Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

Studi Kasus : Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta

Thomas Dwi Akto Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. (2) Pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. (3) Pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

Studi kasus dari penelitian ini adalah Sentra Industri Perak Kota Gede pada tanggal 6 Februari 2007 sampai dengan 6 Mei 2007. Populasi dari penelitian ini merupakan seluruh pengusaha perak di Sentra Industri Perak Kota Gede. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi yang dikembangkan oleh Chow.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Tidak ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = 0,042 dan (

ρ=

0,602). (2) Tidak ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antar jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = 0,080 dan (

ρ=

0,500). (3)a. Tidak ada pengaruh kultur lingkungan kerja pada dimensi power distance terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = -2,613 dan (

ρ=

0,167). (3)b. Tidak ada pengaruh kultur lingkungan kerja pada dimensi

individualism dan collectivism terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = -1,313 dan (

ρ=

0,205). (3)c. Tidak ada pengaruh kultur lingkungan kerja pada dimensi Femininity dan masculinity

terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = -1,109 dan (

ρ=

0,310). (3)d. Tidak ada pengaruh kultur lingkungan kerja pada dimensi uncertainty avoidance terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = -1,474 dan (

ρ=

0,447).


(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CAPITAL, EDUCATION, AND

CULTURAL WORKING ATMOSPHERE TOWARD THE RELATIONSHIP BETWEEN THE ENTREPRENEURSHIP SPIRIT AND

THE EFFECTIVENESS OF BUSINESS MANAGEMENT

A Case Study at Kota Gede Silver Craft Industrial Center Yogyakarta

Thomas Dwi Akto Sanata Dharma University

Yogyakarta

This study aims to know: (1) the influence of capital towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management. (2) the influence of education towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management. (3) the influence of cultural working atmosphere towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management.

This is a case study at Kota Gede Silver Craft Industrial Center on February 6 to May 6, 2007. The research’s population were all silver industrialists in Kota Gede. The data were collected through questionnaire. The data analysis was the regression analysis developed by Chow.

The results of this study show: (1) there is no influence of capital towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = 0,042 and (

ρ=

0,602). (2) there is no influence of education towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = 0,080 and (

ρ=

0,500). (3) there is no influence of cultural working atmosphere on power distance point of view towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = -2,613 and (

ρ=

0,167). (3)b there is no influence of cultural working atmosphere on individual and collective point of view towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = -1,313 and (

ρ=

0,205), (3)c there is no influence of cultural working atmosphere on female and male point of view towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = -1,109 and (

ρ=

0,310). 3)d there is no influence of cultural working atmosphere on uncertainty avoidance point of view towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = -1,474 dan (

ρ=

0,447).


(3)

PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKAN DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN

DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

Studi Kasus : Sentra Industri Kerajinan Perak Kota Gede, Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Disusun oleh :

THOMAS DWI AKTO

NIM : 021334090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008


(4)

(5)

(6)

PERSEMBAHAN

Segala kesedihan dan kebahagiaan yang mewarnai proses penulisan skripsi ini

kupersembahkan untuk:

Bapa di Surga dan Bunda Maria, tidak ada kata selain syukur.

Bapak dan Ibu yang telah memberikan segalanya untuk keberhasilanku.

Kakak dan adiku yang selalu mendukungku.

MOTTO

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan, jangan pula lihat masa depan

dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran.

(James Thurber)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari

betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.


(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan dengan sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Februari 2008 Penulis


(8)

(9)

ABSTRAK

PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

Studi Kasus : Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta

Thomas Dwi Akto Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2008

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. (2) Pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. (3) Pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

Studi kasus dari penelitian ini adalah Sentra Industri Perak Kota Gede pada tanggal 6 Februari 2007 sampai dengan 6 Mei 2007. Populasi dari penelitian ini merupakan seluruh pengusaha perak di Sentra Industri Perak Kota Gede. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi yang dikembangkan oleh Chow.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Tidak ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = 0,042 dan (

ρ

= 0,602). (2) Tidak ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antar jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = 0,080 dan (

ρ

= 0,500). (3)a. Tidak ada pengaruh kultur lingkungan kerja pada dimensi power distance terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = -2,613 dan (

ρ

= 0,167). (3)b. Tidak ada pengaruh kultur lingkungan kerja pada dimensi

individualism dan collectivism terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = -1,313 dan (

ρ

= 0,205). (3)c. Tidak ada pengaruh kultur lingkungan kerja pada dimensi Femininity dan masculinity

terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = -1,109 dan (

ρ

= 0,310). (3)d. Tidak ada pengaruh kultur lingkungan kerja pada dimensi uncertainty avoidance terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dengan koefisien regresi = -1,474 dan (

ρ

= 0,447).


(10)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CAPITAL, EDUCATION, AND

CULTURAL WORKING ATMOSPHERE TOWARD THE RELATIONSHIP BETWEEN THE ENTREPRENEURSHIP SPIRIT AND

THE EFFECTIVENESS OF BUSINESS MANAGEMENT

A Case Study at Kota Gede Silver Craft Industrial Center Yogyakarta

Thomas Dwi Akto Sanata Dharma University

Yogyakarta

This study aims to know: (1) the influence of capital towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management. (2) the influence of education towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management. (3) the influence of cultural working atmosphere towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management.

This is a case study at Kota Gede Silver Craft Industrial Center on February 6 to May 6, 2007. The research’s population were all silver industrialists in Kota Gede. The data were collected through questionnaire. The data analysis was the regression analysis developed by Chow.

The results of this study show: (1) there is no influence of capital towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = 0,042 and (

ρ

= 0,602). (2) there is no influence of education towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = 0,080 and (

ρ

= 0,500). (3) there is no influence of cultural working atmosphere on power distance point of view towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = -2,613 and (

ρ

= 0,167). (3)b there is no influence of cultural working atmosphere on individual and collective point of view towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = -1,313 and (

ρ

= 0,205), (3)c there is no influence of cultural working atmosphere on female and male point of view towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = -1,109 and (

ρ

= 0,310). 3)d there is no influence of cultural working atmosphere on uncertainty avoidance point of view towards the relationship between the entrepreneurship spirit and the effectiveness of business management with the regression coefficient = -1,474 dan (

ρ

= 0,447).


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kasih, karunia dan rahmat yang berlimpah dari Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Permodalan, Pendidikan dan Kultur Lingkungan Kerja terhadap hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha”. Studi Kasus Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan akhir mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, semangat, dan doa dari berbagai pihak yang sangat mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas limpahan rahmat dan karuniaNya. 2. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Kepala Jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si selaku Kepala Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak masukan dan semangat dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.


(12)

5. Bapak Drs. FX. Muhadi, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar dan meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, serta pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai.

6. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah sabar dalam memberikan pengarahan, bimbingan, serta saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak E. Catur Rismiyati, S.Pd., M.A selaku dosen tamu yang telah memberikan saran dan pengarahan dalam skripsi ini.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mencurahkan ilmunya dengan sepenuh hati sehingga berguna untuk masa yang akan datang.

9. Mbak Aris dan Pak Wawi yang telah melayani dan membantu penulis selama menjalankan studi di Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta.

10. Para responden yang ada di Sentra Industri Perak Kota Gede, Yogyakarta yang telah memberikan dukungannya dalam mengisi kuesioner.

11. Bapak AF. Sunarto dan Ibu CH. Sri Sulastri, terimakasih untuk semua dukungan, doa, dan cinta yang besar untukku.

12. Mas Arip kakakku dan Lia adikku yang memberikan banyak keceriaan dan canda tawanya sehingga penulis memperoleh semangat baru dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Keluarga Kota Gede Om Tadi (Almarhum), Bulek Ganuk serta putra tercinta Akta yang telah bersedia memberikan, pengertian, kesabaran, cinta, kasih, dukungan


(13)

serta tempat untuk bersinggah selama kuliah dan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

14. Kelurga besar Kota Gede Mbak Ana, Mas Agus (pejantan tambun), Mas Ithul, Mas Pamungkas, Didin (kriting), Vita, Angkringan Kang Paimo (aku ga akan utang susu jahe lagi), Dawud (anakmu piro....), Mbak Salon (makasih senyumnya), Ibuknya Tiyo ( makasih rokoknya), Ibu Iin, makasih atas dukungan dan doanya

15. Anak-anak Distro Studio, anak-anak Ryfan Studio, Band-band Indie Wates Hypocrite, The Mad, Riot and Funny, Pinkipat, dan band wates lainnya (tunjukan pada mereka……..), serta teman-teman ngeBand Mas Danang (mbritis kang...), Abex, Pompi, Papang, Rama, Prisma, P Not, Yoyok, Wawan bakpo, Dedi, Mas Adam, (mari ekspresikan diri...).

16. Rekan-rekan Mudika yang keren abis Mas kenthus, Mas didik, Mas TJ, Mas Wahyu, Mbak Yani, Prima, Dimas, Westri, Berta, Mbak Ndari, makasih untuk canda tawanya dan doanya.

17. Rekan-rekan Karang Taruna, Itong, Cowonx, Iwan, Kithul, Monde, Septi, pipit, Endah, Mas gendut, Mas C’nel, Lfi, Arep, Hijau Production, mari berjuang dan makasih untuk dukungannya.

18. Komunitas Orkes Mbok Iyah Mas Koben, Mas Olan, Mas Tito, gandung, Mas Pipit, Pendy, Cary (nguri-uri kabudayan yo lek...),

19. Anak-anak dari komunitas Skaters di wates (meluncur tanpa henti coy...). 20. Teman-temanku di PAK C’02 yang telah memberikan semangat hidup, Mas Toro


(14)

(anakmu piro?), Satya, Valent, Dewi K, Risa, Esti, Dika, Tiara, TM Brenda, Bang Andre, Ucie and Adi, Lia, Dewi cilik, Sari, Sigit. Terima kasih atas bantuan, kebersamaan dan kenangan-kenangan indahnya.

21. Teman-teman SMA ku yang santai abis Yudi, Agus, Edi, Izur, (kapan ada waktu untuk kumpul lagi...), Heri Inpres + cewek imutnya ( thank’s Laptopnya he2....). 22. Teman-temanku yang telah nungguin aku ujian: Agil, Putri, Adi, Mas Banu, Sari

PDU, Mbak Putri’02 thanks yak udah nungguin dengan sabar.

23. Temanku Rama dan Adi yang sudah menemaniku melewati malam setelah pendadaran usai di rumah Dagen dengan GUINNES dan HEINEKEN nya jadikan hidup lebih hidup.

24. Motor BMW kesayanganku ( terima kasih nganter main kesana sisni dan ikutan ngurus penelitianku )

25. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Besar membalas semua kebaikan saudara-saudara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT...vii

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah...7

C. Rumusan Masalah...7

D. Tujuan Penelitian... 8

E. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

A. Tinjauan Teoretik...10

1. Efektivitas Mengelola Usaha... 10

2. Jiwa Berwirausaha... 14

3. Kultur Lingkungan Kerja...16

4. Permodalan... 24

5. Pendidikan...29

B. Penelitian Terdahulu... 32

C. Hubungan Diantara Variabel Penelitian... 33

D. Kerangka Berfikir/Rasionalitas Penelitian...39

E. Hipotesis... 41 Halaman


(16)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42

A. Jenis Penelitian...42

B. Lokasi dan Waktu Penelitian... 43

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel...43

D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Pengukuran ... 44

1. Variabel Penelitian...44

2. Definisi Operasional... 46

3. Pengukuran Variabel...47

E. Teknik Pengumpulan Data...47

F. Indikator Variabel... 48

G. Pengujian Instrumen Penelitian... 50

H. Uji Prasyarat Analisis Korelasi...55

I. Analisis Data...56

1. Analisis Deskriptif... 56

2. Pengujian Hipotesis Penelitian... 56

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...64

A. Analisis Deskriptif... 64

B. Analisis Data...79

C. Pembahasan Hasil Penelitian... 91

BAB V PENUTUP...104

A. Kesimpulan...104

B. Keterbatasan Penelitian...107

C. Saran...108

DAFTAR PUSTAKA...109


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel.3.1 Tabel Skala Sikap...47

Tabel.3.2 Efektivitas Mengelola Usaha... 48

Tabel 3.3 Jiwa Kewirausahaan...49

Tabel 3.4 Kultur Lingkungan Kerja... 49

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Efektivits Mengelola Usaha... 51

Tabel.3.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Jiwa Kewirausahaan... 52

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja... 53

Tabel 3.8 Interprestasi Koefisien Koerelasi Nilai r...54

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian... 54

Tabel.4.1 Umur Perusahaan... 64

Tabel.4.2 Umur Pengusaha... 65

Tabel 4.3 Kekayaan Pengusaha...65

Tabel 4.4 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari modal sendiri... 67

Tabel 4.5 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari modal sendiri...68

Tabel 4.6 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari modal sendiri dan modal asing... 69

Tabel 4.7 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari modal sendiri dan modal asing... 70

Tabel 4.8 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari pendidikan rendah. 71 Tabel 4.9 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari pendidikan rendah... 72

Tabel.4.10 Penilaian efektivitas mengelola usaha ditinjau dari pendidikan tinggi...73 Halaman


(18)

Tabel.4.11 Penilaian jiwa kewirausahaan ditinjau dari pendidikan tinggi...74

Tabel 4.12 Power Distance... 75

Tabel 4.13 Collectivsm and Individualism...76

Tabel 4.14 Femininity vs Masculinity... 77

Tabel 4.15 Uncertainty Avoidance...78


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian... 112

Lampiran 2 Data Induk Penelitian...121

Lampiran 3 Uji Validitas dan Rabilitas... 127

Lampiran 4 Uji Normalitas...133

Lampiran 5 Distribusi Frekuensi... 134

Lampiran 6 Regresi... 152

Lampiran 7 Tabel r... 164

Lampiran 8 Surat-surat... 165 Halaman


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belakangan ini kondisi negara kita di berbagai bidang tidak menunjukkan perubahan berarti. Kebijakan pemerintah masih simpang siur, hukum semakin tidak jelas, dan kondisi sosial kian tidak menentu. Di bidang ekonomi, tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik. PHK tetap berlangsung karena banyak wirausahawan tidak lagi berminat memulai atau mengembangkan usahanya dan para investor asing sudah banyak yang memutuskan untuk memindahkan usahanya ke negara lain yang lebih menjanjikan. Peningkatan pengangguran yang ada menyebabkan semakin menurunnya taraf ekonomi bagi golongan keluarga menengah ke bawah yang tinggal di indonesia. Semakin sempitnya lapangan kerja dan tingginya tingkat persaingan tanpa ada jalan keluar akan membawa bangsa ini ke dalam kemiskinan yang berkepanjangan.

Di sisi lain, jumlah populasi dengan usia produktif tidak bisa begitu saja menganggur. Hidup tetap harus berjalan dan penghasilan tetap mesti dicari untuk menutupi biaya hidup yang semakin mahal. Berbagai ide bisnis bermunculan dan diskusikan dalam berbagai pertemuan baik formal maupun informal. Sebagian ide tersebut memang hanya merupakan “mimpi yang indah” tetapi sebagian lagi ditanggapi dengan antusiasme yang tinggi. Dari hal ini terlihat bahwa masyarakat kita justru merasa terpacu ketika dihadapkan pada suatu krisis yang berkepanjangan. Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan Ralph


(21)

Stacey (1997) dalam tulisannya berjudul "Excitement and Tension at the Edge of Chaos" yang mengatakan bahwa kreativitas cenderung meningkat pada saat situasi semakin parah, atau sering disebut dengan istilah populernya "kreatif karena kepepet". Jika asumsi Stacey ini benar, sangat mungkin “mimpi-mimpi indah” itu sudah ada di benak banyak sekali penduduk Indonesia yang secara kreatif dan positif menginginkan perubahan. (http.www.e-psikologi.com/wirausaha/010802.htm)

Semakin tingginya kebutuhan hidup sekarang ini menyebabkan suatu perubahan yang mencolok dalam kehidupan manusia di dalam lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini disebabkan karena manusia mencoba untuk memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan dengan berbagai bentuk tingkah laku. Misalnya saja dengan membentuk suatu usaha tertentu atau bekerja di instansi tertentu.

Keadaan yang tidak seimbang diantara jumlah penduduk dengan kemampuan negara menciptakan lapangan kerja untuk penduduk mereka, dan terdapatnya pertumbuhan penduduk yang pesat dari masa ke masa menyebabkan implikasi yang buruk untuk perkembangan ekonomi suatu negara. Menurut Bank Dunia (2000), jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar sekitar 210 juta jiwa pada akhir tahun 2000, yang menyebabkan indonesia menghadapi masalah tekanan penduduk yang besar sekali terutama di pulau Jawa (Todaro, 2003;49). Oleh karena itu sekarang banyak bermunculan suatu lahan atau lapangan pekerjaan yang bersifat lembaga formal maupun non formal (swasta). Bagi mereka para pengusaha swasta yang telah mampu menciptakan sebuah lapangan pekerjaan dapat membantu perekonomian suatu negara, karena


(22)

dari lapangan pekerjaan yang diciptakan mampu mengurangi tingkat pengangguran dan mampu menambah taraf ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.

Banyak sebagian dari masyarakat kita yang sudah mencoba masuk dalam dunia usaha dan mencoba menggeluti dunia kerajinan sebagai tulang punggung perekonomian keluarga. Beberapa sentra-sentra industri yang ada di daerah yogyakarta misalnya sentra industri perak di daerah manding, sentra industri keramik di kasongan, sentra industri perak di kota gede dan lain sebagainya. Dari masing-masing daerah tersebut menawarkan beberapa produk hasil kerajinan tangan yang siap bersaing dipasaran lokal maupun luar negeri. Sentra industri perak kota gede misalnya, dengan potensi yang dimiliki oleh masyarakat sekitar mereka mencoba menerapkan ide serta kreatifitasnya lewat produk berupa perak yang siap dipasarkan. Jika kita menyusuri sepanjang jalan Mondorakan Kota Gede, kita akan banyak menjumpai beberapa toko yang menjual kerajinan perak. Banyak wisatawan lokal ataupun domestik yang sengaja berkunjung untuk memburu hasil kerajinan ini. Hasil kerja keras mereka berupa kerajinan perak patut dibanggakan, karena membawa nama Yogyakarta khususnya Kota Gede hingga ke beberapa penjuru.

Namun belakangan ini sentra industri perak di Kota Gede mengalami penurunan jumlah produksi. Kondisi ini jelas terlihat dari berkurangnya jumlah toko yang menjual perak tersebut. Para penjual perak tidak seramai dulu, mulai dari pengusaha kecil sampai pengusaha besar semua membuka toko untuk memamerkan hasil kerajianan mereka. Sekarang ini hanya tinggal para pengusaha dan pedagang yang relatif terpandang atau kaya yang mampu bertahan dalam


(23)

menggeluti usaha ini. Semakin merosotnya jumlah pedagang yang ada membuat para wisatan atau pengunjung enggan datang ke Kota Gede, mereka mungkin lebih tertarik mendatangi sentra industri di tempat lain yang ramai pengunjung dan menawarkan banyak produk. Modal menjadi salah satu kendala dalam mengembangkan usaha perak ini.

Setiap perusahaan yang sudah mulai beroperasi akan selalu mengadakan pengeluaran uang atau dana untuk membiayai operasi perusahaan seperti untuk membeli bahan mentah, membayar gaji, membayar hutang dan lain sebagainya. Pengeluaran itu disebut ”revenue exspenditure” yaitu pengeluaran uang yang dimaksudkan untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu sebuah pengusaha harus memiliki sejumlah modal dalam bentuk uang untuk menjalankan usahanya secara efektif.

Modal sebenarnya bisa didapatkan dari tabungan sendiri atau berasal dari tabungan keluarga dan teman, bila dirasa kurang mencukupi wirausaha akan mencari lebih banyak saluran resmi pendanaan lain, seperti Bank atau investor. Kebanyakan sumber pendanaan untuk pengusaha adalah investor perorangan, penyalur, pemberi pinjaman, Bank komersial, program yang didukung pemerintah, atau lembaga keuangan masyarakat.

Banyak sedikitnya produk serta keanekaragaman hasil kerajinan dipengaruhi oleh kreatifitas para pengrajinnya. Merekalah yang sebenarnya mampu mendongkrak pasar lewat karya-karyanya. Sebagian besar para pengrajin didareah Kota Gede masih memiliki latar pendidikan yang rendah. Jenjang pendidikan terakhir para pengelola dan pengrajin masih tergolong rendah. Latar


(24)

belakang pendidikan yang rendah cenderung membawa mereka pada pola berfikir yang kurang maju, sehingga dalam menggeluti kerajinan perak menemui banyak kendala misalnya kurang peka terhadap kondisi pasar yang ada.

Kehidupan manusia itu berkembang dan ingin selalu berkembang. Selagi kebutuhan selalu ada dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan selalu datang maka manusia bereaksi dengan lingkungannya. Individu dengan pendidikan yang terbatas, seperti tidak tamat Sekolah Dasar atau tidak pernah sekolah akan mempunyai kemampuan yang kurang dalam menguasai lingkungannya, sehingga mereka kurang mampu berfikir kritis, tidak jauh tujuan kedepan, kurang mampu merencanakan kehidupan yang layak dan memiliki daya abstraksi yang terbatas. Seseorang yang berpendidikan rendah juga cenderung memiliki sikap mental yang terikat oleh sifat kesederhanaan, sehingga dalam menghadapi kehidupannya mereka kurang cakap dalam masalah pemenuhan akan kebutuhan. Perpindahan dari satu lingkungan kehidupan sosial tertentu kepada kehidupan sosial yang lain membutuhkan suatu kemampuan dan keinginan sebagai alat untuk terlepas dari keterbelakangan.

Adanya jalur pendidikan yang ada maka perkembangan potensi dalam masyarakat akan terwujud sesuai dengan keberadaanya masing-masing. Melalui pendidikan kita meningkatkan pengetahuan, keterampilan nilai dan sikap tiap-tiap individu. Pendidikan merupakan suatu bentuk bantuan dimana dalam proses pemberian bantuan tersebut kadar dan jenis bantuannya disesuaikan dengan kemampuan, tujuan dan tuntutan lingkungan. Bantuan tersebut pada prinsipnya merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diharapkan mampu


(25)

meningkatkan taraf kehidupan. Makin baik pendidikannya maka manusia makin mampu menghadapi kehidupan dalam masyarakat karena dapat memenuhi kebutuhan konsumsi diri sendiri secara nyata sehingga mampu menciptakan produksi secara menyeluruh.

Para pengusaha yang berhasil pasti memiliki pola-pola tingkah laku yang menunjukan adanya jiwa kewirausahaan. Menurut Dusselman (1998) pola-pola tingkah laku tersebut adalah pola tingkah laku keinovasian, kepemimpinan, kemampuan manajerial dan keberanian menghadapi resiko. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang memiliki perilaku inovatif dan kreatif dan pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan (Suryana, 2001:7). Oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan dalam berwirausaha diperlukan kemampuan dalam membuat sesuatu yang inovatif dan kreatif serta keberanian menghadapi resiko.

Perkembangan sebuah usaha tidak terlepas dari kinerja karyawan atau orang-orang yang ada didalam perusahaan tersebut. Kinerja sangat dipengaruhi oleh semangat, ketenagan, kesegaran dan faktor-faktor lain yang ada dalam lingkungan perusahaan. Semua karyawan memiliki kebutuhan untuk mengungkapkan diri, ingin diterima sebagai bagian dari "anggota keluarga/perusahaan", ingin dipercaya dan didengar kata-katanya, dihargai oleh manajemen dan bangga terhadap apa yang dikerjakannya.

Ketika karyawan berada dalam lingkungan yang ramah dan orang-orang disekitarnya dapat menimbulkan kesenangan maka karyawan tersebut akan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan dalam bekerja. Kesenangan itulah yang


(26)

nantinya membuat karyawan merasa betah bekerja dan akan merasa nyaman karena lingkungan tempat kerjanya sangat mendukung bagi dirinya.

Para pengusaha di daerah Kota Gede harus belajar bagaimana membentuk "budaya perusahaan" dan lingkungan kerja yang kondusif. Hal ini hanya dapat dicapai melalui praktek kepemimpinan dan manajemen perusahaan yang baik, pendekatan kemanusiaan, keadilan bagi semua, struktur karir yang jelas, program pelatihan dan pengembangan yang terpadu, dukungan peralatan kerja yang memadai, penilaian kinerja yang obyektif, program "reward" yang tepat, gaji dan tunjangan yang memadai serta kegiatan-kegiatan lain yang diadakan oleh perusahaan.(http.www.e-psikologi.com/wirausaha/010802.htm)

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah karyawan perlu mengetahui bahwa pihak manajemen mengakui kehadiran mereka, sadar akan arti penting karyawan bagi perusahaan, para manager mampu mengingat nama-nama bawahannya dan tidak segan menyapa mereka. Para manager dapat memperoleh loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya sebagai "mitra kerja", menunjukkan kepedulian yang tinggi, mau mendengarkan saran dan keluhan dan mau saling berbagi pengalaman.

Penciptaan suatu lapangan pekerjaan yang bersifat non formal (swasta) membutuhkan seseorang yang benar-benar mampu melihat suatu bentuk peluang usaha dan cara pengelolaanya. Sebagian besar para pengusaha perak di kota gede kurang memperhatikan hah-hal yang mungkin dapat mempengaruhi efektivitas mengelola usahanya. Adanya penurunan jumlah pengusaha dan semakin terpuruknya usaha ini merupakan indikasi adanya ketidak mampuan para


(27)

pengusaha dalam mengelola usaha. Beberapa hal yang mempengaruhi efektivitas mengelola usaha diantaranya adalah penggunaan peralatan yang ada, keterampilan, kemampuan melihat peluang usaha serta kemampuan dalam menjaga kualitas produk, dll. Namun mengingat beberapa hal diatas, fakor yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas mengelola usaha adalah permodalan, pendidikan, kultur lingkungan kerja serta jiwa kewirausahaan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor tersebut memberikan dampak yang begitu besar terhadap kualitas pengeloaan usaha serta mampu memberikan pengaruh terhadap jalanya sebuah usaha. Beberapa faktor inilah yang dirasa sebagai faktor utama jalanya sebuah usaha yang kemudian disebut sebagai variabel.

Dengan melihat beberapa hal tersebut penulis mengambil judul penelitian tentang “Pengaruh Permodalan, Pendidikan dan Kultur Lingkungan Kerja terhadap hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha “

B. Identifikasi Masalah

Keefektivan mengelola usaha diduga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam yang mempengaruhi jalannya usaha. Faktor ini meliputi: sumber daya manusia, tanggung jawab sosial, pengalaman usaha, sumber daya keuangan/permodalan, jiwa kewirausahaan, kultur lingkungan kerja dan lain-lain. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi jalannya usaha. Faktor ini meliputi: kedudukan pasar, pengembangan usaha, lokasi usaha, relasi dengan


(28)

pihak luar, pesaing, pendidikan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada faktor permodalan, pendidikan, kultur lingkungan kerja, jiwa kewirausahaan serta efektivitas mengelola usaha karena terbatasnya waktu, biaya dan tenaga.

C. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendidikan yang diperoleh, tersedianya modal untuk usaha serta kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektifitas mengelola usaha.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merumuskan beberapa masalah diantaranya :

1. Apakah ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha ?

2. Apakah ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha ?

3. Apakah ada pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha


(29)

2. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha

3. Untuk mengetahui pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana bagi mahasiswa khususnya tentang permodalan, pendidikan, jiwa kewirausahaan, kultur lingkungan kerja dalam hubunganya dengan efektivitas mengelola usaha 2. Bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperdalam pengetahuan dan meningkatkan pemahaman yang sebelumnya diperoleh melalui bangku kuliah 3. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan masukan pada masyarakat yang memiliki usaha atau akan merintis usaha baru.

4. Bagi pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam hal kewirausahaan.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritik

1. Efektivitas Mengelola Usaha

Bagi sebuah organisasi, efektivitas merupakan salah satu konsep yang memiliki arti sangat penting. Akan tetapi efektivitas itu sendiri sangat sulit untuk didefinisikan secara pasti, karena banyaknya aspek yang terkait didalam pengertian efektivitas. Ahli ekonomi akan mengartikan efektivitas sebagai kemampuan organisasi menghasilkan laba sebesar-besarnya, sedangkan ahli politik cenderung mendefinisikan sebagai kemampuan organisasi memperoleh posisi yang lebih kuat diantara organisasi-organisasi lain. Berbeda lagi dari definisi seorang karyawan, yang mengartikan efektivitas sebagai kemampuan organisasi memberikan tingkat kesejahteraan setinggi-tingginya kepada para anggota atau karyawan (Muhyadi, 89:277).

Efektivitas memiliki pengertian, yaitu kemampuan sebuah perusahaan atau organisasi. Dalam pengertian yang lazim efektivitas berkenaan dengan keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tingkat produktifitas yang tinggi. Hal senada diungkapkan juga oleh Etzioni (Muhyadi,89:277) bahwa efektivitas sebagai kemampuan organisasi dalam mencapai sumber dan memanfaatkannya secara efisien dalam mencapai tujuan tertentu. Menurut Etzioni (Muhyadi, 89:278) pengertian efektivitas menghasilkan berbagai perspektif yang berbeda, diantaranya adalah :


(31)

a. Perspektif Individu

Efektivitas merupakan kemampuan individu melakukan tugasnya secara efektif yang ditentukan oleh beberapa faktor, seperti keterampilan, pengetahuan, kecakapan, sikap dan motivasi.

b. Perspektif Kelompok

Efektivitas dari organisasi merupakan gabungan dari individu efektif, yang secara umum efektivitas kelompok ditentukan oleh kekompakan anggota, kepemimpinan struktur kelompok dan peran masing-masing anggota. c. Perspektif Organisasi

Organisasi terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok yang terbentuk dari efektivitas individu dan kelompok yang hasilnya ditentukan oleh lingkungan, teknologi, strategi, proses dan iklim kerjasama.

Menurut Siti Adipringandari ada beberapa dasar yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pengusaha, agar dalam pengelolaan sebuah kegiatan usaha dapat berjalan dengan lancar :

a. Memiliki semangat kerja yang tinggi.

Mencintai apa yang dikerjakannya sehingga membuat terus berkarya menghasilkan prestasi-prestasi baru tiada henti. Ketika menghadapi halangan atau kegagalan, tidak putus asa dan justru belajar dari kegagalan b. Seorang pengusaha harus memiliki impian.

Impian merupakan wujud dari visi dan misi seseorang dalam berkarya. Dengan mimpi pikiran akan terfokus dan memudahkan mencapai apa yang diinginkan.


(32)

c. Tegas dalam mengambil keputusan.

Menunda pekerjaan merupakan kerugian bagi pengusaha. Kecepatan dalam mengambil keputusan yang tepat merupakan kunci keberhasilan dan keputusan harus diterapkan secara konsisten agar hasil yang diharapkan bisa segera terwujud.

d. Dedikasikan seluruh tenaga, waktu dan pikiran untuk pekerjaan. Kadang kala seseorang harus bekerja sedikitnya 13 jam sehari dan tujuh hari seminggu agar impian terwujud.

e. Rinci dalam pengelolaan usaha.

Pengusaha harus bisa memperhatikan hal yang detail dari proses produksi usahanya dan tidak bersikap masa bodoh. Dengan demikian ia mengetahui kendala yang dihadapi dan cara mengatasinya. Ia juga tidak mau dibohongi bawahannya.

f. Tidak menggantungkan hidup pada nasib.

Yang menentukan apa yang ingin anda kerjakan dan hidup anda ditentukan oleh kemampuan merealisasikan diri dendiri adalah anda sendiri.

g. Dana.

Menjadi kaya bukan tujuan utama seorang wirausahawan, uang hanya untuk ukuran keberhasilan. Bila sukses uang akan datang dengan sendirinya.


(33)

h. Bagi-bagi.

Kepemilikan usaha dibagikan kepada karyawan karena tanpa mereka bisnis tidak akan jalan. Karena itu, karyawan harus diperhatikan agar ada rasa memiliki terhadap perusahaan.

i. Memilki etika moral.

Pengusaha sukses selalu memiliki moralitas dalam menjalankan bisnis. Moralitas ini menjadi penting karena berfungsi sebagai pengendali diri agar tidak terjebak pada praktek bisnis yang menghalalkan segala cara. j. Mampu belajar dan mendengarkan.

Pengusaha harus terus belajar dan mendengarkan masukan dari orang lain, tidak tergantung pada bakat alam, berbagai ajang diskusi seminar, sekolah, konferensi menjadi tempat baginya untuk terus mengasah pengetahuan dibidangnya.

k. Rencana bisnis.

Seseorang pengusaha selalu memiliki rencana bisnis yang akan dikembangkan. Penyusun rencana bisnis ini penting sebagai arahan dalam mencapai tujuan perusahaan

l. Hasil terbaik.

Pengusaha sukses ingin mencapai prestasi terbaik dan prestasi itu akan menjadi kepuasan tersendiri yang sulit diganti oleh apapun. (http://www.republika.co.id).

Memang banyak hal yang dituntut untuk menjadi pengusaha yang sukses dalam mengelola usaha, karena mereka harus memiliki kemampuan


(34)

untuk mengelola, menggerakkan, memimpin, mengendalikan, mengatur dan mengusahakan organisasi supaya lebih baik sedemikian rupa sehingga organisasi mampu mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan dengan pengorbanan yang lebih kecil dengan hasil yang dicapai. Mengelola itu sendiri berarti memimpin, mengendalikan, mengatur dan mengusahakan supaya lebih baik, lebih maju, dan sebagainya serta bertangung jawab penuh atas pekerjaan tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995;470)

2. Jiwa Kewirausahaan

Dalam kehidupannya seseorang memiliki sebuah keinginan, yang kemudian keinginan tersebut diikuti dengan tindakan. Munculnya tindakan dalam memenuhi keinginan tersebut bisa berbeda-beda diantara individu yang satu dengan yang lain. Perbedaan dari tindakan tersebut bisa dipengaruhi oleh bentuk kepribadian yang dimiliki. Kepribadian seseorang itu sendiri tidak lepas dari pengaruh kejiwaan, menurut Ahmadi (1975;7) jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behaviour) dari hewan tingkat tinggi dari manusia.

Dalam dunia wirausaha keinginan atau tujuan tersebut akan tercapai apabila seseorang memiliki kemampuan untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil


(35)

keuntungan dalam rangka meraih sukses. Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif yang oleh Sungkono (2000;3) dikatakan sebagai azas hidup atau prinsip hidup.

Perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang adalah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmaniah, rohaniah, sosial, dan lingkungan. Proses belajar adalah proses untuk meningkatkan pengertian baru, nilai-nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat berbuat yang lebih baik dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam hidup. Jadi jiwa mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan, dan kecakapan-kecakapan. Aristoteles sendiri juga mengemukakan bahwa jiwa merupakan daya hidup dari pada makhluk yang hidup.

3. Kultur Lingkungan Kerja

Berdirinya sebuah unit usaha dibutuhkan sebuah lingkungan yang digunakan sebagai lahan untuk menjalankan proses produksi. Keberadaan suatu perusahaan harus didukung dengan situasi lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang mendukung akan membawa pengaruh positif dalam melaksanakan proses produksi, baik dari lingkungan fisik atau lingkungan psikisnya. Menurut Soemadji (1982;184) lingkungan kerja mencakup dua unsur utama, yaitu unsur fisik dan psikis. Lingkungan kerja fisik adalah lingkungan kerja berupa kebendaan, yang dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung dari pekerja pada saat bekerja. Lingkungan


(36)

kerja psikis bisa didefinisikan sebagai lingkungan disekitar lingkungan kerja, yang lebih bersifat kejiwaan dan batin, yang mempengaruhi kinerja seseorang. Lingkungan kerja yang bersifat psikis tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor.

a. Hubungan pekerja dengan pemimpin

Dalam lingkungan kerja interaksi antara pekerja atau karyawan dengan pemimpin perusahaan akan sering terjadi. Interaksi dalam bentuk komunikasi akan menghasilkan sebuah hubungan yang baik jika komunikasi diantara kedua belah pihak juga berjalan dengan baik. Hubungan yang terjalin baik antara pekerja dengan pemimpin didalam suatu perusahaan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Hubungan yang baik tersebut mengindikasikan adanya saling pengertian dan saling menghormati antara kedua belah pihak. Dengan demikian pekerja merasa dihargai, diperhatikan oleh perusahaan sehingga pekerja lebih giat dalam hal bekerja. Apabila hubungan antara bawahan dan atasan terjalin dengan baik maka akan mempengaruhi produktivitas kerja (Robbins, 1993).

b. Hubungan dengan rekan kerja

Secara vertikal hubungan baik antara karyawan dengan karyawan akan mendukung waktu selesainya suatu pekerjaan karena pekerjaan yang ada akan terasa lebih ringan dan hubungan tersebut nantinya akan mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas para pekerja. Dalam hubungan yang baik pekerja akan merasa tenang dalam bekerja. Pada dasarnya apabila hubungan dengan rekan kerja dapat terbina dengan baik


(37)

akan muncul ide-ide atau gagasan yang lebih baik. Oleh sebab itu diharapkan hasil kerja dari para pekerja dapat dijadikan peluang yang bagi perkembangan perusahaan dimasa mendatang (Robbins, 1993).

c. Keamanan kerja

Keamanan sangat dibutuhkan agar para karyawan tidak merasa was-was terhadap segala sesuatu yang dapat menghambat kinerja dalam menyelesaikan pekerjaan. Keamanan kerja adalah kondisi dimana seseorang merasa aman, tenang dan tanpa kuatir dalam menjalankan pekerjaannya. Perbuatan yang sering tidak dilihat atau tidak disadari sukar diungkapkan dan dibicarakan tetapi bisa dirasakan.

Dari beberapa uraian di atas masih ada definisi-efinisi lain mengenai lingkungan kerja yaitu bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, kebisingan dan lain sebagainya (Soemadji,1996:109). Menurut Michael Amstrong (Wibowo,2004;34) kultur perusahaan merupakan pola sikap, keyakinan, asumsi dan harapan yang dimiliki bersama, yang mungkin tidak dicatat, tetapi membentuk cara bagaimana orang-orang bertindak dan berinteraksi dalam organisasi dan mendukung bagaimana hal-hal tersebut dilakukan. Dalam kamus manajemen pengertian dari lingkungan kerja bisa dikatakan sebagai faktor fisik, psikologis, sosial, dan jaringan hubungan yang berlaku didalam organisasi dan berpengaruh terhadap karyawan.


(38)

Kondisi dari kultur lingkungan kerja yang telah tercipta dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah Power Distance (jarak kekuasaan), Individualism dan Collectivism, Masculinity dan Femininity serta Unsertainty Advoidance (Hoffstede, 1980:35-93).

Jarak kekuasaan dalam lingkungan kerja terbagi menjadi dua bagian yaitu jarak kekuasaan tinggi dan jarak kekuasaan rendah. Dalam jarak kekuasaan yang tinggi ada kecenderungan mengembangkan aturan, mekanisme atau kebiasaan-kebiasaan dalam mempertahankan perbedaan status atau kekuasaan. Dalam hal ini sebuah lingkungan kerja akan nampak sebuah hirarki yang ketat dan kekuasaan cenderung terpusat. Hubungan antara bawahan dan atasan sering mengedepankan emosional. Perbedaan gaji yang cukup mencolok diantara atasan dan bawahan, serta dimilikinya pendidikan yang rendah diantara para pekerja dan memiliki kedudukan lebih rendah dari pada karyawan yang ada dikantor.

Lingkungan yang memiliki jarak kekuasaan rendah berusaha meminimalkan perbedaan status dan kekuasaan, karena struktur organisasi tidak terlalu ketat. Seperti yang diungkapkan oleh Hofstede (1980) bahwa seorang manajer yang mempertahankan jarak kekuasaan akan menjadi pusat dalam pengambilan keputusan, karena manajer dianggap lebih unggul dalam hal kemampuan atau ilmu pengetahuan. Manajer yang tidak mempertahankan jarak kekuasaan akan memiliki bentuk kerjasama yang lebih baik dengan bawahannya karena atasan selalu memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berkomunikasi atau saling berkonsultasi. Adanya jarak kekuasaan yang


(39)

rendah menciptakan sebuah kesetaraan antara atasan dan bawahan sehingga tercipta sebuah kondisi dimana bawahan dan atasan saling memberi pertimbangan dalam kondisi yang sama. Ada kemungkinan sekarang menjadi seorang bawahan besok bisa menjadi atasan tergantung kondisi dan situasi dalam menyelesaikan pekerjaan.

Jarak Kekuasan menjelaskan derajat ketergantungan karyawan pada atasannya. Sehingga semakin dekat jarak kekuasaan, maka hubungan antara bawahan dengan atasannya semakin akrab, dan semakin rendah tingkat ketergantungan bawahan pada atasan yang bersangkutan (Ndraha, 1999:243).

Individualism dan Collectivism dalam lingkungan kerja memiliki pandangan bahwa orang tidak bisa hidup sendiri dalam hidup ini termasuk dalam lingkungan kerjanya. Dalam individualisme hubungan antara atasan dan bawahan didasarkan pada kontrak yang dapat memberikan keuntungan bersama. Kondisi dari masyarakat yang individualistik mengharapkan anggota-anggotanya untuk mandiri atau bebas dan merealisasikan hak-hak pribadinya, sehingga tumbuh kemandirian secara emosional pada instansi atau perusahaan.


(40)

Kolektif menekankan atau mengutamakan kewajibannya pada masyarakat atau kelompok daripada hak-hak pribadinya. Bahkan diharapkan untuk mengorbankan kepentingan pribadinya demi tujuan kelompok. Dalam kolektivisme hubungan antara atasan dan bawahan didasarkan pada syarat-syarat moral seperti dalam lingkungan keluarga, manajemennya adalah manajemen bersama dan masing-masing individu memiliki tugas sendiri-sendiri. (Hoffstede, 1980:63-67)

Kondisi yang berbeda antara individualistik dan kolektif akan memberikan perbedaan secara nyata dalam sikap, nilai-nilai, keyakinan dan perilaku yang berkaitan dengan kerja dan perusahaan serta gaya kepemimpinan ideal yang diharapkan.

Untuk mengukur sisi individualisme, digunakan instrumen yang terdiri dari (Ndraha, 1999:245):

a) Personal Time, yaitu pekerjaan (job) yang memberikan waktu luang yang cukup untuk diri sendiri dan keluarga.

b) Freedom, yaitu kebebasan untuk menggunakan cara pendekatan sendiri terhadap pekerjaan.

c) Challenge, yaitu pekerjaan yang menantang, yang memberikan kebanggaan dan kepuasan dalam melaksanakan (sense of accomplishement).

Pengukuran instrumen dari sisi kolektivisme yaitu dengan:

a) Training, yaitu kesempatan untuk mengalami pelatihan guna meningkatkan job performance.


(41)

b) Physical Conditions, yaitu adanya lingkungan kerja yang baik (ventilasi, cahaya, ruangan, warna, dsb).

c) Use of skill, yaitu penggunaan keterampilan sepenuhnya dalam melakukan pekerjaan.

Faktor yang ketiga adalah Masculinity dan Femininity atau sifat kelaki-lakian dan sifat kewanitaan. Ini merupakan gaya kepemimpinan seorang atasan dimana seorang atasan yang memiliki sifat kelaki-lakian akan bertindak secara tegas terhadap bawahannya, menekankan pada keadilan, dan penyelesaian masalah pekerjaan diselesaikan dengan kekerasan. Dimensi maskulin menunjukan tingkatan atau sejauh mana suatu masyarakat berpegang teguh pada peran gender atau nilai-nilai seksual yang tradisional yang didasarkan pada perbedaan biologis dan menekankan pada nilai asertivitas, prestasi, dan performansi.

Dalam gaya kepemimpinan yang kewanitaan, seorang atasan menggunakan kemampuannya secara maksimal demi terciptanya kesepakatan bersama, menekankan kesamaan, solidaritas dan kualitas serta menggunakan musyawarah dalam menyelesaikan masalah pekerjaan sehingga tercipta hubungan interpersonal yang baik, keharmonisan dan kinerja kelompok.

Perbedaaan dalam dimensi ini akan berpengaruh pada struktur organisasi dan corak hubungan dalam suatu perusahaan. Biasanya dalam masyarakat yang memiliki dimensi maskulin tinggi perbedaan antara pria dan wanita menjadi menonjol, remaja pria mengharapkan karir pekerjaan yang bagus dan kurang mentolerir kegagalan. Masyarakat yang memiliki dimensi


(42)

feminity menganggap bahwa kerja yang baik menuntut kemampuan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan orang lain dan kurang mengutamakan kepentingan diri sendiri.

Untuk mengukur sisi maskulin digunakan instrumen dari Hofstede, (Ndraha, 1999:246) yang terdiri dari :

a) Earning, yaitu pendapatan: kesempatan mendapat job yang menjanjikan pendapatan yang tinggi

b) Recognition, yaitu pengakuan atau penghargaan masyarakat terhadapat pekerjaan.

c) Advancement, yaitu kesempatan untuk maju dan mendapat kedudukan tinggi.

Sedangkan instrumen untuk sisi feminim:

a) Manager, yaitu adanya hubungan baik atasan dan bawahannya.

b) Cooperation, yaitu kerjasama antar karyawan di dalam perusahaan yang bersangkutan.

c) Living area, yaitu bertempat tinggal di pemukiman yang layak bagi karyawan dan keluarganya.

d) Employment security, yaitu ketenangan bekerja selama karyawan suka, tanpa dihantui oleh pemutusan hubungan kerja.

Faktor yang terakhir adalah Unsertainty Advoidance (menghindari ketidakpastian). Dalam lingkungan kerja terdapat aturan-aturan formal dan aturan non formal yang isinya mengatur hak dan kewajiban dari atasan serta bawahan. Disamping itu terdapat norma atau aturan yang mengawasi jalannya


(43)

penyelesaian suatu pekerjaan (Hoffstede, 1980:121). Dimensi Uncertainty Avoidance menunjukkan tingkatan atau sejauh mana masyarakat dalam menghadapi situasi yang tidak pasti. Masyarakat yang memiliki Uncertainty Avoidance tinggi merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha menciptakan mekanisme untuk mengurangi resiko itu. Dalam Uncertainty Avoidance yang tinggi cenderung memiliki kejadian turn over (keluar-masuk karyawan) yang sedikit. Karyawan memiliki ambisi yang rendah sehingga perilakunya kurang berani dalam mengambil resiko dan petualangan, serta perilakunya lebih ritual.

Dalam kondisi Uncertainty Avoidance yang rendah toleransi terhadap situasi yang samar-samar atau tidak pasti masih dirasa kurang. Dalam situasi ini orang akan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri dalam menyelesaikan tugas. (Kisni dan Tri Salis Yuhardi, 2003: 277-283)

Menurut Ndraha (1999:247) ada beberapa instrumen yang digunakan untuk mengukur penghindaran ketidakpastian dalam masyarakat:

a. Job stress, yaitu frekuensi meregang atau nervous di tempat kerja atau sewaktu bekerja.

b. Rule orientation, yaitu persetujan terhadap ketentuan bahwa aturan wajib ditaati.

c. Intent to stay with company for a long-term career, yaitu seberapa banyak karyawan yang ingin bekerja untuk jangka waktu lama di perusahaan yang bersangkutan.


(44)

4. Permodalan

Sebuah organisasi atau usaha tidak akan berjalan dengan normal tanpa adanya suatu dana yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk permodalan. Bagaimana suatu usaha dapat berjalan tanpa adanya bahan mentah atau bahan baku yang akan diolah sebagai sumber pendapatan. Peyelesaian produk mulai dari bahan baku sampai dengan barang jadi tidak terlepas dari peran karyawan yang pada akhirnya setiap organisasi atau unit usaha harus memberikan gaji ataupun upah kepada mereka.

Modal dapat diwujudkan dalam bentuk uang, barang ataupun investasi, akan tetapi kebanyakan dari para pengusaha yang memiliki industri kecil modal kebanyakan hanya berupa uang serta peralatan untuk membuat produk tertentu. Dalam pengertian usaha, modal diartikan sebagai kekayaan atau aktiva yang sebenarnya yang dimiliki usaha itu dalam artian uang, milik yang berujud seperti pabrik dan perlengkapan atau milik yang tak berujud seperti good will, merk dagang, paten dan milik lainya yang serupa (Komaruddin, 1981:49).

Modal ialah kolektifitas dari barang-barang yang masih ada dalam proses produksi, akan tetapi pengertian modal dalam masalah permodalan ialah sebagai kolektifitas yang dinilai dengan uang dan yang merupakan daya beli dari barang-barang modal itu yang disebut kekayaan (Soemita, 1974:11)

Menurut beberapa penulis Jerman seperti Prion, Rieger dan Walb pengertian dari modal adalah daya beli yang ada dalam barang-barang modal, jadi yang ada di neraca sebelah kredit (Komaruddin,1981:48). Menurut Polak


(45)

(Komaruddin,1981:49) yang dimaksud dengan modal ialah yang ada di neraca sebelah kredit, sedangkan yang ada di neraca sebelah debet disebut barang-barang modal.

Sebelum suatu usaha berjalan maka penentuan besarnya modal serta sumber modal menjadi pertimbangan yang amat penting. Hal ini menyangkut kelangsungan hidup dari usaha tersebut untuk waktu yang akan datang. Ada beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan sebagai pertimbangan bagi para pengusaha untuk menentukan besarnya modal serta sumber modal yang dipilih.

a. Sifat kegiatan perusahaan itu sendiri. b. Tingkat bunga yang berlaku.

c. Peraturan-peraturan pemerintah yang berhubungan dengan pengendalian kredit.

d. Tersediannya bahan-bahan dipasar.

e. Kebijaksanaan yang berlaku diperusahaan itu sendiri. f. Faktor-faktor ekonomi.

g. Besarnya uang yang beredar.

Jumlah kekayaan yang sebelumnya dimiliki oleh para pengusaha dapat dijadikan modal dengan menggunakan berbagai cara (Soemita, 1974:11). a. Cara pertama adalah kekayaan itu oleh para penabung sendiri ditanam

dalam barang-barang modal. Dalam hal ini disebut pembentukan modal intern, yang dalam tahun-tahun terakhir ini merupakan cara yang semakin lama semakin penting, terutama untuk industri.


(46)

b. Cara kedua adalah dengan penyerahan yang lazim disebut dengan pemberian kredit, yang dapat dilakukan dengan penyerahan langsung oleh para penabung atau pembentuk kekayaan kepada perusahaan-perusahaan dan penyerahan itu bisa melewati lembaga-lembaga kredit.

Bagi kebanyakan pengusaha masalah modal merupkan sumber masalah yang utama dalam mendirikan usaha. Pencarian sumber-sumber modal memang dibutuhkan sebuah spekulasi untuk memperoleh pengembalian yang lebih besar sehingga didapatkan suatu keuntungan. Beberapa sumber modal bagi usaha kecil dapat diketahui dari berbagai alternatif, diantaranya adalah :

a. Tabungan pribadi

Tabungan merupakan sebuah nominal tertentu dimana modal tersebut memang dikumpulkan oleh pengusaha itu sendiri.

b. Teman dan saudara

Teman atau saudara dapat menjadi salah satu sumber pinjaman bagi pendanaan baru suatu usaha. Jenis pendanaan ini lebih didasarkan pada hubungan pribadi daripada analisis keuangan. Untuk mengurangi terjadinya masalah pengusaha bisa membuat kesepakatan tertentu secara lebih mudah dalam merencanakan pembayaran.

c. Investor perorangan lain

Sejumlah orang besar orang secara pribadi berinvestasi dalam kegiatan kewirausahaan milik orang lain. Mereka terutama adalah orang yang


(47)

dengan pengalaman bisnis moderat sampai dengan yang signifikan, tapi juga profesional dan kaya.

d. Bank

Instansi pemerintahan atau swasta yang bergerak dibidang keuangan seperti Bank mampu menyediakan kredit bagi mereka para pengusaha untuk menambah modalnya.

e. Program yang didukung Pemerintah

Beberapa program pemerintah memberikan pendanaan bagi bisnis berskala kecil. Pemerintah Negara telah mengalokasikan sejumlah uang untuk meningkatkan dan mendanai bisnis baru. Program pemerintah yang mendukung dengan didirikan beberapa saran untuk membangun tempat bisnis baru.

f. Sumber Pendanaan lain

1) Lembaga keuangan berdasarkan komunitas

Ada beberapa lembaga keuangan yang didirikan oleh kelompok atau komunitas tertentu saja. Lembaga ini dapat memberikan pinjaman kepada komunitas yang berpenghasilan rendah dan menerima dana dari pemerintah. Hal ini tentunya sangat membantu jalanya dunia bisnis khusunya bagi yang tidak mempunyai atau bahkan sedikit akses untuk pendanaan pendirian perusahaan.

2) Perusahaan besar

Para pemilik perusahaan besar mau menginfestasikan uangnya sebagai salah satu sumber modal bagi perusahaannya.


(48)

5. Pendidikan

Banyak orang yang meyakini bahwa untuk mendapatkan suatu penghidupan yang layak maka orang harus memiliki pendidikan cukup. Memang ada benarnya juga, karena pendidikan bisa membawa orang untuk berfikir lebih baik lagi, dan mampu memberikan suatu dasar untuk bertindak lebih logis dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan tidak hanya

dibutuhkan bagi mereka yang duduk di instansi pemerintahan saja, akan tetapi banyak bidang lain yang membutuhkannya salah satunya adalah dalam bidang wirausaha.

Menurut Idris (1984:10), pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam artian supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia yang bertanggung jawab.

Menurut Daien (1974:21), pendidikan merupakan bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa. Pendidikan menurut Yusuf (1986:10) merupakan fasilitator dan dinamisator kehidupan tiap-tiap pribadi, baik sebagai makluk individual, sosial maupun etnis dalam keluarga sekolah atau masyarakat.

Berbeda dengan John Dewey (Idris,1984:9), ia memiliki cara pandang yang lain bahwa Pendidikan adalah proses pembentukkan


(49)

kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Sedangkan menurut Rousseau (Idris,1984:10), pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

Pendidikan adalah suatu proses yang berlanjut secara terus menerus. Sebagai suatu proses, pendidikan itu berlangsung dalam bermacam-macam situasi dan lingkungan. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa lingkungan pendidikan itu dapat diklasifikasikan menjadi dua.

a. Lingkungan formal 1) Lingkungan sekolah

Fungsi dan peranan sekolah yang pertama-tama adalah membantu keluarga dalam pendidikan anak-anaknya disekolah. Sekolah, guru dan tenaga pendidik lainnya melalui wewenang hukum yang dimilikinya berusaha melaksanakan tugas yaitu memberikan pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap secara lengkap sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh anak-anak dari keluarga yang berbeda. Ada beberapa jenjang pendidikan formal yang bisa diperoleh seorang anak dalam usaha mengembangkan dirinya, diantaranya adalah :

a) SD ( Sekolah Dasar)

b) SMP ( Sekolah Menengah Pertama) c) SMA ( Sekolah Mengah Atas) d) Perguran Tinggi


(50)

2) Lingkungan non formal

a) Dari beberapa lembaga pendidikan formal di atas adapula pendidikan yang bersifat non formal, yaitu Balai Latihan Kerja, Kursus, Les Privat

b) Lingkungan keluarga

Reymond. W. Murray mengemukakan bahwa keluarga berfungsi sebagai kesatuan keturunan dan juga kebahagiaan masyarakat dimana keluarga tersebut memiliki kewajiban untuk meletakan dasar pendidikan, rasa keagamaan, kemauan, kecakapan berekonomi dan pengetahuan penjagaan diri pada si anak.

c) Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat akan memberikan manfaat yang sangat berarti dalam diri anak, apabila diwujudkan dalam proses dan pola yang tepat. Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan maupun performans dapat dikembangkan oleh sekolah ataupun dalam keluarga. Kekurangan yang ada dapat disi dan dilengkapi oleh lingkungan masyarakat dalam membina pribadi anak didik secara utuh. Pendidikan dalam lingkungan mayarakat berfungsi sebagai pelengkap, pengganti serta sebagai tambahan.

Tiap-tiap lingkungan tesebut memberikan pengaruh pada proses pembentukan individu melalui pendidikan yang diterimanya, baik langsung maupun tidak langsung. Pembentukan individu yang terarah mampu memberikan manfaat yang lebih bagi individu


(51)

dalam hubunganya dengan pemenuhan kebutuhan melalui pembentukan usaha.

B. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitiannya Sari (2005) meneliti pengaruh harga diri terhadap minat berwiraswasta; pengaruh pengetahuan kewiraswastaan terhadap minat berwiraswastah; pengaruh kreativitas, harga diri dan pengetahuan kewiraswastaan secara bersama-sama terhadap minat berwiraswasta.

Dengan menggunakan Regresi dengan tingkat signifikan 5 % disimpulkan bahwa 1) ada pengaruh positif dan signifikan kreativitas terhadap minat berwiraswasta; 2) ada pengaruh positif dan signifikan harga diri terhadap minat berwiraswasta; 3) ada pengaruh positif dan signifikan kreatifitas harga diri dan pengetahuan kewiraswastaan terhadap minat berwiraswasta (http: //www.damandiri.or.id).

Penelitian lainnya dilakukan oleh Kiswantoro(1998), tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kemampuan bekerja sama dengan orang lain dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil; untuk mengetahui hubungan antara keuletan seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil; untuk mengetahui hubungan antara sikap mental kreatifitas seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil; untuk mengetahui hubungan antara sikap tertib hukum seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil.

Dari analisisnya dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara kemampuan bekerja sama seseorang dengan tingkat keberhasilan


(52)

pengusaha kecil kulit di kabupaten Bantul; ada hubungan yang positif antara sikap keuletan seseorang dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil kulit di Kabupaten Bantul; ada hubungan yang positif antara sikap mental kreatif dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil kulit di Kabupaten Bantul; ada hubungan yang postif antara sikap tertib hukum dengan tingkat keberhasilan pengusaha kecil kulit di Kabupaten Bantul.

C. Hubungan diantara Variabel Penelitian

1. Pengaruh Permodalan dalam hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha

Jiwa kewirausahaan merupakan sebuah daya yang rohaniah dimana daya tersebut merupakan prinsip hidup atau azas hidup dalam menjalankan sebuah usaha. Seorang pengusaha yang memiliki daya hidup atau azas hidup akan memiliki kemampuan yang lebih dalam menggerakan dirinya sendiri dan orang lain untuk menciptakan sesuatu yang berbeda. Daya hidup yang dimiliki oleh seseorang dapat berupa daya kreatifitas dan inovasi serta kiat dan siasat yang diduga mampu mempengaruhi efektivitas dalam pengelolaan usaha. Kemampuan yang berupa kreativitas dan inovasi mampu memberikan hasil yang berbeda dan lebih unggul dalam hal menciptakan sebuah produk.

Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan lebih cenderung

memiliki komitmen yang tinggi, berorientasi hasil dan berwawasan ke depan. Efektivitas dalam mengelola usaha yang didorong oleh jiwa kewirausahaan tersebut dipengaruhi juga oleh kepemilikan modal. Modal tersebut bisa


(53)

berasal dari modal sendiri atau modal sendiri ditambah modal asing. Dengan tersedianya modal yang bersumber dari modal sendiri ditambah modal asing maka jumlah modal akan lebih besar sehingga diduga kuat derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin tinggi. Meskipun jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh pengusaha tersebut masih kurang mendukung akan tetapi apabila jumlah modal yang dimiliki besar diduga usaha yang dijalankan akan lebih efektif. Semakin besar modal yang dimiliki (modal sendiri + modal asing) maka akan semakin tinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha, sebaliknya apabila modal hanya bersumber dari modal sendiri dengan jumlah relatif sedikit derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektifitas mengelola usaha juga akan semakin rendah.

2. Pengaruh Pendidikan dalam hubungan antara Jiwa kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha

Seorang pengusaha yang memiliki daya hidup atau azas hidup mampu menggerakkan dirinya sendiri dan orang lain untuk menciptakan sesuatu yang berbeda. Daya hidup yang dimiliki berupa daya kreatif dan inovasi sehingga dapat membentuk sikap, keyakinan dan keoptimasan yang diduga

memberikan pengaruh dalam efektivitas mengelola usaha. Adanya jiwa kewirausahaan yang dapat mendorong efektivitas pengelolaan usaha diduga kuat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pengusaha. Seorang pengusaha yang tingkat pendidikannya rendah (SD sampai dengan SMP) tentu berbeda dengan seorang pengusaha yang tingkat pendidikannya


(54)

tinggi (SMA sampai dengan Perguruan Tinggi), termasuk kemampuannya didalam hal megelola usaha. Seorang pengusaha yang menempuh pendidikan tinggi memiliki wawasan yang lebih luas serta banyak mendapatkan ilmu pengetahuan dibangku sekolah. Dapat di duga bahwa dengan dimilikinya tingkat pendidikan yang tinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka akan semakin tinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha, sebaliknya apabila tingkat pendidikan yang ditempuh rendah maka derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha juga akan semakin rendah. Pendidikan akan tetap memiliki peranan penting dalam pengelolaan usaha meskipun jiwa kewirausahaan yang dimiliki seorang pengusaha kurang mendukung. Hal tersebut dikarenakan dengan menempuh tingkat pendidikan yang tinggi ilmu pengetahuan akan semakin bertambah dan cara berfikir seorang pengusaha tersebut akan lebih maju.

3. Pengaruh Kultur Lingkungan Kerja terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dan Efektivitas Mengelola Usaha

Kemampuan menciptakan sesuatu yang berbeda serta adanya kiat dan siasat dalam mengelola usaha yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jiwanya yang berupa jiwa berwirausaha. Untuk menerapkan didalam menjalankan usaha seseorang dipengaruhi oleh jarak kekuasaan (power distance) antar individu. Dengan jarak kekuasaan yang rendah maka seorang bawahan akan lebih leluasa dalam bekerja tanpa terbebani oleh aturan yang


(55)

ketat serta kekuasaan yang terpusat. Jarak kekusaan yang rendah menempatkan pekerja dalam posisi yang setara dengan atasan dan merasa lebih dekat sehingga mereka memiliki kebebasan untuk berkreasi menerapkan ide-ide serta kreativitas mereka. Dengan begitu jiwa kewirausahaan diantara para bawahan atau pekerja akan tumbuh dan berguna secara maksimal. Rendahnya jarak kekuasaan tersebut diduga kuat mempertinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. Sebaliknya, dengan adanya jarak kekuasaan yang tinggi terdapat perbedaan status atau kekuasaan serta akan menimbulkan kekuasaan yang terpusat dengan hirarki yang ketat dalam sebuah lingkungan kerja, sehingga tingginya jarak kekuasaan tersebut memberikan dugaan bahwa derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan lebih rendah.

Kondisi dari lingkungan kerja yang individualistik mengharapkan anggota-anggotanya untuk mandiri atau bebas dan merealisasikan hak-hak pribadinya, sehingga tumbuh kemandirian secara emosional pada instansi atau perusahaan. Realisasi hak-hak tersebut bisa berupa kebebasan mereka dalam berinovasi menciptakan produk-produk baru yang lebih kreatif. Lingkungan kerja yang bersifat kolektif menekankan kewajibannya pada masyarakat atau kelompok daripada hak-hak pribadinya, bahkan diharapkan untuk mengorbankan kepentingan pribadinya demi tujuan kelompok. Dengan adanya lingkungan kerja yang saling melengkapi antara individualistik dan kolektif inilah terdapat dugaan bahwa derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin tinggi.


(56)

Dalam sebuah lingkungan usaha pasti terdapat pihak yang dipercaya sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin dalam sebuah usaha memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda, ada yang memiliki sifat masculinity dan ada yang bersifat femininity. Seorang pemimpin yang memiliki sifat

masculinity akan tegas dan keras terhadap bawahan, menekankan pada keadilan, dan penyelesaian masalah pekerjaan diselesaikan dengan ketegasan. Pemimpin dengan gaya masculinity memiliki sifat menekankan kebersamaan dan kesamaan sehingga cenderung lebih mudah dalam beradaptasi atau menyesuaikan diri. Kedua gaya kepemimpinan tersebut diduga mampu menciptakan efektivitas dalam mengelola usaha karena disini karyawan diperlakukan sebagaimana mestinya sehingga mereka merasa diperhatikan terutama dalam hal kesejahteraannya. Dengan begitu ada dugaan bahwa derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dipengaruhi oleh dimensi femininity dan masculinity.

Dalam lingkungan kerja yang memiliki kultur uncertainty avoidance

rendah jarang terjadi keluar masuk karyawan dan mempunyai aturan dalam melaksanakan tugas. Kultur uncertainty avoidance yang rendah toleransi terhadap situasi yang samar-samar atau tidak pasti masih dirasa kurang. Dalam situasi ini orang akan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri dalam menyelesaikan tugas. Kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri inilah yang diduga mampu mengembangkan atau menumbuhkan jiwa kewirausahaan seorang pengusaha, karena seorang yang cenderung memiliki komitmen tinggi, berorientasi hasil dan berwawasan


(57)

kedepan merupakan seorang pengusaha yang memiliki jiwa kewirausahaan. Dari uraian diatas diperoleh dugaan bahwa ada pengaruh positif uncertainty avoidance rendah terhadap derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. Sebaliknya, lingkungan kerja yang memiliki Uncertainty Avoidance tinggi merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha menciptakan mekanisme untuk mengurangi resiko itu. Dalam Uncertainty Avoidance yang tinggi ada kecenderungan memiliki kejadian turn over (misalnya; keluar-masuk karyawan). Karyawan memiliki ambisi yang rendah sehingga perilakunya kurang berani dalam mengambil resiko dan petualangan, serta perilakunya lebih ritual, sehingga jiwa kewirausahaan sulit untuk tumbuh dan berkembang. Dengan kata lain

Uncertainty Avoidance yang tinggi diduga memberikan pengaruh terhadap derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

D. Kerangka Berfikir/ Rasionalitas Penelitian

1. Jiwa kewirausahaan merupakan suatu proses yang penerapannya melalui kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha. Efektivitas adalah kemampuan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya termasuk pencapaian sumber dan memanfaatkannya secara efisien. Modal merupakan uang, barang atau investasi yang dimiliki oleh entitas tertentu guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang diduga


(58)

mempengaruhi hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

2. Jiwa kewirausahaan merupakan suatu proses yang penerapannya melalui kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha. Efektivitas adalah kemampuan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya termasuk pencapaian sumber dan memanfaatkannya secara efisien. Pendidikan merupakan serangkaian kegiatan komunikasi untuk membentuk kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah kedewasaan, yang diduga mempengaruhi hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

3. Jiwa kewirausahaan merupakan suatu proses yang penerapannya melalui kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha. Efektivitas adalah kemampuan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya termasuk pencapaian sumber dan memanfaatkannya secara efisien. Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana seorang atasan dan karyawan tersebut bekerja dan menjalin relasi dalam melaksanakan tugas sehari-hari termasuk hubungan kekerabatannya, yang diduga mempengaruhi hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.


(59)

E. Hipotesis

Berdasarkan landasan tersebut, penulis mengajukan hipotesis yang merupakan jawaban sementara sebagai dasar pengumpulan data dan penarikkan kesimpulan hasil penelitian ini, diantaranya adalah:

1. Ada pengaruh permodalan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

2. Ada pengaruh pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

3. Ada pengaruh kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

.

Jiwa Kewirausaha

Efektivitas Mengelola usaha

Kultur Lingkungan

Kerja


(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang penulis gunakan meliputi: 1. Deskriptif Asosiatif

Dalam penelitian ini penulis terbatas pada usaha mengungkapkan maksud dan keadaan sebagaimana adanya, mengenai hubungan antara efektivitas mengelola usaha, jiwa kewirausahaan, permodalan, pendidikan, dan kultur lingkungan kerja.

2. Studi kasus

Penelitian ini dibatasi pada permasalahan efektivitas mengelola usaha, permodalan, pendidikan, jiwa kewirausahaan dan kultur lingkungan kerja. Penelitian ini hanya mendeskripsikan pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efiktivitas mengelola usaha pada sentra industri kerajinan perak di Kota gede, Yogyakarta.

3. Ex Post Facto

Penelitian ini termasuk penelitian Ex post Facto karena penulis mengungkapkan kejadian antar fakta yang telah terjadi dimasa lalu pada sentra industri kerajinan perak di Kota gede, Yogyakarta.


(61)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di sentra industri kerajinan perak Kota Gede Yogyakarta.

Alasan memilih lokasi itu adalah:

a. Merupakan sentra industri kerajinan perak yang terkenal di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Sentra Industri kerajinan Perak Kota Gede letaknya sangat strategis sehingga transportasinya mudah dijangkau.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 6 Februari 2007 sampai dengan 6 Mei 2007.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pengusaha Kerajinan Perak di daerah Kota Gede, Yogyakarta. Jumlah populasi untuk penelitian ini tidak diketahui, karena data sesungguhnya dilapangan tentang jumlah pengusaha perak tidak tersedia.

2. Sampel penelitian

Sampel merupakan sabagian dari populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini sampel yang akan digunakan adalah 60 pengusaha.


(62)

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, karena dalam pengambilan sampel peneliti memiliki beberapa pertimbangan. Peneliti menentukan anggota sampel yang memenuhi persyaratan antara lain merupakan seorang pengusaha perak, memiliki latar belakang pendidikan baik yang tinggi ataupun yang rendah, menggunakan modalnya sendiri atau modal sendiri ditambah dengan modal asing.

D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Pengukuran 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian penelitian adalah objek penelitian yang bervariatif atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto ,1998:99). Dalam penelitian ini permasalahan pokok atau variabel yang akan diteliti adalah: a. Efektivitas mengelola usaha

b. Jiwa kewirausahaan c. Permodalan

d. Pendidikan

e. Kultur lingkungan kerja

Adapun pengelompokkan variable dalam penelitian ini adalah: 1) Variabel Terikat (dependen)

Variabel terikat adalah himpunan seluruh gejala yang memiliki berbagai aspek atau unsur didalamnya yang berfungsi untuk menyesuaikan diri


(63)

dengan kondisi lain atau variabel bebas. Varibel terikat dalam penelitian ini adalah efektivitas dalam mengelola usaha.

2) Variabel Bebas (independen)

Variabel bebas adalah himpunan seluruh gejala yang memiliki berbagai aspek atau unsur yang berfungsi mempengaruhi atau menentukan munculnya variabel lain yang disebut variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jiwa kewirausahaan.

3) Variabel Moderator

Variabel Moderator adalah variabel yang akan mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas, atau sering disebut sebagai variabel bebas kedua (Sugiyono,2001;33). Variabel Moderator dalam penelitian ini adalah : a) Pendidikan

b) Permodalan

c) Kultur lingkungan kerja

2. Definisi Operasional

a. Efektivitas mengelola usaha

Efektivitas adalah kemampuan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya termasuk pencapaian sumber dan memanfaatkannya secara efisien.


(1)

Dependent Variable: y a.

Coefficient Correlations

a

1,000

-,668

-,994

-,668

1,000

,599

-,994

,599

1,000

3,705

-1,653

-62,717

-1,653

1,653

25,244

-62,717

25,244

1073,890

jkxd

jk

d

jkxd

jk

d

Correlations

Covariances

Model

1

jkxd

jk

d

Dependent Variable: y

a.


(2)

L A M P I R A N 7

T A B E L r


(3)

(4)

L A M P I R A N 8

SURAT KETERANGAN DAN IJIN

PENELITIAN


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha : studi kasus sentra industri kerajinan kulit Manding Bantul, Yogyakarta.

0 0 185

Pengaruh permodalan, pendidikan, dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha : studi kasus sentra industri Genteng Desa Berjo Godean Yogyakarta.

0 0 165

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha : studi kasus counter HP di sepanjang Jalan Gejayan dan Jogja Phone Market Yogyakarta.

0 0 216

Pengaruh permodalan, pendidikan, dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha : studi kasus di Sentra Industri Bakpia Yogyakarta.

0 1 177

PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKAN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

0 0 175

SKRIPSI PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKAN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

0 0 214

PENGARUH PERMODALAN, PENDIDIKAN, DAN KULTUR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DENGAN EFEKTIVITAS MENGELOLA USAHA

0 0 163

PENGARUH ETNIS, PERMODALAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEEFEKTIFAN MENGELOLA USAHA

0 1 190

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha - USD Repository

0 0 186

Pengaruh permodalan, pendidikan dan kultur lingkungan kerja terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha : studi kasus sentra industri kerajinan kulit Manding Bantul, Yogyakarta - USD Repository

0 0 183