Implementasi Hasil Penelitian dan Pembahasan

65 Validator kedua adalah Ca, Ca mengungkapkan ketertarikannya pada modul yang dibuat dengan mengatakan “Modulnya bagus, bu”. Ca juga mengatakan “aku suka ada komiknya, bu” penelti juga menanyakan tentang pendapat mengenai langkah- langkah uji coba yang ada di modul “aku paham dengan langkah- langkahnya, bu”. Ia mengatakan bisa melakukan semua kegiatan yang terdapat pada modul. Validator ketiga adalah siswa berinisial Cb. Cb mengungkapkan “aku suka ada uji coba kayak gini bu” uji coba yang dimaksud saat Cb melakukan uji coba pertama. Saat ditanya kenapa ia menyukainya jawaba n Cb karena “aku suka kalau belajarnya langsung kayak gini bu” mungkin maksud Cb ia suka bila belajarnya langsung dibuktikan dengan mengadakan uji coba. Validator ke empat adalah Re. saat ditanya tentang pendapatnya mengenai mod ul, Re mengatakan “bagus bu” saat ditanya apakah modulnya mudah dipahami Re menjawab “awalnya aku gak tau mau ngapain, tapi sekarang aku paham kok bu ” validator terakhir adalah Ri. Ri mengungkapkan rasa senangnya karena dapat melakukan kegiatan yang ada pada modul. Hasil validasi dari kelima siswa dapat disimpulkan bahwa modul yang dikembangkan peneliti sudah memenuhi 10 prinsip pengembangan modul menurut Tomlinson sehingga modul ini diyakini layak untuk diimplementasikan.

4.1.3 Implementasi

Implementasi modul “Cintai Lingkungan Sekitarmu” dilaksanakan hari jumat pada tanggal 3 Februari 2017 di SD Negeri Petinggen Yogyakarta, siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah 30 siswa. Satu hari sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti meminta ijin untuk masuk ke wali kelas III B 66 untuk membentuk kelompok dan mengumumkan alat dan bahan yang akan dibawa besok. Dalam proses pembagian kelompok ada lima siswa yang tidak ingin bergabung dengan temannya dengan alasan temannya itu malas-malasan dan ada yang bilang temannya itu jahil. Peneliti kemudian memberikan pesan dan sedikit nasihat agar saling menghargai antar teman. Pada akhirnya kelima siswa tadi dibagi lagi untuk bergabung dengan kelompok 1, 3, dan 4. Proses pembagian kelompok ini wujud pendidikan emansipatoris yaitu humanisasai. Siswa secaara bebas memilih kelompok sesuai keinginannya, namun peneliti tetap memantau agar pembagian kelompok menjadi sama rata. Peneliti memberikan tugas kepada siswa untuk membawa alat dan bahan yang diperlukan seperti, gunting, kertas karton, buku gambar. Kegiatan implementasi seharusnya dilakukan pukul 07.47 namun dilaksanakan pada pukul 07.00. Karena pagi itu hujan sehingga siswa tidak melaksanakan senam pagi dan langsung melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran diawali dengan doa dan membacakan peraturan yang ditetapkan serta menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan pada hari itu. Barulah siswa dipersilahkan duduk berdasarkan kelompok yang telah dibentuk satu hari sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa. Kegiatan pertama yang dilakukan yaitu peneliti bertanya kepada siswa mengenai pendapat siswa tentang lingkungan yang ada di dalam ruang kelas. Siswa berinisial E meunjukkan jarinya dan menjelaskan bahwa keadaan kelas saat itu dingin karena habis hujan. Siswa lain berinisial C menunjukkan jarinya dan menjawab laci mejanya kotor. Kemudian guru meminta siswa untuk mengamati lingkungan yang ada di luar kelas, setelah itu dituliskan pendapat siswa mengenai 67 lingkungan yang ada di dalam kelas dan di luar kelas pada modul. Selanjutnya siswa mengamati gambar yang terdapat pada modul ruang kelas dan lingkungan yang ada di luar kelas untuk melihat apakah lingkungan bersih atau kotor. Siswa menuliskan hasil pengamatan pada modul yang telah dibagikan bersama-sama kelompok. Peneliti meminta siswa untuk mengamati gambar yang ada pada modul. Peneliti kemudian bertanya kepada siswa berinisial N mengenai gambar tersebut. N menjelaskan bahwa gambar tesebut merupakan gambar lingkungan bersih dan lingkungan yang kotor. Siswa berinisial C menunjukkan jarinya dan menjawab bahwa gambar tersebut merupakan perbedaan lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat. Siswa bersama peneliti melakukan tanya jawab mengenai ciri-ciri lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat. Siswa berinisial A menjelaskan bahwa lingkungan tidak sehat seperti gambar kedua dapat membuat kotor dan udara menjadi bau, sedangkan pada gambar pertama udaranya sejuk karena banyak pohon. Siswa berinisial C berpendapat bahwa lingkungan kotor disebabkan oleh sampah yang ditumpuk sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Siswa juga diminta membaca cerita yang ada pada modul untuk mengetahui penyebab lingkungan tidak sehat lainnya. Setelah membaca peneliti kemudian menyampaikan tujuan pembelajran yaitu membuktikan bahwa lingakungan tidak sehat tidak hanya disebabkan oleh tumpukan sampah. Kegiatan melihat gambar, membaca cerita serta tanya jawab mengenai ciri-ciri dan penyebab lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat merupakan wujud pendekatan Paradigm Pedagogi Reflektif PPR yaitu konteks. Melalui kegiatan tersebut siswa mampu menghubungkan pengalaman dan pengetahuan 68 awal yang siswa miliki dengan materi pelajaran yang akan dilaksanakan. Hal ini akan membangun pengalaman belajar siswa Subagya, 2008. Sehingga peneliti mengaajak siswa untuk melakukan dua uji coba tentang polusi udara. Melalui uji coba siswa akan mendapatkan hasil apakah udara pada lingkungan disekitar mereka bersih atau kotor. Siswa melakukan uji coba sendiri dengan membaca langkah-langkah yang telah dibuat. Uji coba pertama yang dilakukan adalah membuktikan udara yang ada di lingkungan sekolah, dengan mengoleskan margarin pada kertas yang telah di gunting bentuk lingkaran dan diberi tali untuk digantung. Siswa diarahkan untuk duduk di tempat yang telah diurutkaan sesuai kelompok 1 sampai 6. Di depan kelas disediakan meja yang diatasnya terdapat alat dan bahan uji coba. Siswa kemudian mulai melakukan uji coba sesuai instruksi peneliti. Setiap perwakilan kelompok mengambil margarin yang telah disediakan di depan kelas. Peneliti kemudian mengamati jalannya uji coba. Setiap kelompok melakukan tugasnya dengan baik, siswa terlihat senang melakukan uji coba. Namun ada salah siswa bernama Wa yang membantu temannya mengolesi margarin pada kertas, justru terliht sibuk mencicipi margarin yang disiapkan sehingga siswa lain yang melihatnya ikut mencicipi margarin. Meskipun sudah ditegur ia tetap memakan margarinnya dengan alasan margarinnya enak. Ada juga siswa yang kesulitan menggunting kertas menjadi lingkaran sehingga ia sedikit terlambat untuk mengoleskan margarin. Setelah selesai kertas diolesi dengan margarin, siswa mencari tempat yang tepat untuk membuktikan sebagai lokasi uji coba yaitu di parkiran, dalam kelas, bawah pohon, dan didekat tangga . Selama menunggu hasil uji coba pertama siswa melanjutkan uji coba kedua. 69 Peneliti juga melakukan validasi kembali mengenai panduan uji coba, dengan melakukan tanya jawab tentang kejelasan langkah-langkah kepada siswa secara acak besar siswa memahami langkah-langkah kegiatan yang terdapat pada modul. Uji coba kedua ini membahas tentang cara mengatasi polusi udara. Siswa melakukan kegiatan mengamati dua toples yang di isi dengan asap racun nyamuk, salah satu toples berisi tanaman dan yang satu lagi tanpa tanaman. Dari kedua toples siswa mengamati asap pada toples mana yang akan lebih dahulu habis, siswa mengamati toples dengan menuliskan hasilnya pada modul setiap menitnya. Kegiatan kedua ini membuahkan hasil pemikiran siswa, terbukti dari siswa yang berinisial Dw yang sedang mengamati kedua toples mengatakan asap yang terdapat pada toples yang berisi tanaman akan cepat menghilang. Saat ditanya kenapa dia bisa menyimpulkan hasilnya begitu cepat pada empat menit mulainya pengematan. Siswa lain menjawab karena tanaman itu menghasilkan oksigen, dan asapnya dimakan oleh tanamannya bu, jawab Ca. Jawaban Ca mengundang penasaran teman-temannya yang tidak mengamati, sehingga ikut mengamati kedua toples. Pengamatan kedua terus berjalan dan siswa kembali diingatkan pada uji coba pertama yang mereka letakan di luar kelas dan dalam kelas. Siswa melakukan kerja sama pada kedua uji coba “polusi Udara” untuk memperoleh pengalaman langsung. Pengalaman bekerja sama dalam kelompok kecil dilakukan untuk menumbuhkan persaudaraan Subagya, 2008. Semua siswa terlihat senang dalam melakukan kegiatan uji coba. Kegiatan uji coba juga menambah pengalaman yang dialami dalam diri siswa sehingga dapat bermain sambil belajar. 70 Kedua kegiatan uji coba telah selesai, siswa membersihkan alat dan bahan yang digunakan uji coba. Kedua kegiatan telah selesai, siswa melakukan kegiatan refleksi sebagai ungkapan perasaan setelah mengikuti pembelajaran. Refleksi dilakukan dengan Tanya jawab mengenai perasaan siswa terhadap pengalaman selama pembelajaran berlangsung. Melalui refleksi, siswa meyakini nilai yang terkandung dalam pengamannya Subagya, 2008. Refleksi yang akan siswa lakukan adalah merencanakan untuk membuat sebuah poster. Peneliti kemudian meminta siswa untuk mendisplay hasil posternya kepada teman-temannya sebagai bentuk aksi. Peneliti meminta siswa untuk memberikan pendapat aksi lain, dan siswa berinisial W memberikan jawaban bahwa aksinya akan memberi tahu teman-teman untuk menjaga lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, serta mulai mencintai tanaman. Setelah implementasi berakhir peneliti membagikan kuesioner validasi kepada siswa untuk penilain kualitas modul. Saat pengisian kuesioner ada siswa yang mengira kertas yang dibagikan adalah ujian. Sehingga peneliti menjelaskan kembali tujuan kuesioner di bagikan. Implementasi mewujudkan terlaksananya pendidikan emansipatoris. Pendidikan emansipatoris memiliki tiga kunci utama, yaitu humanisasi, berpikir kritis dan mempertanyakan sistem Winarti dan Trianggadewi, 2015:53. Dialog nyata yang dilakukan siswa dan peneliti mewujudkan realitas hal yang dipelajari. Dialog antara siswa dan peneliti mendorong terwujudnya kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis terwujud pada saat kegiatan tanya jawab yang dilakukan siswa dan peneliti, untuk menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. 71 Kemampuan berpikir kritis membuat siswa membuat keputusan Winarti dan Trianggadewi, 2015: 53. Kemampuan berpikir kritis mewujudkan terbentuknya proses humanisasi, yaitu saat proses pembagian kelompok. Siswa secaara bebas memilih kelompok sesuai keinginannya, walaupun ada beberapa siswa yang tidak ingin bergabung dengan teman yang lain. Peneliti kemudian memberikan nasihat agar dapat menghargai orang lain, agar siswa tesebut mau bergabung dengan teman-temannya. Proses humanisasi lain yang terlihat saat melakukan uji coba, siswa belajar untuk menghargai pendapat temannya. Siswa juga menyadari pentingnya kejasama dalam melakukan ujicoba. Pendidian emansipatoris membantu seserang menyadari keberadaannya dalam lingkunganya. Kemudian mengambil keputusan yang nyata dalam lingkungan tersebut Winarti dan Trianggadewi, 2015: 53. Implemeentasi modul Cintai Lingkungan Sekitarmu berlandaskan pada 10 prinsip pengembangan menurut Tomlinson 2005, yaitu siswa menjadi tertarik untuk melihat dan membaca modul cintai lingkungan sekitarmu serta mau membaca langkah- langkah kedua uji coba “Polusi Udara”. Panduan uji coba tersebut membuat siswa bahaga serta mendorong berpikir kritis siswa, terlihat pada wajah siswa dan antusias siswa dalam melakukan uji coba. Bahasa yang digunakan pada langkah-langkah uji coba dipahami serta diselipkan beberapa gambar sebagai penunjang agar siswa paham. Pelaksanaan uji coba dilakukan sendiri oleh siswa dengan membaca langkah-langkah atau panduan uji coba yang disediakan, sehingga melatih kepercayaan diri siswa semakin berkembang saat melakukan uji coba. Pelaksanaan pembelajaran uji coba didasarkan pada tingkat kemampuan intelektual, sikap, keterampilan maupun latar belakang siswa, 72 dibuktikan dengan ketersediaan siswa dalam pembentukan. Implementasi dilakukan dengan memperhatikan gaya belajar siswa dengan. Proses pembelajaran dilakukan melalui berbagai macam cara belajar mengupayakan bekerjanya selurh indra yang dimiliki siswa. Materi tersebut memberdayakan kemampuan intelektual, emosional, dan estetika yang menstimulus otak kanan dan otak kiri siswa. Hal ini terwujud pada saat mengekspresikan perasaannya melalui karya seni poster. Siswa termotivaasi untuk memberikan respon positif terhadap pemelajaran yang dilakukan sehingga bermanfaat untuk diri siswa orang lain dan lingkungan sekitarnya.

4.1.4 Evaluasi

Dokumen yang terkait

Pengembangan modul pelajaran IPA kelas III berbasis paradigma pedagogi reflektif di SD Kanisius Kalasan.

1 1 104

Pengembangan modul IPA ``Ayo Cinta Lingkungan`` untuk siswa kelas III SDN Babarsari Yogyakarta menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif.

0 0 2

Pengembangan perangkat dan modul pembelajaran materi menghemat air berdasarkan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas IIIA SD Negeri Petinggen Yogyakarta.

0 0 133

Pengembangan modul pembelajaran IPA "Tumbuhan di Sekitarku" menggunakan pendekatan paradigma pedagogi refketif untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

0 2 112

Pengembangan perangkat pembelajaran dan modul materi pelestarian sumber daya alam berdasarkan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas IV A SD Negeri Jetis 1 Yogyakarta.

0 3 168

Pengembangan modul cintai lingkungan sekitarmu menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas III B SD Negeri Petinggen Yogyakarta

0 1 133

Pengembangan modul IPA ``Ayo Cinta Lingkungan`` untuk siswa kelas III SDN Babarsari Yogyakarta menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif

1 1 129

Pengembangan modul pelajaran IPA kelas III berbasis paradigma pedagogi reflektif di SD Kanisius Kalasan

1 2 102

Pengembangan perangkat dan modul pembelajaran materi menghemat air berdasarkan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas IIIA SD Negeri Petinggen Yogyakarta

1 9 131

Pengembangan perangkat dan modul pembelajaran menghemat energi listrik berdasarkan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas III A SDN Petinggen Yogyakarta

0 1 159