1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat UU No. 28
Tahun 2007. Berdasarkan pengertian tersebut, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara sekaligus menjadi sektor yang potensial dalam
rangka mensukseskan pembangunan nasional. Peran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan merupakan hal yang penting untuk
menunjang pembangunan nasional. Peran masyarakat khususnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan melalui pemenuhan kewajiban perpajakan masih tergolong rendah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kesadaran
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, salah satunya adalah persepsi masyarakat terhadap pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pajak DJP. Tingginya angka korupsi, kegaduhan sejumlah elit politik di ruang publik, dan amburadulnya kualitas pelayanan publik merupakan
sejumlah fenomena yang dianggap paling bertanggung jawab dalam pembentukan
persepsi publik
yang negatif
terhadap pemerintah
Wijaya,2016. Salah satu persepsi publik yang negatif adalah hilangnya rasa percaya terhadap instansi perpajakan.
Persepsi negatif publik perlu dihilangkan. Hal ini membuat perbaikan dan perubahan dalam segala aspek perpajakan perlu dilakukan melalui
pengeluaran kebijakan-kebijakan oleh Direktorat Jenderal Pajak DJP. Salah satu perubahan yang ingin dicapai dalam perpajakan adalah terciptanya good
governance di instasi perpajakan. Hal ini diwujudkan dengan dilakukannya reformasi perpajakan dari waktu ke waktu.
Reformasi perpajakan yang dilakukan mencakup dua bidang yaitu reformasi di bidang kebijakan perpajakan dan reformasi di bidang
administrasi perpajakan DJP,2007. Reformasi perpajakan dilakukan supaya basis pajak dapat semakin diperluas sehingga potensi penerimaan pajak yang
tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Reformasi
kebijakan sudah dilakukan sejak tahun 1983, yaitu dengan mengadopsi sistem perpajakan modern yang memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya atau yang disebut dengan self assessment system DJP,2007.
Pada tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak DJP meluncurkan program perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang biasa disebut dengan
modernisasi administrasi perpajakan DJP, 2007. Modernisasi administrasi perpajakan memiliki ciri khusus antara lain: struktur organisasi berdasarkan
fungsi, perbaikan pelayanan bagi setiap Wajib Pajak melalui pembentukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
account representative dan complaint center untuk menampung keberatan Wajib Pajak, penyempurnaan sumber daya manusia di setiap kantor pajak.
Modernisasi administrasi perpajakan juga merangkul kemajuan teknologi dengan berbagai modul otomatisasi kantor serta berbagai pelayanan berbasis
e-system seperti e-SPT, e-Filling, e- Payment, Taxpayer’s Account, e-
Registration, dan e-Counceling. Melalui modernisasi ini diharapkan kontrol menjadi lebih efektif ditunjang dengan adanya penerapan kode etik pegawai
DJP yang mengatur pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan diharapkan mampu
menciptakan good governance. Menciptakan good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable, dan
membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Salah satu prinsip yang sangat
penting dan merupakan kunci tercapainya good governance adalah prinsip akuntabilitas BPPN,2003.
Akuntabilitas ditandai oleh adanya akses yang mudah terhadap informasi, standar profesional dan integritas personal yang tinggi dari badan publik dan
mekanisme umpan balik dari masyarakat. Prinsip akuntabilitas harus dilaksanakan dalam kegiatan pelayanan publik. Berdasarkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 26 tahun 2004, akuntabilitas dalam pelayanan publik utamanya diwujudkan pada aspek-aspek pembiayaan,
waktu, persyaratan, prosedur, informasi, pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab, mekanisme pengaduan masyarakat, standar, dan lokasi
pelayanan. Pelayanan publik dalam perpajakan utamanya dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak KPP. KPP merupakan instansi vertikal DJP yang
berada di bawah dan tanggung jawab langsung kepala Kantor Wilayah PMK 01. KPP Pratama merupakan salah satu instansi perpajakan yang
berhubungan langsung
dengan masyarakat
atau Wajib
Pajak. Terselenggaranya akuntabilitas di lingkungan KPP Pratama diharapkan
mampu meningkatkan kepercayaan dan kesadaran masyarakat. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Hubungan Persepsi Modernisasai Administrasi Perpajakan dengan Persepsi Pencapaian Akuntabilitas Pelayanan Publik
Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama”. Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama Sleman.
B. Rumusan Masalah