Pengembangan perangkat dan modul pembelajaran menghemat energi listrik berdasarkan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas III A SDN Petinggen Yogyakarta

(1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT DAN MODUL PEMBELAJARAN MENGHEMAT ENERGI LISTRIK BERDASARKAN

PENDEKATAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF UNTUK SISWA KELAS III A SDN PETINGGEN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Yuliana Reni Restriani NIM: 131134083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

PENGEMBANGAN PERANGKAT DAN MODUL PEMBELAJARAN MENGHEMAT ENERGI LISTRIK BERDASARKAN

PENDEKATAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF UNTUK SISWA KELAS III A SDN PETINGGEN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Yuliana Reni Restriani NIM: 131134083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

PERSEMBAHAN

Karya tulis berupa skripsi ini dengan tulus kupersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa selalu menyertai dan memberkati seluruh keluargaku. Kedua Orangtuaku, Almh. Bapak Agustinus Sumbana dan Ibu Florentina Tri Irianti yang senantiasa tidak kenal lelah untuk berjuang membesarkan, mendidikk dengan penuh cinta kasih, dan selalu memberi doa restu kepadaku. Tanteku, Veronica Inti Purianti yang selalu memberiku dukungan, semangat dan bentuan dalam kuliahku. Kakak perempuanku Agustina Sari Dewi dan Kakak Iparku Junico Fareta yang selalu memberikan aku inspirasi, semangat dan membantu dalam kuliahku. Kakakku Andreas Vata Dwi Kusuma yang selalu memberiku motivasi, dan semangat. Keluarga besarku yang senantiasa memdidikk memberi semangat, dan doa restu.

Sahabat-sahabatku yang senantiasa memberi dukungan, semangat, dan pengorbanan sehingga karyaku ini dapat terselesaikan dengan baik, teman-teman PGSD USD angkatan 2013 yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan doa selama menempuh studi di PGSD USD. Alamamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terimakasih banyak sudah mendidikku hingga menjadi seperti sekarang, karya ini adalah sumbangsih yang sungguh-sungguh kukerjakan dengan sepenuh hati.


(6)

MOTTO

GOD, has the amazing most plan for you, trust him. “Y. R. Restriani”


(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Juni 2017 Peneliti


(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Yuliana Reni Restriani

Nomor Mahsiswa : 131134083

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah saya kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGEMBANGAN PERANGKAT DAN MODUL PEMBELAJARAN MENGHEMAT ENERGI LISTRIK BERDASARKAN PENDEKATAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF UNTUK SISWA KELAS III A SDN PETINGGEN YOGYAKARTA

Dengan demikian, saya mengijinkan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencamtumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 15 Juni 2017

Yang menyatakan


(9)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PERANGKAT DAN MODUL PEMBELAJARAN MENGHEMAT ENERGI LISTRIK BERDASARKAN PENDEKATAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF UNTUK SISWA KELAS

III A SDN PETINGGEN YOGYAKARTA

Yuliana Reni Restriani Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi mengenai permasalahan lingkungan di SDN Petinggen Yogyakarta. Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa SDN Petinggen Yogyakarta menggunakan energi listrik secara berlebihan yaitu dengan menyalakan lampu dan kipas angin dari awal hingga akhir pembelajaran dan lupa mematikannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengembangkan perangkat dan modul pembelajaran menghemat energi listrik dan mengetahui kualitas penggunaannya. Jenis penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan (Research and development). Penelitian ini menggunakan 5 langkah pengembangan bahan menurut Tomlinson yang meliputi (1) analisis kebutuhan, (2) desain, (3) implementasi, (4) evaluasi, dan (5) revisi. Modul ini disusun dan disesuaikan dengan sepuluh prinsip pengembangan bahan menurut Tomlinson. Subjek penelitian ini yaitu 9 siswa kelas III A SDN Petinggen Yogyakarta.

Perangkat pembelajaran dan modul materi yang sudah dibuat oleh peneliti sebelum diterapkan atau diimplementasikan telah melalui dievaluasi atau divalidasi oleh ahli IPA, ahli bahasa, dan guru kelas III A. Berdasarkan hasil dari validasi perangkat pembelajaran dan modul mendapatkan skor rata-rata, 3,50 dan 3,63 dari skala 4, sehingga perangkat pembelajaran dan modul materi mendapatkan kategori “layak” untuk diimplementasikan pada kelas III dengan perbaikan berdasarkan masukan dari para ahli dan guru kelas. Penggunaan produk berupa modul pembelajaran “Menghemat Energi Listrik” yang dikembangkan sudah memenuhi 11 prinsip pengembangan materi milik Tomlinson yaitu (1) materi memiliki pengaruh bagi pembelajar, (2) materi membuat pembelajar merasa nyaman, (3) materi mengembangkan kepercayaan diri, (4) materi relevan bagi pembelajar, (5) materi membuat pembelajar tertarik, (6) materi memberikan penjelasan, (7) materi menyedikan kesempatan berkomunikasi dengan aktif, (8) materi mempertimbangkan gaya belajar siswa yang berbeda, (9) materi memperhatikan sikap afektif yang berbeda, (10) materi memberdayakan kemampuan intelektual, emosional, dan menstimulasi otak kanan dan kiri, dan (11) materi menyediakan terwujudnya feedbeck.

Kata kunci: pengembangan, perangkat, modul, menghemat energi listrik,


(10)

ABSTRACT

PENGEMBANGAN PERANGKAT DAN MODUL PEMBELAJARAN MENGHEMAT ENERGI LISTRIK BERDASARKAN PENDEKATAN PARADIGMA PEDAGOGI REF LEKTIF UNTUK SISWA KELAS

III A SDN PETINGGEN YOGYAKARTA Yuliana Reni Restriani

Sanata Dharma University 2017

This research began with observations about the problems conditions in SDN Petinggen Yogyakarta. The observations result showed that SDN Petinggen Yogyakarta students used the electricity too much. They turned on the lamp and the fan from the beginning until the end of the learning process. In the end of the learning process, they forgot to turn off it. This research aimed to know the process of developing the learning device, to know the process of developing the safe electricity module, and to know the use of its quantity. This research used Research and Development (R&D) as the research method. According to Tomlinson there were five steps that used to develop the materials. The steps were (1) needs analysis, (2) design, (3) implementation, (4) evaluation, and (5) revision. The researcher used ten principles from Tomlinson to develop the learning materials. The research participants were nine students of third grade of SDN Patinggen Yogyakarta.

Before implementing the materials, the researcher did the mater ials validation or evaluation to the evaluator. The evaluators were a scientis, a linguist, and a teacher of third grade. Based on the evaluation result, the mean range score was 3.50 and 3.63 of 4. So, the materials were categorizing “proper” to implement for third grade students by revising based on the suggestions from the evaluators. The used of “Menghemat Energi Listrik” materials have consisted of eleven principles from Tomlinson. The principles were (1) the materials have influence for the students, (2) the materials make the students happy and feel comfortable, (3) the materials can develop their self-confident, (4) the materials relevant for the students, (5) the materials can attract the students’ attention, (6) the materials give explanation, (7) the materials provide a chance for the students to have communication with others, (8) the materials consider to the differences of the learning styles, (9) the materials give attention for the differences of affective attitude, (10) the materials empower to the intellectual skill, emotional skill, and stimulate the right and left brain, and (11) the materials provide feedback.

Keywords: development, device, module, save electrical energy, the paradigm reflective pedagogy.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat kesehatan dan keselamatan yang senantiasa diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tanggungjawab untuk menyusun tugas akhir atau skripsi

dengan judul: PENGEMBANGAN PERANGKAT DAN MODUL

PEMBELAJARAN MENGHEMAT ENERGI LISTRIK BERDASARKAN PENDEKATAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF UNTUK SISWA KELAS III A SDN PETINGGEN YOGYAKARTA. Skripsi ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Ketua Progaram Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, Ibu Eny Winarti, Ph.D. dan Ibu Wahyu Wido Sari, M.Biotech. yang senantiasa membimbing, memdidik, memberi semangat dan dukungan sehingga skripsi ini sapat terselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Sekolah dan Guru kelas I hingga kelas VI SDN Petinggen Yogyakarta, yang senantiasa memberikan bantuan dan bimbingan sema penulis melaksanakan PPL dan penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh siswa kelas III A tahun ajaran 2016/2017 yang senantiasa penulis cintai dan banggakan, yang telah mendukung dan berpartisipasi aktif dalam melam melaksanakan setiap kegiatan yang diharapkan oleh penulis, Bapak dan Ibu Dosen PGSD USD yang senantiasa mendidik dan membimbing penulis selama menempuh ilmu di PGSD, serta


(12)

bantuan dan bimbingan baik dalam hal administrasi dan teknis pelaksanaan setiap hal yang menjdi kebutuhan penulis.

Terakhir kali tanpa mengurangi rasa hormat dan terimakasih, ucapan terimakasih diberikan kepada sahabat-sahabatku yaitu Atika Sari, Dwila Oktanuryani, Assa Prima Sekarini, Giadiolla Septi Pangesti, Aisyah Desmaniar, Witanri Wiyantari dan Martinus Putu Ardi Kristianta yang saling melengkapi, mendukung, memberi perhatian, waktu, tenaga, dan pikiran, dalam proses menuntaskan tanggung jawab sebagi Mahasiswa PGSD USD, teman-teman Payung Emansipatoris yang senantiasa memberikan bantuan, semangat serta dukungan, dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam karya ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ini dapat menjadi berkah dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Peneliti


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ...v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARTA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABATRAK ... viii

ABSTRACK ... ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ...xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ...1

1.1Latar Belakang Masalah ...1

1.2Rumusan Masalah ...7

1.3Tujuan Penelitian ...8

1.4Manfaat Penelitian ...8

1.5Spesifikasi Produk ...9

1.6Definisi Oprasional...10

BAB II LANDASAN TEORI ...12

2.1 Kajian Pustaka ...12

2.1.1 Penelitian dan pengembangan (Research and Development) ...12

2.1.2 Perangkat Pembelajaran...13

2.1.3 Modul ...19


(14)

2.1.5 Paradigma Pedagogi Reflektif ...26

2.1.6 Pendidikan Emansipatoris ...31

2.1.7 Energi Listrik ...35

2.2 Penelitian yang Relevan ...36

2.3 Kerangka Berpikir ...42

2.4 Pertanyaan Penelitian ...44

BAB III METODE PENELITIAN ...45

3.1 Jenis Penelitian ...45

3.2 Setting Penelitian ...47

3.2.1 Tempat Penelitian ...47

3.2.2 Subjek Penelitian ...47

3.2.3 Objek Penelitian...47

3.2.4 Waktu Penelitian ...48

3.3 Prosedur Pengembangan ...48

3.3.1 Analisis Kebutuhan ...50

3.3.2 Desain ...51

3.3.3 Implementai ...52

3.3.4 Evaluasi...52

3.3.5 Revisi ...52

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...53

3.4.1 Observasi ...53

3.4.2 Wawancara ...53

3.4.3 Kuesioner ...54

3.5 Instrumen Penelitian ...54

3.5.1 Pedoman Observasi ...55

3.5.2 Pedoman Wawancara...55

3.5.3 Kuesioner ...56

3.6 Teknik Analisi Data ...60

3.6.1 Data Kualitatif ...60

3.6.2 Data Kuantitatif ...60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...63


(15)

4.1.1 Proses Pengembangan Perangkat dan Modul Pembelajaran ...63

4.1.1.1 Analisis Kebutuhan ...63

4.1.1.1.1 Observasi ...64

4.1.1.1.2 Wawancara ...65

4.1.1.1.3 Penyebaran Kuesioner ...67

4.1.1.2 Desain ...69

4.1.1.3 Implementasi ...82

4.1.1.4 Evaluasi ...85

4.1.1.5 Revisi ...98

4.2 Pembahasan ...103

4.2.1Perangkat dan Modul Pembelajaran Dikembangkan Berdasar Pada 5 Langkah dan 11 Prinsip Pengembangan Bahan Ajar Menurut Tomlinson ...103

4.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Perangkat dan Modul Pembelajaran ...105

BAB V PENUTUP ...107

5.1 Kesimpulan ...107

5.2 Keterbatasan ...109

5.3 Saran ...109

DAFTAR PUSTAKA ...110


(16)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Penelitian terdahulu yang relevan ... 41 Bagan 3.1 Prosedur pengembangan perangkat dan modul pembelajaran ... 49


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kisi-kisi observasi ... 55

Tabel 3.2 Pedoman wawancara dengan Guru kelas III A ... 56

Tabel 3.3 Pedoman wawancara dengan Siswa kelas III A... 56

Tabel 3.4 Kisi-kisi kuesioner Guru terbuka ... 57

Tabel 3.5 Kisi-kisi kuesioner Siswa terbuka ... 57

Tabel 3.6 Aspek penilaian perangkat pembelajaran ... 58

Tabel 3.7 Aspek penilaian modul pembelajaran ... 58

Tabel 3.8 Instrumen kuesioner uji coba produk ... 59

Tabel 3.9 Tabel konversi data kuantitatif ke kualitatif ... 61

Tabel 3.10 Tabel konversi data kuantitatif ke kualitatif ... 62

Tabel 4.1 Hasil analisis kebutuhan siswa ... 68

Tabel 4.2 Hasil validasi perangkat pembelajaran ... 77

Tabel 4.3 Hasil validasi modul pembelajaran ... 77

Tabel 4.4 Komentar ahli IPA dan revisian ... 78

Tabel 4.5 Komentar ahli Bahasa dan Revisian ... 80

Tabel 4.6 Rekapitulasi Penilaian Perangkat dan Modul pembelajaran oleh Ahli IPA, Ahli Bahasa, dan Guru Kelas III ... 81


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Cover modul ... 70

Gambar 4.2 Panduan bereksperimen... 72

Gambar 4.3 Kegiatan eksperimen ... 72

Gambar 4.4 Refleksi... 73

Gambar 4.5 Konten modul ... 73

Gambar 4.6 Kegiatan individu ... 75

Gambar 4.7 Kegiatan kelompok ... 75

Gambar 4.8 Kegiatan eksperimen dan pengamatan ... 76

Gambar 4.9 Evaluasi ... 76

Gambar 4.10 Aksi ... 76

Gambar 4.11 Komentar dan saran ahli IPA ... 79

Gambar 4.12 Komentar dan saran ahli Bahasa ... 81

Gambar 4.13 Pelaksanaan Implementasi ... 85

Gambar 4.14 Siswa melakukan ekperimen ... 93

Gambar 4.15 Siswa menuliskan kegiatan ekperimen ... 93

Gambar 4.16 Siswa berdiskusi ... 95

Gambar 4.17 Siswa mengerjakan kegiatan individu ... 97

Gambar 4.18 Siswa mengerjakan kegiatan kelompok ... 97

Gambar 4.19 Rincian kegiatan inti RPPH nomor 5 dan 6 sebelum direvisi ... 98

Gambar 4.20 Rincian kegiatan inti RPPH nomor 5 dan 6 setelah direvisi ... 98

Gambar 4.21 Rincian kegiatan inti RPPH nomor 11 sebelum direvisi ... 99

Gambar 4.22 Rincian kegiatan inti RPPH nomor 11 setelah direvisi ... 99

Gambar 4.23 Langkah kegiatan nomor 2 sebelum direvisi... 101

Gambar 4.24 Langkah kegiatan nomor 2 setelah direvisi ... 101

Gambar 4.25 Eksperimen sebelum direvisi ... 102


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat ijin penelitian ... 113

Lampiran 2 Surat keterangan penelitian ... 114

Lampiran 3 Hasil analisi kebutuhan Guru ... 115

Lampiran 4 Hasil analisi kebutuhan Siswa ... 117

Lampiran 5 Validasi produk ahli IPA ... 119

Lampiran 6 Validasi produk ahli Bahasa ... 124

Lampiran 7 Valisdasi produk Guru ... 129

Lampiran 8 Lembar instrumen validasi siswa ... 134

Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian di SDN Petinggen Yogyakarta……...136

Lampiran 10 Poster hasil karya siswa ... 137


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan (1) Latar Belakang, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Definisi Operasional, (6) Spesifikasi Produk yang Diharapkan.

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting. Setiap orang berusaha untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Orang berpendapat bahwa pendidikan yang diterima dapat mengembangkan potensinya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1, dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (dalam Permendikbud No 65 Tahun 2013). Agar pendidikan dapat diterima dan terlaksana dengan baik maka guru sebagai pendidik perlu mengembangkan perangkat pembelajaran supaya pembelajaran yang akan diajarkan dapat berjalan dengan baik.

Perangkat pembelajaran merupakan perangkat yang dipergunakan dalam proses pembelajaran (Trianto, 2010: 96). Setiap guru di setiap satuan pendidikan diwajibkan untuk menyusun perangkat pembelajaran supaya proses pembelajaran yang ingin diajarkan dapat berjalan dengan baik dan menarik bagi siswa. Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar


(21)

mengajar dapat berupa silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Selain membutuhkan perencanaan yang baik, pembelajaran juga membutuhkan sumber belajar yang dapat membantu dan mempermudah siswa untuk belajar secara mandiri. Salah satu sumber belajar tersebut adalah modul pembelajaran. Dalam menyusun perangkat dan modul pembelajaran tersebut biasanya guru akan menggunakan pendekatan sebagai pedomannya. Salah satu pendekatan yang ada adalah pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR).

Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah cara pandang tentang pendidikan di sekolah yang menekankan pada pengembangan, pengintegrasian usaha penumbuhan nilai-nilai kemanusiaan dan pengembangan kompetensi siswa melalui pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Penumbuhan nilai-nilai kemanusiaan dilakukan sesuai konteks siswa dan materi pelajaran, serta melalui mekanisme pemberian pengalaman refleksi dan perwujudan aksi serta evaluasi. Dinamika pelaksanaan PPR meliputi 5 siklus yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Selain 5 siklus tersebut, tujuan dari pembelajaran PPR terwujud dalam 3 unsur yang ada pada tujuan pembelajaran. Ketiga unsur tersebut adalah competence, conscience, dan compassion. Competence merupakan kemampuan secara kognitif atau intelektual, conscience ialah kemampuan afektif dalam menentukan pilihan-pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral, sedangkan compassion adalah kemampuan dalam psikomotor yang berupa tindakan konkret maupun batin disertai sikap bela rasa bagi sesama (Subagya, 2010: 23-24).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat di jenjang Sekolah Dasar yang mempelajari tentang fenomena alam dan


(22)

dapat diperoleh dengan menggunakan metode observasi. Pembelajaran IPA berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Adanya pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar siswa diajak untuk mempelajari tentang materi IPA yang masih sederhana. Salah satu materi tersebut adalah tentang cara menghemat energi listrik.

Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang sangat penting dan menjadi kategori kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan bagi kehidupan umat manusia di era globalisasi ini selain makanan dan pakaian. Hal ini terjadi karena hampir semua kebutuhan manusia yang berkaitan dengan peralatan menggunakan listrik sebagai energinya. Sebut saja kipas angin, televisi, mesin cuci, bahkan pengaduk adonan kue. Secara garis besar, energi listrik dapat diartikan sebagai salah satu faktor terpenting bagi kehidupan manusia sebab tak sedikit sekali peralatan yang biasa kita gunakan menggunakan listrik sebagai sumber energinya.

Seiring berkembangan zaman yang semakin modern, permintaan akan energi listrik di seluruh dunia semakin meningkat. Di sisi lain, perkembangan teknologi yang terjadi mulai memunculkan beban listrik baru yang menyebabkan semakin banyaknya energi listrik yang dibutuhkan. Banyaknya energi yang dibutuhkan tersebut maka mengakibatkan manusia untuk menggunakan energi listrik secara berlebihan. Tindakan manusia dalam menggunakan energi tersebut dapat berupa menyalakan lampu, TV, kipas angin dan alat elektronik lainnya


(23)

secara bersamaan dan lupa untuk mematikannya. Penggunaan energi listrik secara berlebihan tersebut akan menibulkan dampak negatif kehidupan manusia, seperti global warming, biaya yang dikeluarkan untuk membayak penggunaan energi listrik akan semakin banyak, dan pekerjaan manusia akan terganggung karena tidak adanya energi listrik.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti selama PPL pada guru kelas III A di SDN Petinggen pada tanggal 12 Oktober 2016, dapat diketahui secara garis besar latarbelakang sosial dan ekonomi siswa-siswi SDN Petinggen adalah menengah kebawah. Hal tersebut dapat terlihat dari 30 siswa, 75% orangtua siswa bekerja menjadi wiraswasta dengan berdagang burjonan, penjual makanan, tukang parkir, satpam dan lain-lain. Dan sisanya 25% pekerjaan orangtua mereka menjadi PNS.

Peneliti juga melakukan observasi yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2016 peneliti mendapatkan fakta bahwa siswa masih menggunakan energi lisrtik secara berlebihan dengan menyalakan lampu dan kipas angin dari awal hingga akhir pembelajaran bahkan sampai lupa mematikannya dan jika diingatkan untuk mematikaanya mereka malas untuk melakukannya. Permasalahan tersebut terjadi di semua kelas akibatnya di sekolah mati listrik sering terjadi sampai 3 kali sehari hal itu disebabkan karena energi listrik yang digunakan tidak seimbang atau melebihi daya listrik yang ada di sekolah. Penggunaan energi listrik tersebut juga menimbulkan dampak akan tingginya biaya yang dikeluarkan, maka semakin banyak enegi listrik yang digunakan semakin banyak juga biaya yang akan dikeluarkan. Hal ini akan berdampak pada orang tua siswa yang secara garis besar latarbelakang sosial dan


(24)

ekonominya adalah menengah kebawah. Dan saat melakukan wawancara peneliti menemui bahwa siswa tidak tahu tentang dampak menggunakan energi listrik secara berlebihan dan kurang tahu bagaimana cara untuk menghemat energi listrik.

Peneliti juga melakukan observasi tentang proses pembelajaran di kelas dan wawancara dengan guru di SD Negeri Petinggen Yogyakarta, tentang perangkat dan sumber pembelajaran yang digunakan di sekolah. Saat melakukan observasi peneliti menemui bahwa selama proses pembelajaran guru lebih banyak memberikan materi kepada siswa dan hampir 3-4 kali memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan LKS. Hasil wawancara peneliti menemui bahwa guru memang sudah membuat perangkat pembelajaran, namun perangkat pembelajaran tidak dibuat secara lengkap dengan menuliskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran secara rinci dan kurang menarik karena metode pembelajaran yang digunakan hanya sebatas ceramah, diskusi dan tanya jawab. Selain itu, guru hanya menggunakan buku dan LKS yang disediakan dari pemerintah sebagai penunjang pembelajaran. Hal itu juga diperkuat dengan hasil penyebaran kuesioner untuk siswa yang dilakuan peneliti dan menemui bahwa sebagian besar siswa memerlukan pembelajaran yang membuat mereka berpikir, memerlukan pembelajaran yang sesuai dengan lingkungannya, dan memerlukan modul pembelajaran yang dapat mempermudah mereka mengikuti pembelajaran dan membuat mereka mandiri. Siswa juga menyatakan meyukai pembelajaran yang menghargai mereka sebagi manusia dan mengajak mereka untuk berpikir kritis.

Dari hasil pengamatan dan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami kesulitan untuk menerapkan materi IPA tentang cara


(25)

menghemat energi listrik. Hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan oleh siswa ketika pembelajaran hanya ditransfer dari guru, jadi guru menjelaskan materi tersebut dan siswa mendengarkan. Siswa juga kurang diberikan pengetahuan yang konkrit, jarang untuk diajak melakukan eksperimen dan mengamati lingkungan sekitar. Pembelajaran yang demikian membuat siswa kesulitan untuk memahami isi materi. Oleh karena itu, peneliti akan mengembangkan perangkat dan modul pembelajaran dengan memilih Standar Kompetensi (SK) 5. Menerapkan energi gerak dan Kompetensi Dasar (KD) 5.2 Menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari. SK dan KD tersebut dipilih peneliti karena dalam SK dan KD tersebut mencakup materi menghemat energi listrik sesuai dengan permasalahan yang ditemui.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dan pengembangan (Research and Development). Prosedur pengembangan materi dan prinsip pengembangan materi menurut Tomlinson (dalam Harsono, 2015) akan digunakan untuk menyusun sebuah materi pembelajaran dikarenakan peneliti akan memfokuskan pengembangan modul pembelajaran. Tomlinson merupakan salah satu ahli terkemuka di dunia pada pengembangan materi untuk pembelajaran bahasa (Aneheim University, 2016). Pengembangan materi menurut Tomlinson dimaksudkan untuk mengembangkan bahan-bahan apapun yang dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan pembelajaran. Materi tersebut dapat berupa buku teks, buku kerja (LKS), kaset, CD-ROM, DVD, video, handout, dan dari internet (Tomlinson, 2005).

Peneliti akan mengembangkan perangkat dan modul pembelajaran berdasarkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Pedekatan PPR ini


(26)

dipilih karena PPR memiliki polapikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kristiani/kemanusiaan. Pola pikir dalam PPR bertujuan untuk membentuk pribadi siswa dengan menggunakan 3 unsur utama PPR, yaitu pengalaman, refleksi, dan aksi. Siswa akan diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut, dan siswa difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai. Melalui pola pikir tersebut siswa diharapkan mengalami sendiri (bukan hanya mendapatkan informasi karena diberi tahu) (Tim PPR kanisius, 2008).

Dengan mengunakan mengembangkan perangkat dan modul pembelajaran berdasarkan pendekatan PPR diharapkan siswa akan mendapatkan pembelajaran yang menarik dan menimbulkan dampak yang positif bagi siswa.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana langkah-langkah atau prosedur pengembangan perangkat dan modul pembelajaran menghemat energi listrik berdasarkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif untuk siswa kelas III A di SDN Petinggen Yogyakarta?

1.2.2 Bagaimana deskripsi kualitas perangkat dan modul pembelajaran menghemat energi listrik berdasarkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif untuk siswa kelas III A di SDN Petinggen Yogyakarta?


(27)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan langkah-langkah atau prosedur pengembang perangkat dan modul pembelajaran menghemat energi listrik berdasarkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif untuk siswa kelas III A di SDN Petinggen Yogyakarta

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas perangkat dan modul pembelajaran menghemat energi listrik berdasarkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif untuk siswa kelas III A di SDN Petinggen Yogyakarta.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Bagi Peneliti

Peneliti mampu melakukan penelitian pengembangan dengan menghasilkan produk berupa perangkat dan modul materi menghemat energi listrik berdasarkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif untuk siswa kelas III A di SDN Petinggen Yogyakarta.

1.4.2 Bagi Guru

Guru mendapatkan pengalaman baru tentang perangkat pembelajaran yang dibuat dengan menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan mendapatkan salah satu sarana belajar berupa modul pembelajaran menghemat energi listrik yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas III A Sekolah Dasar.


(28)

1.4.3 Bagi Siswa

Siswa mendapatkan model pembelajaran yang membuatnya aktif dan mandiri dalam menyelesaikan masalah dan siswa belajar dari lingkungan sekitarnya.

1.4.4 Bagi Sekolah

Sekolah mendapatkan wawasan baru tentang pengembangan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pengembangn modul pembelajaran IPA yang dapat mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar.

1.5Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk yang dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Produk yang dikembangkan berupa perangkat dan modul pembelajaran berdasakan hasil analisis kebutuhan berupa visi dan misi sekolah, latar belakan siswa dan permasalahan yang ditemukan di sekolah.

1.5.2 Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa silabus dan RPP yang disusun dengan mengintegrasi pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dan Pendidikan Emansipatoris.

1.5.3 Modul pembelajaran yang dikembangkan berisikan tujuan, pengenalan terhadap topik informasi tentang kegiatan belajar, alat yang digunakan, kegiatan pembelajaran (yang berisikan petunjuk kegiatan eksperimen dan pertanyaan untuk siswa setelah melakukan eksperiman), refleksi dan evaluasi, serta disusun dengan mengintegrasi 11 prinsip pengembangan materi menurut Tomlinson.


(29)

1.5.4 Perangkat dan modul pembelajaran ini akan dikembangkan sebagai sarana dalam pembelajaran pada mata pelajaran IPA (SK) 5. Menerapkan energi gerak, Kompetensi Dasar (KD) 5.2 Menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari untuk siswa kelas III A SDN Petinggen Yogyakarta.

1.5.5 Modul pembelajaran dilengkapi gambar yang menarik untuk memperjelas langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran serta untuk menarik perhatian siswa.

1.6Definisi Operasional

Definisi oprasional dalam penelitian ini adalah:

1.6.1 Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran adalah perangkat yang dipergunakan dalam proses pembelajaran yang dapat berupa silabus, Recana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, dan Lembar Kerjas Siswa (LKS).

1.6.2 Modul

Modul adalah sumber belajar berupa buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru dan dapat digunakan guru untuk mempermudah dalam proses pembelajaran.

1.6.3 Energi Listrik

Energi listrik merupakan energi utama yang dibutuhkan untuk menyalakan peralatan yang membutuhkan listrik untuk menyalakannya.


(30)

1.6.4 Menghemat energi listrik

Menghemat energi listrik adalah usaha yang dilakukan untuk mengurangi besarnya penggunaan energi listrik.

1.6.5 Paradigma Pedagogi Refeltif

Paradigma Pedagogi Reflektif merupakan pola pikir yang dipercaya mampu menumbuhkembangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam diri siswa yang diperoleh melalui 5 siklus, yaitu konteks, pengalaman, aksi, refleksi dan evaluasi.


(31)

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan (1) Kajian Pustaka (2) Penelitian yang Relevan (3) Kerangka Berpikir dan (4) Pertanyaan Penelitian.

2.1Kajian Pustaka

2.1.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development, R&D)

Penelitian pengembangan atau yang lebih dikenal dengan R & D merupakan suatu penelitian yang diarahkan untuk menghasilkan suatu produk, desain maupun proses. Menurut Borg (dalam Sanjaya, 2013) penelitian pengembangan ini merupakan model penelitian yang banyak digunakan untuk pengembangan pendidikan. R & D sendiri menurutnya berkembang dalam penelitian yang dilakukan oleh industri untuk menemukan suatu produk yang dianggap cocok dengan kebutuhan masyarakat. Dalam dunia pendidikan R & D mulai diperkenalkan oleh United States Office of Education, sebuah lembaga pendidikan di Amerika pada tahun 1965 untuk mengembangkan produk, bahan ajar dan prosedur dalam bidang pendidikan.

Sukmadinata (2008) berpendapat bahwa Research and Development adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau meyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan. Pendapat ini sejalan dengan Soenarto (dalam Tegeh, 2014: xii) yang menyatakan bahwa penelitian pengembangan adalah upaya untuk mengembankan dan menghasilkan suatu produk berupa materi, media, alat dan atau strategi pembelajaran. Pengertian yang hampir sama juga dikemukakan oleh Bord & Gall (1983) bahwa penelitian pengembangan sebagai usaha untuk


(32)

mengembangan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan. Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian pengembangan adalah upaya mengembangkan dan menghasilkan suatu produk.

Dalam rangka meningkatkan kualitas produk pendidikan, Sentyasa (dalam Tegeh, 2014: xiii) merincikan karakteristik penelitian dan pengembangan. Pertama, masalah yang dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan upaya inovatif atau penerapan teknologi dalam pembelajaran. Kedua, pengembangan model, pendekatan, dan metode pembelajaran serta media belajar yang dikembangkan sebaiknya menunjang keefektifan pencapaian kompetensi siswa. Ketiga, produk yang dikembangkan divalidasi melalui uji ahli dan uji lapangan secara terbatas perlu dilakukan. Keempat, proses pengembangan perlu didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara sitematis.

Terdapat beberapa macam desain metode penelitian dan pengembangan dari beberapa ahli seperti Borg & Gall (1983) dan Dick & Carey (2003). Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada pengembangan bahan ajar berupa modul pembelajaran, sehingga peneliti menggunakan desain model penelitian pengembangan materi menurut Brian Tomlinson. Tomlinson dianggap sebagai ahli terkemuka pada pengembangan materi khususnya berkaitan dengan bahasa (Aneheim University, 2016).

Terdapat 5 langkah utama dalam pengembangan materi menurut Tomlinson (dalam Harsono, 2015). Pertama, analisis kebutuhan. Analisi kebutuhan dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi hal yang dibutuhkan. Analisis kebutuhan bertujuan sebagai pedoman dalam pengembangan


(33)

materi. Tahap kedua adalan desain. Desain merupakan kegiatan dalam merincikan hal-hal pokok yang diperlukan dalam pengembangan materi. Perincian hal pokok pengembangan materi didasarkan pada hasil analisis kebutuhan. Tahap ketiga adalah implementasi. Hasil perincian hal pokok dalam pengembangan materi kemudian diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Tahap keempat yaitu evaluasi. Hasil implementasi materi kemudian dievaluasi. Tahap kelima yaitu revisi. Dasar dalam melakukan revisi adalah hasil evaluasi implementasi materi. Tahap revisi ini merupakan tahap akhir pengembangan materi yang memungkinkan terbentuknya materi yang layak digunakan.

Pengembangan materi menurut Brian Tomlinson (2005) merupakan segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menunjang proses pembelajaran bahasa. Materi atau bahan yang digunakan dapat berupa seperti buku teks, buku kerja (LKS), kaset, CD-ROM, DVD, video, handout, dan dari internet, dan apa pun yang menyajikan suatu informasi (Tomlinson, 2005). Terdapat 16 prinsip yang harus dicapai dalam pengembangan materi ini untuk proses pembelajaran bahasa (Tomlinson, 2005: 7-22). Peneliti kemudian berfokus pada 11 prinsip dari Tomlinson yang sesuai dengan penelitian ini.

Sebelas prinsip Tomlinson yang digunakan peneliti dalam mengembangkan modul pembelajaran yaitu 1) materi harus mencapai dampak 2) Materi harus membantu peserta didik untuk merasa nyaman, 3) materi harus membantu peserta didik untuk mengembangkan kepercayaan diri, 4) materi yang diajarkan harus relevan dan berguna bagi siswa, 5) materi harus diperlukan dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar, 6) materi yang dikembangkan terdapat bagian-bagian yang dapat memfasilitasi siswa dalam belajar, 7) materi harus


(34)

menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk dapat berkomunikasi dengan aktif, 8) materi harus memperhatikan gaya belajar yang bebeda dalam diri masing-masing siswa, 9) materi harus memperhitungkan sikap persrta didik yang berbeda-beda, 10) materi dapat membantu pembelajar mengembangkan kemampuan berpikir, pengelolaan emosi, estetika seni, dan menyediakan kegiatan yang melatih otak kanan dan kiri peserta didik, 11) materi harus memberikan kesempatan peserta didik untuk umpan balik hasil.

2.1.2 Perangkat Pembelajaran

Ibrahim (2003: 3) dalam buku “Model Pembelajaran Terpadu” Trianto (2010: 96) menyatakan bahwa perangkat pembelajaran merupakan perangkat yang dipergunakan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, setiap guru di setiap satuan pendidikan diwajibkan untuk menyusun perangkat pembelajaran supaya proses pembelajaran yang ingin diajarkan dapat berjalan dengan baik dan menarik bagi siswa. Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa: silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).

Berdarkan teori sersebut dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran adalah perangkat yang dipergunakan dalam proses pembelajaran.

2.1.2.1Silabus

Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi penilaiaan, alokasi waktu, dan sumber belajar (Trianto, 2010: 96).


(35)

Sesuai dengan prinsip kemandirian (otonomi) sekolah, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah. Menurut Trianto (2010: 96) Penyusunan dan pengembangan silabus yang dilakukan oleh tim pengembang harus memenuhi beberapa prinsip pengembangan silabus, yaitu 1) Ilmiah, bahwa keseluruhan materi dan kegiatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertangungjawabkan secara keilmuan. 2) Relevan, artinya seluruh cakupan dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. 3) Sistematis, bahwa komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. 4) Konsisten, adanya hubungan yang konsisten dari keseluruhan komponen silabus. 5) Memadai, artinya cakupan keseluruhan komponen silabus cukup untuk menunjang pancapaian kompetensi dasar. 6) Aktual dan Kontekstual, artinya cakupan silabus memerhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi. 7) Fleksibel, sartinya seluruh komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik dan perubahan dalam masyarakat. 8) Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup keseluruhan kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

Dengan mempertimbangkan prinsip tersebut, pengembangan dan penyusunan silabus dapat dilakukan dengan cara mengembangakan indikator, meteri pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar yang mengacu pada pencapaian kompetensis dasar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan sumber daya yang ada dan berpedoman pada


(36)

standar isi yang ditetapkan pemerintahan dalam Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006.

Langkah-langkah dalam pengembangan silabus yaitu, pertama, mengkaji Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada satandar isi. Kedua, mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar. Ketiga, mengembangkan kegiatan pembelajaran. Keempat, merumuskan indikator pencapaian kompetensi. Kelima, penentuan jenis penilaian. Keenam, menentukan alokasi waktu. Ketujuh, menentukan sumber belajar (Trianto, 2010: 99-102).

2.1.2.2Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar kompetensi yang dijabarkan dalam silabus (Trianto, 2010:108). Rencana pelaksanaan pembelajaran dapat menjadi langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario kegiatan. Skenario kegiatan pembelajaran dikembangkan dari rumusan tujuan pembelajaran yang mengacu pada indikator untuk mencapai hasil belajar. Jadi secara sederhana RPP merupakan penjabaran silabus dan dijadikan pedoman/skenario pembelajaran.

Secara umum dalam mengembangkan RPP harus berpedoman pada prinsisp pengembangan RPP, yaitu 1) Kompetensi yang direncanakan dalam RPP harus jelas, konkret, dan mudah dipahami. 2) RPP harus sederhana dan fleksibel. 3) RPP yang dikembangkan sifatnya menyeluruh, utuh, dan jelas pencapaiannya.


(37)

4) Harus koordinasi dengan komponen pelaksanaan program sekolah, agar tidak mengganggu jam pelajaran yang lain.

Komponen-komponen penting yang ada dalam RPP meliputi Standar kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), hasil belajar, indikator pencapaiaan hasil belajar, strategi pembelajaran, sumber pembelajaran, alat dan bahan, angkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan evaluasi.

Adapun langkah-langkah atau cara pengembangan RPP menurut Trianto (2010: 99) yaitu 1) Mengisi kolom identitas, 2) Menentukan alokasi waktu pertemuan, 3) Menentukan SK/KD serta indikator, 4) Merumuskan tujuan sesuai SK/KD dan indikator. 5) Mengidentifikasi materi standar. 6) Menentukan pendekatan, model & metode pembelajaran. 7) Menentukan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti dan akhir. 8) Menentukan sumber belajar. 9) Menyususn kriteria penilaian.

2.1.2.3Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa merupakan panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditrmpuh. Komponen-komponen LKS meliputi judul eksperimen, teori singkat tentang materi, alat dan bahan, prosedur eksperimen, data pengamatan serta pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi.


(38)

2.1.3 Modul

2.1.3.1 Pengertian modul

Istilah modul dipinjam dari dunia teknologi. Modul adalah alat ukur yang lengkap. Abdul Majid (2008) dalam buku “Pengembangan Bahan Ajar Tematik” Prastowo (2014) menyatakan bahwa modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Jika guru mempunyai fungsi menjelaskan sesuatu maka modul harus mampu menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang mudah diterima siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga ditemukan pengertian yang hampir sama bahwa modul adalah kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh siswa dengan bantuan yang minimal dari guru, meliputi: perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat yang dibutuhkan, serta alat untuk penilaiaan, dan mengukur keberhasilan siswa dalam penyelesaiaan pelajaran. Sukiman (2012) juga menjelaskan bahwa modul dapat dipandang sebagai paket program yang disususn dalam bentuk satuan tertentu guna keperluan pembelajaran.

Dari beberapa penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa modul adalah sumber belajar yang dapat digunakan oleh siswa dan guru untuk mempermudah dalam proses pembelajaran.

2.1.3.2 Fungsi, Tujuan, dan Kegunaan Modul

Modul memiliki arti penting dalam pembelajaran. Sebagai salah satu jenis bahan ajar catak, modul memiliki setidak-tidaknya empat fungsi sebagai berikut (Prastowo, 2014: 210-211): pertama, bahan ajar mandiri, artinya modul


(39)

membantu meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar sendiri tanpa tergantung kepada kehadiran pendidik (guru). Kedua, pengganti fungsi pendidik, maksudnya modul sebagai bahan ajar yang harus mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usiannya. Ketiga, sebagai alat evaluasi, maksudnya dengan modul siswa dituntut dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang telah dipelajari. Keempat, sebagai bahan rujukan bagi siswa, maksudnya karena modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari siswa, maka modul juga memiliki fungsi sebagai bahan rujukan bagi siswa.

Penyusunan atau pembuatan modul dalam kegiatan pembelajaran mempunyai lima tujuan, sebagai berikut: pertama, agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa, atau, dengan bimbingan pendidik (guru). Kedua, agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran. Ketiga, melatih kejujuran siswa. Keempat, mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar siswa. Kelima, agar siswa mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari.

Modul memiliki empat macam kegunaan dalam proses pembelajaran seperti yang diungkapkan Andriani dan Andi Prastowo, yaitu: pertama, modul sebagai penyedia informasi dasar. Kedua, modul sebagai bahan instruksi atau petunjuk bagi siswa. Ketiga, modul sebagai bahan pelengkap dengan ilustrasi dan foto yang komunikatif. Keempat, modul bisa menjadi petunjuk mengajar yang efektif bagi pendidik dan menjadi bahan untuk berlatih siswa dalam melakukan penilaian sendiri (self-assesment).


(40)

2.1.3.3 Karakteristik Modul

Untuk menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi penggunanya, modul harus mencakup beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik untuk pengembangan modul antara lain sebagai berikut: pertama, self instructional. Melalui modul, siswa mampu belajar mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Kedua, self contained. Seluruh materi pembelajaran dari satu unit standar kompetensi dasar yang dipelajari terdapat dalam satu modul secara untuh. Ketiga, stand alone. Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain. Keempat, adaptive. Modul hendaknya memiliki daya adaptasi tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Kelima, user friendly. Modul hendaknya mudah digunakan oleh peserta didik. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, intruksi dan informasi yang diberikan bersifat mempermudah peserta didik (Sukiman, 2012: 133-135).

Berdasarkan kelima karakteristik modul tersebut dapat disimpulakan bahwa materi atau kegiatan dalam modul harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti siswa, sesuai dengan pemahaman siswa dan dapat membuat siswa lebih mandiri.

2.1.3.4 Prinsip Modul

Tomlinson (2005) menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan pengembangan materi adalah pengembangan terhadap bahan-bahan apapun yang dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan pembelajaran. Bahan ajar tersebut dapat berbentuk seperti buku teks, buku kerja (LKS), kaset, CD-ROM, DVD, video, handout, dan dari internet. Pengembangan bahan ajar perlu memenuhi


(41)

setidaknya 16 prinsip sesuai yang diringkas oleh Tomlinson. Peneliti kemudian menentukan (11) prinsip dari enem belas (16) prinsip yang diyakini relevan dengan penelitian ini.

Penelitian ini mengupayakan tercapainya ke sebelas prinsisp pengembangan bahan ajar menurut Tomlinson (2005: 1-24). Prinsip yang pertama yaitu materi harus mencapai dampak. Dampak tercapai ketika materi memiliki efek yang nyata pada peserta didik, yaitu peserta didik memiliki rasa ingin tahu, minat dan tertatik terhadap materi. Pengaruh dapat tercapai ketika materi itu dipegang dan dibaca oleh siswa. Siswa pun akan memperoleh kesempatan untuk menerima informasi yang dihadirkan dalam suatu materi yang nantinya akan diproses sebagai bentuk kegiatan berpikir. Prinsip kedua yaitu materi harus membantu peserta didik untuk merasa nyaman. Materi dapat membantu pembelajar untuk merasakan kenyamanan jika setidaknya terdapat beberapa kriteria antara lain berisikan teks dan ilustrai/gambar, bahasa yang digunakan mudah dipahami oleh pembelajar, dan berisikan contoh-contoh atau petunjuk.

Prinsip yang ketiga yaitu materi harus membantu siswa untuk mengembangkan kepercayaan diri. Pembelajar dapat dengan lebih mudah mengembangkan kepercayaan diri mereka jika materi yang diterima tidak terlalu rumit akan tetapi materi tersebut tetap dapat berpotensi untuk mengembangkan kemampuan mereka. Materi yang diajarkan harus relevan dan berguna bagi siswa sehinggan dapat memenuhi prinsip yang keempat. Materi yang diberikan sebaiknya disesuaikan dengan latar belakang tingkat kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, sosial dan ekonomi pembelajar. Materi juga diharapkan dapat berguna bagi kehidupan pembelajar sehari-hari.


(42)

Prinsip yang kelima yaitu materi semestinya diperlukan dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar. Materi yang dikembangkan terdapat bagian-bagian yang dapat memfasilitasi siswa dalam belajar, misalnya materi, gambar dan kegiatan eksperimen. Materi sebaiknya juga memberikan pencerahan bagi pembelajar dengan menghadirkan petunjuk atau nasihat kegiatan sehingga memudahkan pembelajar memahaminya sesuai dengan prinsip yang keenam.

Prinsip yang ketujuh yaitu materi menyediakan kesempatan untuk siswa berkomunikasi dengan aktif tanpa dikendalikah oleh guru sehingga siswa diberi kebebasan untuk berkomunikasi. Prinsip kedelapan yaitu, materi harus memperhatikan gaya belajar yang bebeda dalam diri masing-masing siswa. Tidak semua siswa memiliki gaya belajar yang sama. Materi sebaiknya mengupayakan untuk menyediakan bentuk-bentuk kegiatan yang mengupayakan kegiatan visual (belajar dengan cara melihat), auditori (belajar dengan cara mendengar), dan kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh).

Materi juga diharapkan dapat memenuhi prinsip kesembilan yaitu memperhatikan sikap afektif yang berbeda dalam diri masing-masing siswa, oleh karena itu sebaiknya materi dapat menyediakan kegiatan secara individual atau pun kelompok. Prinsip yang kesepuluh yaitu .materi dapat membantu pembelajar mengembangkan kemampuan berpikir, pengelolaan emosi, estetika seni, dan menyediakan kegiatan yang melatih otak kanan dan kiri pembelajar. Materi juga sebaiknya dapat mendorong siswa untuk memberikan respon positif atas informasi/kegiatan yang sudah diterima pembelajar sesuiai dengan prinsip yang kesebelas.


(43)

2.1.4 IPA

2.1.4.1 Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memegang peranan sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena kehidupan kita sangat tergantung dari alam, zat terkandung di alam, dan segala jenis gejala yang terjadi di alam.

Menurut Wisudawati (2012: 22) IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yang mempelajari fenomena alam yang fakta (factual), baik berupa kenyataan (reality), atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya. Dalam pembelajarannya, IPA akan membahas tentang hubungan yang terjadi pada fenomena yang terjadi dan sebab akibatnya pada manusia.

IPA merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya IPA juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Ada dua hal yang berkaitan yang tidak terpisahkan dengan IPA, yaitu IPA sebagai produk, pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, dan IPA sebagai proses, yaitu kerja ilmiah (Wisudawati, 2014:22).

Samatowa (2011: 3) ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubuangan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Hal ini selaras dengan pendapat Trianto (2007) yang menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengatahuan yang


(44)

berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah. Jadi, pendidikan IPA diarahkan untuk dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebh mendalam tentang alam sekitar.

2.1.4.2Pendidikan IPA SD

IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapanya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Melalui pendidikan IPA siswa diajak untuk lebih mengembangankan kemampuan kognitif dan melatih keterampilan-keterampilan yang dimiliknya (Samatowa, 2010: 5).

Proses pembelajaran IPA lebih menitik beratkan dengan malakukan percobaan-percobaan dan penelitian. Hal ini terjadi ketika belajar IPA mampu meningkatkan proses berpikir siswa dan mengajak siswa mengurangi kebiasaan yang bersifat hapalan belaka. Dengan demikian, proses pembelajaran IPA lebih mengutamakan penelitian dan pemecahan masalah. Proses pembelajaran IPA seperti ini akan melatih anak untuk berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan mnurut tolak ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal dan logis, diterima oleh akal sehat, objektif artinya sesuai objeknya, sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera.


(45)

Paolo dan Marten (dalam Samatowa, 2006: 12) mendefinisikan bahwa pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yaitu sebagai berikut: mengamati apa yang terjadi, mencoba memahami apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar. Tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar yaitu siswa diharapkan mampu berpikir secara kritis dan ilmiah serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Permendiknas no 22 tahun 2006 menyebutkan bahwa ruang lingkup pembelajaran IPA tentang standar isi meliputi aspek-aspek sebagai berikut a) makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, dan tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan, b) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat dan gas, c) energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet dan listrik, d) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya. Dari ruang lingkup tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA mencakup semua benda yang ada di alam semesta.

2.1.5 Paradigma Pedagogi Reflektif

2.1.5.1 Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif

PPR merupakan polapikir (paradigma ≈ polapikir) dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi kristiani/kemanusiaan (padagogi reflektif ≈ pendidikan kristiani/kemanusiaan). Pada polapikir PPR siswa diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut, dan berikutnya difasilitasi


(46)

dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut (Tim PPR kanisius, 2008: 39).

Pembelajaran berpola PPR adalah pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan pengembangan nilai-nilai kemunasiaan.. Pembelajaran bidang studi disesuaikan dengan konteks siswa. Sedangkan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan ditumbuhkan melalui dinamika pengalaman, refleksi, dan aksi. Proses pembelajaran ini dikawal dengan evaluasi (Tim PPR Kanisius, 2008: 51).

Berdasarkan teori dapat disimpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) merupakan pola pikir yang dipercaya mampu menumbuhkembangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam diri siswa.

2.1.5.2 Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif

Tujuan pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif PPR adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menanggapi berbagai hal yang terjadi di sekitar secara kritis dalam upaya untuk semakin memperdalam pemahaman akan pembelajaran yang telah diterima di sekolah dan lingkungan sosial mereka, sehingga kelak akan mengasilkan lulusan yang handal dan cakap dalam mengatasi permasalahan yang ada di kehidupan sosialnya (Subagya, 2010: 22-25).

Tujuan dari pembelajaran PPR terwujud dalam 3 unsur yang ada pada tujuan pembelajaran. Ketiga unsur tersebut adalah competence, conscience, dan compassion. Competence merupakan kemampuan secara kognitif atau intelektual, conscience ialah kemampuan afektif dalam menentukan pilihan-pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral, sedangkan compassion adalah


(47)

kemampuan dalam psikomotor yang berupa tindakan konkret maupun batin disertai sikap bela rasa bagi sesama (Subagya, 2010: 23-24).

2.1.5.3 Langkah-Langkah Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif

Penerapan paradima pedagogi reflektif dalam pembelajaran melalui sebuah siklus yang terdiri atas 5 unsur-unsur pokok. Unsur-unsur pokok tersebut yaitu: konteks (centext), pengalaman (experience), refleksi (reflection), aksi (action), dan evaluasi (evaluation) (P3MP, 2008: 8). Berikut ini penjabaran tentang unsur-unsur pokok pada siklus pembelajaran PPR.

1. Konteks

Konteks merupakan proses dalam siklus PPR yang dilakukan oleh oleh guru yang didukung oleh keterbukaan diri dari siswa. Dalam proses ini siswa diajak untuk mencermati konteks-konteks kehidupan yang terjadi dan ada pada diri siswa. Konteks tersbut dapat diambil dari konteks nyata dari kehidupan pelajar, konteks sosio-ekonomi, politis, dan kebudayaa, suasana kelembagaan sekolah atau pusat belajar dan pengertian-pengertian yang dibawa seseorang pelajar ketika memulai proses belajar. Guru berperan sebagai penggali konteks kehidupan yang ada dalam diri siswa dan kemudian akan diamati sejauh mana pecapaian siswa akan perkembangan pribadi yang utuh pada materi yang akan dipelajarinya atau diajarkan (Subagya, 2010:43).

2. Pengalaman

Pengalaman sangat penting dalam proses PPR. Tanpa pengalaman dalam pembelajaran maka siswa tidak akan dapat mendalami bahan dan memetik makna yang mendalam dari bahan yang dipelajari. Pengalaman merupakan suatu kejadian yang sungguh terjadi, dilakukan, dialami, dihidupi, yang dapat


(48)

menyentuh pikiran, hati, kehendak, perasaan, maupun hasrat siswa (Suparno, 2015, 28). Pengalaman dalam pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu, pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang sungguh dialami oleh siswa sendiri, sehingga seluruh diri terlibat misalnya, pengalaman dalam praktikum, diskusi dan pengamatan. Pengalaman tidak langsung adalah pengalaman yang diperoleh siswa yang bukan dari pengalaman dirinya sendiri seperti pengalaman mendengarkan, melihat, dan membaca (Subagya, 2010: 52).

3. Refleksi

Langkah yang sangat penting dalam dinamika PPR adalah refleksi. Dalam tahap refleksi, siswa dibantu untuk menggali pengalaman mereka sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, dan mengambil makna bagi hidupnya, bagi orang lain, dan bagi masyarakat. Refleksi merupakan proses mempertimbangkan dengan seksama menggunakan daya ingat, pemahaman, imajinasi, pengalaman dan ide-ide atau tujuan-tujuan yang diinginkan. Refleksi menjadi sarana dalam menghubungkan antara pengalaman yang telah diperoleh siswa dalam kegitan pembelajaran dengan tindakan yang akan siswa lakukan. Dengan berefleksi siswa diharapkan mampu memaknai proses pembelajaran, menangkap nilai-nilai positif yang ada dalam pembelajaran yang telah dilakukan dan mengalamu perubahan pribadi yang lebih baik yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitar.

4. Aksi

Aksi adalah tindakan yang dilakukan siswa setelah merefleksikan pengalaman belajar mereka. Secara nyata aksi dapat berupa dua hal yaitu: sikap diri yang berubah lebih baik dan tindakan nyata keluar yang dapat dilihat dan


(49)

dirasakan orang lain (Suparno, 2015: 37). Aksi yang sering terjadi adalah siswa mengalami perubahan sikap, menjadi lebih baik dan bersemangat maju. Lewat refleksi dan pengalaman, siswa semakin merasa hidupnya bermakna. Mereka semakin memperbaiki diri, semakin menjadi pribadi yang lebih baik dan menjadi pribadi yang utuh. Tindakan aksi kedua, adalah sampai pada tindakan keluar yang nyata, yang dirasakan orang lain. Misalnya, saat siswa belajar tentang energi, siswa akan sampai pada kesadaran untuk menghemat energi dengan menggunakan energi dengan sewajarnya. Disinilah pentingnnya peran guru dalam memberikan atau menyediakan pengalaman dan menantang siswa sendiri untuk mengalami kejadian, pengalaman, pendalaman, yang dapat menantang pikiran, hari, kehendak, dan tindakan mereka.

5. Evaluasi

Sebagai suatu proses pendidikan, agar dapat terus dikembangkan, diperlukan evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat secara keseluruhan bagaimana seluruh proses PPR itu terjadi dan berkembang (Suparno, 2015: 40). Seluruh proses yang berdasar atas tujuan dari pendidikan PPR, yaitu untuk membentuk manusia yang memiliki kepribadian utuh, kompeten secara kognitif atau intelektual, bersedia untuk makin berkembang, memiliki sikap religious, penuh kasih, dan memiliki tekad untuk berbuat adil dalam pelayanan yang tulus pada sesama umat Allah. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui evaluasi yang mendalam pada aspek-aspek pengetahuan, prioritas, perkembangan sikap, dan tindakan-tindakan nyata yang dilakukan siswa (Subagya, 2010: 63-64).


(50)

2.1.6 Pendidikan Emansipatoris

Pendidikan Emansipatoris merupakan pendidikan yang mampu memberdayakan dan memberi pencerahan pada siswa (Mangunsong, 2005: 15). Winarti (2015: 53) dalam buku yang berjudul “Manusia Pembelajar di Dunia Tarik Ulur” Giroux (2011) bahwa pendidikan emansipatoris yang pergerakannya menekankan perwujudan masyarakat yang adil dan demokratis. Melalui pendidikan emansipatoris, yaitu pendidikan yang mampu memberi pencerahan, menyantuni dan memberdayakan peserta didik sebagai subyek dalam kegiatan belajar (Darmaningtyas, 2005: 66). Dalam hal ini pendidikan emansipatoris menempatkan guru dan siswa keduanya adalah pembelajar, yang artinya adanya hubungan timbal balik antara guru dan siswa karena proses belajar mengajar akan efektif jika terjadi dialog diantara keduanya, maka pemahaman dan pengalaman akan realitas dari kedua pihak akan berkembang, apabila masing-masing pihak menghargai pihak lainnya.

Dalam buku yang berjudul Mencapai Perkembangan Manusia yang Utuh melalui Pendidikan Emansipatoris (2005: 74), Darmaningtyas mengemukakan bahwa, pendidikan di Indonesia merupakan antagonis terhadap pendagogis emansipatoris karena pendekatannya top-down, sistemnya militeristik, dan menggunakan metode anjing supaya para murid setia dan tunduk. Pendidikan mestinya mengembangkan bakat siswa, menghormati kepribadian unik murid, merangsang daya cipta, tanggung jawab, otonomi, dan kesadaran moral. Salah satu strategi untuk mengobarkan semangat pedagogi emansipatoris adalah dengan terus menerus melakukan kontekstualisasi kegiatan belajar di kelas. Guru mesti menghayati betul dan berusaha menjadi preseden bagi murid perihal apa yang


(51)

disebut belajar sepanjang hayat (on going formation dan long life education). Guru mesti berusaha mengajar sekaligus melakoni belajar.

Dalam pendidikan emansipatoris, baik guru maupun siswa keduanya adalah pembelajar (Winarti dan Anggadewi, 2015:54). Jadi dalam proses pembelajaran siswa dan guru akan menjadi seperti teman belajar, walaupun keduanya memiliki tugas dan tanggung jawab masing-maing yang berbeda. Sebagai manusia pembelajar guru dan murid bersama-sama membangun dan mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya sendiri dan dunianya. Dalam pendidikan emansipatoris memiliki kata kunci yang selalu bekaitan dalam mewujudkan pendidikan ini.

Ada tiga kata kunci pada model pendidikan emansipatoris, yaitu humanisasi, kesadaran kritis, dan mempertanyakan sistem.

2.1.6.1 Humanisasi

Dalam buku yang berjudul Manusia Pembelajar di Dunia Tarik Ulur (2015: 289-290), (Abidin, 2006) mengatakan bahwa humanisme dalam arti filsafat diarttikan sebagai paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia sedemikian rupa sehingga manusia menempati posisi yang sentral dan penting dalam hidup sehari-hari. Pendidikan humanis berfokus pada cara menjalin komunikasi dan relasi personal antarpribadi dengan pribadi dan antarpribadi dengan kelompok di dalam komunitas pendidikan. Humanisme harus dipahami sebagai suatu keyakinan etis yang sesuai, yaitu suatu keyakinan bahwa setiap orang harus dihormati sebagai manusia dalam arti yang sepenuhnya (Budiningsih, 2010: 4). Humanisme juga diartikan sebagai solidaritas terhadap orang lain, tanpa memandang sekat-sekat primordial dan sosialnya. Ini berarti humanisme tidak


(52)

terikat pada batas-batas ideologi agama, dan legitimas teoritis lain (Magis-Suseno, 2001).

Dari beberapa pendapat tersebut maka, teori pendidikan humanisasi memungkinkan konsep belajar disusun dengan menitiberatkan pada sisi perkembangan kepribadian manusia, berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang dimiliki, serta mengembangkan kemampuan tersebut. Karenanya, pembelajaran dengan asas humanisasi pendidikan membuka ruang akan proses dilatih dan terarahnya kemampuan seseorang, kebebasan yang dimiliki sebagi manusia, menyadari konteks hidupnya, memahami posisi dirinya, dan belajar menjawab tuntutan etis yang hadir di depan matanya sebagai perwujudan perkembangan intelektual yang tanggap realitas.

Teori humanisme pendidikan banyak mengadopsi prinsip-prinsip progresif dan mendapat stimulus dari eksistensialisme, yang mencakup keberpusatan pada anak, peran guru yang tidak otoritatif, pemfokusan pada subjek didik yang terlibat aktif, dan sisi-sisi pendidikan yang kooperatif dan demokrasi. Selain itu, teori belajar humanistik sifatnya mementingkan isi pembelajaran yang sambung terhadap keadaan pembelajar daripada terpaku pada langkah baku yang alergi perunahan dan situasi. Humanisasi adalah pendidikan yang memanusiakan manusia yang artinya semakin mengasah akal budi manusia dan mendidik hati nurani (Priyatma dan Mudayen, 2015).

2.1.6.2 Kesadaran Kritis

Dalam buku Rahmat Hidayat yang berjudul Pedagogi kritis: Sejarah, Perkembangan dan Pemikiran (2013:7), Monchinski (2011) mengatakan bahwa pedagogi kritis merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya membantu


(53)

murid mempertanyakan dan menantang dominasi serta keyakinan dan praktik-praktik yang mendominasi. Dalam buku yang sama Vavrus (2007) Pedagogi kritis menawarkan cara untuk melihat pengajaran dan pembelajaran yang dapat membawa konsep kunci seperti ideologi, hegemoni, resitensi, kekuasaan, konstruksi pengetahuan, kelas, politik budaya, politik budaya, dan emansipatoris tindakan. Pedagogi kritis berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan kesempatan, suara dan wacana dominan pendidikan dan mencari pengalaman pendidikan yang lebih adil dan membebaskan.

Dalam prespektif kritis, pembelajaran harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain tugas utama pembelajaran adalah „memanusiakan‟ kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil. Paradigma kritis dalam pembelajaran, bertujuan melatih siswa untuk mampu mengidentifikasi „ketidakadilan‟ dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaimana mentransformasikannya. Tugas pembelajar dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat dalam suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.

Agar mampu membangun kesadaran kritis maka proses pembelajaran, harus mencerdaskan sekaligus bersifat membebaskan pesertanya untuk menjadi pelaku (subyek) utama, bukan sasaran pelaku (obyek), dari proses tersebut. Ciri-ciri pokok dari pembelajaran yang demikian itu adalah; 1) Belajar dari pengalaman, artinya belajar dari keadaan nyata masyarakat atau pengalam seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam keadaan nyata tersebut. 2)


(54)

Tidak mengurai, karena tak ada “guru” dan tak ada “siswa yang digurui”, semua orang yang terlibat dalam proser pembelajaran ini adalah “guru sekaligus siswa” pada saat yang bersamaan. 3) Dialogis, proses pembelajaran yang berlangsung bukan lagi proses “mengajar-belajar”, tetapi proses “komunikasi” dalam berbagai bentuk kegiatan dan penggunaan media yang lebih memungkinkan terjadinya dialog kritis antar semua orang yang terlibat dalam proses pembelajaran (Haryanto, 2011).

2.1.6.3 Mempertanyakan Sistem

Guru dan siawa keduanya adalah pembelajar. Ketika terjadi dialog antara keduanya, maka pemahaman dan pengalaman akan relitas dari kedua belah pihak pun berkembang (Winarti dan Anggadewi, 2015:54). Pada saat dialog berlangsung, terjadi pula transformasi pengetahuan yang sebenarnya bersifat politis. Dialog dalam hal ini adalah suatu percakapan yang dilakukan oleh guru dan siswa yang menghasilkan suatu kesimpulan yang baru, lebih baik dan sesuai kehidupan nyata. Dari pemahaman baru tersebut, maka kedua pembelajar akan menjadi teman yang secara bersama-sama memberdayakan satu sama lain. Dialog yang nyata dalam kehidupan sehari-hari pembelajar adalah teman dialog yang biasa diambil dalam pendidikan emansipatoris.

2.1.7 Energi Listrik

Energi listrik merupakan bentuk energi yang sangat dibutuhkan umat manusia dalam berbagai bidang kehidupan yang serba teknologi (Damanik, 2011). Energi listrik adalah salah satu bentuk energi yang sangat penting dan menjadi kategori kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan bagi kehidupan umat manusia di era globalisasi ini selain makanan dan pakaian. Hal ini terjadi karena


(55)

hampir semua kebutuhan manusia yang berkaitan dengan peralatan menggunakan listrik sebagai energinya. Sebut saja kipas angin, televisi, mesin cuci, bahkan pengaduk adonan kue. Secara garis besar, energi listrik dapat diartikan sebagai salah satu faktor terpenting bagi kehidupan manusia sebab tak sedikit sekali peralatan yang biasa kita gunakan menggunakan listrik sebagai sumber energinya.

Oleh sebab itu, untuk mencegah penggunaan energi listrik secara berlebihnya, perlu adanya tindakan menghemat energi listrik. Menghemat energi listrik adalah usaha yang dilakukan untuk mengurangi besarnya penggunaan energi listrik. Dari besarnya penggunaan energi listrik, maka tidaklah mengherankan jika berbagai bentuk energi yang ada diubah menjadi bentuk energi listrik agar dapat memenuhi kebutuhan yang selalu bertambah ragam dan kuantitasnya akibat kemajuan industri dan jumlah penduduk yang terus bertambah. Energi listrik dapat dihasilkan dari energi lain. Sumber energi yang bisa menghasilkan listrik, yaitu nuklir, minyak, angin, tenaga gelombang, batu bara, matahari dan air. Terdapat juga beberapa alat yang dapat menghasilkan sumber energi listrik yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN), accu/aki, baterai kering, adaptor. Sampai sekarang juga banyak ditemukan alternatif lain yang dapat menghasilkan energi listik salah satunya adalah buah.

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dibagi dalam dua penelitian yang berhubungan dengan perangkat serta modul pembelajaran dan Paradigma Pedagogi Refelektif (PPR).


(56)

2.2.1 Penelitian yang berhubungan dengan perangkat dan modul pembelajaran

Berikut ini adalah penelitian yang relevan yang telah dilakukan peneliti sebelumnya.

Istanti (2012) dalam penelitianya yang berjudul “Pengembangan Modul Imu Pengetahuan Alam Bagi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan modul pembelajaran IPA tentang “Perubahan Kenampakan Bumi dan Benda Langit” yang layak bagi siswa kelas IV Sekolah Dasar. Penelitian pengembangan ini mengadaptasi dan memodifikasi langkah-langkah penelitian dan pengembangan Borgand Gall. Teknik dan pengumpulan data mengggunakan wawancara, observasi, dokumentasi, dan angket. Analisis data menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan penilaian dari ahli materi dengan rata-rata skor 4,32 dengan kriteria sangat baik dan penilaian dari ahli media mendapatkan hasil rerata 4,71 dengan kriteria sangat baik. Hasil penilaian pada uji coba lapangan awal mendapatkan persentase 92,59% dengan kriteria layak dan hasil uji coba lapangan diperoleh persentase 98,89% dengan kriteria layak. Sehingga secara keseluruhan modul IPA materi Perubahan Kenampakan Bumi dan Benda Langit layak digunakan sebagai bahan ajar yang dapat digunakan secara mandiri oleh siswa.

Rahayu (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Etnosains Tema Energi Dalam Menanamkan Jiwa Konservasi Siswa”. Penelitian menggunakan rancangan penelitian dan pengembangan R&D (Research and Development). Data penelitian yang didapatkan dianalisi secara deskriptif persentase. Hasil uji kelayakan modul IPA


(57)

terpadu tahap I untuk keseluruhan penilaian pakar dinilai positif dan lolos validasi tahap I. Hasil validasi tahap II oleh pakar isi sebesar 85%, oleh pakar bahasa sebesar 82,5%, dan oleh pakar penyajian sebesar 90%. Berdasarkan hasil analisis hasil belajar, ketuntasan klasikal hasil pre test saat implementasi modul yang dikembangkan sebanyak 4 siswa dari 34 siswa sedangkan ketuntasan klasikal hasil post test sebanyak 30 siswa dari 34 siswa dengan nilai gain sebesar 0,58 denga kriteria sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa modul IPA terpadu yang dikembangkan efektif untuk digunakan dalam pembelajaran IPA. Hasil observasi dan angket, tingkat karakter siswa berada pada tingkat mulai berkembang.

Widiyatmoko (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Berkarakter Menggunakan Pendekatan Humanistik Berbantu Alat Peraga Murah”. Rancangan penelitian ini merupakan penelitian Research and Development (R & D). Perangkat yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi: (1) silabus, (2) RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), (3) Alat Peraga Murah, (4) lembar kerja siswa, dan (5) tes prestasi belajar.Tujuan dari penelitian adalah menghasilkan perangkat pembelajaran IPA terpadu yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki secara menyeluruh. Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan perangkat pembelajaran IPA terpadu berkarakter menggunakan pendekatan humanistik berbantu alat peraga murah di sekolah menengah berupa silabus, RPP, alat peraga, LKS, dan modul yang dihasilkan melalui alur Four-D model, yaitu definition (pendefinisian), design (perancangan), development (pengembangan) dan disseminate (penyebaran) yang telah melalui tahap validasi dan revisi.


(58)

2.2.2 Penelitian yang berhubungan dengan Paradigma Pedagogi Refelektif (PPR)

Sakti (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Mata Pelajaran Pkn Dalam Meningkatkan Kesadaran Siswa Akan Nilai Demokrasi Kelas V SD Negeri Sarikaya”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan nilai demokrasi dalam bidang studu PKn pada menghargai keputusan bersama dengan model PPR. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Sarikarya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKn dengan menggunakan model PPR dapat meningkatkan kesadarn akan nila demokrasi.

Susanti (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Implementasi Model Pembelajaran Paradigm Pedagogi Reflektif (PPR) Berdasarkan Unsur Competence-Conscience-Compassion Siswa”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil implementasi model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam memfasilitasi penguasaan konsep IPA dan Competence-Conscience-Compassion (3C) siswa di SD Kanisius Wirobrajan 1 Yogyakarta. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah 32 orang yang terdiri dari Direktur Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta, pengawas TK/SD Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta, kepala SD, guru kelas V, dan 28 siswa kelas V SD Kanisius Wirobrajan 1 Yogyakarta.Penelitian ini merupakan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil implementasi dapat memfasilitasi penguasaan konsep IPA dan unsur 3C siswa. Rekomendasi penelitian yakni: perlunya upaya peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan dan perlunya penyusunan instrumen yang lebih detail untuk mengukur unsur 3C.


(59)

Widiyanti (2012) melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan PPR Dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa”. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (action research) dengan mengimplementasikan siklus Pedagogi Ignasian yang meliputi konteks, pengalaman, refleksi, aksi, evaluasi. Instrument yang digunakan adalah lembar obsevasi, kuesioner, rubrik, dan lembar refleksi. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen. Penelitian lapangan dilakukan di SMPK St. Yusuf Kota Madiun Propinsi Jawa Timur. Penelitian dilakukan dengan memberikan materi pelajaran yang sama terhadap kelas eksperimen dan kontrol namun pendekatan yang digunakan berbeda. Kelas eksperimen dengan pendekatan PPR dan kelas kontrol dengan pendekatan konvensional.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik, (2) Terdapat perbedaan kepribadian dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dan motivasi rendah dalam belajar, (3) Terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi refleksi dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.

Berdasarkan enam penelitian di atas, peneliti menemukan relevansi dari penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka relevansi penelitian ini dapat dilihat pada literature map yang dijabarkan pada bagan 2.1 berikut.


(60)

Desain Diagram

Perangkat & modul PPR

Bagan 2.1 Penelitian terdahulu yang relevan

Sakti, (2014). Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Mata Pelajaran Pkn

Dalam Meningkatkan

Kesadaran Siswa Akan Nilai Demokrasi Kelas V SD Negeri Sarikaya.

Istanti, (2012). Pengembangan Modul Imu Pengetahuan Alam Bagi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar.

Rahayu, (2015). Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Etnosains Tema Energi Dalam Menanamkan Jiwa Konservasi Siswa.

Susanti, (2013). Analisis

Implementasi Model

Pembelajaran Paradigm

Pedagogi Reflektif (PPR)

Berdasarkan Unsur

Competence-Conscience-Compassion Siswa.

Widitaymoko, (2013).

Pengembangan Perangkat

Pembelajaran IPA Terpadu

Berkarakter Menggunakan

Pendekatan Humanistik Berbantu Alat Peraga Murah.

Widiyanti, (2012). Pengaruh Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan PPR Dan Motivasi Belajar Terhadap Kepribadian Siswa.

Pengembangan Perangkat Dan Modul Pembelajaran Menghemat Energi Listrik Berdasarkan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif Untuk


(1)

(2)

Lampiran 9


(3)

(4)

(5)

(6)

CURRICULUM VITAE

Yuliana Reni Restriani lahir di Sleman, 15 Juli 1995. Sebelum menempuh pendidikan dasar, masuk ke Taman Kanak-kanak Citra Sakti selama dua tahun, yaitu tahun 2000-2001. Pendidikan dasar ditempuh di SDN Pusmalang pada tahun 2001-2007. Pendidikan menengah pertama ditempuh di SMP Negeri 1 Pakem pada tahun 2007-2010. Setamat pendidikan SMP, melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cangkringan pada tahu 2010-2013. Peneliti mulai tercatat sebagai mahasiswa aktif Universitas Sanata Dharma sejak tahun 2013, khususnya pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidika Guru Sekolah Dasar.

Selama menempuh pendidikan di PGSD, peneliti mengikuti beberapa macam kegiatan sebagai pengembangan keterampilan di luar perkuliahan wajib. Tahun 2014, peneliti mengikuti week and moral di Santikara dan menjadi pengisi acara di Pekan Kreativitas dan Malam Kreativitas Mahasiswa PGSD. Pada tahun yang sama, peneliti tergabung dalam kepanitian INSIPRO PGSD 2014 sebagai divisi dampok. Tahun 2015, peneliti juga tergabung dalam kepanitian TABLO 2015 sebagi divisi konsumsi


Dokumen yang terkait

Pengembangan modul cintai lingkungan sekitarmu menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas III B SD Negeri Petinggen Yogyakarta.

1 4 135

Pengembangan modul IPA ``Ayo Cinta Lingkungan`` untuk siswa kelas III SDN Babarsari Yogyakarta menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif.

0 0 2

Pengembangan perangkat dan modul pembelajaran materi menghemat air berdasarkan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas IIIA SD Negeri Petinggen Yogyakarta.

0 0 133

Pengembangan modul pembelajaran IPA "Tumbuhan di Sekitarku" menggunakan pendekatan paradigma pedagogi refketif untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta.

0 2 112

Pengembangan perangkat pembelajaran dan modul materi pelestarian sumber daya alam berdasarkan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas IV A SD Negeri Jetis 1 Yogyakarta.

0 3 168

Pengembangan modul cintai lingkungan sekitarmu menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas III B SD Negeri Petinggen Yogyakarta

0 1 133

Pengembangan modul IPA ``Ayo Cinta Lingkungan`` untuk siswa kelas III SDN Babarsari Yogyakarta menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif

1 1 129

Pengembangan modul pembelajaran IPA Tumbuhan di Sekitarku menggunakan pendekatan paradigma pedagogi refketif untuk siswa kelas III A SD N Jetis 1 Yogyakarta

0 1 110

Pengembangan perangkat dan modul pembelajaran materi menghemat air berdasarkan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas IIIA SD Negeri Petinggen Yogyakarta

1 9 131

Pengembangan perangkat pembelajaran dan modul materi pelestarian sumber daya alam berdasarkan pendekatan paradigma pedagogi reflektif untuk siswa kelas IV A SD Negeri Jetis 1 Yogyakarta

0 9 166