersama dalam keluarga katolik di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung?

3. Hambatan apa yang dihadapi keluarga dalam pelaksanaan doa bersama dalam keluarga katolik di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung?

4. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk membantu keluarga katolik dalam doa bersama sebagai sarana pembinaan iman dalam kehidupan sehari-hari,

khususnya di Lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung?

5. Harapan apa yang diinginkan oleh keluarga Katolik untuk meningkatkan kegiatan doa bersama dalam keluarga demi sarana pembinaan iman usia dini di lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung?


(26)

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan ini adalah:

1. Mengetahui pemahaman keluarga katolik mengenai doa bersama dalam keluarga katolik dalam rangka mendidik iman anak di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.

2. Mengetahui wujud-wujud apa saja yang kini berlangsung dari doa bersama dalam keluarga katolik di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.

3. Mengetahui hambatan apa yang dihadapi keluarga dalam pelaksanaan doa bersama dalam keluarga katolik di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.

4. Mengetahui sejauh mana usaha yang sudah dilakukan oleh keluarga katolik dalam menerapkan kebiasaan doa bersama dalam keluarga di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.

5. Mengetahui harapan apa yang diinginkan oleh keluarga Katolik untuk meningkatkan kegiatan doa bersama dalam keluarga demi sarana pembinaan iman usia dini di lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung?

6. Memenuhi persyaratan ujian kelulusan Sarjana Strata 1 pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Agama Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(27)

D. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang doa bersama sebagai pembinaan iman anak.

2. Memperkaya atau memberi sumbangan bentuk – bentuk doa dalam keluarga untuk meningkatkan kebiasaan doa bersama dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman dini.

3. Membantu keluarga-keluarga katolik untuk mengatasi hambatan yang dihadapi keluarga dalam menerapkan kebiasaan doa bersama dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman bagi anak-anaknya.

4. Memberikan sumbangan mengenai berbagai bentuk dan model doa bersama dalam keluarga.

E. METODE PENULISAN

Dalam tugas akhir ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian studi kepustakaan untuk mempelajari ajaran dan dokumen gereja. Sedangkan penelitian kuantitatif dan kualitatif untuk mempelajari situasi yang terjadi di lapangan sejauh mana keluarga-keluarga mengalami hambatan dalam mendidik iman anak dengan penyebaran kuesioner, dan penelitian doa bersama dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman usia dini di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.


(28)

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokok-pokok sebagai berikut:

BAB I:

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II:

Bab ini membahas tentang refleksi kritis tentang doa bersama sebagai sarana pembinaan iman dini, yang dijelaskan dalam dua pokok yaitu doa bersama dalam keluarga katolik dan pembinaan iman.

BAB III:

Bab ini membahas tentang laporan penelitian doa bersama dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman dini yang meliputi: latar belakang Gereja (sejarah paroki, profil paroki, situasi umat paroki), gambaran umum Lingkungan St Petrus terkhusus kehidupan doa bersama dalam keluarga, situasi ekonomi keluarga di Lingkungan St Petrus, laporan penelitian (latar belakang penelitian, tujuan penelitian, jenis penelitian, instrumen penelitian, responden penelitian, waktu, tempat, dan pelaksanaan penelitian, variabel penelitian) dan pembahasan hasil penelitian, kesimpulan dan hasil penelitian.

BAB IV:

Bab ini berisi tentang usaha meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam bentuk doa bersama


(29)

sebagai sarana pembinaan iman dini di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton.

BAB V:

Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh rangkaian bab yang sudah diuraikan serta saran dari penulis


(30)

BAB II

DOA BERSAMA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN DINI

Bab II ini akan membahas tentang doa bersama dalam Keluarga dan pembinaan iman. Bab ini akan dibagi menjadi dua bagian yang pertama dijelaskan tentang pengertian doa bersama dalam keluarga katolik, yang kedua dijelaskan tentang pembinaan iman.

Berhubungan dengan hal doa Lydia Simons menuliskan dalam bukunya Bagaimana Aku Harus Berdoa (1995: 9) menegaskan bahwa “Bagi umat Kristen, doa merupakan suatu perintah yang diberikan oleh Tuhan. Memanglah bukan suatu perintah yang datang dari luar seperti sebuah komando kepada kita, melainkan suatu tugas semacam perintah untuk melaksanakan cinta kasih yang telah dibebankan kepada kita semua”. Dalam Injil Lukas juga tertulis “Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (Luk 18:1)

Ajakan Yesus dalam kutipan Lukas 18:1 kiranya jelas bahwa kita harus terus berdoa. Namun demikian seperti melaksanakan perintah berat tentang cinta kasih, maka demikianlah terasa sangat sulit untuk menunaikan tugas tentang hal berdoa. Melihat situasi di zaman sekarang yang tidak menentu ini, banyak keluarga mengalami pasang surut, tantangan maupun hambatan dalam membina iman keluarganya. Salah satu tantangan itu adalah membina kebiasaan doa bersama dalam keluarganya.


(31)

A. Doa

Sebelum dijelaskan mengenai pengertian doa bersama sebagai pembinaan iman dini, terlebih dahulu dijelaskan tentang beberapa pengertian doa yang menjadi dasar kehidupan umat Kristiani. Dalam bagian ini juga akan dijelaskan beberapa pengertian dan bentuk-bentuk doa Kristiani.

1. Pengertian Doa

a. Menurut Thomas H. Green SJ

Doa itu mengangkat hati dan budi kepada Tuhan. Itu suatu definisi yang mudah dihafal yakni jelas dan singkat. Definisi itu baik, karena mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan itu jauh ada di luar pengalaman kita, doa itu mengandaikan usaha dari pihak kita dan doa itu melibatkan budi dan hati yakni pengertian, perasaan dan kemauan manusia. Jika kita menyelidiki tiga unsur itu lebih lanjut, kita mungkin dapat menemukan gambaran lebih jelas tentang apa doa itu. Unsur terakhir doa muncul dari dalam hati itu merupakan sesuatu yang sangat penting dan tidak selalu ditekankan dengan jelas. Doa itu mengangkat masalah pengertian dan pengetahuan sehingga menyerupai teologi yang ingin menggunakan budi dalam melayani iman. Memanfaatkan pemikiran untuk menjelaskan pewahyuan Tuhan (Green, 1988:28).

Doa itu membuka hati dan pikiran kepada Tuhan sebab membuka itu menekankan mau terbuka dan menanggapi. Membuka diri berarti juga mau bertindak sedemikian rupa sehingga yang lain tetap kuasa yang menentukan. Membuka diri berarti mau mendengarkan. Mendengarkan adalah inti dari doa


(32)

yang sejati. Kalau kita sudah belajar mendengarkan dengan penuh perhatian dan kepekaan, semua peristiwa dalam hidup menjadi sebuah perjumpaan dengan Tuhan (Green, 1988:31). Mendengar dan mendengarkan itu suatu metafora yang baik untuk diterapkan pada doa. Hal ini cukup membantu menjelaskan bahwa doa itu tidak hanya sekedar meminta, tetapi menggali lebih dalam untuk bertindak mencapai arti doa yang sesungguhnya. Doa itu hakikatnya perjumpaan dialogis antara Allah dan manusia. Dan karena Allah itu Tuhan, maka hanya Dialah yang dapat memprakarsai perjumpaan itu. Maka, apa yang dibuat dan dikatakan manusia di dalam doa tergantung pada apa yang telah di katakan Tuhan lebih dulu. Doa sendiri mengandaikan usaha dari pihak manusia, meskipun Tuhanlah yang selalu memulai lebih dulu untuk membuka hati manusia karena Tuhanlah yang telah memilih manusia (Yoh 15:16).

b. Menurut J. Darminta, SJ

Berbicara tentang doa, berarti mendalami doa murid Yesus Kristus. Bagi Gereja, hal itu berarti bahwa manusia berdoa bersama melalui dan dalam nama Yesus Kristus. Oleh karena itu dalam buku yang berjudul Tuhan Ajarlah Kami Berdoa (Darminta 1983:12) menyatakan bahwa:

Dengan perantaraan Kristus bersama Dia serta bersatu dalam Roh Kudus kami menyampaikan kepada-Mu, Allah Bapa yang Mahakuasa, segala hormat dan pujian kini dan sepanjang masa. Untuk mengungkapkan kenyataan doa kristen tersebut, Gereja merumuskan penutup doa ada dua macam: pertama bila doa ditujukan kepada Allah Bapa, penutup doa berbunyi: “Demi Yesus Kristus, Putera-Mu, Tuhan dan pengantara kami yang bersatu dengan Dikau dan Roh Kudus hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa”. Kedua bila doa itu ditujukan kepada Tuhan Yesus, penutup doa berbunyi: “Sebab Engkau-lah Tuhan dan pengantara kami yang


(33)

bersatu dengan Bapa dan Roh Kudus hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa”.

Dari rumusan-rumusan doa di atas dapat dikatakan, bahwa meski alamat doa itu ditujukan untuk Yesus Kristus, doa tetap dihayati sebagai kelanjutan doa Yesus Kristus kepada Bapa-Nya. Doa Kristus menjadi dasar doa kristen. Setiap orang berdoa, kita berdoa tidaklah sendirian, tetapi kita berdoa bersama-sama dengan Kristus. Kebersamaan dengan Kristus itulah yang membuat doa kita didengar oleh Allah Bapa (Yoh 16:24). Untuk mengetahui bagaimana orang Kristen berdoa, orang dapat melihat bagaimana Yesus Kristus sendiri berdoa. Doa Yesus Kristus mengungkapkan dan menyingkapkan makna dan arti doa Kristen. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa dalam doa-doa-Nya terungkaplah misteri hidup Yesus Kristus sebagai Putera Allah dan sebagai Penyelamat. Berdasarkan kenyataan itu dapatlah didekati ciri-ciri pokok doa Yesus Kristus yang memang tetap merupakan doa yang khas (Darminta, 1983:13).

Berdasarkan ciri-ciri pokok doa Yesus yang sering Ia lakukan adalah saat Yesus memberi makan lima ribu orang (Mat 26:23). Sesudah Yesus memberi makan lima ribu orang, Yesus menyuruh semua orang yang mengikuti-Nya untuk pulang dan sesudah itu Ia naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Yesus memiliki ciri berdoa seorang diri, seperti berdoa di taman (Mat 26:36). Dengan berdoa sendirian itu Yesus dapat merasakan secara mendalam dan diri-Nya sebagai Putera Allah di hadapan Bapa di surga. Ciri yang lainnya adalah persekutuan Yesus dengan Bapa (Luk 2:49) bagi Yesus, persekutuan dengan Allah Bapa merupakan dasar dalam doa-Nya. Kesatuan intim dengan Allah Bapa merupakan titik tolak hidup dan tindakan-tindakan Yesus. Dan dalam segala hal


(34)

untuk meminta berkat Tuhan (Luk 3:21) peristiwa pembabtisan Yesus di sungai Yordan, (Luk:6:12) saat Yesus memanggil kedua belas rasul. Ciri-ciri doa Yesus yang lainnya adalah hubungan antara Yesus dengan Allah Bapa yang dilukiskan dalam Kitab Suci sebagai hubungan Putera dan Bapa. Doa Yesus bercirikan menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Bapa-Nya di surga.

c. Menurut Al. Wahjasudibja Pr

Dalam bukunya yang berjudul Hidup Sejati (Al. Wahjasudibja) menegaskan bahwa:

Orang yang sudah dibaptis menerima hidup ilahi, ikut serta dalam hidup Allah, maka juga ikut serta dalam imamat Kristus meski secara umum. Maka ia diperkenankan menghadap dan berbicara secara langsung kepada Bapa di surga. Keakraban persatuan itu dinyatakan dalam doa dan ibadat bersama, yang menjadi sumber melimpahnya hidup dan keselamatan. Oleh karena itu hidup mengikuti Kristus harus didasari doa dan ibadat. Bila tidak akan mudah sekali kegiatannya sesat. (Al. Wahjasudibja 1987:90)

Berdoa itu menyatakan iman kepada Allah dengan maksud untuk memuji Allah dengan penuh rasa syukur. Mencurahkan isi hati kepada Tuhan sebagai sang pemberi kehidupan. Mendengarkan sabda Tuhan agar selalu melaksanakan panggilannya dengan setia. Sudah selayaknyalah kita sebagai manusia memuji dan memuliakan Allah yang telah menciptakan dan memberikan kehidupan kepada umat manusia. Allah menciptakan manusia tidak serta merta membiarkan hambanya hidup dalam kekosongan iman dan hingar bingar duniawi, tetapi Allah mengajak umatnya untuk setia dengan panggilan dan imannya untuk selalu mengingat dan memuliakan Allah yang telah menciptakannya. Mencurahkan isi hati, apa yang dialami dan dihayati selama perziarahan hidup kepada Allah


(35)

merupakan bukti bahwa manusia mengakui Allah sebagai yang kuasa dengan menguji hambanya dengan berbagai macam persoalan (Wahjasudibja Pr, 1987:91)

d. Menurut St. Darmawijaya, Pr

Dalam bukunya St Darmawijaya Pr yang berjudul Mutiara Iman Keluarga Kristiani (1994:25) menerangkan bahwa “Doa, bukanlah sebuah mantra ataupun rumusan untuk dihafal, dan dinyatakan pada saat dibutuhkan. Doa adalah sikap beriman manusia menanggapi tawaran kasih Allah dalam situasi hidup, membutuhkan sarana”. Dalam doa, manusia menyapa Allah. Sapaan Allah ini merupakan inisiatif Allah sendiri untuk mengetuk hati manusia. Inisiatif Allah ini merupakan rahmat yang disampaikan lewat Sabda, artinya melalui peristiwa-peristiwa kehidupan yang konkret seperti yang dikisahkan Yesus dalam Perjanjian Baru untuk mewartakan Kerajaan Allah, melalui ciptaan Allah, melalui perbuatan dan tindakan Allah, melalui sesama, melalui Yesus Kristus, melalui Kitab Suci, melalui Gereja, melalui sakramen-sakramen. Melalui peristiwa tersebut Allah berkehendak untuk menyampaikan kehendak-Nya dengan tujuan agar manusia dapat mengalamai, memahami, menerima, mencintai dan ikut ambil bagian dalam rencana keselamatan Allah melalui doa.

2. Cara Berdoa

Berdoa merupakan komunikasi dengan Allah maka diperlukan persiapan ketika hendak berdoa. St Ignasius menganjurkan, agar kita berdiri beberapa langkah dari tempat kita akan berdoa, dan mengambil waktu sejenak untuk


(36)

mengingat peristiwa atau kejadian yang telah terjadi. Selain itu perlunya menyadari betapa agungnya karya ciptaan Allah serta syukur atas anugerah yang diberikan dalam hidup (Green, 1988:87)

Berdoa itu sebaiknya dengan mantap, percaya kepada Tuhan bahwa permohonan kita akan dikabulkan. Berdoa sebaiknya juga penuh dengan ketekunan, terus menerus tanpa merasa pesimis takut kalau doa tersebut tidak dikabulkan. Berdoa juga sebaiknya dengan hati yang tulus tanpa mengharapkan pamrih. Berdoa itu mengandaikan kepasrahan dan ketulusan manusia memohon dan mensyukuri apa yang sudah diberikan kepada hidupnya dengan berserah kepada Allah, memberikan seluruh hidupnya kepada Allah sebagai tenda penyerahan diri seutuhnya dan membiarkan Allah yang berkuasa atas dirinya. (Mat 6:5-8). Rendah hati karena kita ini orang-orang yang berdosa. Sikap rendah hati ini menunjukkan bahwa manusia itu lemah, tak berdaya dihadapan Allah. Penuh dengan dosa dan meminta belas kasih kepada Allah yang maha murah (Luk 18:9-14) (Wahjasudibja, 1987:91).

3. Sumber Doa

Sumber doa bagi umat katolik yang utama adalah Sabda Allah. Gereja menasihati agar semua umat beriman sungguh-sungguh membaca Kitab Suci, dan sampai kepada suatu pengetahuan yang unggul mengenai Kristus. Kita harus selalu ingat bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujud wawancara antara Allah dan manusia. Sebab kita berbicara dengan-Nya bila berdoa dan mendengarkan-Nya bila membaca Kitab Suci (KGK 2653).


(37)

Menurut agama Kristen, sebetulnya yang berdoa bukanlah manusia, melainkan roh Allah sendiri. “Kita sendiri tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita” (Rm 8:2). Itu berarti bahwa kita berdoa bukan berdasarkan jasa-jasa kita, tetapi berdasarkan kasih sayang Allah yang berlimpah-limpah. Doa merupakan pernyataan kepercayaan akan kasih sayang Allah. Maka hanyalah doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan manusia. Doa adalah ungkapan iman dan tidak dapat dilepaskan dari ungkapan serta perwujudan iman yang lain (KWI, 1996:194-196).

4. Isi Doa

Dalam kebiasaan Gereja dibedakan dua bentuk doa yang pokok yaitu doa syukur dan doa permohonan. Doa syukur sebagai ungkapan syukur atas kebaikan Tuhan. Selain itu bentuk doa syukur juga menyatakan kegembiraan atas kebaikan manusia kepada manusia atas anugerah-Nya. Hal ini ditegaskan Katekismus Gereja Katolik no 2637:224 menyatakan bahwa:

Ucapan syukur merupakan ciri khas doa di dalam Gereja, yang dalam perayaan Ekaristi [= ucapan syukur] menyatakan hakikatnya dan terbentuk menurut apa yang dinyatakan itu. Sesungguhnya melalui karya penyelamatan-Nya, Kristus membebaskan ciptaan dari dosa dan kematian, menahbiskannya secara baru dan mengembalikannya kepada Bapa, demi kemuliaan-Nya. Ucapan terima kasih anggota-anggota tubuh mengambil bagian dalam ucapan terima kasih Kepalanya.

Doa permohonan bukan hanya mengajukan suatu permohonan, melainkan meminta belas kasihan Tuhan supaya memberikan kekuatan untuk terus berjuang di dunia dengan sebuah pengharapan (KWI, 1996: 197-199). Hal ini ditegaskan Katekismus Gereja Katolik no 2629:396 menyatakan bahwa:


(38)

Dalam Perjanjian Baru kita temukan pelbagai kata untuk permohonan: memohon, meminta, meminta dengan sangat, menyeru, menjerit, berteriak, malahan juga "bergumul dalam doa. Tetapi ungkapan yang paling biasa dan paling cocok adalah "memohon". Dalam doa permohonan terungkap kesadaran akan hubungan kita dengan Allah. Kita adalah makhluk, dan karena itu, bukan asal-usul kita sendiri, bukan tuan atas keberadaan kita, dan juga bukan tujuan kita yang terakhir. Sebagai orang berdosa, kita orang Kristen pun tahu bahwa kita selalu saja memalingkan diri dari Bapa kita. Permohonan itu sendiri sudah merupakan langkah berbalik kepada Allah.

a. Doa Syukur

Puji Syukur dalam bahasa kuno disebut eukharistia, yang merupakan tanggapan manusia atas anugerah Tuhan atas dirinya. Puji Syukur tidak selalu mengucap terimakasih atas anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada manusia tetapi mengungkapkan rasa kagum atas kebaikan Tuhan. Tidak heran bahwa dalam madah Kemuliaan, Gereja juga berdoa: “Kami bersyukur kepada-Mu, karena kemuliaan-Mu yang besar”. Gereja bersyukur karena kemuliaan Tuhan, bukan karena anugerah yang telah diterimanya. Puji syukur merupakan kegembiraan bahwa ada Tuhan. Tentu saja atas kebaikan Tuhan karena anugerah-anugerah yang telah diberikan-Nya. Mulai dari kisah penciptaan, dan kemudian bermuara pada sejarah keselamatan melalui Putera-Nya Yesus Kristus, serta Roh Kudus yang diutus Bapa. Atas anugerah itu orang Kristiani memuji dan memuliakan Tuhan. Bersyukur berarti memuliakan kebaikan dan keluhuran Allah. (KWI, 1996:197)

Hidup dirasa memiliki kekuatan bila orang merasakan bahwa Tuhan yang mencintai sungguh hadir dan dekat dalam dirinaya. Sesungguhnya Allah selalu dekat dan terlibat dalam hidup manusia. Rasa dekat dengan Allah sendiri


(39)

memberikan kekuatan kepada Manusia untuk selalu bersyukur dan menghadapi konflik dalam hidupnya. Karena pada kenyataannya, manusia diperlemah dan dihambat untuk tumbuh dan berkembang karena tidak dapat berdamai dengan pengalaman-pengalaman tertentu. Bersyukur, berarti mampu melihat Allah yang tetap menyertai dan membuat orang mampu melihat iman dalam dirinya sekaligus menerima kenyataan dalam peristiwa yang terjadi dalam hidupnya (Darminta, 1997:51).

Doa puji syukur lahir dari ingatan atas kebaikan-kebaikan Allah yang telah dilakukan-Nya bagi umat-Nya dan dilakukan demi keselamatan orang-orang yang dicintai-Nya. Dalam doa puji syukur itu, manusia berterimakasih atas rahmat penciptaan (Mzm 67) ataupun atas peristiwa penyelamatan yang telah dialaminya (Darminta, 1983:15).

b. Doa Permohonan

Doa permohonan adalah doa yang diajarkan oleh Yesus sendiri kepada murid-murid-Nya. Doa permohonan yang ajarkan oleh Yesus adalah sebagai berikut:

Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: "Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya." Jawab Yesus kepada mereka: "Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan." (Luk 11:1-4)


(40)

Semua ajaran doa akan terus berkaitan erat dengan soal doa permohonan dan bagaimana kita memohon kepada Allah. Tentunya dalam memohon sesuatu kepada Allah, manusia memohon dengan penuh belas kasih dan kerendahan hati. Bukan semata-mata agar permohonan kita dikabulkan, tetapi lebih menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dihadapan Tuhan. Maka, yang pertama-tama dimohon adalah pengampunan dan belas kasihan Tuhan karena dosa manusia merupakan sumber kemalangan yang terbesar. (KWI, 1996:197-198)

Doa permohonan memiliki kekuatan tertentu untuk membangun hidup kita di dalam Tuhan. Doa permohonan, kalau dilihat dari segi dinamika manusia dan kebutuhannya untuk membangun hidup, yaitu perlunya memiliki pengalaman dicintai dan berharga. Pada dasarnya merupakan ungkapan kerinduan untuk mengalami dan meyakini bahwa dirinya sungguh berharga dan dicintai. Yang utama bukanlah soal meminta-minta melainkan Allah yang mencintai (Darminta, 1997:47-48).

5. Bentuk Doa

Berdoa berarti berkata jujur menyatakan isi hati di hadapan Tuhan. Dalam Tradisi katolik mengenal tiga cara utama mengungkapkan doa, antara lain doa lisan, doa renung, dan doa batin. Ketiga bentuk doa tersebut menuntut ketenangan hati. Katekismus Gereja Katolik art 7 mengungkapkan bahwa bentuk doa antara lain:


(41)

a. Doa lisan

Doa ini berbentuk kata-kata, baik yang dipikirkan maupun yang diucapkan. Tetapi yang terpenting ialah bahwa hati selalu hadir di depan Dia. Kebutuhan untuk mengikutsertakan pancaindera lahiriah yang sejalan dengan tuntunan kodrat manusiawi. Kita adalah tubuh dan roh, dan merasakan kebutuhan untuk menyatakan perasaan kita. kita harus berdoa dengan seluruh diri kita, supaya sebanyak mungkin memberikan kekuatan kepada permohonan kita.

b. Doa renung

Doa renung atau meditasi, pada dasarnya adalah suatu pencarian. Tuhan mengajak kita untuk menemukan Dia dalam keheningan dan mengajarkan kita untuk memiliki sikap kerendahan hati dan iman untuk menemukan dan menilai di dalam meditasi gerakan-gerakan hati. Metode-metode meditasi sangat beragam tetapi satu metode hanyalah merupakan satu penuntun. Yang terpenting adalah ialah maju bersama Roh Kudus menuju Yesus Kristus, jalan doa satu-satunya. Meditasi memakai pikiran, daya khayal, gerak perasaan dan kerinduan. Usaha penting ini untuk menggerakkan pertobatan hati dan memperkuat kehendak guna mengikuti Yesus Kristus.

c. Doa batin

Doa batin adalah ungkapan sederhana misteri doa. Doa batin merupakan anugerah yang hanya dapat diterima dalam kerendahan hati dan kemiskinan. Doa batin adalah puncak doa karena di dalam doa batin kita merasakan kekuatan Allah


(42)

melalui Roh-Nya. Kontemplasi ialah memandang Yesus dengan penuh iman, kontemplasi memandang misteri kehidupan Kristus dan dengan demikian memperoleh pengertian batin mengenai Tuhan untuk mencintai-Nya lebih sungguh dan mengikuti-Nya dengan lebih baik lagi.

d. Doa pribadi

Doa pribadi terarah pada Allah dengan menyerahkan diri kepada-Nya. Doa merupakan hubungan pribadi dengan Tuhan maka doa pribadi dilakukan seorang pribadi kepada Allah seperti yang diungkapkan dalam Mat 7:7 “Mintalah maka akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan mendapat, ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu”. Ketika melaksanakan doa pribadi janganlah doa permohonan dipusatkan pada keinginan, tetap kepada kebaikan Tuhan dan memohon belas kasih Tuhan atas segala dosa-dosa yang telah dilakukan (Jacobs, 2004:39).

6. Doa bersama

Doa bersama adalah doa yang dilakukan secara bersama-sama, seperti yang telah Tuhan Yesus ungkapkan kepada para murid-Nya:

“Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Mat 18:19-20)

Doa bersama menampakkan bentuk persatuan dan persekutuan para warga dalam Gereja Kristus. Semua bentuk doa tersebut baik, karena merupakan hasil


(43)

perjuangan manusia menanggapi panggilan Allah sekaligus komunikasi kepada Tuhan. Doa merupakan bagian pengalaman hidup rohani seseorang yang terjadi karena rahmat Allah kepada manusia. Di dalam doa bersama, orang merasakan kehadiran Allah di tengah-tengah mereka dan bersatu dalam doa tersebut.

Doa bersama merupakan sarana dalam membangun kebersamaan antara manusia dengan Allah dan memampukan manusia untuk membangun kehidupan cinta dan relasi dengan orang lain dalam cinta kasih. Doa bersama juga berarti mengangkat hati secara bersama-sama, mengarahkan hati kepada Tuhan dan menyatakan diri dengan rendah hati sebagai anak Allah dan mengakui-Nya sebagai Bapa. Dari pengertian mengenai doa bersama di atas maka, pengertian doa bersama merupakan salah satu bagian dari pendidikan iman yaitu adanya suatu gerak hati umat beriman yang rindu untuk berkumpul dan berhimpun bersama dalam suasana persaudaraan dan cinta kasih untuk bersama-sama mengarahkan hati dan pikirannya kepada Tuhan melalui madah, pujian, doa-doa dan ungkapan hati.

a. Doa bersama dalam Keluarga Katolik

Keluarga merupakan Gereja Kecil di mana setiap anggota keluarga berkumpul dalam satu iman dan melakukan doa bersama. Keluarga melakukan doa bersama sebagai bentuk persatuan dan kesatuannya dengan Allah dan dengan Gereja dalam bentuk doa bersama. Yesus Kristus telah mengajarkan kepada kita tentang doa yang baik, yaitu pertobatan hati, berdoa dalam iman dan dalam keberanian memohon anak kepada Bapa-Nya (KGK. 2606-2610). Di dalam doa


(44)

bersama dalam keluarga dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk seperti doa rosario bersama seluruh anggota keluarga, doa sebelum dan sesudah makan, doa malaikat Tuhan, doa bersama dengan intensi khusus keluarga seperti saat anak akan ujian kelulusan maupun ulangtahun. Doa bersama dalam keluarga merupakan sebuah dinamika bersama keluarga yang terjalin di antara semua anggota keluarga dengan tujuan untuk saling menguatkan dan meneguhkan dalam hal iman.

b. Doa bersama di Lingkungan

Sebagai seorang yang beriman, tentu saja manusia memiliki relasi dengan orang-orang disekitarnya, khususnya dengan orang yang seiman untuk melakukan doa bersama di lingkungan maupun di Gereja. Salah satu kegiatan pokok yang pasti terjadi dalam lingkungan adalah kegiatan doa bersama yang merupakan suatu agenda khusus yang dilaksanakan bersama keluarga-keluarga di lingkungan untuk melaksanakan doa bersama. Seperti doa rosario bersama, perayaan Ekaristi di lingkungan, ibadat pemberkatan rumah, dan doa arwah (Nambo, 1980:4-5).

Keluarga bersama-sama dengan lingkungan berdoa bersama dalam satu ujud yang sama, misalnya doa arwah untuk mendoakan arwah yang sudah meninggal. Meskipun berbeda corak dan bentuk doa bersama di lingkungan, namun akan selalu ada bentuk persatuan dan persekutuan di tengah umat beriman.


(45)

B. Keluarga Katolik

Keluarga Katolik harus berjuang pada masa kini, tetap diwarnai ciri-ciri perjuangan Yesus Kristus dan kemudian dicerna dalam tradisi kehidupan iman kristiani. Perjuangan hidup orang katolik bukan perjuangan yang mudah, namun sesuatu yang indah. Perjuangan dan semangat besar itulah yang hendaknya diwariskan kepada generasi muda.

Pewarisan nilai-nilai perjuangan tersebut pada awalnya terlaksana di dalam keluarga. Keluarga sebagai “persemaian” nilai-nilai perjuangan iman Kristiani tersebut hendaknya merupakan lahan subur, penuh daya kehidupan yang mengembangkan untuk mencapai lahan subur itulah, harus dicari, dilengkapi, dari segala penjuru. Keluarga Kristiani yang peka akan panggilannya, tentu akan mengusahakan semua itu dengan kebesaran hati (St. Darmawijaya 1994:21).

Keluarga juga merupakan persekutuan pribadi-pribadi (FC 1981:29). Dalam pernikahan dan keluarga dibentuk suatu kompleks hubungan-hubungan antar pribadi yang hidup menjadi suami istri, bapak, ibu, hubungan anak dan persaudaraan. Melalui relasi-relasi itu setiap keluarga diintegrasikan ke dalam “keluarga manusia” dan “keluarga Allah”, yakni Gereja. Pernikahan dan keluarga kristiani membangun gereja sebab keluarga manusia tidak hanya menerima kehidupan dan secara berangsur-angsur memasuki persekutuan manusiawi. Melalui pembabtisan dan pembinaan iman anak juga diajak untuk memasuki keluarga Allah, yakni Gereja. Perintah untuk berkembang biak dan berlipat ganda, yang pada awal mula diberikan kepada pria maupun wanita dengan demikian mencapai seluruh kebenarannya dan realisasi sepenuhnya. Begitulah Gereja


(46)

menemukan keluarga yang tumbuh dari sakramen, tempat kelahiran serta lingkungannya untuk memasuki generasi-generasi manusia untuk memasuki gereja (Familiaris Consortio art 15).

1. Pengertian Keluarga Katolik

Keluarga merupakan anugerah Allah yang pantas untuk diterima, dihormati, disyukuri, dipertahankan dan diperkembangkan dalam hal iman. Pengertian keluarga secara lebih luas dapat dibedakan menjadi keluarga inti yaitu terdiri dari ayah, ibu dan anak. sedangkan keluarga dekat adalah saudara sekandung dari ayah dan ibu yang seketurunan dalam garis kakek dan nenek.

Keluarga merupakan sel pertama dan terpenting dalam masyarakat, oleh karena itu, keluarga merupakan tempat asal dan sarana untuk mewujudkan masyarakat yang semakin manusiawi, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kebajikan, dipelihara, dilaksanakan dan diteruskan ke generasi berikutnya (Familiaris Consortio art 45-46)

Dalam kutipan dari Dokumen Familiaris Consortio tersebut jelas bahwa keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama dimana sebuah keluarga tumbuh dan berkembang. Hubungan erat antara keluarga dan masyarakat meminta agar keluarga bersikap terbuka dan membawakan sumbangannya bagi masyarakat serta pengembangannya. Begitu pula supaya masyarakat jangan pernah mengabaikan tugas fundamentalnya menghormati dan mendukung keluarga-keluarga. Keluarga dan masyarakat berperanan saling melengkapi dalam membela serta mengembangkan kesejahteraan setiap orang. masyarakat dan negara harus mengakui bahwa keluarga ialah rukun hidup yang mempunyai hak aslinya


(47)

tersendiri. Negara dan masyarakat mendukung peranan dan prakarsa yang diambil oleh keluarga-keluarga secara bertanggung jawab.

Hidup berkeluarga adalah suatu hal yang dikehendaki Allah dengan bersatunya pria dan wanita dalam sebuah sakramen perkawinan. Manusia pertama-tama diciptakan pria dan wanita yang saling dipertemukan dalam satu ikatan cinta. Keluarga pertama itu menerima tugas hidup saling mencinta dalam keluarga dan menjamin kelangsungan umat manusia, dengan ikut serta menciptakan manusia baru yang lahir berkat cinta kasih dan tumbuh menjadi manusia utuh dewasa berkat pembinaan dengan cinta kasih pula. Keluarga dikuduskan oleh teladan keluarga kudus dan sakramen perkawinan. Mau menerima sakramen perkawinan berarti mau menerimanya, mau menguduskan keluarganya. Inilah yang menjadi tugas panggilannya, namun juga daya kekuatannya. (Al. Wahjasudibja Pr, 1987:109-110).

2. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga

Dalam 1 Kor 13:4-7 dijelaskan bahwa persekutuan cinta kasih dalam keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak yang dibabtis menjadi perwujudan ideal yang sering diistilahkan dengan ecclesia domestica (Gereja Rumah Tangga). Persekutuan yang dibentuk oleh semangat cinta kasih dari sang suami kepada isteri dan anak-anak, begitu juga sebaliknya. Cinta kasih dalam keluarga tidak mementingkan dirinya sendiri, melainkan mau berkorban untuk keluarganya dan bertindak secara adil.


(48)

Sakramen babtis menjadikan suami istri dan anak-anak menerima dan memiliki tiga martabat Kristus sekaligus yaitu martabat kenabian, imamat dan rajawi. Dengan martabat kenabian, mereka mendapat rahmat mewartakan Injil, dengan martabat imamat mereka mendapat tugas untuk menguduskan hidup terutama dalam menghayati sakramen-sakramen dan hidup doa, dan dengan martabat rajawi, mereka memiliki tugas untuk melayani sesama (KWI, Pedoman Pastoral Keluarga, 2011: 15). Keluarga menjadi anggota Gereja dan terlibat dalam membangun Gereja karena keluarga merupakan komunitas basis gerejawi yang ikut ambil bagian dalam pengembangan Gereja dengan kesaksian iman sekaligus mengambil karya penyelamatan Allah. Keluarga adalah sungguh-sungguh Gereja Rumah Tangga karena mengambil bagian dalam lima tugas Gereja yakni seperti yang diungkapkan dalam KWI (2011:15-17) sebagai berikut:

a. Persekutuan (Koinonia)

Keluarga adalah persekutan seluruh hidup antara seorang laki-laki dan seorang perempuan berdasarkan perjanjian yang telah diungkapkan dalam sakramen perkawinan dan diperluas dengan hadirnya seorang anak dan keluarga besar. Ciri pokok persekutuan tersebut adalah hidup bersama berlandaskan cinta dan kasih sayang serta kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain. Persekutuan dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan kebersamaan yaitu melalui doa bersama, kesetiaan saat suka maupun duka, sehat maupun sakit, untuk maupun malang.


(49)

b. Liturgi (Leiturgia)

Kepenuhan keluarga katolik tercapai dalam sakramen dan hidup doa karena keluarga dapat bertemu dan berdialog dengan Allah. Bersama-sama dengan Allah, keluarga menguduskan dan dikuduskan oleh Allah bersama jemaat gerejawi dan dunia. Melalui sakramen perkawinan sepasang suami isteri menjadi dasar panggilan dan tugas perutusan dunia. Melalui perjanjian dalam sakramen perkawinan, sepasang suami isteri mempunyai tanggung jawab membangun kesejahteraan rohani dan jasmani keluarganya dengan doa dan karya. Doa dalam keluarga yang dilakukan akan memberikan kekuatan iman dalam hidu p mereka terutama ketika mereka sedang menghadapi kesukaran dan membuahkan berkat rohani yaitu relasi mesra dengan Allah.

c. Pewartaan Injil (Kerygma)

Keluarga merupakan Gereja Rumah Tangga sehingga ikut ambil bagian dalam pewartaan Injil di tengah masyarakat. Mewartakan Injil tersebut hendaklah dengan mendengarkan, penghayatan, pelaksanaan dan mewartakan Sabda melalui kesaksian dalam keluarga. Keluarga seperti Gereja, harus menjadi wadah Injil untuk diwartakan dan menyadari tugas perutusan sehingga bukan hanya orang tua saja yang mewartakan Injil kepada anak-anaknya, tetapi anak-anak juga ikut ambil bagian dalam mewartakan Injil.


(50)

d. Pelayanan (Diakonia)

Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil untuk mengamalkan cinta kasih itu melalui pengabdian kepada masyarakat dan Gereja terutama kepada mereka yang miskin, lemah, dan terlantar. Dengan semangat pelayanan yang tinggi, keluarga katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga ini hendaknya memberdayakan mereka yang dilayani dengan tujuan untuk memandirikan manusia yang dilayani.

e. Kesaksian iman (Martyria)

Setiap keluarga hendaknya berani untuk memberikan kesaksian iman di tengah masyarakat melalui perkataan maupun tindakannya dan siap menanggung resiko yang muncul dari imannya tersebut. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyuarakan kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai tindakan ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum.

3. Tugas dan peranan Keluarga Kristiani

Rencana Allah tidak hanya menyerukan makna keluarga tetapi juga peranannya, yaitu dengan melakukan apa yang harusnya di lakukan. Suami istri adalah sepasang pria dan wanita yang telah disatukan oleh Allah, sehingga mereka tidak lagi dua melainkan satu (Mat 19). Kepada mereka berdua itulah Allah menyerahkan anak, sebagai sebuah “titipan” dari-Nya.


(51)

Sebagai komunitas hidup yang penuh cinta, menurut sinode Para Uskup Gereja mempunyai empat tugas yakni:

a. Membentuk Komunitas Pribadi-Pribadi

Cinta merupakan dasar dan tujuan keluarga. Keluarga harus memperkembangkan cinta, agar ia bertumbuh menjadi komunitas antarpribadi yang saling mencintai (FC 18). Unsur pemersatu yang utama adalah cinta kasih seorang ayah dan ibu kepada anak-anaknya tanpa cinta kasih itu, keluarga bukanlah rukun hidup antar pribadi dan keluarga tidak dapat hidup serta menjadi persekutuan pribadi-pribadi. Orang tua mencurahkan cinta kasihnya kepada anak-anak seperti cinta yang menghubungkan Kristus dengan Gereja. Cinta orang tua juga berciri tidak pernah putus, karena penuhnya cinta itu untuk kesejahteraan anak dan karena dikehendaki oleh Allah menjadi lambang cinta Allah bagi umatnya. Sejak di dalam rahim, anak harus dicintai martabatnya sebagai pribadi diakui dan diperhatikan pertumbuhan serta hak-hak yang ada dalam dirinya seperti dalam FC art 26 yang mengatakan bahwa:

Dalam keluarga, yakni persekutuan pribadi-pribadi, perhatian khusus perlu diberikan kepada anak-anak, dengan mengembangkan penghargaan yang mendalam terhadap martabat pribadi mereka, serta sikap sungguh menghormati dan memperhatikan sepenuhnya hak-hak mereka. Itu berlaku bagi setiap anak, tetapi menjadi semakin mendesak, semakin anak masih kecil dan semakin ia memerlukan segalanya bila ia sakit, menderita atau menyandang cacat.

Sudah sepantasnyalah, orang tua sebagai pendidik utama memperhatikan anak-anaknya dengan memupuk rasa percaya diantara anggota keluarga dan menjalin komunikasi yang baik antar anggotanya. Dengan memupuk rasa


(52)

kepedulian serta perhatian kepada anak-anaknya berarti Gereja telah melaksanakan perutusannya yang mendasar. Sebab Gereja dipanggil untuk memberikan teladan terhadap keluarga-keluarga seperti yang telah diperintahkan Kristus Tuhan. Demikianlah cinta yang luas antara orang tua dan anak-anak, kakak dan adik serta dengan anggota keluarga lainnya yang dapat membimbing keluarga kepada suatu persekutuan yang lebih mendalam. Hal ini menjadi dasar dan jiwa dari persekutuan keluarga. (Al Purwa Hardiwardoyo, 2013:95-96).

Sikap-sikap menerima, kasih, penghargaan dan kepedulian dibidang jasmani, emosional, pendidikan dan rohani kepada anak-anak yang telah dilahirkan harus memiliki ciri khusus dan hakiki terkhusus untuk keluarga Katolik. Dengan demikian anak-anak akan bertambah iman dan kedewasaannya, semakin dikasihi Allah dan manusia di sekelilingnya sehingga nantinya mereka dapat memberikan sumbangan yang berharga untuk lingkungannya maupun untuk orang tuanya (Widyamartaya, 1994:55).

Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan seriap manusia dan merupakan persekutuan pribadi-pribadi (communio personarum) yang kehidupannya berdasarkan cinta kasih. Kasih sejati yang ada dalam keluarga akan membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga. Maka setiap pribadi dalam keluarga semestinya mewujudkan cinta kasih yang sejati melalui tindakan konkret untuk kebahagiaan dan kesejahteraan setiap anggota keluarganya. Persekutuan pribadi-pribadi itu terjadi atas dasar pilihan dan keputusan sadar dan bebas antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dan diungkapkan dalam sebuah sakramen perkawinan. Mereka bersedia meninggalkan segalanya termasuk


(53)

orang tuanya dan bersatu menjadi sepasang suami dan isteri, “sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej. 2:24; Mat 19:5-6a). Suami isteri dipanggil untuk menjadi persekutuan pribadi-pribadi dan melahirkan anak-anak yang akan memperluas persekutuan pribadi tersebut. Kehadiran anak-anak dalam keluarga merupakan anugerah nyata yang sangat berharga dan sekaligus memahkotai cinta kasih dalam perkawinan. Maka selayaknyalah anak-anak dicintai dihargai, diterima sepenuhnya dan dikembangkan sebaik mungkin oleh orang tuanya. Cinta kasih dalam keluarga merupakan kekuatan keluarga yang utama, karena tanpa cinta kasih keluarga tidak akan mengalami dan merasakan kerukunan dan kesejahteraan dalam keluarga serta tidak dapat menyempurnakan hidup sebagai persekutuan pribadi-pribadi (KWI, 2011:11-12).

b. Mengabdi Kehidupan

Cinta suami istri bersifat subur, baik dalam arti menurunkan anak, maupun dalam arti membuahkan kekayaan moral dan spiritual. Dengan menciptakan pria maupun wanita menurut gambar dan rupa-Nya. Allah menyempurnakan manusia dengan mengambil bagian istimewa dalam kasih dan kuasa-Nya sebagai pencipta dan Bapa, dengan bekerja sama secara bebas dan bertanggung jawab dalam meneruskan anugerah hidup manusiawi melalui sakramen perkawinan dan berkembang biak (Prokreasi). Maka tugas utama keluarga adalah melayani hidup, mewujudkan dalam sejarah berkat sejati Allah yakni meneruskan citra ilahi Allah ke orang-orang dengan menurunkan anak. (Widyamartaya, 1994:57)


(54)

Tugas untuk memberikan pendidikan yang berakar dari panggilan utama orang-orang yang menikah untuk mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Prokreasi juga meliputi pendidikan anak-anak. tugas dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anak mereka merupakan hak yang esensial, orisinal dan primer dalam Familiaris Consortio art 36 menguraikan bahwa:

Hak maupun kewajiban orang tua untuk mendidik bersifat hakiki, karena berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi. Selain itu bersifat asali dan utama terhadap peran serta orang-orang lain dalam pendidikan, karena keistimewaan hubungan cintakasih antara orang tua dan anak-anak. lagi pula tidak tergantikan dan tidak dapat diambil alih, dan karena itu dapat diserahkan sepenuhnya kepada orang-orang lain atau direbut oleh mereka. Anak-anak perlu dididik dalam nilai-nilai dasar, yakni dalam hal iman. Pendidikan iman ini jangan dilupakan karena iman adalah unsur yang paling mendasar. Begitu mendasar sehingga merupakan ciri khas peranan orang tua selaku pendidik yang utama. Dengan cinta kasih mereka sebagai orang tua yang mewujudkan sepenuhnya dalam tugas mendidik. Karena tugas itulah yang menyempurnakan dan melengkapi pengabdian kehidupan dalam keluarga. Cinta kasih orang tua merupakan prinsip yang menjiwai dan karena itu norma yang mengilhami serta mengarahkan segala kegiatan pendidikan dalam keluarga. Karena sakramentalitas perkawinan mereka, suami isteri merupakan guru dan ibu dalam bidang iman, merupakan pelayan gereja dalam bidang iman. Orang tua merupakan pewarta Injil bagi anak-anaknya yang membantu mereka sampai kepada Kristus dengan bantuan Roh Kudus. Namun keluarga bukanlah pendidik satu-satunya. Keluarga harus terbuka untuk bekerja sama dengan Gereja dan Negara, yang membantu keluarga itu. Orang tua juga perlu bekerja sama dengan


(55)

para guru dan pengelola sekolah-sekolah (Dr. Al Purwa Hardiwardoyo, MSF 2013:97).

c. Ikut serta dalam Pembangunan Masyarakat

Keluarga merupakan sel masyarakat yang pertama, yang menjadi dasar dan faktor penumbuh masyarakat terutama melalui pelayanan yang berdasarkan cinta kehidupan. Pengalaman hidup bersatu dan berbagi yang semestinya mencirikan hidup keluarga sehari-hari merupakan sumbangan keluarga yang pertama dan mendasar bagi masyarakat. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam masyarakat karena keluarga merupakan landasan masyarakat dan selalu menghidupi masyarakat melalui peranannya sebagai pelayan kehidupan (A. Widyamartaya, 1994:82).

Keluarga menjadi dasar dari pembangunan masyarakat karena ikut ambil bagian dalam mengembangkan peranan pengabdian kepada kehidupan. Konsili Vatikan II dalam Dekrit Apostolicum Actuositatem tentang Kerasulan Awam art 11 menyatakan bahwa:

Karena pencipta alam semesta telah menetapkan persekutuan suami isteri menjadi asal mula dan dasar masyarakat manusia, maka keluarga merupakan sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat.

Dalam rangka pembangunan hidup bermasyarakat keluarga katolik hendaknya mempunyai keterbukaan, toleran, dan menghargai pluralitas yang ada. Pluralitas ini tidak hanya terjadi pada masyarakat luas, namun juga dialami dalam keluarga. Selain itu juga perlu dikembangkan prinsip solidaritas yang dapat terwujud dalam semangat gotong-royong. Dalam semangat gotong royong itulah


(56)

keluarga secara konkret menyumbangkan keutamaan hidup dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur (KWI, 2011:18-19).

Keluarga begitu penting dalam kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, maka masyarakatpun berkewajiban untuk membantu dan menguatkan keluarga-keluarga lain. Keluarga dan masyarakat mempunyai fungsi yang saling melengkapi dalam membela dan mengembangkan kebaikan setiap dan semua orang. Hal ini ditegaskan dalam FC 48 bahwa:

Persekutuan rohani antara keluarga-keluarga kristen yang berakar dalam iman serta harapan bersama dan dijiwai oleh cinta kasih, merupakan daya kekuatan batin yang menimbulkan, menyebarkan dan mengembangkan keadilan, rekonsiliasi, persaudaraan serta damai antar manusia. Selaku Gereja mini, keluarga kristen diharapkan seperti Gereja semesta menjadi lambang kesatuan bagi dunia dan dengan demikian menunaikan peranan kenabiannya dengan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah serta damai Kristus, tujuan peziarahan seluruh dunia.

d. Turut serta dalam Hidup dan Perutusan Gereja

Keluarga Kristen wajib ikut membangun Gereja dengan membentuk dirinya menjadi “Gereja kecil”. Keluarga dibantu gereja lewat pewartaan Injil dan peneguhan iman. Keluarga dipanggil untuk pengabdian demi kemajuan Kerajaan Allah dengan ikut menghayati visi dan misi Gereja dengan mewartakan Injil lebih lanjut. Gereja mendengar dan menerima sabda Tuhan serta mewartakannya kepada orang lain. Sebagai persekutuan yang penuh dengan cinta dan kasih sejati, orang tua secara khusus menerima kabar baik bahwa kehidupaan keluarga dan perkawinan diberkati oleh Kristus sendiri. Hanya didalam iman, keluarga menyadari bahwa keluarga adalah perjanjian cinta antara Tuhan dengan umat manusia dan antara Yesus Kristus dengan Gereja sekaligus tempat untuk


(57)

memperbaharui iman dan sakramen-sakramen. Maka, keluarga Kristiani hendaklah bersama-sama dengan Kristus menghayati pengabdian kepada masyarakat, Gereja dan dunia. Dengan diberkati oleh Roh Kudus dan semangat cinta kasih dalam iman keluarga mengabdikan diri untuk merasul dan menjalankan kegiatan-kegiatan pengabdian dalam Gereja maupun dalam masyarakat. Dalam FC 50 ditegaskan bahwa:

Selain itu keluarga Kristen membangun Kerajaan Allah dalam sejarah melalui kenyataan sehari-hari, yang berkaitan dengan status hidupnya serta termasuk kekhasannya. Dengan kata lain, dalam cintakasih antara suami isteri, serta para anggota keluargalah, cinta kasih yang dihayati beserta seluruh kekayaan yang luar biasa berupa nilai-nilai dan tuntutan-tuntutannya: sifatnya sebagai keseluruhan, kesatuan, kesetiaan serta kesuburannya, disitulah diungkapkan dan diwujudkan partisipasi keluarga Kristen dalam misi kenabian, keimanan dan rajawi Yesus Kristus beserta Gereja-Nya. Oleh karena itu cintakasih dan kehidupan merupakan intipati perutusan penyelamatan keluarga Kristen dalam Gereja dan bagi Gereja. Orang tua sebagai pendidik dalam keluarga tidak hanya sekedar mengkomunikasikan iman kepada anak-anak. keluarga turut ambil bagian dalam menghayati tugas kenabian dengan menyambut dan mewartakan sabda, terutama untuk anak-anak mereka dengan pengahayatan mereka yang mendalam. Begitulah tanggapan keluarga dalam menanggapi panggilan hidup berkeluarga dengan menjalankan tugas kenabiannya setulus hati dan keluarga akan semakin berkembang dan bertumbuh sebagai persekutuan yang beriman dan mewartakan Injil di tengah masyarakat (FC 51).

Pewartaan Injil dari orang tua kepada anaknya, tidak hanya berlangsung saat anak-anak masih kecil tetapi tetap mewartakan Injil kepada anak-anak pada usia remaja dan usia muda mereka sekalipun anak-anak menolak iman Kristiani yang diterimanya. Seperti Gereja mewartakan Injil ke seluruh dunia, tidak selalu


(58)

berjalan dengan mulus. Tetapi menemukan banyak luka dan derita, banyak penolakan-penolakan dan protes keras. Keluarga juga mengalami hal yang sama dalam mewartakan Injil kepada anak-anaknya dan keluarga dituntut untuk berani menghadapi dengan keheningan hati yang penuh dengan kesukaran-kesukaran yang ada dalam diri anak-anak mereka sendiri dalam pelayanan mewartakan Injil. (FC 54).

Melihat kesukaran-kesukaran pewartaan iman dalam keluarga, orang tua haruslah bijaksana dalam menyikapi segala tantangan dengan membantu anak-anak dalam memilih panggilan hidup. Keluarga-keluarga Kristiani mempersembahkan sumbangan istimewanya untuk kepentingan misioner Gereja dengan memupuk panggilan-panggilan misioner diantara anak-anak mereka dengan mewartakan Injil dan memberikan pelayanan kepada sesama dengan kasih Yesus Kristus (Widyamartaya, 1994:100).

4. Peranan doa ditinjau dari dokumen Familiaris Consortio

Gereja mendoakan keluarga Kristen untuk membina keluarga, supaya hidup sesuai kepenuhannya dengan rahmat yang telah Tuhan berikan melalui sakramen Perkawinan. Hendaknya juga keluarga kristiani bersatu dalam doa, baik sebagai suami isteri sebagai orang tua dan anak-anak, karena hal ini merupakan tanggung jawab dari orang tua. Banyak kesempatan untuk bersatu dalam doa dan semua itu merupakan saat-saat Tuhan menyentuh kehidupan keluarga secara khusus. Tuhan memanggil keluarga untuk berdoa bersama dengan caranya tersendiri, melalui


(59)

kesukaran-kesukaran hidup yang dilalui oleh keluarga dan membawa kesukaran tersebut dalam doa.

Doa dalam keluarga mempunyai ciri-cirinya sendiri yaitu doa yang dipanjatkan bersama-sama yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak. Doa bersama ini dilakukan bukan hanya semata-mata karena mendapat kesukaran-kesukaran dalam hidup, tetapi lebih menyadari bahwa keluarga terikat kepada persekutuan yang telah dipersatukan Allah dalam sakramen perkawinan yang diterimakan oleh suami dan isteri, sedangkan sakramen babtis diterima oleh anak-anak (FC 59).

Ada ikatan yang mendalam dan penting antara Gereja dengan orang beriman seperti yang dinyatakan dalam Sacrosantum Consilium mengenai Liturgi Suci yang menegaskan bahwa:

Akan tetapi hidup rohani tidak tercakup seluruhnya dengan hanya ikut serta dalam liturgi. Sebab semua manusia Kristiani yang memang dipanggil untuk berdoa bersama, toh harus memasuki biliknya juga untuk berdoa kepada Bapa di tempat yang tersembunyi. Bahkan menurut amanat Rasul Paulus ia harus berkajang dalam doa. Dan Rasul itu juga mengajar, supaya kita selalu membawa kematian Yesus dalam tubuh kita, supaya hidup Yesus pun menjadi nyata dalam daging kita yang fana. Maka dari itu dalam kurban Misa kita memohon kepada Tuhan, supaya dengan menerima persembahan kurban rohani, Ia menyempurnakan kita sendiri menjadi kurban abadi bagi diri-Nya.

Hal ini merupakan suatu tujuan yang penting bagi keluarga untuk menghantarkan anak-anaknya pada kebiasaan doa bersama. Maka dibutuhkan partisipasi selangkah demi selangkah untuk membantu anak kepada kebiasaan doa dengan mengajarkannya doa sebelum dan sesudah makan, sebelum dan setelah bangun tidur, saat anggota keluarga dalam keadaan sakit, ulang tahun, dan saat dalam perjalanan jauh. Terutama mengajarkan anak pada kebiasaan mengikuti


(60)

perayaan ekaristi di gereja pada hari minggu dan pesta, dan perayaan sakramen-sakramen, khususnya sakramen-sakramen inisiasi Kristiani untuk anak-anak (FC 61). Dengan tetap menghormati kebebasan anak-anak Allah, Gereja selalu menganjurkan praktik kesalehan tertentu kepada umat beriman dengan perhatian khusus. Antara lain dengan mengajarkan anak-anak doa-doa dasar seperti yang diajarkan oleh Bapa dan tradisi Gereja. Doa rosario merupakan doa yang paling banyak digemari dan dipakai oleh keluarga-keluarga Kristiani (Widyamartaya, 1994:108).

Kesatuan dalam doa jangan sampai terlupakan, karena doa merupakan unsur pokok kehidupan manusia beriman dipandang dari kepenuhan dan keutamaannya karena doa merupakan bagian terpenting dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman anak dan pemersatu anggota keluarga. Dan doa merupakan ungkapan iman batin setiap manusia dan syarat utama pembebasan roh. Ungkapan ini ditegaskan dalam FC art 62 yang menyatakan bahwa:

Doa sama sekali bukan semacam pelarian dari kesanggupan-kesanggupan sehari-hari, melainkan merupakan dorongan yang paling kuat bagi keluarga Kristen untuk seutuhnya memikul dan memenuhi segala tanggung jawabnya sebagai sel utama dan mendasar bagi masyarakat manusia. Begitulah partisipasi nyata keluarga Kristen dalam kehidupan serta misi Gereja berada dalam proporsi langsung dengan kesetiaan serta intensifnya doa, ikatan persatuan keluarga dengan poko anggur yang subur, yakni Yesus Kristus Tuhan.

Doa merupakan bentuk penyerahan diri seorang manusia kepada Tuhannya dengan memohon belas kasihan dan mengucap syukur atas anugerah yang diberikannya. Maka dari itu, manusia selalu berdoa kepada Bapanya untuk memikul salib Kristus dari masalah-masalah yang terjadi dalam hidupnya. Kelebatan buah keluarga Kristiani dalam pelayanan tertuju untuk kemajuan


(61)

manusia dengan mengusahakan perubahan dunia, dan berasal dari persekutuan yang hidup dengan Kristus, yang disuburkan oleh Liturgi, persembahan diri dan doa (Widyamartaya, 1994:110).

C. Pembinaan Iman Usia Dini

Menjadi murid Kristus menyertakan dinamika untuk membentuk hidup atas dasar nilai yang ditawarkan oleh Kristus, kemudian kita diubah oleh nilai-nilai tersebut dan menjadi serupa dengan Kristus. Proses inilah yang disebut dengan transformasi diri dalam Kristus. Seseorang yang ingin menjadi pengikut Kristus hendaknya berani meninggalkan kehidupannya yang lama agar dengan demikian ia menemukan hidup (Mat 10:37-39; 16:24-25). Ini berarti bahwa kita memeluk transendensi diri dalam cinta pada Kristus. Hal ini mengandaikan bahwa kita menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dan kepada sesama. Hal ini harus diwartakan dengan jelas dalam tiap tujuan pembinaan agar pembinaan tidak salah arah. Konsekuensinya adalah Allah menjadi pusat dan arah pembinaan dan ini terlaksana dalam memeluk nilai-nilai adikodrati seperti sosial, budaya, ekonomi, politik dan seni. Sebagaimana diungkapkan dalam GS 22. Bila sejak awal pembinaan dalam keluarga sudah mewartakan dan memusatkan perhatian pada nilai-nilai rohani agar anak tahu apa yang mereka imani dan mereka hayati. Walau begitu, tidak cukup dengan hanya mewartakan nilai-nilai rohani saja, tetapi juga nilai-nilai itu perlu dihayati, diikuti, diwujudkan, dibatinkan dan diitegrasikan sehingga ia berubah dalam Kristus. Karena pewartaan hanya menyajikan isi dan


(1)

BAB V

PENUTUP

Dalam bagian akhir penulisan ini, akan disampaikan kesimpulan dari seluruh penulisan dalam skripsi ini. Selain itu juga akan disampaikan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi keluarga Katolik berkenaan dengan peranan doa bersama dan pembinaan iman dini, khususnya bagi keluarga Katolik di Lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton yang mengemban tugas sebagai sekolah iman yang pertama dan terutama bagi anak-anak dan terciptanya komunikasi iman antar anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari.

A. Kesimpulan

Keluarga Kristiani adalah Gereja kecil yang terwujud jika para anggotanya berhimpun dalam nama Tuhan. Didalam keluarga terjalin ikatan cinta yang menjadi dasar kehidupan keluarga, maka keluarga harus mengembangkan cinta kasih agar tumbuh menjadi komunitas yang membangun. Suami isteri yang sudah dipersatukan oleh Allah dalam sakramen perkawinan bersifat tak terceraikan karena Allah sendirilah yang telah menyatukan dua manusia menjadi satu tubuh.

Keluarga Kristiani mengemban tugas dari Gereja dalam pendidikan anak. Tugas dan kewajiban orangtua sangatlah besar dalam mendidik anak-anaknya supaya menjadi pribadi yang dewasa, seturut dengan kehendak Allah. Selain itu, keluarga juga turut ikut ambil bagian dalam tugas perutusan Gereja untuk mewartakan Injil.


(2)

128  

Melaksanakan doa bersama dalam keluarga memang bukanlah hal yang mudah apalagi dengan kesibukan masing-masing anggota keluarga, tetapi hendaknya keluarga katolik menyadari akan peranan doa bersama dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman usia dini. Berdasarkan hasil penelitian, orangtua menyadari bahwa peran doa bersama dalam keluarga sangatlah penting untuk membina iman anak sejak dini yaitu dengan menciptakan kebersamaan untuk berkumpul dan memohon berkat kepada Tuhan. Orangtua memberikan pengertian kepada anak-anak bahwa doa merupakan hal dasar yang harus dilakukan semua makhluk ciptaan-Nya sebagai ucapan syukur dan terimakasih atas kehidupan. Keluarga merupakan lingkungan yang utama dan pertama bagi anak-anak, oleh karena itu peran keluarga dalam pembinaan iman anak sangatlah dominan.

Anak-anak berusia dini membutuhkan bimbingan dan arahan bagaimana ia harus hidup. Orangtua sangat berperan dalam hal ini untuk membimbing dan mengarahkan anak untuk mengenal pencipta-Nya dan menjadikan anak beriman kepada Yesus. Berdasarkan penelitian yang ditujukan kepada orangtua tampak bahwa doa bersama dalam keluarga dapat menumbuhkan persaudaraan antar anggota keluarga dan dekat dengan Tuhan. Selain itu, anak-anak juga terbantu untuk mengenal dan mengimani Yesus Kristus.

Berdasarkan kenyataan tersebut, keluarga sangat berperan bagi pembinaan iman anak karena keluarga menjadi tempat pendidikan yang utama dan pertama bagi anak. Melihat pentingnya peranan doa bersama dalam keluarga, penulis menyumbangkan suatu program katekese keluarga bagi keluarga yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kesadaran orangtua akan pembinaan iman anak.


(3)

B. Saran

Tiada manusia yang sempurna di dunia ini tapi ada manusia yang berusaha untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, manusia perlu memberi masukan kepada orang lain dan bersedia menerima masukan dari orang lain.

Pada akhir penulisan ini perkenankanlah penulis memberikan beberapa saran yang kiranya dapat membantu meningkatkan kegiatan doa bersama dalam keluarga sebagai berikut:

1. Melaksanakan doa bersama dalam keluarga perlu dipahami bukan sebagai suatu tugas tetapi hendaknya dihayati sebagai konsekuensi iman. Berawal dari tugas orangtua untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan janji perkawinan, maka doa bersama dalam keluarga dimengerti sebagai sekolah iman yang pertama dan tepat untuk saling mengkomunikasikan pengalaman iman akan Yesus Kristus sebab keluarga adalah Gereja Kecil dimana mereka dipersatukan dalam sakramen Baptis dan Perkawinan.

2. Proses doa bersama dalam keluarga hendaknya mengacu pada pengalaman konkrit yang dialami oleh keluarga dan mampu menyisihkan waktu untuk melaksanakan doa bersama demi pembinaan iman keluarga.

3. Katekese keluarga akan lebih bermanfaat bila dilaksanakan dalam bentuk doa-doa keluarga yang menarik dengan didukung beberapa sarana seperti Kitab Suci, dan salib sebagai simbol kehadiran Allah melalui kisah-kisah inspiratif dalam Kitab Suci.


(4)

130  

Akhirnya, semoga segala sesuatu yang telah dikembangkan akan semakin memberi sumbangan bagi keluarga Katolik, sebab Tuhan selalu menghendaki yang terbaik bagi umat-Nya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Boyer, Ernest. (1994). Bertemu Tuhan di Tengah Keluarga. (A. Supratiknya. Penerjemah)

Darmawijaya, Pr. (1994). Mutiara Iman Keluarga Kristiani. Yogyakarta: Kanisius.

Darminta. (1983). Tuhan Ajarilah Kami Berdoa. Yogyakarta: Kanisius. (1997). Doa dan Pengolahan Hidup. Yogyakarta: Kanisius. (2001). Yesus sang Pendoa. Yogyakarta: Kanisius.

Dinamika Umat .(1997). Buku Kenangan 25 Tahun Stasi Pusat dan Pemberkatan Gereja St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung.

Dewi Indah Setiawati, Ludovica. (2001). Memupuk Doa Bersama dalam Keluarga Demi Pembinaan Iman Melalui Katekese Keluarga Di Paroki St Petrus Dan Paulus Minomartani Yogyakarta. Skripsi Mahasiswa Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

Heuken, A. (1979). Bangunkanlah Kebahagiaan Keluargamu. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.

Gorreti, M., AK. (1999). Pendampingan Iman Anak. (PIA). Yogyakarta: FIPA-USD.

Green, Thomas (1988). Bimbingan Doa: Hati Terbuka Bagi Allah Yogyakarta: Kanisius.

Hadiwardoyo, Purwa., MSF. (2013). Ringkasan Ajaran Gereja Tentang Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta: Bajawa Press.

Hurlock, EB. (1991). Perkembangan Anak. (Ed. VI). Jakarta: Erlangga. Jacobs, Tom. (2004). Teologi Doa. Yogyakarta: Kanisius.

Kana. (2012). Majakah Pendidikan Anak Usia Dini.

Katekismus Gereja Katolik. (1995). (P. Herman Emburu, SVD, Penerjemah). Ende: Arnoldus.

Komisi Keluarga Keuskupan Malang. (1988). Pedoman Bina Iman Usia Dini dalam Keluarga. Malang: Dioma.

Komisi Pendampingan Keluarga KAS. (2006). Pendidikan Anak dalam Keluarga. KOMKAT. (2012). Bunga Rampai Katekese. Bogor. Grafika Mardi Yuana.

Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius.

_________(2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor

Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II. Apostolicam Actuositatem. Tentang Kerasulan Awam (R. Hardiwiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).

_________(1993). Dokumen Konsili Vatikan II. Konstitusi Pastoral “Gaudium et Spes” tentang Kerasulan Awam (R. Hardiwiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).

Mangunhardjana, A.M., (1986). Pembinaan Arti dan Metodenya. Yogyakarta: Kanisius


(6)

132  

Mardi, Prasetyo. (2000). Unsur-unsur hakiki dalam pembinaan 1. Yogyakarta: Kanisius.

Nambo, MSC. (1980). Bersatu dalam Doa. Ende: Nusa Indah.

Paus Yohanes Paulus II. (1981). Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern. (Seri Bina Keluarga). Amanat Apostolik Familiaris Consortio Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Kaum Klerus dan umat beriman seluruh Gereja Katolik tentang Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern. (A. Widyamartaya. Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.

___________(1994). Surat Kepada Keluarga. (J. Hardiwikarta, Pr. Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.

___________(1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun (1979).

___________(1993). Familiaris Consortio. Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Imam-iman dan Umat beriman seluruh Gereja Katolik tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern. (R. Hardawiryana, SJ. Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1981).

Prihartana. B.R. Agung. 2008. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga Kawin Campur Beda Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Pusat Musik Liturgi (1994). Madah Bakti. Yogyakarta: PML.

Sanapiah, Faisal. (1982). Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Simons, Lydia (1995). Bagaimana aku harus berdoa? (Seri Puskat 81). Yogyakarta: STKat.

Sobur, Alex. (1985). Butir-butir Mutiara Rumah Tangga. Jakarta: Kanisius.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Telambanua, Marianus, OFM Cap. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor. Wahjasudibja, Al. Pr (1987). Hidup Sejati. Yogyakarta: Kanisius.


Dokumen yang terkait

Pengaruh doa Bersama dalam keluarga bagi perkembangan iman remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu.

1 8 141

Deskripsi penghayatan spiritualitas keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki keluarga Kudus Banteng, Yogyakarta.

4 38 174

Pengaruh doa Bersama dalam keluarga bagi perkembangan iman remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu

1 9 139

Pengaruh doa dalam keluarga sebagai upaya pembinaan iman anggota keluarga di Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Paroki Maria Assumpta Gamping Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 2 155

Evaluasi sistem pengendalian intern pengeluaran kas : studi kasus pada Paroki St.Yohanes Rasul Pringwulung.

1 4 146

Peran film video untuk memperlancar proses pembinaan iman kaum muda di wilayah ST. Paulus Sambeng, Paroki St. Petrus dan Paulus Kelor, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta - USD Repository

0 0 183

Penghayatan spiritulaitas perkawinan Katolik oleh keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St. Yohanes Paulus Paroki St. antonius Kotabaru Yogyakarta dalam mewujudkan keluarga Katolik yang beriman - USD Repository

0 1 102

Peranan kunjungan keluarga dalam upaya untuk meningkatkan iman keluarga Katolik di Stasi St. Paulus Pringgolayan Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta - USD Repository

0 0 157

Peranan kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan iman anak dalam keluarga di lingkungan ST. Monika Paroki Wates - USD Repository

0 2 145

Peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta - USD Repository

0 3 159