Kultur Sekolah TINJAUAN PUSTAKA

29

F. Kultur Sekolah

1. Pengertian Kultur Sekolah Hofstede 1994:5 mengartikan kultur sebagai : “A collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is collective programming of the mind which distinguishes the members of the one group or category of people from another”. Kultur merupakan bentuk pemprograman mental secara kolektif yang membedakan anggota kelompok satu dengan kelompok yang lainnya dalam pola pikir, perasaan dan tindakan anggota suatu kelompok. Hofstede 1994:4 menyebut kultur sebagai: “software of the mind”. Substansi perbedaan tersebut lebih tampak pada praktik kultur dari pada nilai-nilai. Sebagai bentuk pemprograman mental secara kolektif, kultur cenderung sulit berubah, kalaupun berubah akan membutuhkan waktu yang lama dan perlahan-lahan. Berdasarkan pengertian kultur menurut Antropolog Clifford Geertz dalam Siti Sumarni 2005, kultur sekolah dideskripsikan sebagai pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan memecahkannya. Ini bermakna bahwa secara alami kultur akan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikut dan sekolah didesain untuk memperlancar proses tranmisi kultural antar generasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut. Merujuk pada konteks organisasi menurut Depdiknas dalam Dapiyanta 2002:92 kultur adalah kualitas kehidupan yang diwujudkan dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya seorang anggota. Kualitas itu tumbuh dan berkembang sesuai nilai-nilai dan spirit atau keyakinan yang dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi yaitu batiniah dan lahiriah. Dari sisi batiniah kultur berupa nilai, prinsip, semangat dan keyakinan yang dianut oleh organisasi. Adapun pada sisi lahiriah kultur berupa aturan atau prosedur yang mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal maupun informal, prosedur kerja yang harus diikuti pemimpin dan anggota organisasi, kebiasaan kerja yang dimiliki keseluruhan anggota organisasi, symbol, image dan sebagainya. Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang dianut sekolah tersebut. Kualitas ini berwujud dalam bentuk bagaimana keseluruhan anggota sekolah, kepala sekolah, para guru, para tenaga kependidikan bekerja, belajar dan berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah. Jadi sesuai dengan hal yang terkait dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan sebagai suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah. 31 Menurut Dapiyanta 2002:93, kultur sekolah ialah perilaku lahir batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah yang berpola dan mentradisi. Mentradisi disini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis, selalu berproses. Menurut Arief Ahmad 2005 kultur sekolah yang positif dapat menghasilkan produk kultur yang baik seperti peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan institusi, terjamin hubungan yang sinergi antara warga sekolah, timbul iklim akademik yang baik serta interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif akan tercermin dalam organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, kebijakan, aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan serta penampilan fisik. Berdasarkan pengertian kultur tersebut diatas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah. Dimensi-dimensi yang terdapat dalam kultur sekolah yaitu dimensi power distance jarak kekuasaan merupakan tingkat dalam nama kekuasaan anggota institusi didistribusikan secara berbeda. Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian atar individu cenderung memudar. Dimensi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 collectivism menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terdapat perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan masyarakat dimana individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian. Pada sekolah, dimensi power distance jarak kekuasaan mencakup indikator yaitu perbedaan kekuasaan antara atasan dan bawahan, tingkat pengawasan, sistem penggajian, hubungan antara atasan dan bawahan didukung inisiatif atasan. Dimensi collectivism vs individualism mencakup dasar hubungan atasan dan bawahan, sistem manajemen kerja yang dianut dan pemberian gaji didasarkan pada keterampilan dan aturan. Dimensi femininity vs masculinity mencakup indikator guru mampu mengatasi masalah; atasan tegas, yakin dan penuh inisiatif; mempunyai filosofi hidup untuk bekerja; dan memecahkan masalah dengan musyawarah. Dimensi uncertainty avoidance mencakup anggota sekolah yang suka bekerja keras, waktu adalah uang, penghargaan terhadap ide dan sikap, motivasi dengan keamanan dan penghargaan atau rasa memiliki serta ketelitian dan ketepatan waktu datang dengan alamiah. 33

G. Kerangka Berpikir