a. Uji Hipotesis
Tabel 4.19 Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinja u dari Kultur Sekolah.
Sum of Squares
Df Mean
Square F
Sig. Between Groups
17838.862 4
4459.716 18.273
.000 Within Groups
80783.697 331
244.060 Total
98622.560 335
a. Penarikan Kesimpulan Hasil pengujian Persepsi Guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005
tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah menunjukkan bahwa perhitungan uji ANOVA F
hitung
= 18,273 lebih besar dari F
tabel
= 2,3989. Oleh karena probabilitasnya 0,000 0,05 maka disimpulkan bahwa H
ditolak. Hal tersebut berarti ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau
dari kultur sekolah.
A. PEMBAHASAN
1. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen Ditinjau dari Tingkat Pendidikan Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa ada perbedaan
persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ditinjau dari tingkat pendidikan. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai F
hitung
= 2,768 lebih besar dari F
tabel
= 2,6318. Nilai probabilitas 0,003 lebih kecil dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05.
Berdasarkan deskripsi data tentang tingkat pendidikan guru diperoleh hasil sebagai berikut: D2 ada sebanyak 3 guru; D3 ada sebanyak 38 guru; S1
ada sebanyak 276 guru; S2 ada 19 guru Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum responden berpendidikan D4S1. Sedangkan deskripsi data
tentang persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen diperoleh hasil sebagai berikut: untuk kriteria sanga t positif sebanyak
16 responden, positif sebanyak 219 responden, cukup positif sebanyak 216 responden, negatif sebanyak 35 responden dan sangat negatif sebanyak 20
responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum responden mempunyai persepsi terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen adalah positif. Hasil deskripsi data tingkat pendidikan guru sebagian besar
berpendidikan D4S1. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru sebagian besar telah menempuh pendidikan formal yang tinggi. Tingkat pendidikan guru
yang dimaksud adalah tingkat pendidikan formal yang dicapai untuk dapat melaksanakan tugas profesinya sebagai seorang guru. Pada umumnya
orang-orang sependapat bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai oleh seseorang maka semakin luas wawasan serta
pengetahuannya pada suatu bidang tertentu sesuai dengan profesi yang ingin diraihnya. Tingkat pendidikan guru yang dimaksud adalah tingkat
pendidikan formal yang dicapai untuk dapat melaksanakan tugas profesinya sebagai seorang guru. Selain itu juga semakin tinggi tingkat pendidikan
guru maka guru tersebut akan semakin mempunyai keinginan yang lebih tinggi untuk mengembangkan prestasi di sekolah seperti membuat karya
tulis, menulis buku, dan sebagainya. Guru dengan pendidikan S1 akan memiliki pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang
lebih mantap dibandingkan dengan guru yang berpendidikan D2 atau D3. Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap UU RI
No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen secara umum terkategorikan positif. Hal tersebut tampak dari dukungan guru untuk berpendidikan tinggi
minimal program sarjana, membuat rencana pembelajaran, metode pembelajaran dan mengevaluasi pembelajaran; menjelaskan materi dengan
baik; mampu berinteraksi denga n siswa dan orang tua siswa serta masyarakat dengan baik. Adanya sertifikasi yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang ditunjuk pemerintah dan uji sertifikasi yang terbuka serta anggaran dari pemerintah untuk mengadakan sertifikasi. Adanya hak
guru untuk mendapatkan pendapatan; kenaikan pangkat; perlindungan kekayaan intelektual; peningkatan kompetensi; penggunaan sarana dan
prasarana sekolah; kebebasan penilaian yang sesuai dengan kode etik guru; jaminan keselamatan kerja; kebebasan berserikat; berperan dalam
menentukan kebijakan pendidikan; memperoleh pendidikan dan pelatihan; memperoleh segala tambahan pendapatan dan tunjangan yang sesuai dengan
keadaan guru; kemudahan pendidikan dan kesehatan bagi putra-putri guru serta jaminan dari pemerintah terwujudnya maslahat tambahan. Adanya
kewajiban untuk membuat rencana pembelajaran; melaksanakan kegiatan belajar dengan baik termasuk mengadakan tes dan mengembangkan
kualifikasi akademik; bertindak objektif dan tidak diskriminatif serta menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan dan memupuk persatuan
dan kesatuan. Semakin luasnya wawasan yang dimiliki seorang guru maka keinginan
untuk mengembangkan prestasi, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang berbeda ini ternyata membuat pandangan guru
terhadap undang- undang tentang guru dan dosen berbeda pula. Guru yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi maupun yang rendah
mempunyai pandangan yang berbeda terhadap Undang-undang RI No.14 tahun 2005. Namun, hasil penelitian membuktikan bahwa pada umumnya
guru memandang positif undang- undang ini. Hal tersebut karena sebagian besar responden berpendidikan S1, pendidikan minimal yang ada dalam
undang-undang adalah S1 sehingga kemungkinan besar guru merasa bahwa keinginan yang selama ini didambakan ada dalam isi undang- undang
tersebut. Adanya perbedaan persepsi guru terhadap undang- undang jika ditinjau dari tingkat pendidikan ini salah satunya adalah karena bagi guru
yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas yang ada dalam undang-undang misalnya tingkat pendidikan terakhirnya masih D2 atau D3
maka mereka harus menempuh pendidikan kembali supaya dapat sesuai dengan syarat yang ada dalam undang-undang, sedangkan untuk
melanjutkan studinya mereka masih membutuhkan biaya yang jumlahnya tidak sedikit serta waktu yang lumayan lama. Hal ini berbeda dengan para
guru yang sudah menyandang gelar S1 mereka dapat langsung mengikuti program yang ada dalam undang-undang dan jika lulus mereka dapat
menikmati semua fasilitastunjangan yang ditawarkan dalam undang- undang. Sehingga dambaan setiap guru selama ini dapat terwujud seperti
adanya pengakuan terhadap profesi guru, dijamin kesejahteraannya, ada perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya dan guru dapat
berkonsentrasi untuk meningkatkan kualitas kinerja secara profesional, tanpa harus berpikir mencari penghasilan lain dengan cara mencari
pekerjaan sampingan. Opini masyarakat tentang profesi guru pun akan berubah menjadi sebuah profesi yang tak kalah membanggakan
dibandingkan dengan profesi lain. 1.
Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari Status Guru.
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
ditinjau dari status guru. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nilai F
hitung
=2,864 lebih besar dari F
tabel
= 2,6318. Nilai probabilitas 0,032 lebih kecil dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05.
Berdasarkan deskripsi data tentang status guru diperoleh hasil sebagai berikut: guru berstatus PNS sebanyak 235 responden, berstatus GTY
sebanyak 21 responden, berstatus GTT sebanyak 58 responden dan berstatus GBGH sebanyak 22 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara
umum responden berstatus PNS. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen diperoleh
hasil sebagai berikut: untuk kriteria sangat positif sebanyak 65 responden, positif sebanyak 132 responden, cukup positif sebanyak 96 responden
negatif sebanyak 42 responden dan sangat negatif sebanyak 1 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum responden mempunyai
persepsi terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah
positif.
Hasil deskripsi data tentang status guru sebagian besar guru berstatus PNS. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru diangkat dan
bekerja dalam suatu instansi milik pemerintah serta guru dipekerjakan di suatu instansi swasta tetapi tetap digaji oleh negara. Guru yang berstatus
non PNS akan menjalankan tugasnya lebih berat dibandingkan guru yang PNS karena status guru non PNS ditentukan juga dengan prestasi dan jam
mengajar. Guru PNS meskipun jam mengajar sedikit dan kurang berprestasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak akan mengubah statusnya dan akan tetap memperoleh kenaikan pangkat yang berkala sedangkan guru non PNS akan mengajar dengan jam
mengajar yang lebih banyak dan mencari prestasi untuk mengubah statusnya. Selain itu guru di sekolah swasta yang berstatus non PNS akan
menjalankan tugasnya lebih sungguh-sungguh karena kelangsungan hidup sekolah akan sangat tergantung dari guru-guru di sekolah tersebut,
sedangkan guru PNS akan lebih ringan karena guru tersebut dijamin oleh pemerintah.
Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen secara umum terkategorikan
positif. Hal tersebut tampak dari dukungan guru untuk berpendidikan tinggi minimal program sarjana; membuat rencana pembelajaran, metode
pembelajaran dan mengevaluasi pembelajaran; menjelaskan materi dengan baik; mampu berinteraksi dengan siswa dan orang tua siswa serta
masyarakat dengan baik. Adanya sertifikasi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditunjuk pemerintah dan uji sertifikasi yang terbuka
serta anggaran dari pemerintah untuk mengadakan sertifikasi. Adanya hak guru untuk mendapatkan pendapatan; kenaikan pangkat; perlindungan
kekayaan intelektual; peningkatan kompetensi; penggunaan sarana dan prasarana sekolah; kebebasan penilaian yang sesuai dengan kode etik guru;
jaminan keselamatan kerja; kebebasan berserikat; berperan dalam menentukan kebijakan pendidikan; memperoleh pendidikan dan pelatihan;
memperoleh segala tambahan pendapatan dan tunjangan yang sesuai dengan keadaan guru; kemudahan pendidikan dan kesehatan bagi putra-putri guru
serta jaminan dari pemerintah terwujudnya maslahat tambahan. Adanya kewajiban untuk membuat rencana pembelajaran; melaksanakan kegiatan
belajar dengan baik termasuk mengadakan tes dan mengembangkan kualifikasi akademik; bertindak objektif dan tidak diskriminatif serta
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan dan memupuk persatuan dan kesatuan.
Guru yang bekerja di suatu instansi atau sekolah baik negeri maupun swasta mempunyai status yang berbeda-beda. Ada guru swasta yang
berstatus sebagai guru tetap tetapi ada juga yang berstatus diperkerjakan oleh pemerintah dan ada guru yang masih berstatus honorer. Demikian juga
guru- guru yang bekerja di sekolah negeri ada yang sudah menjadi guru tetap, ada yang masih menjadi guru tidak tetap dan ada yang menjadi guru
bantu. Guru yang berstatus non PNS akan menjalankan tugasnya lebih berat
dibandingkan guru yang PNS karena status guru non PNS ditentukan juga dengan prestasi dan jam mengajar. Guru PNS meskipun jam mengajar
sedikit dan kurang berprestasi tidak akan mengubah statusnya dan akan tetap memperoleh kenaikan pangkat yang berkala sedangkan guru non PNS
akan mengajar dengan jam mengajar yang lebih banyak dan mencari prestasi untuk mengubah statusnya. Selain itu guru di sekolah swasta yang
berstatus non PNS akan menjalankan tugasnya lebih sungguh-sungguh karena kelangsungan hidup sekolah akan sangat tergantung dari guru-guru
di sekolah tersebut, sedangkan guru PNS akan lebih ringan karena guru tersebut dijamin oleh pemerintah.
Dengan adanya perbedaan status tersebut ternyata membuat pandangan guru terhadap undang- undang tersebut berbeda. Guru yang
mempunyai status PNS memandang Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 cenderung positif dari pada yang non PNS. Hal tersebut karena guru yang
berstatus non PNS harus berjuang untuk mendapatkan sertifikasi jika mereka tidak dapat meraihnya mereka tidak akan mendapatkan apa yang ada
dalam isi undang-undang tersebut, sehingga mereka harus mencari insentif lain supaya dapat memenuhi kebutuhannya karena gaji yang diterima oleh
guru yang non PNS terbilang relatif lebih rendah dari guru PNS tetapi, jika guru tersebut mempunyai sertifikasi maka secara otomatis guru non PNS
yang bersertifikasi mempunyai tambahan pendapatan seperti berbagai tunjangan yang didapatkan dari kepemilikan sertifikasi tersebut, misalnya
tunjangan fungsional. Sehingga guru-guru tersebut termotivasi untuk mendapatkan sertifikasi, di lain pihak kualitas pendidikan juga akan
mengalami peningkatan sebab guru yang sudah memegang sertifikasi merupakan guru yang sudah berkompetensi dan mendapatkan pengakuan
sebagai tenaga profesional. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen Ditinjau dari Golongan Jabatan. Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa ada perbedaan
persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan. Kesimpulan ini didukung oleh hasil
perhitungan nilai F
hitung
= 2,771 lebih besar dari F
tabel
= 2,0455. Nilai probabilitas 0,013 lebih kecil dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05.
Berdasarkan deskripsi data tentang golongan jabatan diperoleh hasil sebagai berikut: guru bergolongan IIc ada sebanyak 2 responden, guru
bergolongan IId sebanyak 2 responden, bergo longan IIIa sebanyak 26 responden, bergolongan IIIb sebanyak 10 responden, bergolongan IIIc
sebanyak 29 responden, bergolongan IIId sebanyak 86 responden, bergolongan IVa sebanyak 112 responden dan yang bergolongan IVb
sebanyak 1 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum responden bergolongan IVa. Sedangkan deskripsi data tentang persepsi
guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen diperoleh hasil sebagai berikut: untuk kriteria sangat positif sebanyak 148 responden,
positif sebanyak 93 responden, cukup positif sebanyak 14 responden dan negatif sebanyak 3 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara
umum responden mempunyai persepsi terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah positif.
Hasil deskripsi data tentang golongan jabatan guru sebagian besar bergolongan IVa. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru
mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi, jam mengajar yang lama, masa kerja yang lama dan prestasi sebagai guru yang baik. Golonga n jabatan
seorang guru erat kaitannya dengan tingkat pendidikan, jam mengajar, masa kerja dan prestasi seorang guru. Sebab golongan jabatan yang dipegang oleh
seorang guru itu dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan, jam mengajar, masa kerja dan prestasinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, jam
mengajar, masa kerja dan prestasinya maka semakin tinggi golongan jabatan seorang guru. Kenaikan golongan jabatan guru non PNS sangat ditentukan
tingkat pendidikan, jam mengajar, masa kerja dan prestasinya, sehingga guru non PNS akan lebih berat dibandingkan dengan kenaikan golongan
jabatan guru PNS yang memperoleh kenaikan golongan jabatan yang berkala. Semakin tinggi golongan jabatan seorang guru maka akan semakin
tinggi gaji yang diterimanya sehingga kesejahteraannya dapat terjamin. Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap UU RI
No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen secara umum terkategorikan positif. Hal tersebut tampak dari dukungan guru untuk berpendidikan tinggi
minimal program sarjana; me mbuat rencana pembelajaran, metode pembelajaran dan mengevaluasi pembelajaran; menjelaskan materi dengan
baik; mampu berinteraksi dengan siswa dan orang tua siswa serta masyarakat dengan baik. Adanya sertifikasi yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang ditunjuk pemerintah dan uji sertifikasi yang terbuka serta anggaran dari pemerintah untuk mengadakan sertifikasi. Adanya hak
guru untuk mendapatkan pendapatan; kenaikan pangkat; perlindungan kekayaan intelektual; peningkatan kompetensi; penggunaan sarana dan
prasarana sekolah; kebebasan penilaian yang sesuai dengan kode etik guru; jaminan keselamatan kerja; kebebasan berserikat; berperan dalam
menentukan kebijakan pendidikan; memperoleh pendidikan dan pelatihan; memperoleh segala tambahan pendapatan dan tunjangan yang sesuai dengan
keadaan guru; kemudahan pendidikan dan kesehatan bagi putra-putri guru serta jaminan dari pemerintah terwujudnya maslahat tambahan. Adanya
kewajiban untuk membuat rencana pembelajaran; melaksanakan kegiatan belajar dengan baik termasuk mengadakan tes dan mengembangkan
kualifikasi akademik; bertindak objektif dan tidak diskriminatif serta menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan dan memupuk persatuan
dan kesatuan. Golongan jabatan seorang guru erat kaitannya dengan tingkat
pendidikan, jam mengajar, masa kerja dan prestasi seorang guru. Sebab golongan jabatan yang dipegang oleh seorang guru itu dibedakan
berdasarkan tingkat pendidikan, jam mengajar, masa kerja dan prestasinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, jam mengajar, masa kerja dan
prestasinya maka semakin tinggi golongan jabatannya dan semakin tinggi gaji yang diterimanya sehingga kesejahteraannya dapat terjamin.
Faktanya setiap guru mempunyai golongan jabatan yang berbeda-beda sebab tingkat pendidikan, jam mengajar, masa kerja dan prestasi guru juga
berbeda. Penggolongan jabatan seorang guru itu didasarkan pada ijasah pendidikan terakhirnya, banyaknya jam mengajar di sekolah, lama
menjalani profesi guru dan prestasi yang dicapainya sesuai dengan profesi sebagai guru. Hasil yang didapat dari penelitian membuktikan bahwa guru-
guru yang bekerja di Sekolah Menengah Atas paling rendah bergolongan IIc yaitu pengatur sampai pada tingkat golongan tertinggi yaitu IVb atau
pembina tingkat I. Kenaikan golongan jabatan guru non PNS sangat ditentukan tingkat
pendidikan, jam mengajar, masa kerja dan prestasinya, sehingga guru non PNS akan lebih berat dibandingkan dengan kenaikan golongan jabatan guru
PNS yang memperoleh kenaikan golongan jabatan yang berkala. Semakin tinggi golongan jabatan seorang guru maka semakin tinggi gaji yang
diterimanya sehingga kesejahteraannya dapat terjamin. Dengan adanya perbedaan golongan jabatan tersebut ternyata
membuat pandangan guru terhadap undang-undang tersebut berbeda. Guru yang mempunya i golongan jabatan tinggi memandang Undang-Undang RI
No.14 tahun 2005 cenderung positif. Hal tersebut karena guru yang mempunyai golongan jabatan yang tinggi dapat langsung menikmati
fasilitas atau tunjangan yang dijanjikan dalam undang-undang tersebut apabila sudah memegang sertifikasi, selain itu guru dengan jabatan tinggi
akan terjamin kesejahteraannya karena tingginya pangkat serta golongan yang disandangnya akan menentukan juga tingginya gaji yang akan
diterimanya. Hal ini akan berbeda dengan guru yang menyandang pangkat serta golongan yang rendah mereka harus berjuang dalam mendapatkan
sertifikasi serta harus bekerja lebih giat lagi untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sebab gaji yang akan diterimanya akan sesuai dengan
pangkat dan golongannya. 1.
Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari Kultur Sekolah
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
ditinjau dari kultur sekolah. Kesimpulan ini didukung oleh hasil perhitungan nilai F
hitung
=18,273 lebih besar dari F
tabel
= 2,3989. Nilai probabilitas 0,000 lebih kecil dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05.
Berdasarkan deskripsi data tentang kultur sekolah diperoleh hasil sebagai berikut: guru yang masuk dalam kriteria sangat kondusif ada
sebanyak 91 responden, kriteria kondusif ada 157 responden, kriteria cukup kondusif ada 75 responden, kriteria tidak kondusif ada 9 responden dan
kriteria sangat tidak kondusif ada 4 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum responden termasuk dalam kriteria kondusif.
Sedangkan deskripsi data tentang persepsi guru terhadap UU RI No. 14 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tahun 2005 tentang guru dan dosen diperoleh hasil sebagai berikut: untuk kriteria sangat positif sebanyak 148 responden, positif sebanyak 146
responden, cukup positif sebanyak 36 responden dan negatif sebanyak 6 responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum responden
mempunyai persepsi terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah sangat positif.
Sedangkan hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen secara umum terkategorikan
positif. Hal tersebut tampak dari dukungan guru untuk berpendidikan tinggi minimal program sarjana; membuat rencana pembelajaran, metode
pembelajaran dan mengevaluasi pembelajaran; menjelaskan materi dengan baik; mampu berinteraksi dengan siswa dan orang tua siswa serta
masyarakat dengan baik. Adanya sertifikasi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditunjuk pemerintah dan uji sertifikasi yang terbuka
serta anggaran dari pemerintah untuk mengadakan sertifikasi. Adanya hak guru untuk mendapatkan pendapatan; kenaikan pangkat; perlindungan
kekayaan intelektual; peningkatan kompetensi; penggunaan sarana dan prasarana sekolah; kebebasan penilaian yang sesuai dengan kode etik guru;
jaminan keselamatan kerja; kebebasan berserikat; berperan dalam menentukan kebijakan pendidikan; memperoleh pendidikan dan pelatihan;
memperoleh segala tambahan pendapatan dan tunjangan yang sesuai dengan keadaan guru; kemudahan pendidikan dan kesehatan bagi putra-putri guru
serta jaminan dari pemerintah terwujudnya maslahat tambahan. Adanya kewajiban untuk membuat rencana pembelajaran; melaksanakan kegiatan
belajar dengan baik termasuk mengadakan tes dan mengembangkan kualifikasi akademik; bertindak objektif dan tidak diskriminatif serta
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan dan memupuk persatuan dan kesatuan.
Deskripsi kultur sekolah dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru berasal dari kultur sekolah yang terkategorikan power
distance kecil 147 guru atau 43,75, collectivism vs individualism pada
individualis 93 guru atau 27,68, sangat maskulin 138 guru atau 41,07, dan uncertainty avoidance kuat 129 guru atau 38,39. Pada
sekolah dengan dimensi power distance kecil tampak dari perbedaan kekuasaan antara atasan dan bawahan sama serta sistem hirarki bukan
merupakan dasar dan hanya sebatas aturan yang berbeda, tingkat pengawasan tidak terstruktur dalam hirarki tinggi, sistem penggajian tidak
menunjukkan batas yang lebar antara atasan dan bawahan, hubungan antara atasan dan bawahan didukung inisiatif atasan dan juga bawahan. Pada
sekolah dengan dimensi collectivism vs individualism pada individualis tampak dari hubungan atasan dan bawahan bukan dirasa sebagai hubungan
moral seperti dalam keluarga sehingga terjadi persaingan antara satu dengan yang lain, sistem kerja yang dianut adalah sistem kerja individual sehingga
baik buruknya kerja tergantung dari guru sendiri, penggajian dalam budaya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
individu didasarkan pada keterampilan, dan aturan bukan didasarkan pada perhitungan kelompok sehingga guru akan berusaha semaksimal mungkin
untuk memperoleh gaji yang lebih besar. Pada sekolah dengan dimensi masculinity
yaitu sangat maskulin tampak dari cara mengatasi masalah akan lebih tegas, ambisi, dan persaingan sebab menekankan pada hasil dan ingin
memberikan penghargaan atas dasar persamaan; atasan yang tegas, yakin dan penuh inisiatif sehingga akan lebih memajukan sekolah; berfilosofi
hidup untuk bekerja sehingga dalam bekerja akan terjadi suasana yang menyenangkan karena tidak hanya sekedar mencari materi; memecahkan
masalah dengan musyawarah sehingga setiap keput usan yang diambil adalah hasil dari kompromi dan negosiasi. Pada sekolah dengan dimensi
uncertainty avoidance kuat tampak dari anggota sekolah suka bekerja keras
sehingga tujuan dari sekolah akan lebih cepat tercapai, waktu adalah uang sehingga semua bekerja pada saat yang telah ditentukan, penghargaan
terhadap ide dan sikap sehingga setiap perubahan adalah ide atau gagasan bersama, motivasi dengan keamanan dan penghargaan atau rasa memiliki
sehingga setiap orang yang ada di sekolah akan termotivasi untuk menghindari resiko dan cenderung akan mempertahankan harga diri,
ketelitian dan ketepatan waktu datang dengan alamiah sehingga setiap orang yang ada di sekolah akan menjalankan tugas secara teliti dan melakukannya
secara tepat waktu oleh sebab ditekankan dalam peraturan sekolah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil deskripsi tentang persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen secara umum terkategorikan positif. Hal
tersebut tampak dari dukungan guru untuk berpendidikan tinggi minimal program sarjana; membuat rencana pembelajaran, metode pembelajaran dan
mengevaluasi pembelajaran; menjelaskan materi dengan baik; mampu berinteraksi dengan siswa dan orang tua siswa serta masyarakat dengan
baik. Adanya sertifikasi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditunjuk pemerintah dan uji sertifikasi yang terbuka serta anggaran dari
pemerintah untuk mengadakan sertifikasi. Adanya hak guru untuk mendapatkan pendapatan; kenaikan pangkat; perlindungan kekayaan
intelektual; peningkatan kompetensi; penggunaan sarana dan prasarana sekolah; kebebasan penilaian yang sesuai dengan kode etik guru; jaminan
keselamatan kerja; kebebasan berserikat; berperan dalam menentukan kebijakan pendidikan; memperoleh pendidikan dan pelatihan; memperoleh
segala tambahan pendapatan dan tunjangan yang sesuai dengan keadaan guru; kemudahan pendidikan dan kesehatan bagi putra-putri guru serta
jaminan dari pemerintah terwujudnya maslahat tambahan. Adanya kewajiban untuk membuat rencana pembelajaran; melaksanakan kegiatan
belajar dengan baik termasuk mengadakan tes dan mengembangkan kualifikasi akademik; bertindak objektif dan tidak diskriminatif serta
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan dan memupuk persatuan dan kesatuan.
Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah. Hal ini menunjukkan
bahwa guru yang berasal dari kultur sekolah yang berorientasi pada power distance
kecil, collectivism vs individualism pada individualis, sangat masculinity,
dan uncertainty avoidance kuat ada perbedaan dalam memandang UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru
menginginkan segera direalisasikan undang-undang tersebut karena posisi guru sebagai sebuah profesi akan mendapatkan perlindungan hukum dan
kesejahteraan guru semakin terjamin. Menurut Siti Sumarni 2005, kultur sekolah adalah pola nilai, norma,
sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan memecahkannya. Ini bermakna,
kutur akan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan sekolah didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar generasi.
Kultur sekolah yang satu dengan sekolah yang lain berbeda hal ini membuat pola nilai, norma, sikap hidup, ritual, kebiasaan yang baik dalam lingkungan
sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan memecahkannya akan berbeda pula. Perbedaan pola nilai, norma, sikap hidup, ritual, kebiasaan
yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan memecahkannya yang membuat persepsi guru terhadap UU RI No. 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen berbeda. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jika ditinjau dari kultur sekolah persepsi guru terhadap undang- undang menunjukkan adanya perbedaan antara guru yang bekerja di sekolah dalam
kategori kondusif dengan guru yang bekerja di sekolah yang tidak kondusif. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar guru masuk
dalam kategori sekolah yang kondusif. Adanya perbedaan tersebut adalah karena sekolah yang masuk dalam kategori kondusif akan tercermin dalam
organisasi sekolah yang terkontrol dengan baik, deskripsi tugas sekolah yang jelas, aturan dan tata tertib sekolah yang dipatuhi, hubungan antar
warga sekolah yang harmonis dan penampilan fisik sekolah yang menarik. Hal tersebut dilaksanakan dengan baik supaya masa depan sekolah juga
akan semakin baik, sebab hasil yang dicapai pada saat ini akan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Selain itu guru- guru yang bekerja
di sekolah tersebut dapat terus melaksanakan kewajibannya sebagai pendidik dan akan mendapatkan haknya sebagai guru seperti yang
dijanjikan dalam undang- undang serta dapat terus meningkatkan kompetensinya sehingga kesejahteraan guru dapat terjamin. Berbeda dengan
sekolah yang termasuk dalam kategori tidak kondusif, di sini akan terjadi yang sebaliknya. Terkadang organisasi sekolah tidak tersusun dengan baik,
deskripsi tugas yang tidak jelas bahkan aturan dan tata tertib sekolah tidak dipatuhi oleh warga sekolahnya, sehingga kelangsungan sekolah tersebut
belum tentu terjamin di kemudian hari dan akan berdampak pada nasib guru terutama berkaitan dengan kesejahteraannya.
101
BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada Bab IV, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan. Hal ini didukung dengan
hasil perhitungan nilai F
hitung
= 2,768 lebih besar dari F
tabel
= 2,6318. Nilai probabilitas 0,003 lebih kecil dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05.
2. Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru. Hal ini didukung dengan hasil
perhitungan nilai F
hitung
= 2,864 lebih besar dari F
tabel
= 2,6318. Nilai probabilitas 0,032 lebih kecil dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05.
3. Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan. Hal ini didukung dengan
hasil perhitungan nilai F
hitung
= 2,771 lebih besar dari F
tabel
= 2,0455. Nilai probabilitas 0,013 lebih kecil dari taraf signifikasi
α =5 atau = 0,05.
101 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI