Tindakan Petugas Kesehatan Sikap Istri

pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut Notoatmodjo, 2003.

2.7.2. Faktor Pemungkin Enabling Factors

Faktor pemungkin enabling factors merupakan faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi terjadinya suatu perilaku. Beberapa faktor pemungkin yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Jarak dengan Fasilitas Kesehatan Jarak dengan fasilitas kesehatan juga berkontribusi terhadap terciptanya suatu perilaku kesehatan pada masyarakat. Pengetahuan dan sikap yang baik belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan faktor lain yaitu jauh dekatnya dengan fasilitas kesehatan. Jarak fasilitas kesehatan yang jauh dari pemukiman penduduk akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dan sebaliknya jarak yang relatif lebih dekat akan meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

2.7.3. Faktor Penguat Reinforcing Factors

Faktor penguat reinforcing factors adalah faktor penyerta yang datang sesudah perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Beberapa faktor pemungkin yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Tindakan Petugas Kesehatan

Perilaku pemanfaatan fasilitas atau produk kesehatan juga sangat dipengaruhi oleh petugas kesehatan. Seseorang yang sudah mengetahui manfaat kesehatan dan Universitas Sumatera Utara ingin memanfaatkannya dapat terhalang karena sikap dan tindakan petugas kesehatan yang tidak ramah dan memotivasi individu yang akan memanfaatkan fasilitas kesehatan. Selain itu, kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi, kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi dan kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi. Dari berbagai hasil penelitian dan laporan tersebut dapat diperoleh suatu gambaran kurangnya peran pria dalam mengikuti program KB. Namun, selain faktor pengguna KB pria, petugas kesehatan juga berkontribusi terhadap rendahnya penggunaan KB pada pria. Sering sekali kompetensi dan motivasi petugas kesehatan yang rendah menyebabkan proses sosialisasi penggunaan KB pada pria jadi terhalang. Hal ini dapat dilihat dari hasil laporan UNFPA-BKKBN 2001 menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pria yang pernah mendengar dan mengetahui istilah kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat promosi, penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Selain hal tersebut, laporan juga menunjukkan informasi yang diterima oleh para pria pada saat konseling untuk ber KB umumnya sangat rendah.

b. Sikap Istri

Sikap attitude, adalah evaluasi positip-negatip-ambivalen individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatip menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya Universitas Sumatera Utara sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan Makmun, 2005. Sikap istri merupakan bentuk respon dari istri terhadap tindakan vasektomi yang akan dilakukan oleh suami. Sikap istri bisa bersifat positip atau negatif tergantung sikap dan tindakan panutan. Menurut hasil penelitian Saptomo, I 2008 tentang partisipasi pria dalam KB di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap istri terhadap partisipasi pria dalam KB. Sikap istri yang paling baik menyangkut tujuan kontrasepsi sebagai bentuk perencanaan terhadap jumlah anak. Dalam kaitan ini dukungan istri merupakan pengaruh yang positip. Bentuk dukungan tersebut juga didasari pemikiran istri yang merasa KB vasektomi sebagai alat kontrasepsi yang efektif. Sedangkan sikap istri yang menyatakan tidak mendukung suami mengikuti program KB karena kemungkinan pengetahuan dari istri yang kurang terhadap partisipasi pria dalam KB terutama belum begitu paham dengan metode kontrasepsi pria, keuntungan dan kerugian vasektomi. Selain itu dari nilai sosial budaya juga ada hambatan yaitu adanya kepercayaan masalah KB adalah masalah wanita. Menurut Awen 2007, persetujuan seorang istri kelihatannya menjadi kunci dalam memutuskan untuk menjalani vasektomi. Seluruh pasangan yang suaminya menjalani vasektomi di Tanzania mengatakan bahwa keputusan merupakan hasil diskusi dengan istri, bahkan lebih dari 50 diantaranya mengatakan bahwa persetujuan istri sebagai salah satu faktor dalam pengambilan keputusan. Banyak istri yang justru tidak mau suaminya ber KB, khususnya alat kontrasepsi vasektomi karena Universitas Sumatera Utara khawatir dimanfaatkan untuk selingkuh. Padahal penggunaan alat kontrasepsi vasektomi akan mengakibatkan wanita tidak perlu menggunakan kontrasepsi lagi, sehingga terhindar dari efek samping penggunaan kontrasepsi seperti: keputihan, kegemukan, perdarahan dan lebih leluasa untuk mengurus keluarga. 2.8. Landasan Teori Secara teoritis, ada banyak teori yang menjelaskan tentang timbulnya sebuah perilaku kesehatan, dalam hal ini perilaku penggunaan alat kontrasepsi vasektomi, seperti teori timbulnya perilaku yang dikemukakan oleh Carl Rogers 1974, Marthin Fishbein 1963, Lawrence Green 1991, namun yang dijadikan sebgai landasan teori dalam penelitian ini adalah teori perubahan perilaku menurut Lawrence Green. Menurut Green yang dikutip Notoatmodjo 2003, bahwa faktor-faktor yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan penggunaan kontrasepsi vasektomi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Faktor Predisposisi predisposing factors, faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri: a Demografi umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga Universitas Sumatera Utara b Struktur Sosial tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras, kesukuan, agama, tempat tinggal c Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan kesehatan. 2. Faktor pemungkin enabling factors adalah faktor antesenden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti, seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan perundangan 3. Faktor penguat reinforcing factors merupakan faktor penyerta yang datang sesudah perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, penguat mungkin berasal dari perawat, dokter, pasien lain, dan keluarga. Apakah penguat ini positif ataukah negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan, yang sebagian diantaranya lebih kuat daripada yang lain dalam memengaruhi perilaku Universitas Sumatera Utara

2.9. Kerangka Konsep