Kultur Lingkungan Kerja Kajian Teoritik

14 hal ini akan mempengaruhi pula dalam kondisi lingkungan kerja, dalam lingkungan pekerjaan antara tingkat pendidikan yang berbeda tentu juga dipengaruhi oleh daya tangkap, kreativitas serta dasar pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat jenjang pendidikan maka produktivitasnya juga semakin tinggi.

5. Kultur Lingkungan Kerja

Menurut Michael Amstrong Wibowo, 2004: 37, kultur perusahaan didefinisikan sebagai pola sikap, asumsi, keyakinan dan harapan yang dimiliki bersama, yang mungkin tidak dicatat, tetapi membentuk cara bagaimana orang-orang bertidak dan berinteraksi dalam organisasi dan mendukung bagaimana hal- hal tersebut dilakukan. Sementara itu menurut Richard L. Daft Wibowo, 2004: 37 kultur perusahaan merupakan penetapan nilai- nilai dalam suatu masyarakat yang terikat bekerja dibawah naungan suatu perusahaan Hofstede 1980: 35-93 menyebutkan empat dimensi yang mempengaruhi kultur lingkungan kerja yaitu dimensi power distance, indivudualism versus collectivism, masculinity versus femininity, dan uncertainty avoidance . Di dalam lingkungan kerja yang mempunyai power distance tinggi cenderung mempertahankan status atau kekuasaan yang ditandai dengan struktur hirarki yang ketat dan kekuasaan yang terpusat. Di dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 mengambil keputusan manajer diharapkan seminimal mungkin berkonsultasi dengan bawahannya, agar bawahannya tidak kehilangan rasa hormat padanya. Sedangkan lingkungan kerja yang memiliki power distance rendah berusaha meminimalkan perbedaan status atau mengutamakan kesejajaran equality, sehingga struktur organisasi kurang ketat hirarkinya dan lebih terdesentralisir. Manajer diharapkan lebih banyak berkonsultasi dengan bawahannya dalam mengambil keputusan. Jadi power distance menurut Ndraha 1999: 244 menjelaskan bahwa semakin dekat jarak kekuasaan, semakin akrab hubungan antara bawahan dengan atasan, dan semakin rendah tingkat ketergantungan bawahan pada atasan yang bersangkutan. Dimensi yang kedua adalah individualism versus collectivsm. Budaya individualism mengarah pada kepentingan pribadi, cenderung menganggap perbedaan yang jelas antara kepentingan pribadi dan perusahaan, mendorong anggota-anggotanya agar mandiri, menekankan tanggung jawab dan hak-hak pribadinya, sehingga mampu menumbuhkan kemandirian emosional pada instansi tempat seseorang bekerja. Budaya collectivism menekankan kewajiban kepada instansi kelompok tempat seseorang bekerja dari pada hak-hak pribadinya, serta berusaha memaksimalkan skills yang dimiliki dengan beragam cara seperti pelatihan. Insrument- instrument untuk mengukur sisi individualism dan colectivsm Ndraha, 1999: 245. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 Instrumen sisi individualism. a Personal time, yaitu pekerjaan job yang memberikan waktu luang yang cukup untuk diri sendiri dan keluarga. b Freedom, yaitu kebebasan untuk menggunakan cara pendekatan sendiri terhadap pekerjaan. c Challenge, yaitu pekerjaan yang menantang, yang memberikan kebanggan dan kepuasan dalam melaksanakan sense of accomplishement . Instrumen sisi collektivism. a Training, yaitu kesempatan untuk mengalami pelatihan guna meningkatkan job performance. b Physical conditions, yaitu adanya lingkungan kerja yang baik ventilasi, cahaya, ruangan, warna, dsb. c Use of skill, yaitu penggunaan keterampilan sepenuhnya dalam melakukan pekerjaan. Usaha tersebut juga didukung dengan kondisi fisik lingkungan kerja. Lingkungan kerja fisik adalah lingkungan kerja berupa kebendaan yang dapat mempengaruhi secara langsung dari pekerja saat bekerja. Nitisemito, 1996; 112. Dimensi yang ketiga adalah masculinity versus femininity. Dimensi ini lebih mengarah pada permasalahan gender pada lingkungan kerja. Masculinity lebih mengarah pada asertifitas, kompensasi, prestasi dan performansi sehingga pendapatan, pengakuan, kemajuan dan tantangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 dianggap penting. Sementara femininity lebih mengutamakan hubungan antar personal, keha rmonisan dan kinerja kelompok yang didukung kenyamanan dan kelayakan lingkungan kerja. Berikut instrumen untuk mengukur sisi masculinity dan femininity Ndraha, 1999: 246. Instrument sisi Masculinity. a Earning, yaitu pendapatan: kesempatan mendapat job yang menjanjikan pendapatan yang tinggi b Recognition, yaitu pengakuan atau penghargaan masyarakat terhadapat pekerjaan. c Advancement , yaitu kesempatan untuk maju dan mendapat kedudukan tinggi. Instrumen sisi femininity. a Manager, yaitu adanya hubungan baik atasan dan bawahannya. b Cooperation, yaitu kerjasama antar karyawan di dalam perusahaan yang bersangkutan. c Living area, yaitu bertempat tinggal di pemukuman yang layak bagi karyawan dan keluarganya. d Employment security, yaitu ketenagan bekerja selama karyawan suka, tanpa dihantui oleh pemutusan hubungan kerja. Dimensi yang keempat adalah uncertainty avoidance UA menunjukkan tingkat atau sejauhmana masyarakat mampu menghadapi ketidakpastian situasi lingkungan kerjanya. UA yang tinggi akan merasa 18 terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha menciptakan mekanisme untuk mengurangi resiko. Di dalam situasi kerja dengan cara menciptakan aktivitas-aktivitas yang lebih terstruktur, aturan-aturan tertulis atau pengaturan yang baik cenderung crule oriented dan lebih banyak spesialisasi pekerjaan. Sementara pada perusahaan yang memiliki budaya UA rendah bisanya bersifat lebih relaks dan sedikit aturan dalam penyampaian instruksi pada bawahannya, sehingga membuat karyawan betah lebih lama bekerja pada perusahaan yang bersangkutan. Organisasi dalam budaya UA tinggi juga cenderung memiliki kejadian turn over keluar-masuk karyawan yang sedikit, dan karyawan yang rendah ambisinya, perilaku yang kurang berani mengambil resiko dan petualangan, dan perilakunya lebih ritual. Masyarakat yang memiliki orientasi UA yang rendah, toleransi terhadap situasi yang samar-samar atau tidak pasti. Dalam situasi ini orang akan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri dalam menyelesaikan tugas. Kisni Daya dan Tri Sulis Y, 2003: 277-283. Instrumen untuk mengukur penghindaran ketidakpastian Ndraha, 1999: 247 dalam ma syarakat adalah sebagai berikut. a Job stress, yaitu frekuensi meregang atau nervous di tempat kerja atau sewaktu bekerja b Rule orientation, yaitu persetujuan terhadap ketentuan bahwa aturan wajib ditaati. 19 c Intent to stay with company for a long-term career, yaitu seberapa banyak karyawan yang ingin bekerja untuk jangka waktu lama di perusahaan yang bersangkutan.

B. Penelitian Terdahulu

Dokumen yang terkait

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap manajemen usaha dengan jiwa kewirausahaan sebagai pemoderator : kasus sentra industri bakpia Jl. Laksa Adisucipto Yogyakarta.

0 1 159

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha : studi kasus sentra industri kerajinan kulit Manding Bantul, Yogyakarta.

0 0 185

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

0 2 188

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha : studi kasus counter HP di sepanjang Jalan Gejayan dan Jogja Phone Market Yogyakarta.

0 0 216

Pengaruh permodalan, pendidikan, dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha : studi kasus di Sentra Industri Bakpia Yogyakarta.

0 1 177

PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKAN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

0 0 175

SKRIPSI PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKAN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

0 0 214

PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKAN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

0 0 163

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha - USD Repository

0 0 186

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha : studi kasus sentra industri kerajinan kulit Manding Bantul, Yogyakarta - USD Repository

0 0 183