1. Belajar Tentang Budaya
Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Proses belajar tentang budaya sudah cukup kita kenal selama ini,misalnya
mata pelajaran kesenian dan kerajinan tangan,seni dan sastra,melukis serta menggambar. Budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran khusus tentang
budaya untuk budaya. Mata pelajaran tersebut tidak diintegrasikan dengan mata pelajaran yang lain dan tidak berhubungan satu sama lain. Di sekolah
tertentu yang mampu menyediakan sumber belajar seperti alat musik dan peralatan drama dalam mempelajari budaya maka mata pelajaran budaya di
sekolah tersebut akan berkembang relatif lebih baik. Namun banyak sekolah yang tidak memiliki sumber belajar yang memadai sehingga mata pelajaran
tersebut menjadi mata pelajaran hafalan dari buku atau dari cerita guru yang belum tentu benar.Dengan kondisi seperti itu pada akhirnya,mata pelajaran
budaya menjadi tidak bermakna baik bagi siswa,guru,sekolah,maupun pengembang budaya dalam komunitas tempat sekolah berada.Inilah
gambaran tentang ketidakberhasilan mata pelajaran budaya yang sekarang ini ada.Selanjutnya,mata pelajaran budaya dan pengetahuan tentang budaya
tidak pernah memperoleh tempat yang proporsional baik dalam kurikulum maupun dalam pengembangan pengetahuan secara umum.Sementara mata
pelajaran lain seperti matematika,sains dan pengetahuan sosial,bahasa Indonesia dan lain-lain,dianggap penting sebagai suatu bukti kemajuan
Negara. Dengan demikian, mata pelajaran budaya makin tersisihkan.
2. Belajar dengan budaya
Terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari suatu mata pelajaran tertentu. Belajar
dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya. Dalam belajar dengan budaya,budaya dan perwujudannya menjadi media
pembelajaran dalam proses belajar menjadi konteks dari contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu matapelajaran, menjadi konteks
penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu matapelajaran. Contoh dalam mata pelajran fisika IPA adalah guru mengajar dengan memperkenalkan
alat musik tradisional seperti gong, gendang, angklung untuk menjelaskan konsep bunyi, gelombang bunyi dan gema.
3. Belajar Melalui Budaya
Merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang
diciptakannya dalam suatu matapelajaran melalui ragam perwujudan budaya.Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple
representation of learning assessment atau bentuk penilaian pemahaman
dalam beragam bentuk. Misalnya,siswa tidak perlu mengerjakan tes untuk menjelaskan tentang proses fotosintesis tetapi siswa dapat membuat
poster,membuat lukisan,lagu,ataupun puisi yang melukiskan fotosintesis. Dengan menganalisa produk budaya yang diwujudkan siswa, guru dapat
menilai sejauh mana siswa memperoleh pemahaman dalam topik proses fotosintesis dan bagaimana siswa menjiwai topik tersebut. Belajar melalui
budaya memungkinkan
siswa untuk
memperhatikan kedalaman
pemikirannya terhadap konsep atau prinsip yang dipelajari dalam suatu matapelajaran, serta imajinasi kreatifnya dalam mengekspresikan
pemahamannya.Belajar melalui budaya dapat dilakukan di sekolah dasar, sekolah menengah, ataupun perguruan tinggi dalam matapelajaran apapun.
D. Pembelajaran Sains Berbasis Budaya
Para ahli yang berkecimpung dalam penelitian tentang keterlibatan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh siswa dalam proses pembelajaran sains
yang menggunakan metafora pelintas batas Border Crossing untuk menjelaskan proses pembelajaran sains dari kajian antropologi Aikenhead
dan Jegede, dalam Wahyudi,2008. Berdasarkan metafora ini,siswa dianggap sebagai pelintas batas antara dua budaya yaitu nilai-nilai budaya keseharian
yang dipahami mereka dengan nilai-nilai budaya sains Barat yang diajarkan disekolah. Sekolah dan masyarakat memilki ciri yang berbeda yang harus
ditempuh oleh para siswa ketika mereka mulai memasuki pendidikan disekolah.Dalam konteks pembelajaran sains untuk semua orang Aikenhead
dan Jegede, dalam Wahyudi,2008. Dalam pemahaman siswa sebagai pelintas batas budaya, Costa dalam
Setiawan, 2008 mengelompokkan siswa dalam 5 kategori berdasarkan cara mereka belajar Sains disekolah dari budaya lokal mereka, yaitu:
a. Kelompok pertama disebut dengan potensial sains, dimana siswa dapat
dengan mudah melintasi batas budaya dan menganggap bahwa batas budaya tersebut tidak ada.
b. Kelompok kedua disebut dengan other Smart Kid,dimana siswa dapat
melewati batas budaya,tetapi masih mengakui Sains sebagai budaya asing.
c. Kelompok ketiga disebut I Don’t Know Student,dimana siswa
menghadapi masalah serius saat melewati batas budaya tetapi mau belajar mengatasinya dengan belajar terus menerus.
d. Kelompok keempat disebut Outsider,dimana siswa cenderung terasing
selama proses pembelajaran berlangsung dan menghadapi masalah besar saat melewati batas budaya sehingga tidak dapat melewati batas
budaya dikarenakan kuatnya pengaruh budaya lokal daripada mata pelajaran Sains.
e. Kelompok yang terakhir disebut Inside Outsider, dimana siswa tidak
dapat melewati batas budaya karena diskriminasi. Pada kenyataannya siswa hidup dan berkembang dilingkungan yang
masih erat dengan budaya,tradisi-tradisi dan suatu pengetahuan lokal.Mereka belum menyadari bahwa mereka sebenarnya dapat belajar sains dari lingkungan
budaya mereka.Dengan demikian peran seorang guru menjadi penting untuk mengelola pembelajaran sains melalui pengintegrasian lingkungan budaya
siswa itu sendiri. Pendidik berperan dalam membimbing siswa bagaimana melewati batas
budaya pada saat belajar sains barat yang diintegrasikan dengan budaya lokal siswa.Siswa perlu didorong untuk mau belajar secara terus-menerus.Siswa
diharapkan akan mengalami bahwa pembelajaran sains yang mengintegrasikan