B. Reformasi Perpajakan dan Modernisasi Administrasi Perpajakan
1. Reformasi Perpajakan
Menurut Gunadi 2010, pajak mengikuti fonemena kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kehidupan sosial perekonomian masyarakat selalu
mengalami perubahan. Hal ini membuat perbaikan dan perubahan dalam segala aspek perpajakan perlu dilakukan. Direktorat Jenderal Pajak DJP
melakukan reformasi perpajakan dari waktu ke waktu untuk melakukan perbaikan dan perubahan di bidang perpajakan.
Reformasi perpajakan merupakan perubahan mendasar yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak DJP dari segala aspek. Reformasi
perpajakan dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien sehingga dapat memberikan kesadaran dan kepercayaan yang lebih tinggi
kepada Wajib Pajak. Reformasi perpajakan juga dilakukan supaya basis pajak dapat semakin diperluas sehingga potensi penerimaan pajak yang
tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Indonesia
melaksanakan reformasi perpajakan sejak tahun 1983, yaitu berubahnya sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self
Assesment System. Peningkatan penerimaan menjadi tuntutan pemerintah, akan tetapi perbaikan dalam aspek perpajakan menjadi alasan mengapa
reformasi perpajakan dilakukan dari waktu ke waktu, baik itu penyempurnaan dalam kebijakan maupun dalam administrasinya, DJP,
2007. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Reformasi di bidang kebijakan adalah penyempurnaan kebijakan perpajakan untuk menciptakan suatu sistem perpajakan yang sehat dan
kompetitif dalam mendorong kegiatan investasi di Indonesia, menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban antara Wajib Pajak dan aparat pajak,
memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak untuk melakukan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan, serta memberikan keadilan dan kepastian
hukum. Reformasi kebijakan telah ditempuh melalui amandemen Undang- Undang Perpajakan yang meliputi Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan UU KUP, Undang-Undang Pajak Penghasilan UU PPh, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah UU PPN dan PPnBM, serta menyempurnakan peraturan pelaksanaannya.
2. Modernisasi Administrasi Perpajakan
Tidak hanya reformasi pada aspek kebijakan, reformasi perpajakan juga mencakup aspek administrasi yang biasa disebut sebagai modernisasi
administrasi perpajakan. Pandiangan 2008 mengemukakan modernisasi administrasi perpajakan sebagai bagian dari reformasi perpajakan menjadi
hal yang menarik dan trend di lingkungan DJP. Modernisasi administrasi perpajakan memiliki nuansa tersendiri yang membuatnya menjadi lebih
teknis, fokus, dan dinamis sejalan reformasi perpajakan itu sendiri. Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak DJP telah meluncurkan
program perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang biasa disebut modernisasi. Jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan
good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem teknologi
informasi yang handal dan terkini. Tujuan modernisasi yang ingin dicapai adalah meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak, meningkatkan
kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan produktivitas serta integritas aparat pajak. Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi
administrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif. Perubahan-perubahan yang dilakukan
meliputi bidang-bidang: struktur organisasi, proses bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi, manajemen sumber daya manusia, pelaksanaan
good governance dalam hal penerapan kode etik DJP,2007. Menurut Purwono 2010:17, reformasi perpajakan di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 2002 dengan menerapkan sistem administrasi perpajakan modern di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Large
Tax Office. Beberapa sasaran dari penerapan sistem administrasi perpajakan modern adalah tercapainya tingkat kepatuhan sukarela yang
tinggi, tercapainya tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap administrasi perpajakan, dan tercapainya produktivitas aparat perpajakan
yang tinggi. Hal mendasar dalam modernisasi perpajakan adalah terjadinya perubahan paradigma perpajakan, yaitu dari semula berbasis jenis pajak
menjadi berbasis fungsi, dan lebih mengedepankan aspek pelayanan kepada masyarakat. Sistem modernisasi perpajakan juga didukung oleh
fungsi pengawasan, pemeriksaan, maupun penagihan pajak. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Pandiangan 2008, konsep umum modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan pada dasarnya terdiri dari:
a Restrukturisasi organisasi, dengan konsep: debirokratisasi, struktur
organisasi berbasis fungsi terkait dengan perpajakan, dilakukan pemisahan antara fungsi pemeriksaan dengan fungsi keberatan,
adanya segmentasi Wajib Pajak yang dikelola KPP, adanya internal audit, dan lebih efisien dan customer oriented.
b Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi
komunikasi dan informasi, dengan konsep: berbasis teknologi komunikasi dan informasi, efisien dan customer oriented, sederhana
dan mudah dimengerti dan adanya built-in control. c
Penyempurnaan Sumber Daya Manusia SDM, dengan konsep: berbasis kompetensi, optimalisasi teknologi komunikasi dan
informasi, customer driven dan continous improvement. Menurut Pandiangan 2008, berdasarkan konsep umum modernisasi
perpajakan tersebut, sebagai outcome yang diharapkan adalah: a
Terjadinya perubahan paradigma, pola pikir dan nilai organisasi yang tercermin pada perilaku setiap pegawai.
b Terciptanya proses bisnis dari setiap jenis pekerjaan yang lebih
efisien, dan c
Mampu menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar good governance.
Berikut ini dijelaskan secara lebih mendalam mengenai perbaikan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak DJP dalam hal modernisasi
administrasi perpajakan: a
Restrukturisasi Organisasi Salah satu tujuan reformasi perpajakan adalah memperbaiki sistem
administrasi perpajakan sejalan dengan sistem administrasi perpajakan nasional. Konsekuensi logis dari tanggung jawab Direktorat Jenderal
Pajak DJP sebagai instasi pemungut pajak adalah DJP harus memiliki
kecakapan untuk
mengelola atau
melakukan pengadministrasian pemungutan pajak daerah secara efektif dan
efisien. Sebagai langkah pertama, ketiga jenis kantor pajak yang ada, yaitu
Kantor Pelayanan Pajak KPP, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan KPPBB, serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
Karikpa, dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak KPP. Hal ini dilakukan untuk memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakan atau menyelesaikan permasalahan perpajakan dengan datang ke satu kantor saja, DJP 2007.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202.2PMK.012014, Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya dalam Peraturan Menteri
Keuangan ini disebut KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Kantor Wilayah. Kantor Pelayanan Pajak KPP dibagi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjadi 3 jenis, yaitu Kantor Pelayanan Pajak KPP Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak KPP Madya dan Kantor Pelayanan
Pajak KPP Pratama. Penelitian ini akan membahas Kantor Pelayanan Pajak KPP
Pratama. Dalam
Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
202.2PMK.012014 Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan
pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak
Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202.2PMK.012014 Pasal 60. Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama terdiri dari :
1 Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal.
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal memiliki tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah
tangga, dan pengelolaan kinerja pegawai, pemantauan pengendalian intern, pemantauan pengelolaan risiko, pemantauan kepatuhan
terhadap kode etik dan disiplin, dan tindak lanjut hasil pengawasan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.
2 Seksi Pengolahan Data dan Informasi.
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan,
urusan tata
usaha penerimaan
perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan, pelayanan dukungan
teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling, pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG, serta pengelolaan kinerja
organisasi. 3
Seksi Pelayanan. Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat
Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, serta pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak.
4 Seksi Penagihan.
Seksi Penagihan
mempunyai tugas
melakukan urusan
penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta
penyimpanan dokumen-dokumen penagihan. 5
Seksi Pemeriksaan. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan
rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan, penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak dan
administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya, serta pelaksanaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pemeriksaan oleh petugas pemeriksa pajak yang ditunjuk oleh kantor.
6 Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan.
Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak,
pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi, bimbingan dan pengawasan Wajib Pajak
baru, serta penyuluhan perpajakan. 7
Seksi Pengawasan dan Konsultasi I. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I mempunyai tugas melakukan
proses penyelesaian permohonan Wajib Pajak, usulan pembetulan ketetapan pajak, bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan
kepada Wajib Pajak, serta usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
8 Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, dan IV.
Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III dan IV masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka
melakukan intensifikasi dan himbauan kepada Wajib Pajak. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9 Kelompok Jabatan Fungsional.
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sebagai langkah kedua struktur organisasi berbasis fungsi
diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak KPP dengan sistem administrasi modern untuk merealisasikan debirokratisasi pelayanan
sekaligus melaksanakan pengawasan terhadap Wajib Pajak secara lebih sistematis berdasarkan analisis risiko. Unit vertikal dibedakan
berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak KPP Wajib Pajak Besar LTO
– Large Taxpayers Office, Kantor Pelayanan Pajak KPP Wajib Pajak Madya MTO- Medium
Taxpayers Office dan Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama STO –
Small Taxpayers Office. Dengan pembagian seperti ini, diharapkan strategi dan pendekatan terhadap Wajib Pajak dapat disesuaikan
dengan karakteristik Wajib Pajak yang ditangani, sehingga berjalan lebih optimal. Langkah ketiga dan hanya ada khusus di kantor
operasional, adalah posisi baru yang disebut Account Representative, yang mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi
perpajakan kepada Wajib Pajak, menginformasikan peraturan perpajakan yang baru serta mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.
b Proses Bisnis dan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perbaikan proses bisnis yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja merupakan kunci perbaikan birokrasi. Perbaikan proses
bisnis merupakan pilar penting terlaksananya program modernisasi administrasi perpajakan. Proses bisnis diarahkan pada penerapan full
automation dengan
memanfaatkan teknologi
informasi dan
komunikasi, terutama
untuk pekerjaan
yang bersifat
administratifkerikal. Pelaksanaan full automation diharapkan akan menciptakan suatu proses bisnis yang efisien dan efektif karena proses
administrasi menjadi lebih cepat, mudah, akurat, dan paperless, sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak baik
dari segi kualitas maupun waktu. Proses bisnis yang dilakukan dalam modernisasi administrasi perpajakan dirancang sedemikan rupa
sehingga dapat mengurangi kontak langsung antara pegawai DJP dengan Wajib Pajak untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
Korupsi Kolusi Nepotisme KKN. Langkah awal perbaikan proses bisnis adalah penulisan dan
dokumentasi Sandard Operating Procedures SOP untuk setiap kegiatan di seluruh unit DJP. Selain itu, DJP telah meluncurkan 8
layanan unggulan bagi masyarakat yang di dalamnya terdapat janji waktu pelayanan, kejelasan persyaratan dan prosedur. Perbaikan proses
bisnis yang juga dilakukan dalam modernisasi administrasi perpajakan antara lain melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Pemanfaatan teknologi informasi dilakukan untuk mempermudah Wajib Pajak dan administrasi perpajakan bagi aparatur pajak itu
sendiri. Pemanfaatan ini terlihat dengan dibukanya fasilitas e-filling pengiriman SPT secara online melalui internet, e-payment Modul
Penerimaan Negara, dan e-registration pendaftaran NPWP secara online melalui internet, DJP, 2007.
c Manajemen Sumber Daya Manusia SDM
DJP menjelaskan bahwa untuk mendukung struktur, sistem, teknologi informasi, metode, alur kerja suatu organisasi harus
didukung Sumber Daya Manusia SDM yang memiliki integritas dan profesionalisme. Hal ini juga sangat mempengaruhi keberhasilan
modernisasi administrasi perpajakan. Sejalan dengan keinginan untuk melakukan perubahan serta memperbaiki citra dan meningkatkan
kinerja, reformasi di bidang Sumber Daya Manusia SDM merupakan langkah yang sangat penting untuk dilakukan DJP. Reformasi di
bidang Sumber Daya Manusia SDM dilakukan untuk mendukung sistem administrasi perpajakan modern melalui SDM berbasis
kompetensi dan kinerja. Sebelum melakukan langkah perbaikan di bidang SDM, DJP
melakukan pemetaan kompetensi competency mapping terhadap seluruh pegawai DJP guna mengetahui distribusi kuantitas dan kualitas
kompetensi pegawai. Meskipun program mapping ini masih terbatas mengidentifikasikan “soft competency”, tetapi hasil program tersebut
menjadi informasi yang membantu DJP dalam merumuskan kebijakan kepegawaian yang lebih tepat.
Unsur SDM di DJP mempunyai nilai strategis sebagai faktor penentu organisasi. Dalam Rencana Strategis DJP, pengelolaan SDM
yang berbasis kompetensi merupakan salah satu sasaran yang ingin dicapai DJP. Langkah-langkah atau strategi akan dilakukan oleh DJP
untuk mensinkronkan antara kebutuhan organisasi dengan kemampuan dan kompetensi pegawai.
Sistem dan manajemen sumber daya manusia yang lebih baik dan terbuka akan menghasilkan sumber daya manusia yang juga lebih baik,
khususnya dalam hal produktifitas dan profesionalisme. Untuk mendukung sumber daya manusia yang semakin baik, DJP
memberikan pelatihan dan pengembangan kepada pegawai. Menurut DJP, pelatihan dan pengembangan pegawai merupakan hal yang
sangat penting bagi peningkatan mutu pegawai dan kantor. Pelaksanaan
kegiatan pelatihan
dan pengembangan
tersebut diwujudkan dalam bentuk pengadaan berbagai macam diklat, training,
short course, seminar, pengiriman pegawai tugas belajar baik dalam maupun luar negeri.
d Penerapan Kode Etik sebagai Pelaksanaan Good Governance
Sejalan dengan reformasi perpajakan yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Pajak DJP, perubahan nilai organisasi juga ditandai dengan
diterapkannya Kode Etik pegawai DJP. Bagi pegawai DJP, kode etik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memberikan panduan bagaimana mereka mengelola situasi dan mengambil sikap atau pilihan yang tepat dalam melaksanakan
tugasnya. Keberhasilan penerapan kode etik dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pemahaman pegawai terhadap kode etik,
keteladanan atasan dan pengawasan. Pelaksanaan kode etik akan lebih efektif dan bermanfaat apabila didukung dengan komitmen untuk
menanamkan, menyebarluaskan, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kode etik pada semua tingkatan sehingga akan
mempengaruhi perilaku organisasi secara keseluruhan. Visi dan misi DJP secara jelas menjadi pijakan bagi DJP dalam menjadikan kode
etik sebagai instrumen untuk mendorong dan mempertahankan terwujudnya kepatuhan pegawai, DJP,2007.
Untuk mempermudah pegawai dalam memahami ketentuan kode etik, telah disusun buku panduan Kode Etik Pegawai DJP yang berisi
penjelasan yang lebih nyata tentang kode etik dan dilengkapi dengan contoh-contoh situasi atau kasus yang sering dihadapi pegawai beserta
panduan sikap atau tindakan untuk menyikapi situasi atau kasus tersebut. Pemahaman pegawai terhadap kode etik juga dilakukan DJP
dengan cara penyampaian informasi melalui website, rapat, program internalisasi,
dll. Kegiatan
internalisasi bertujuan
untuk mensosialisasikan kode etik sekaligus untuk membangkitkan
kesadaran dan memotivasi pegawai untuk menjadi aparatur DJP yang bersih, profesional serta menjunjung nilai-nilai moral dan etika.
C. Good Governance