Analisis hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama : studi kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman.

(1)

ABSTRAK

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN PERSEPSI PENCAPAIAN AKUNTABILITAS

PELAYANAN PUBLIK KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA

Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman Fabiola Desylita Christanti

NIM : 122114035 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Modernisasi administrasi perpajakan merupakan kelanjutan dari reformasi perpajakan yang diterapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bidang administrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data dikumpulkan dengan cara mendistribusikan kuesioner kepada semua pegawai KPP Pratama Sleman. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar +0,638 menunjukkan hubungan positif kuat. Hubungan positif kuat artinya hubungan kedua variabel bersifat searah, yaitu semakin baik pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan maka semakin baik pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman.


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE RELATIONSHIP BETWEEN THE PERCEPTION OF MODERNIZATION OF TAXATION ADMINISTRATION AND THE

PERCEPTION OF PUBLIC SERVICE ACCOUNTABILITY ACHIEVEMENT AT TAX OFFICE

A Case Study in Sleman Tax Office Fabiola Desylita Christanti Student Number : 122114035

Sanata Dharma University Yogyakarta

Modernization of tax administration is the next step of tax reform applied by Directorate General of Taxation (DGT). This research aims to grasp the relationship between the perception of modernization of taxation administration and the perception of public service accountability achievement at tax office.

This is a case study research. The data were collected by distributing the questionnaire to all employees at Sleman Tax Office. Spearman Correlation Test was used to analyze the data.

The result of this research shows that there is a relationship between the perception of modernization of taxation administration and the perception of public service accountability achievement in Sleman Tax Office. The correlation coefficient value is +0,638, which means a strong positive relationship. It indicates that a better the implementation of tax administration modernization, the public service accountability achievement in Sleman Tax Office tend to be better also.

Keywords: modernization of taxation administration, public service accountability achievement


(3)

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI MODERNISASI

ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN PERSEPSI

PENCAPAIAN AKUNTABILITAS PELAYANAN

PUBLIK KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP)

PRATAMA

Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Fabiola Desylita Christanti NIM: 122114035

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

i

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI MODERNISASI

ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN PERSEPSI

PENCAPAIAN AKUNTABILITAS PELAYANAN

PUBLIK KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP)

PRATAMA

Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Fabiola Desylita Christanti NIM: 122114035

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan

dan percayalah kepada-Nya,

dan Ia akan bertindak!

(Mazmur 37:5)

Usaha yang kamu lakukan tidak akan dikecewakan-Nya

~Fabiola Desylita Christanti~

In Nomine Jesu

Kupersembahkan Skripsi ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda-Nya

Bapak FX. Suwarli dan Mama Anastasia Warjiyah

Mba Justina Septiani Wulandari, S.Kom

Bulik Theodora Suwarni

FX. Reza Yunanto, S.E

Franz Himawan Ardianto, S.Mn., S.Ak

Keluarga Besar Akuntansi 2012

Keluarga Besar Akuntansi 2012 Kelas A


(8)

(9)

(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Hubungan Persepsi Modernisasi Administrasi Perpajakan dengan Persepsi Pencapaian Akuntabilitas Pelayanan Publik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama (Studi Kasus di KPP Pratama Sleman). Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan mengembangkan kepribadian.

2. M. Trisnawati Rahayu, S.E., M.Si., Ak., QIA., C.A selaku Pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Segenap dosen Fakultas Ekonomi yang telah membagikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.

4. Segenap staf Sekretariat Fakultas Ekonomi yang telah memberikan pelayanan terbaik.

5. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.


(11)

(12)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….………. . i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… . ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. . iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ………….. v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………. vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ………... . vii

HALAMAN DAFTAR ISI ………. . ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ………. . xi

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ……… . xii

ABSTRAK ……….. . xiii

ABSTRACT ……… xiv

BAB I PENDAHULUAN ………. . 1

A. Latar Belakang Masalah ………. . 1

B. Rumusan Masalah ……….. . 4

C. Tujuan Penelitian ……… . 4

D. Manfaat Penelitian ………. . 5

E. Sistematika Penulisan ………. . 6

BAB II LANDASAN TEORI ………..……….. . 7

A. Pajak …………....………... . 7

1. Pengertian Pajak ………. . 7

2. Fungsi Pajak ………... . 8

3. Sistem Pemungutan Pajak ………. . 9

B. Reformasi Perpajakan dan Modernisasi Administrasi Perpajakan ………...……….. . 11

1. Reformasi Perpajakan ……… . 11

2. Modernisasi Administrasi Perpajakan ………... . 12

a. Restrukturisasi Organisasi ……….…. . 15

b. Proses Bisnis dan Teknologi Informasi dan Komunikasi ………... . 20

c. Manajemen Sumber Daya Manusia ………....… . 21

d. Penerapan Kode Etik sebagai Pelaksanaan Good Governance ………... . 22

C. Good Governance ………... . 24

1. Pengertian Good Governance ……… . 24

2. Karakteristik Good Governance ……… . 25


(13)

x

E. Persepsi ………... . 30

F. Penelitian Terdahulu ………... . 32

G. Kerangka Pemikiran ………... . 33

BAB III METODE PENELITIAN ………... 35

A. Jenis Penelitian ………... . 35

B. Tempat dan Waktu Penelitian ……… . 35

C. Subjek dan Objek Penelitian ……….. . 35

D. Desain Penelitian ……… . 36

E. Populasi dan Sampel Penelitian ... . 37

F. Data dan Teknik Pengumpulan Data ………. . 39

G. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel ... . 41

H. Pengukuran Data ……… . 48

I. Teknik Pengujian Instrumen ……….. . 48

1. Uji Validitas ……… . 48

2. Uji Reabilitas ……….. . 49

J. Teknik Analisis Data ……….. . 50

1. Analisis Deskriptif ……….. . 50

2. Analisis Korelasi Spearman ……… . 50

BAB IV GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA SLEMAN ……… . 52

A. Sejarah ……… . 52

B. Visi, Misi, dan Motto Pelayanan ……… . 53

C. Tugas dan Fungsi KPP Pratama Sleman ……… . 53

1. Tugas KPP Pratama Sleman ………... . 53

2. Fungsi KPP Pratama Sleman ……….. . 54

3. Fungsi Organisasi ………... . 55

D. Struktur Organisasi ………. . 57

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ………... . 60

A. Deskripsi Data ……… . 60

B. Pengujian Inatrumen ……….. . 63

1. Uji Validitas ……… . 63

2. Uji Reliabilitas ……… . 65

C. Analisis Data ………... . 66

1. Analisis Deskriptif ……….. . 66

2. Analisis Korelasi ………. . 67

D. Pembahasan ……… . 70

BAB VI PENUTUP……….. . 79

A. Kesimpulan ………. . 79

B. Keterbatasan Penelitian ……….. . 79

C. Saran……… . 80

DAFTAR PUSTAKA ………. . 81


(14)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Operasional Variabel ……….. . 46 Tabel 2 Pengukuran Terhadap Pertanyaan Kuesioner ………. . 48

Tabel 3 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... . 51 Tabel 4 Jumlah Sumber Daya Manusia KPP Pratama Sleman ………... . 58 Tabel 5 Persentase Hasil Pendistribusian Kuesioner ………... . 60 Tabel 6 Persentase Responden Berdasarkan Seksi ……….. . 61 Tabel 7 Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……… . 62 Tabel 8 Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……... . 62 Tabel 9 Hasil Uji Validitas ……….. . 64 Tabel 10 Hasil Uji Reliabilitas Modernisasi Administrasi Perpajakan …. . 65 Tabel 11 Hasil Uji Reliabilitas Pencapaian Akuntabilitas KPP Pratama .. . 65

Tabel 12 Hasil Uji Deskriptif ……….. 66 Tabel 13 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... . 68 Tabel 14 Hasil Uji Korelasi Spearman Modernisasi Administrasi Perpajakan


(15)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar I Kerangka Pemikiran ………….………. . 34 Gambar II Struktur Organisasi KPP Pratama Sleman ……… . 57


(16)

xiii

ABSTRAK

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN PERSEPSI PENCAPAIAN AKUNTABILITAS

PELAYANAN PUBLIK KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA

(Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman)

Fabiola Desylita Christanti NIM: 122114035 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016

Modernisasi administrasi perpajakan merupakan kelanjutan dari reformasi perpajakan yang diterapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bidang administrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data dikumpulkan dengan cara mendistribusikan kuesioner kepada semua pegawai KPP Pratama Sleman. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar +0,638 menunjukkan hubungan positif kuat. Hubungan positif kuat artinya hubungan kedua variabel bersifat searah, yaitu semakin baik pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan maka semakin baik pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di KPP Pratama Sleman.


(17)

xiv

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE RELATIONSHIP BETWEEN THE PERCEPTION OF MODERNIZATION OF TAXATION ADMINISTRATION AND THE

PERCEPTION OF PUBLIC SERVICE ACCOUNTABILITY ACHIEVEMENT AT TAX OFFICE

A Case Study in Sleman Tax Office Fabiola Desylita Christanti Student Number : 122114035

Sanata Dharma University Yogyakarta

Modernization of tax administration is the next step of tax reform applied by Directorate General of Taxation (DGT). This research aims to grasp the relationship between the perception of modernization of taxation administration and the perception of public service accountability achievement at tax office.

This is a case study research. The data were collected by distributing the questionnaire to all employees at Sleman Tax Office. Spearman Correlation Test was used to analyze the data.

The result of this research shows that there is a relationship between the perception of modernization of taxation administration and the perception of public service accountability achievement in Sleman Tax Office. The correlation coefficient value is +0,638, which means a strong positive relationship. It indicates that a better the implementation of tax administration modernization, the public service accountability achievement in Sleman Tax Office tend to be better also.

Keywords: modernization of taxation administration, public service accountability achievement


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No. 28 Tahun 2007). Berdasarkan pengertian tersebut, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara sekaligus menjadi sektor yang potensial dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional. Peran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan merupakan hal yang penting untuk menunjang pembangunan nasional.

Peran masyarakat khususnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan melalui pemenuhan kewajiban perpajakan masih tergolong rendah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, salah satunya adalah persepsi masyarakat terhadap pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Tingginya angka korupsi, kegaduhan sejumlah elit politik di ruang publik, dan amburadulnya kualitas pelayanan publik merupakan sejumlah fenomena yang dianggap paling bertanggung jawab dalam pembentukan persepsi publik yang negatif terhadap pemerintah


(19)

(Wijaya,2016). Salah satu persepsi publik yang negatif adalah hilangnya rasa percaya terhadap instansi perpajakan.

Persepsi negatif publik perlu dihilangkan. Hal ini membuat perbaikan dan perubahan dalam segala aspek perpajakan perlu dilakukan melalui pengeluaran kebijakan-kebijakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu perubahan yang ingin dicapai dalam perpajakan adalah terciptanya good governance di instasi perpajakan. Hal ini diwujudkan dengan dilakukannya reformasi perpajakan dari waktu ke waktu.

Reformasi perpajakan yang dilakukan mencakup dua bidang yaitu reformasi di bidang kebijakan perpajakan dan reformasi di bidang administrasi perpajakan (DJP,2007). Reformasi perpajakan dilakukan supaya basis pajak dapat semakin diperluas sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Reformasi kebijakan sudah dilakukan sejak tahun 1983, yaitu dengan mengadopsi sistem perpajakan modern yang memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya atau yang disebut dengan self assessment system (DJP,2007).

Pada tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan program perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang biasa disebut dengan modernisasi administrasi perpajakan (DJP, 2007). Modernisasi administrasi perpajakan memiliki ciri khusus antara lain: struktur organisasi berdasarkan fungsi, perbaikan pelayanan bagi setiap Wajib Pajak melalui pembentukan


(20)

account representative dan complaint center untuk menampung keberatan Wajib Pajak, penyempurnaan sumber daya manusia di setiap kantor pajak. Modernisasi administrasi perpajakan juga merangkul kemajuan teknologi dengan berbagai modul otomatisasi kantor serta berbagai pelayanan berbasis e-system seperti e-SPT, e-Filling, e-Payment, Taxpayer’s Account, e-Registration, dan e-Counceling. Melalui modernisasi ini diharapkan kontrol menjadi lebih efektif ditunjang dengan adanya penerapan kode etik pegawai DJP yang mengatur pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

Pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan diharapkan mampu menciptakan good governance. Menciptakan good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable, dan membangun pelaku-pelaku di luar negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Salah satu prinsip yang sangat penting dan merupakan kunci tercapainya good governance adalah prinsip akuntabilitas (BPPN,2003).

Akuntabilitas ditandai oleh adanya akses yang mudah terhadap informasi, standar profesional dan integritas personal yang tinggi dari badan publik dan mekanisme umpan balik dari masyarakat. Prinsip akuntabilitas harus dilaksanakan dalam kegiatan pelayanan publik. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 26 tahun 2004, akuntabilitas dalam pelayanan publik utamanya diwujudkan pada aspek-aspek pembiayaan, waktu, persyaratan, prosedur, informasi, pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab, mekanisme pengaduan masyarakat, standar, dan lokasi


(21)

pelayanan. Pelayanan publik dalam perpajakan utamanya dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). KPP merupakan instansi vertikal DJP yang berada di bawah dan tanggung jawab langsung kepala Kantor Wilayah (PMK 01). KPP Pratama merupakan salah satu instansi perpajakan yang berhubungan langsung dengan masyarakat atau Wajib Pajak. Terselenggaranya akuntabilitas di lingkungan KPP Pratama diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan dan kesadaran masyarakat.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis melakukan penelitian

dengan judul “Analisis Hubungan Persepsi Modernisasai Administrasi

Perpajakan dengan Persepsi Pencapaian Akuntabilitas Pelayanan Publik

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama”. Penelitian ini dilaksanakan di

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.


(22)

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya. Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama berkaitan dengan pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan dan pencapaian akuntabilitas KPP Pratama, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk meningkatkan akuntabilitas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.

2. Bagi Penulis

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur atau bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.


(23)

Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan landasan teori yang digunakan dalam penelitian dan menjadi dasar dalam pembahasan.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini terdiri atas: jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, data dan teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan operasional variabel, pengukuran data, teknik pengujian instrumen dan teknik analisis data.

Bab IV : Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman

Bab ini menjelaskan secara garis besar KPP Pratama Sleman seperti: sejarah, visi, misi, dan motto pelayanan, tugas dan fungsi KPP Pratama Sleman, fungsi organisasi, dan struktur organisasi di KPP Pratama Sleman.

Bab V : Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan tentang deskripsi data, analisis data, dan pembahasan hasil penelitian.

Bab VI : Penutup


(24)

7

BAB II

LANDASAN TEORI A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Banyak pihak mengemukakan pendapatnya tentang definisi atau pengertian pajak, diantaranya para tokoh pendidikan dan negara (melalui peraturan perundang-undangan). Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yang dikutip dari buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.” Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki unsur-unsur:

a) Iuran dari rakyat kepada negara b) Berdasarkan undang-undang

c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.

d) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Menurut Prof. Dr. PJA Adriani dalam Rahayu (2010:22), sebagai berikut: Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai


(25)

pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh dua tokoh tersebut tidak jauh berbeda dengan pengertian pajak yang ada dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007,

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

2. Fungsi Pajak

Menurut Madiasmo (2011:1) terdapat dua fungsi pajak, yaitu : a) Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Terdapat beberapa faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi dan menentukan optimalisasi pemasukan dana ke kas Negara melalui pemungutan pajak kepada warga Negara, yaitu :

1) Kejelasan, kepastian dan kesederhanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2) Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan undang-undang perpajakan.

3) Sistem administrasi perpajakan yang tepat. 4) Pelayanan.


(26)

5) Kesadaran dan pemahaan warga Negara.

6) Kualitas petugas pajak (intelektual, keterampilan, integritas, moral tinggi).

b) Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa fungsi utama pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah, sehingga pemerintah melakukan upaya pemungutan pajak dari warga negaranya.

3. Sistem Pemungutan Pajak

Negara memerlukan sistem pemungutan yang baik supaya pemungutan yang dilakukan dapat berjalan secara optimal. Menurut Mardiasmo (2011:7), sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga:

a) Official Assesment System, yaitu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Cirri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2) Wajib Pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.


(27)

b) Self Assesment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri pajak yang terutang.

Cirri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

2) Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c) With Holding System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.


(28)

B. Reformasi Perpajakan dan Modernisasi Administrasi Perpajakan 1. Reformasi Perpajakan

Menurut Gunadi (2010), pajak mengikuti fonemena kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kehidupan sosial perekonomian masyarakat selalu mengalami perubahan. Hal ini membuat perbaikan dan perubahan dalam segala aspek perpajakan perlu dilakukan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan reformasi perpajakan dari waktu ke waktu untuk melakukan perbaikan dan perubahan di bidang perpajakan.

Reformasi perpajakan merupakan perubahan mendasar yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari segala aspek. Reformasi perpajakan dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien sehingga dapat memberikan kesadaran dan kepercayaan yang lebih tinggi kepada Wajib Pajak. Reformasi perpajakan juga dilakukan supaya basis pajak dapat semakin diperluas sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Indonesia melaksanakan reformasi perpajakan sejak tahun 1983, yaitu berubahnya sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System. Peningkatan penerimaan menjadi tuntutan pemerintah, akan tetapi perbaikan dalam aspek perpajakan menjadi alasan mengapa reformasi perpajakan dilakukan dari waktu ke waktu, baik itu penyempurnaan dalam kebijakan maupun dalam administrasinya, (DJP, 2007).


(29)

Reformasi di bidang kebijakan adalah penyempurnaan kebijakan perpajakan untuk menciptakan suatu sistem perpajakan yang sehat dan kompetitif dalam mendorong kegiatan investasi di Indonesia, menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban antara Wajib Pajak dan aparat pajak, memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak untuk melakukan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan, serta memberikan keadilan dan kepastian hukum. Reformasi kebijakan telah ditempuh melalui amandemen Undang-Undang Perpajakan yang meliputi Undang-Undang-Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM), serta menyempurnakan peraturan pelaksanaannya.

2. Modernisasi Administrasi Perpajakan

Tidak hanya reformasi pada aspek kebijakan, reformasi perpajakan juga mencakup aspek administrasi yang biasa disebut sebagai modernisasi administrasi perpajakan. Pandiangan (2008) mengemukakan modernisasi administrasi perpajakan sebagai bagian dari reformasi perpajakan menjadi hal yang menarik dan trend di lingkungan DJP. Modernisasi administrasi perpajakan memiliki nuansa tersendiri yang membuatnya menjadi lebih teknis, fokus, dan dinamis sejalan reformasi perpajakan itu sendiri.

Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang biasa disebut modernisasi. Jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan


(30)

good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi yang handal dan terkini. Tujuan modernisasi yang ingin dicapai adalah meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan produktivitas serta integritas aparat pajak. Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi administrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif. Perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang: struktur organisasi, proses bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi, manajemen sumber daya manusia, pelaksanaan good governance dalam hal penerapan kode etik (DJP,2007).

Menurut Purwono (2010:17), reformasi perpajakan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2002 dengan menerapkan sistem administrasi perpajakan modern di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (Large Tax Office). Beberapa sasaran dari penerapan sistem administrasi perpajakan modern adalah tercapainya tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi, tercapainya tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap administrasi perpajakan, dan tercapainya produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. Hal mendasar dalam modernisasi perpajakan adalah terjadinya perubahan paradigma perpajakan, yaitu dari semula berbasis jenis pajak menjadi berbasis fungsi, dan lebih mengedepankan aspek pelayanan kepada masyarakat. Sistem modernisasi perpajakan juga didukung oleh fungsi pengawasan, pemeriksaan, maupun penagihan pajak.


(31)

Menurut Pandiangan (2008), konsep umum modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan pada dasarnya terdiri dari:

a) Restrukturisasi organisasi, dengan konsep: debirokratisasi, struktur organisasi berbasis fungsi terkait dengan perpajakan, dilakukan pemisahan antara fungsi pemeriksaan dengan fungsi keberatan, adanya segmentasi Wajib Pajak yang dikelola KPP, adanya internal audit, dan lebih efisien dan customer oriented.

b) Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, dengan konsep: berbasis teknologi komunikasi dan informasi, efisien dan customer oriented, sederhana dan mudah dimengerti dan adanya built-in control.

c) Penyempurnaan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan konsep: berbasis kompetensi, optimalisasi teknologi komunikasi dan informasi, customer driven dan continous improvement.

Menurut Pandiangan (2008), berdasarkan konsep umum modernisasi perpajakan tersebut, sebagai outcome yang diharapkan adalah:

a) Terjadinya perubahan paradigma, pola pikir dan nilai organisasi yang tercermin pada perilaku setiap pegawai.

b) Terciptanya proses bisnis dari setiap jenis pekerjaan yang lebih efisien, dan

c) Mampu menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar (good governance).


(32)

Berikut ini dijelaskan secara lebih mendalam mengenai perbaikan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam hal modernisasi administrasi perpajakan:

a) Restrukturisasi Organisasi

Salah satu tujuan reformasi perpajakan adalah memperbaiki sistem administrasi perpajakan sejalan dengan sistem administrasi perpajakan nasional. Konsekuensi logis dari tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instasi pemungut pajak adalah DJP harus memiliki kecakapan untuk mengelola atau melakukan pengadministrasian pemungutan pajak daerah secara efektif dan efisien.

Sebagai langkah pertama, ketiga jenis kantor pajak yang ada, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Hal ini dilakukan untuk memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan atau menyelesaikan permasalahan perpajakan dengan datang ke satu kantor saja, DJP (2007).

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202.2/PMK.01/2014, Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya dalam Peraturan Menteri Keuangan ini disebut KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dibagi


(33)

menjadi 3 jenis, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.

Penelitian ini akan membahas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202.2/PMK.01/2014 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202.2/PMK.01/2014 (Pasal 60). Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama terdiri dari :

1) Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal.

Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal memiliki tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga, dan pengelolaan kinerja pegawai, pemantauan pengendalian intern, pemantauan pengelolaan risiko, pemantauan kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, dan tindak lanjut hasil pengawasan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.

2) Seksi Pengolahan Data dan Informasi.

Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi


(34)

perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling, pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG, serta pengelolaan kinerja organisasi.

3) Seksi Pelayanan.

Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, serta pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak.

4) Seksi Penagihan.

Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

5) Seksi Pemeriksaan.

Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan, penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak dan administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya, serta pelaksanaan


(35)

pemeriksaan oleh petugas pemeriksa pajak yang ditunjuk oleh kantor.

6) Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan.

Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi, bimbingan dan pengawasan Wajib Pajak baru, serta penyuluhan perpajakan.

7) Seksi Pengawasan dan Konsultasi I.

Seksi Pengawasan dan Konsultasi I mempunyai tugas melakukan proses penyelesaian permohonan Wajib Pajak, usulan pembetulan ketetapan pajak, bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak, serta usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.

8) Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, dan IV.

Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III dan IV masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan himbauan kepada Wajib Pajak.


(36)

9) Kelompok Jabatan Fungsional.

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Sebagai langkah kedua struktur organisasi berbasis fungsi diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan sistem administrasi modern untuk merealisasikan debirokratisasi pelayanan sekaligus melaksanakan pengawasan terhadap Wajib Pajak secara lebih sistematis berdasarkan analisis risiko. Unit vertikal dibedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar (LTO – Large Taxpayers Office), Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Madya (MTO- Medium Taxpayers Office) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama (STO Small Taxpayers Office). Dengan pembagian seperti ini, diharapkan strategi dan pendekatan terhadap Wajib Pajak dapat disesuaikan dengan karakteristik Wajib Pajak yang ditangani, sehingga berjalan lebih optimal. Langkah ketiga dan hanya ada khusus di kantor operasional, adalah posisi baru yang disebut Account Representative, yang mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak, menginformasikan peraturan perpajakan yang baru serta mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.


(37)

b) Proses Bisnis dan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Perbaikan proses bisnis yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja merupakan kunci perbaikan birokrasi. Perbaikan proses bisnis merupakan pilar penting terlaksananya program modernisasi administrasi perpajakan. Proses bisnis diarahkan pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang bersifat administratif/kerikal. Pelaksanaan full automation diharapkan akan menciptakan suatu proses bisnis yang efisien dan efektif karena proses administrasi menjadi lebih cepat, mudah, akurat, dan paperless, sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak baik dari segi kualitas maupun waktu. Proses bisnis yang dilakukan dalam modernisasi administrasi perpajakan dirancang sedemikan rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung antara pegawai DJP dengan Wajib Pajak untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN).

Langkah awal perbaikan proses bisnis adalah penulisan dan dokumentasi Sandard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di seluruh unit DJP. Selain itu, DJP telah meluncurkan 8 layanan unggulan bagi masyarakat yang di dalamnya terdapat janji waktu pelayanan, kejelasan persyaratan dan prosedur. Perbaikan proses bisnis yang juga dilakukan dalam modernisasi administrasi perpajakan antara lain melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.


(38)

Pemanfaatan teknologi informasi dilakukan untuk mempermudah Wajib Pajak dan administrasi perpajakan bagi aparatur pajak itu sendiri. Pemanfaatan ini terlihat dengan dibukanya fasilitas e-filling (pengiriman SPT secara online melalui internet), e-payment (Modul Penerimaan Negara), dan e-registration (pendaftaran NPWP secara online melalui internet), (DJP, 2007).

c) Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)

DJP menjelaskan bahwa untuk mendukung struktur, sistem, teknologi informasi, metode, alur kerja suatu organisasi harus didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki integritas dan profesionalisme. Hal ini juga sangat mempengaruhi keberhasilan modernisasi administrasi perpajakan. Sejalan dengan keinginan untuk melakukan perubahan serta memperbaiki citra dan meningkatkan kinerja, reformasi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan langkah yang sangat penting untuk dilakukan DJP. Reformasi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM) dilakukan untuk mendukung sistem administrasi perpajakan modern melalui SDM berbasis kompetensi dan kinerja.

Sebelum melakukan langkah perbaikan di bidang SDM, DJP melakukan pemetaan kompetensi (competency mapping) terhadap seluruh pegawai DJP guna mengetahui distribusi kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai. Meskipun program mapping ini masih terbatas


(39)

menjadi informasi yang membantu DJP dalam merumuskan kebijakan kepegawaian yang lebih tepat.

Unsur SDM di DJP mempunyai nilai strategis sebagai faktor penentu organisasi. Dalam Rencana Strategis DJP, pengelolaan SDM yang berbasis kompetensi merupakan salah satu sasaran yang ingin dicapai DJP. Langkah-langkah atau strategi akan dilakukan oleh DJP untuk mensinkronkan antara kebutuhan organisasi dengan kemampuan dan kompetensi pegawai.

Sistem dan manajemen sumber daya manusia yang lebih baik dan terbuka akan menghasilkan sumber daya manusia yang juga lebih baik, khususnya dalam hal produktifitas dan profesionalisme. Untuk mendukung sumber daya manusia yang semakin baik, DJP memberikan pelatihan dan pengembangan kepada pegawai. Menurut DJP, pelatihan dan pengembangan pegawai merupakan hal yang sangat penting bagi peningkatan mutu pegawai dan kantor. Pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pengembangan tersebut diwujudkan dalam bentuk pengadaan berbagai macam diklat, training, short course, seminar, pengiriman pegawai tugas belajar baik dalam maupun luar negeri.

d) Penerapan Kode Etik sebagai Pelaksanaan Good Governance

Sejalan dengan reformasi perpajakan yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), perubahan nilai organisasi juga ditandai dengan diterapkannya Kode Etik pegawai DJP. Bagi pegawai DJP, kode etik


(40)

memberikan panduan bagaimana mereka mengelola situasi dan mengambil sikap atau pilihan yang tepat dalam melaksanakan tugasnya. Keberhasilan penerapan kode etik dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pemahaman pegawai terhadap kode etik, keteladanan atasan dan pengawasan. Pelaksanaan kode etik akan lebih efektif dan bermanfaat apabila didukung dengan komitmen untuk menanamkan, menyebarluaskan, melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kode etik pada semua tingkatan sehingga akan mempengaruhi perilaku organisasi secara keseluruhan. Visi dan misi DJP secara jelas menjadi pijakan bagi DJP dalam menjadikan kode etik sebagai instrumen untuk mendorong dan mempertahankan terwujudnya kepatuhan pegawai, (DJP,2007).

Untuk mempermudah pegawai dalam memahami ketentuan kode etik, telah disusun buku panduan Kode Etik Pegawai DJP yang berisi penjelasan yang lebih nyata tentang kode etik dan dilengkapi dengan contoh-contoh situasi atau kasus yang sering dihadapi pegawai beserta panduan sikap atau tindakan untuk menyikapi situasi atau kasus tersebut. Pemahaman pegawai terhadap kode etik juga dilakukan DJP dengan cara penyampaian informasi melalui website, rapat, program internalisasi, dll. Kegiatan internalisasi bertujuan untuk mensosialisasikan kode etik sekaligus untuk membangkitkan kesadaran dan memotivasi pegawai untuk menjadi aparatur DJP yang bersih, profesional serta menjunjung nilai-nilai moral dan etika.


(41)

C. Good Governance

1. Pengertian Good Governance

Sumarto (2004:1) Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik. Implikasinya merupakan peran pemerintah sebagai pembangun maupun penyedia jasa pelayanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor swasta untuk ikut aktif melakukan upaya tersebut. Governance yang baik hanya dapat tercipta apabila dua kekuatan yakni warga negara dan pemerintah saling mendukung: warga yang bertanggung jawab, aktif dan memiliki kesadaran, bersama dengan pemerintah yang terbuka, tanggap, mau mendengar, dan mau melibatkan (inklusif). Selain kekuatan yang saling mendukung, governance juga dikatakan baik apabila sumber daya dan masalah-masalah publik dikelola secara efektif, efisien, yang merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan pedoman Good Public Governance 2010 yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Good Public Governance (GPG) merupakan sistem atau aturan perilaku terkait dengan pengelolaan kewenangan oleh para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya secara bertanggungjawab dan akuntabel. GPG pada dasarnya mengatur pola hubungan antara penyelenggara negara dengan lembaga negara serta antar lembaga negara. Penerapan GPG mempunyai


(42)

pengaruh yang sangat besar terhadap perwujudan Good Corporate Governance oleh dunia usaha dan penyelenggara negara. Sinergi di antaranya diharapkan keduanya dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang pada gilirannya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat.

2. Karakteristik Good Governance

Menurut (United Nations Development Programme) UNDP dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2009:18) Good Governance memiliki 8 karakteristik, yaitu :

a) Participation

Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Aspek partisipasi dalam governance menuntut adanya hubungan langsung antara pemerintah dengan warganya, tidak semata-mata melalui perantara, wakil dalam dewan perwakilan rakyat, atau partai politik saja.

b) Rule of Law

Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. c) Transparancy

Transparancy dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dan dapat diperoleh mereka yang membutuhkan.


(43)

d) Responsiveness

Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder.

e) Consensus orientation

Berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. f) Equity

Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesetaraan dan keadilan.

g) Efficiency and Effectiveness

Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).

h) Accountability

Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.

D. Akuntabilitas

Banyak pihak berpendapat tentang definisi atau pengertian akuntabilitas. Menurut Turner and Hulme,1997 yang dikutip dari buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2002:17), Akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit mewujudkannya daripada memberantas korupsi. Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal (horizontal


(44)

accountability) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (vertical accountability).

Deklarasi Tokyo dalam Khabibi, 2011 juga berpendapat mengenai pengertian dari akuntabilitas, yakni kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program.

Berdasarkan pedoman Good Public Governance 2010 yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), akuntabilitas mengandung unsur kejelasan fungsi dan organisasi dan cara mewujudkannya. Akuntabilitas diperlukan agar setiap lembaga negara dan penyelenggara negara melaksanakan tugasnya secara bertanggungjawab. Untuk itu, setiap penyelenggaran negara harus melaksanakan tugasnya secara jujur dan terukur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan kebijakan publik yang berlaku serta menghindarkan penyalahgunaan wewenang.

Menurut Anti Corruption Clearing House (ACCH:2014), ciri-ciri pemerintah yang accountable dalam akuntabilitas publik adalah yang mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat, mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik, mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional, mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, dan adanya sarana publik untuk menilai kinerja pemerintah.


(45)

Pengertian akuntabilitas berbeda dengan responsibilitas, akuntabilitas merupakan suatu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan visi, misi, strategi organisasi. Sedangkan responsibilitas menyangkut pelaksanaan kegiatan organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik secara eksplisit maupun implisit.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya.

Selain pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, negara juga mengemukakan pendapatnya yang berkaitan dengan akuntabilitas dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP/26/M.PAN/2/2004. Keputusan tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pertanggungjawaban pelayanan publik yang dimaksud meliputi :

1. Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik

a) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses yang antara lain meliputi: tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan


(46)

aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan) dan kedisiplinan.

b) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar atau Akta/Janji Pelayanan Publik yang telah ditetapkan.

c) Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan.

d) Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan. e) Masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan

secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.

f) Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 2. Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik

a) Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

b) Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya pelayanan publik, harus ditangani oleh Petugas/Pejabat yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugasan dari Pejabat yang berwenang.


(47)

3. Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik

a) Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan.

b) Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

c) Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan sah.

E. Persepsi

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008:1061) persepsi adalah; 1. Tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu: serapan.

2. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya.

Menurut Slameto (2010:109) menyatakan bahwa, “Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia”. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan pencium.

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut sensoris stimulus. Stimulus merupakan faktor yang berperan dalam persepsi. Menurut Walgito (2010:101), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi yaitu:


(48)

1. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang berkerja sebagai reseptor.

2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syarat sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.

3. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukkan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.


(49)

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Dianasari dan Rima Rachmawati (2008)

dengan judul “Pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap

Pencapaian Akuntabilitas pada KPP Modern”. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Modern Bandung. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan modernisasi administrasi perpajakan berpengaruh terhadap pencapaian akuntabilitas. Hal ini dikarenakan penerapan modernisasi sudah memadai.

Penelitian lain yang serupa juga dilakukan oleh Depi Detiyani (2014) dengan

judul “Pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan terhadap Pencapaian

Akuntabilitas Kantor Pelayanan Pajak Pratama”. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Muara Teweh. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa modernisasi administrasi perpajakan memiliki pengaruh positif terhadap pencapaian akuntabilitas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Muara Teweh. Kedua penelitian ini membuktikan bahwa modernisasi administrasi perpajakan memiliki pengaruh terhadap pencapaian akuntabilitas Kantor Pelayanan Paajak (KPP).


(50)

G. Kerangka Pemikiran

Modernisasi administrasi perpajakan merupakan kelanjutan dari reformasi perpajakan yang ditetapkan DJP di bidang administrasi. Modernisasi administrasi perpajakan memiliki ciri-ciri khusus antara lain restrukturisasi organisasi, proses bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sumber daya manusia dan penerapan kode etik pegawai di lingkungan DJP.

KPP Pratama merupakan salah satu instansi perpajakan yang berhubungan langsung dengan masyarakat atau Wajib Pajak. Akuntabilitas dalam penelitian ini menggunakan akuntabilitas pelayanan publik yang ditandai oleh adanya akses yang mudah terhadap informasi, standar profesional dan integritas profesional yang tinggi dari badan publik dan mekanisme umpan balik. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.26 tahun 2004, akuntabilitas dalam pelayanan publik utamanya diwujudkan dalam hal akuntabilitas kinerja pelayanan publik, akuntabilitas biaya pelayanan publik dan akuntabilitas produk pelayanan publik. Pecapaian akuntabilitas pelayanan publik yang baik di KPP Pratama diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan dan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pengukuran data dalam penelitian ini menggunakan persepsi pegawai di KPP Pratama Sleman. Untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik KPP Pratama dilakukan pengujian statistik menggunakan uji korelasi spearman.


(51)

G. Kerangka Pemikiran

Persepsi Pencapaian Akuntabilitas Pelayanan Publik KPP Pratama Persepsi Modernisasi Administrasi Perpajakan

Restrukturisasi Organisasi

Proses Bisnis dan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Penyempurnaan Sumber Daya Manusia

Kode Etik Pegawai

Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik

Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik

Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik Analisis

Korelasi

Gambar I Kerangka Konseptual

Hubungan Persepsi Modernisasi Administrasi Perpajakan dengan Persepsi Pencapaian Akuntabilitas Pelayanan Publik KPP Pratama


(52)

35

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian yang dilakukan pada satu subjek penelitian untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan masalah yang dirumuskan, (Sugiyono 2013). Tujuan dari studi kasus adalah untuk melakukan pengamatan mendalam mengenai subjek tertentu untuk memberikan informasi dan gambaran yang berkaitan dengan subjek yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman yang terletak di Jalan Ringroad Utara No. 10 Maguwoharjo, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2016.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda, ataupun lembaga (organisasi), yang sifat keadaannya akan diteliti


(53)

(Amirin, 2009). Subjek dari penelitian ini adalah pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.

2. Objek penelitian

Objek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, orang ataupun lembaga (organisasi), yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian (Amirin, 2009). Objek dari penelitian ini adalah modernisasi administrasi perpajakan dan pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah gambaran modernisasi administrasi perpajakan dan gambaran akuntabilitas KPP Pratama Sleman. Akuntabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan petunjuk teknis transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Data tersebut dikumpulkan dengan cara mendistribusikan kuesioner.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis indikator-indikator yang dimiliki oleh variabel persepsi modernisasi administrasi perpajakan dan variabel persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Peneliti melakukan analisis terhadap indikator yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada awal mulainya


(54)

modernisasi administrasi perpajakan yang merupakan kelanjutan dari reformasi perpajakan. Peneliti juga melakukan analisis terhadap indikator akuntabilitas dalam penyelenggaraan publik yang diterapkan di instansi perpajakan, khususnya KPP Pratama Sleman. Indikator-indikator variabel dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyatan kuesioner yang didistribusikan kepada pegawai di KPP Pratama Sleman.

Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah menganalisis bagaimana hubungan antara modernisasi administrasi perpajakan dengan pencapaian akuntabilitas pelayanan publik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman. Hubungan dianalisis menggunakan pengujian statistik yaitu Uji Korelasi Spearman Rank. Kesimpulan diambil dengan melihat nilai koefisien korelasi yang dihasilkan dari pengujian korelasi Spearman.

E. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi berkaitan dengan seluruh kelompok orang, peristiwa, atau benda yang menjadi pusat perhatian peneliti untuk diteliti, (Hermawan 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010). Jumlah sampel yang semakin banyak semakin baik karena akan mewakili populasi yang diteliti, (Suparno,2010).


(55)

Sampel dari penelitian ini diambil menggunakan metode nonprobality sampling dengan teknik purposive sampling. “Sampling purposive atau purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu” (Sugiyono:2010). Adapun pertimbangan atau kriteria sampel

dalam penelitian ini adalah :

a) Pegawai KPP Pratama Sleman yang terdaftar aktif bekerja di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman sampai April 2016.

b) Pegawai bekerja di seksi yang berhubungan dengan modernisasi administrasi perpajakan di KPP Pratama Sleman.

Jumlah minimum sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Slovin , sebagai berikut:

(dibulatkan menjadi 93) Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

e = Batas Toleransi Kesalahan (error tolelance) = 5%

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100% jumlah populasi yaitu 120 pegawai KPP Pratama Sleman. Sampling yang dilakukan menghasilkan 120 sampel. Hal ini dikarenakan semua pegawai memenuhi


(56)

kriteria yang telah ditetapkan. Jumlah minimum sampel ditentukan berdasarkan jumlah perhitungan menggunakan rumus Slovin yang dibulatkan dan `menghasilkan jumlah 93 sampel. Jumlah minimum sampel digunakan karena data penelitian diperoleh dari distribusi kuesioner. Ada kemungkinan kuesioner tidak kembali atau dianggap cacat.

F. Data dan Teknik Pengumpulan Data 1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti untuk menjawab masalah atau tujuan penelitian yang dilakukan dalam penelitian eksploratif, deskriptif maupun kausal dengan menggunakan metode pengumpulan data berupa survei ataupun observasi, (Hermawan, 2009). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara mendistribusikan kuesioner kepada pegawai di KPP Pratama Sleman sebagai responden. Kuesioner yang didistribusikan berisi pernyataan-pernyataan mengenai modernisasi administrasi perpajakan dan akuntabilitas di KPP Pratama. Pernyataan dalam kuesioner yang didistribusikan bersifat tertutup.

2. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara mendistribusikan kuesioner. Kuesioner merupakan pengumpulan data yang sering tidak


(57)

memerlukan kehadiran peneliti, namun cukup diwakili oleh daftar pertanyaan yang sudah disusun secara cermat terlebih dahulu, (Sanusi, 2011). Kuesioner didistribusikan kepada pegawai yang ada di KPP Pratama Sleman. Kuesioner tersebut berisi pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan modernisasi administrasi perpajakan dan akuntabilitas Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman yang sifatnya tertutup. Sebelum dilakukan pendistribusian kuesioner kepada responden yang sebenarnya peneliti melakukan uji coba (pilot testing) terlebih dahulu. Pilot testing ini dilakukan dengan cara mendistribusikan kuesioner kepada 15 pegawai yang berasal dari KPP Madya Tangerang dan KPP Pratama Wates. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana responden dapat mengerti dan memahami komponen-komponen yang terdapat didalam kuesioner. Hasil dari pilot testing ini menyatakan bahwa semua pernyataan dalam kuesioner sudah valid dan reliabel. Responden dapat memahami pernyataan-pernyataan yang ada di dalam kuesioner, sehingga kuesioner dapat didistribusikan kepada responden yang sebenarnya.

Kuesioner yang didistribusikan pada penelitian ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :

a) Bagian pertama, berisi tentang pernyataan yang berkaitan dengan identitas pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman. b) Bagian kedua, berisi tentang pernyataan yang berhubungan dengan

modernisasi administrasi perpajakan dan pencapaian akuntabilitas pelayanan publik Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman.


(58)

1) Modernisasi Administrasi Perpajakan yang meliputi: (a) Restrukturasi organisasi.

(b) Proses bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi. (c) Penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia. (d) Kode etik pegawai

2) Akuntabilitas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang meliputi :

(a) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik. (b) Akuntabilitas biaya pelayanan publik. (c) Akuntabilitas produk pelayanan publik.

G. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono 2010).

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:

a) Variabel independen atau variabel bebas (X) adalah persepsi modernisasi administrasi perpajakan.


(59)

1) Aspek Restrukturasi Organisasi.

Perubahan struktur organisasi dan sistem kerja KPP Pratama berkaitan dengan tingkat profesionalitas, efektifitas, dan efisiensi organisasi di KPP Pratama dalam melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran strategis untuk dapat membantu Wajib Pajak dengan cepat dan memudahkan tugas pegawai pajak. Restrukturasi juga berkaitan dengan pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang sesuai dengan struktur organisasi serta penugasan pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan pegawai. Restrukturisasi organisasi juga dilakukan melalui pembentukan Account Representatif (AR) yang mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak, menginformasikan peraturan perpajakan yang baru serta mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.

2) Aspek Proses Bisnis dan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Perbaikan proses bisnis dilakukan dengan cara penulisan dan dokumentasi Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di seluruh unit Direktorat Jenderal Pakal (DJP). Fasilitas pelayanan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi merupakan pemanfaatan teknologi informasi terutama dalam pekerjaan yang bersifat administratif. Fasilitas yang digunakan bertujuan untuk memudahkan Wajib Pajak dan proses administrasi


(60)

bagi aparatur pajak sehingga dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Penerapan modernisasi dilakukan melalui penyempurnaan proses bisnis dengan tersedianya fasilitas e-system.

3) Aspek Penyempurnaan Sumber Daya Manusia.

Perubahan implementasi pelayanan kepada Wajib Pajak mengarah pada aspek penyempurnaan sumber daya manusia dengan melakukan pemetaan kompetensi (competency maaping) terhadap semua pegawai guna mengetahui distribusi dan kualitas kompetensi pegawai. Penyempurnaan sumber daya manusia juga dilakukan dengan pelatihan dan pengembangan pegawai demi meningkatnya mutu pegawai.

4) Aspek Kode Etik Pegawai

Kode etik memberikan panduan tentang bagaimana pegawai mengelola situasi dan mengambil sikap atau pilihan yang tepat dalam melaksanakan tugasnya. Kode etik pegawai berisikan larangan yang harus dihindari oleh pegawai pajak, seperti: ucapan, tulisan, atau perbuatan yang bertentangan dengan kode etik dan diharapkan tidak membebani pegawai di KPP Pratama karena kode etik yang diterapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai.


(61)

b) Variabel dependen atau variabel terikat (Y) adalah persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publikKantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.

Indikator variabel ini adalah :

1) Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik

(a) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses yang antara lain meliputi: tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan) dan kedisiplinan.

(b) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar atau Akta/Janji Pelayanan Publik yang telah ditetapkan.

(c) Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan.

(d) Masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.


(62)

2) Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik

(a) Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

(b) Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya pelayanan publik, harus ditangani oleh Petugas/Pejabat yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugasan dari Pejabat yang berwenang.

3) Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik

(a) Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan.

(b) Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

2. Operasional Variabel

Definisi operasional suatu concept atau construct merupakan suatu definisi yang menyatakan secara jelas dan akurat mengenai bagaimana suatu concept atau construct tersebut diukur (Hermawan, 2009). Operasional variabel dalam penelitian ini dijelaskan pada tabel 1.


(63)

Tabel 1 : Operasional Variabel Variabel

Penelitian Indikator

Skala Pengukuran

Nomor

Kuesioner Item

Persepsi Modernisasi Administrasi Perpajakan (X) 1. Restrukturisasi organisasi. Likert

1 s/d 3

1. Struktur organisasi disesuaikan berdasarkan fungsi.

2. Sistem pembagian tugas, tanggung jawab dan wewenang sesuai dengan struktur organisasi.

3. Pembentukan Account Representatif (AR).

2. Proses bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi.

4 s/d 7

4. Standard Operating Procedures (SOP) menjadi acuan bagi pegawai.

5. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi memudahkan pekerjaan pegawai.

6. Fasilitas e-system memudahkan Wajib Pajak. 7. E-system memudahkan manajemen pemeriksaan.

3. Penyempurnaan

SDM. 8 s/d 9

8. Sistem pemetaan kompetensi (competency mapping).

9. Pelatihan dan pengembangan kepada pegawai KPP Pratama.

4. Kode etik

pegawai 10 s/d 12

10.Pegawai memahami tata cara kode etik.

11.Kode etik mampu meningkatkan kinerja pegawai. 12.Pegawai tidak terbebani dengan adanya kode etik.


(64)

Persepsi Pencapaian Akuntabilitas Pelayanan Publik KPP Pratama (Y) 1. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik. Likert

13 s/d 17

13.Pegawai memberikan pelayanan maksimal kepada Wajib Pajak. 14.KPP Pratama menyediakan sarana dan prasarana serta menyusun kebijakan-kebijakan untuk membuat Wajib Pajak mendapatkan pelayanan yang maksimal.

15.Pelaksanaan pelayanan sesuai dengan standar atau Akta/Janji Pelayanan Publik.

16.Standar pelayanan publik dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.

17.KPP Pratama menyediakan sarana yang dapat digunakan Wajib Pajak untuj memberikan penilaian terhadap pelayanan KPP.

2. Akuntabilitas biaya

pelayanan publik.

18 s/d 19

18.Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

19.Pengaduan masyarakat terkait penyimpangan biaya pelayanan ditangani oleh petugas yang telah ditunjuk berdasarkan peraturan.

3. Akuntabilitas produk pelayanan publik.

20 s/d 21

20.Persyaratan teknis dan administrasi yang diterapkan di KPP Pratama dirumuskan dengan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

21.Prosedur dan mekanisme kerja yang diterapkan di KPP Pratama dilaksanakan dengan sederhana.


(65)

H. Pengukuran Data

Kuesioner yang didistribusikan diukur menggunakan skala likert. Skala Likert yang digunakan adalah skala likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Indikator variabel tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Responden diminta untuk menyatakan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan berdasarkan persepsi responden. Pengukuran pada masing-masing pernyataan yang terdapat di dalam kuesioner dilakukan menggunakan skala yang memiliki nilai pada masing-masing jawaban sebagai berikut:

Tabel 2 : Pengukuran Terhadap Pernyataan Kuesioner

Alternatif Jawaban Skor Penilaian

Sangat Setuju (SS) 5

Setuju (S) 4

Netral (N) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sumber: Data diolah,2016.

I. Teknik Pengujian Istrumen 1. Uji Validitas

Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data, (Sanusi, 2011). Data yang diperoleh harus mempunyai tingkat akurasi dan konsistensi yang tinggi sehingga instrumen penelitian yang digunakan harus valid dan realibel. Validitas instrumen ditentukan dengan


(66)

mengorelasikan antara skor yang diperoleh setiap butir pertanyaan atau pernyataan dengan skor total. Skor total adalah jumlah dari semua skor pertanyaan dan pernyataan. Jika skor tiap butir pertanyaan berkolerasi secara signifikan dengan skor total pada tingkat alfa tertentu (misalnya 1%) maka dapat dikatakan bahwa alat pengukur itu valid, (Sanusi 2011). Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS Versi 16.0. Berikut ini rumus dengan teknik korelasi pearson product moment:

Keterangan :

r = koefisien korelasi X = skor butir

Y = skor total butir

N = jumlah sampel (responden)

2. Uji Reabilitas

Perhitungan reliabilitas dilakukan terhadap butir pertanyaan atau pernyataan yang sudah valid, dimana sudah dilakukan uji validitas sebelumnya. Kriteria pengujian dilakukan dengan menggunakan pengujian Cronbach Alpha (α). Suatu variabel reliable jika memberikan Alpha

Cronbach’s > 0,60 Ghozali (2005:42). Uji reabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat Koefisien Alpha. Uji reabilitas dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS.


(67)

J. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis Deskriptif

Deskripsi data dalam penelitian ini menggambarkan tentang variabel yang digunakan berkaitan dengan data statistik dasar berupa rata-rata (mean), simpangan baku (standard deviation), dan skor minimum serta skor maksimum.

2. Analisis Korelasi Spearman

Teknik analisis data yang digunakan untuk menyelesaikan rumusan masalah adalah analisis asosiatif atau korelasi. Analisis ini digunakan untuk mengukur variabel bebas (X) persepsi modernisasi administrasi perpajakan dengan variabel terikat (Y) persepsi pencapaian akuntabilitas pelayanan publik KPP Pratama. Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif dan kualitatif (Departemen Birostatistik FKM UI, 2009). Pengujian korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Spearman Rank. Pengujian korelasi menggunakan korelasi Spearman Rank karena data yang digunakan merupakan data ordinal.

Korelasi Spearman Rank digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang berbentuk ordinal (Sugiyono,2007:356). Pedoman yang digunakan untuk memberikan interprestasi koefisien korelasi adalah :


(68)

Tabel 3 : Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat Rendah 0,20 - 0,399 Rendah 0,40 - 0,599 Sedang 0,60 - 0,799 Kuat 0,80 - 1,000 Sangat Kuat Sumber: (Sugiyono,2007:250)


(69)

52

BAB IV

GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA SLEMAN

A. Sejarah

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2007. Sesuai Keputusan Direktur Jendereal Pajak Nomor KEP-141/PJ/2007 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, ditetapkan bahwa Sistem Administrasi Modern pada KPP Pratama Sleman dimulai sejak tanggal 30 Oktober 2007.

KPP Pratama Sleman bersama KPP Pratama Wates dan KPP Pratama Wonosari merupakan pemecahan dari KPP Pratama Yogyakarta Dua. Selain itu, KPP Pratama Sleman juga merupakan penggabungan dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai fungsi Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Yogyakarta. KPP Pratama Sleman menempati lantai I, lantai IV, dan lantai V Gedung Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah


(70)

Istimewa Yogyakarta yang diresmikan oleh Ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia pada tanggal 5 November 2007. Wilayah kerja KPP Pratama Sleman mencakup seluruh wilayah Kabupaten Sleman yang terdiri dari 17 wilayah Kecamatan, 86 Desa, dan 1212 Dusun.

B. Visi, Misi, dan Motto Pelayanan 1. Visi

Menjadi Kantor Pelayanan Pajak terbaik dalam memberikan pelayanan di bidang perpajakan.

2. Misi

Memberikan pelayanan prima di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Motto

Simpatik: siap melayani dengan tepat dan ikhlas

C. Tugas dan Fungsi KPP Pratama Sleman 1. Tugas KPP Pratama Sleman

KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(71)

2. Fungsi KPP Pratama Sleman, yaitu:

a) Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan.

b) Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

c) Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemeberitahuan, serta penerimaan surat lainnya. d) Penyuluhan perpajakan.

e) Pelaksanaan regristrasi Wajib Pajak. f) Pelaksanaan ekstensifikasi.

g) Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. h) Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

i) Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. j) Pelaksanaan konsultasi perpajakan.

k) Pelaksanaan Intensifikasi. l) Pembetulan ketetapan pajak. m) Pelaksanaan administrasi kantor.


(1)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted Pernyataan_13 32.90 12.031 .431 .701 Pernyataan_14 32.95 11.492 .576 .680 Pernyataan_15 32.99 11.495 .553 .682 Pernyataan_16 32.99 11.701 .499 .690 Pernyataan_17 32.95 11.327 .477 .690 Pernyataan_18 33.56 10.125 .321 .748 Pernyataan_19 33.18 10.914 .478 .688 Pernyataan_20 33.13 12.446 .269 .724 Pernyataan_21 33.14 12.412 .260 .725


(2)

Hasil Uji

Analisis Karakteristik Responden

Frequencies

Statistics

Bidang Jenis Kelamin Pendidikan

N Valid 98 98 98

Missing 0 0 0

Frequency Table

Bidang

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ektensifikasi dan

Penyuluhan 6 6.1 6.1 6.1

Fungsional 14 14.3 14.3 20.4

PDI 5 5.1 5.1 25.5

Pelayanan 18 18.4 18.4 43.9 Pemeriksaan 3 3.1 3.1 46.9

Penagihan 3 3.1 3.1 50.0

Pengawasan dan

Konsultasi 44 44.9 44.9 94.9 Sub Bagian Umum

dan Kepatuhan 5 5.1 5.1 100.0 Total 98 100.0 100.0


(3)

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Laki-laki 53 54.1 54.1 54.1

Perempuan 45 45.9 45.9 100.0 Total 98 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid D1 8 8.2 8.2 8.2

D3 13 13.3 13.3 21.4

S1 55 56.1 56.1 77.6

S2 10 10.2 10.2 87.8

SMP 2 2.0 2.0 89.8

SMU 10 10.2 10.2 100.0 Total 98 100.0 100.0


(4)

Descriptives Staistics

Persepsi Modernisasi Administrasi Perpajakan dan Persepsi Pencapaian

Akuntabilitas

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Persepsi Modernisasi

Administrasi Perpajakan

98 38.00 60.00 50.7857 4.57751 Persepsi Pencapaian

Akuntabilitas 98 28.00 45.00 37.2245 3.75961 Valid N (listwise) 98


(5)

Uji Korelasi Spearman’s rho

Nonparametric Correlations

Correlations Modernisasi Administrasi Perpajakan Pencapaian Akuntabilitas KPP Pratama Sleman Spearman's rho Persepsi

Modernisasi Administrasi Perpajakan

Correlation

Coefficient 1.000 .638

**

Sig. (2-tailed) . .000

N 98 98

Persepsi Pencapaian Akuntabilitas KPP Pratama Sleman

Correlation

Coefficient .638

**

1.000 Sig. (2-tailed) .000 .

N 98 98

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(6)