33
G. Kerangka Berpikir
1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari Tingkat Pendidikan
Cara pandang guru terhadap undang-undang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Antara guru yang satu dengan guru yang lain akan
mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan guru yang dimaksud adalah tingkat pendidikan formal yang dicapai untuk dapat melaksanakan
tugas profesinya sebagai seorang guru. Tingkat pendidikan formal mencakup SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Untuk dapat menjadi seorang guru saat ini
minimal harus berpendidikan D2, sebab pada umumnya guru-guru saat ini berpendidikan D2, D3, D4S1 dan S2. Sedangkan guru-guru lama yang masih
berpendidikan terakhir SPG atau yang setaranya, pemerintah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studinya.
Pada umumnya orang-orang sependapat bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai oleh seseorang maka semakin luas wawasan serta
pengetahuannya pada suatu bidang tertentu sesuai dengan profesi yang ingin diraihnya. Selain itu juga semakin tinggi tingkat pendidikan guru maka guru tersebut
akan semakin mempunyai keinginan yang lebih tinggi untuk mengembangkan prestasi disekolah seperti membuat karya tulis, menulis buku, dan sebagainya. Guru
dengan pendidikan S1 akan memiliki pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dan keterampilan yang lebih mantap dibandingkan dengan guru yang berpendidikan D3. Dengan semakin luasnya wawasan, keinginan yang tinggi untuk
mengembangkan prestasi, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang berbeda ini maka pandangan guru terhadap undang-undang
tentang guru dan dosen akan berbeda pula. Cara pandang inilah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi guru dalam memandang undang-undang tentang guru
dan dosen. Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut :
Ha
1
: Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan.
1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari Status Guru
Guru yang bekerja dalam suatu instansi tertentu akan mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap undang-undang tentang guru dan dosen ini. Sebab
guru yang bekerja di suatu instansi atau sekolah baik negeri maupun swasta mempunyai status yang berbeda-beda. Ada guru swasta yang berstatus sebagai
guru tetap tetapi ada juga yang berstatus diperkerjakan oleh pemerintah dan ada guru yang masih berstatus honorer. Demikian juga guru-guru yang bekerja di
sekolah negeri ada yang sudah menjadi guru tetap, ada yang masih menjadi guru tidak tetap dan ada yang menjadi guru bantu atau guru honorer. Guru yang
35
berstatus non PNS akan menjalankan tugasnya lebih berat dibandingkan guru yang PNS karena status guru non PNS ditentukan juga dengan prestasi dan jam
mengajar, sedangkan guru PNS akan lebih ringan karena status yang sudah pasti dan adanya kenaikan pangkat yang berkala. Guru di sekolah swasta yang berstatus
non PNS akan menjalankan tugasnya sungguh-sungguh karena kelangsungan hidup sekolah akan sangat tergantung dari guru-guru di sekolah tersebut, sedangkan guru
PNS akan lebih ringan karena guru tersebut dijamin oleh pemerintah. Dengan adanya sertifikasi dimungkinkan guru yang berstatus non PNS akan berpandangan
lebih positif terhadap undang-undang tentang guru dan dosen dibandingkan dengan guru PNS. Walaupun gaji yang diterima oleh guru yang non PNS terbilang relatif
lebih rendah dari guru PNS tetapi, jika guru tersebut mempunyai sertifikasi maka secara otomatis guru non PNS yang bersertifikasi mempunyai tambahan
pendapatan seperti berbagai tunjangan yang didapatkan dari kepemilikan sertifikasi tersebut, misalnya tunjangan fungsional. Sehingga guru-guru tersebut termotivasi
untuk mendapatkan sertifikasi, di lain pihak kualitas pendidikan juga akan mengalami peningkatan sebab guru yang sudah memegang sertifikasi merupakan
guru yang sudah berkompetensi dan mendapatkan pengakuan sebagai tenaga profesional. Dari segi inilah persepsi setiap guru ditinjau dari statusnya akan nampak
perbedaannya. Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut :
36
Ha
2
: Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru.
1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari Golongan Jabatan Guru
Golongan jabatan seorang guru erat kaitannya dengan tingkat pendidikan seorang guru. Sebab golongan jabatan yang dipegang oleh seorang guru itu
dibedakan berdasarkan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin tinggi golongan jabatannya dan semakin tinggi gaji yang
diterimanya sehingga kesejahteraannya dapat terjamin. Faktanya setiap guru mempunyai golongan jabatan yang berbeda-beda sebab tingkat pendidikannya juga
berbeda. Penggolongan jabatan seorang guru itu didasarkan pada ijasah pendidikan
terakhirnya. Pada umumnya guru-guru yang bekerja di Sekolah Menengah Atas paling rendah bergolongan IIIa yaitu penata muda sampai pada tingkat golongan
tertinggi yaitu IVe atau pembina utama. Selain dari tingkat pendidikannya kenaikan golongan jabatan guru non PNS ditentukan dari jam mengajarnya, prestasi, masa
kerja dan sebagainya, sehingga guru non PNS akan lebih berat dibandingkan dengan kenaikan golongan jabatan guru PNS yang akan mengalami kenaikan
berkala. Semakin tinggi golongan jabatan seorang guru maka semakin tinggi gaji yang akan diterimanya sehingga kesejahteraannya dapat terjamin. Dari adanya
37
perbedaan golongan itu maka dimungkinkan juga adanya perbedaan persepsi guru terhadap undang-undang ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut : Ha
3
: Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan guru.
1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari kultur Sekolah
Seorang guru tidak akan lepas dari lingkungan tempat tinggalnya. Sebab seorang guru juga manusia biasa yang dibesarkan dan dididik di lingkungan dimana
dia berasal sesuai dengan adat kebudayaannya. Sedangkan kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam
mempengaruhi sikap dan cara pandang seseorang. Persepsi guru terhadap undang- undang tentang guru dan dosen akan berbeda sebab kultur sekolah berbeda antara
kultur sekolah yang satu dengan kultur sekolah yang lain. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil, perbedaan kekuasaan
antara atasan dan bawahan sama serta hirarki bukan merupakan dasar dan hanya sebatas aturan yang berbeda, tingkat pengawasan tidak terstruktur dalam hirarki
tinggi, sistem penggajian tidak menunjukkan batas yang lebar antara atasan dan bawahan, hubungan antara atasan dan bawahan didukung inisiatif atasan dan juga
bawahan. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
besar akan terjadi sebaliknya. Hal demikian persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen lebih positif pada guru yang berasal dari kultur sekolah
dengan power distance kecil daripada guru dari kultur sekolah sekolah dengan power distance
besar. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan individualism,
hubungan atasan dan bawahan bukan dirasa sebagai hubungan moral seperti dalam keluarga sehingga terjadi persaingan antara satu dengan yang lain, sistem
manajemen kerja yang dianut adalah sistem kerja individual sehingga baik buruknya kerja tergantung dari guru sendiri, penggajian dalam budaya individu didasarkan
pada keterampilan, dan aturan bukan didasarkan pada perhitungan kelompok seningga guru akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh gaji yang lebih
besar. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan collectivism akan terjadi sebaliknya. Hal demikian menyebabkan persepsi guru terhadap
undang-undang tentang guru dan dosen lebih positif guru dari kultur sekolah yang bercirikan individualism dibandingkan guru yang berasal dari kultur sekolah
dengan bercirikan collectivism. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity;
cara mengatasi masalah akan lebih tegas, ambisi, dan persaingan sebab menekankan pada hsil dan ingin memberikan penghargaan atas dasar persamaan;
atasan yang tegas, yakin dan penuh inisiatif sehingga akan lebih memajukan sekolah; PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
berfilosofi hidup untuk bekerja sehingga dalam bekerja akan terjadi suasana yang menyenangkan karena tidak hanya sekedar mencari materi; memecahkan masalah
dengan musyawarah sehingga setiap keputusan yang diambil adalah hasil dari kompromi dan negosiasi. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang
bercirikan femininity akan terjadi sebaliknya. Hal demikian menyebabkan persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen lebih positif guru dari kultur
sekolah yang bercirikan masculinity dibandingkan dengan guru yang berasal dari sekolah yang bercirikan femininity.
Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance
kuat, anggota sekolah suka bekerja keras sehingga tujuan dari sekolah akan lebih cepat tercapai, waktu adalah uang sehingga semua bekerja pada saat
yang telah ditentukan, penghargaan terhadap ide dan sikap sehingga setiap perubahan adalah ide atau gagasan bersama, motivasi dengan keamanan dan
penghargaan atau rasa memiliki sehingga setiap orang yang ada di sekolah akan termotivasi untuk menghindari resiko dan akan mempertahankan harga diri,
ketelitian dan ketepatan waktu datang dengan alamiah sehingga setiap orang yang ada di sekolah akan menjalankan tugasnya secara teliti dan melakukannya secara
tepat waktu oleh sebab ditentukan dalam peraturan sekolah. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance lemah, akan
terjadi sebaliknya. Hal demikian menyebabkan persepsi guru terhadap undang- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
undang tentang guru dan dosen lebih positif guru dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance
kuat dibandingkan guru yang berasal dari kultur sekolah dengan ciri uncertainty avoidance lemah.
Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut : Ha
4
: Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah.
BAB III METODE PENELITIAN