Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Penguat Peserta Kontrasepsi Pria terhadap Penggunaan Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang

(1)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENGUAT PESERTA KONTRASEPSI PRIA TERHADAP

PENGGUNAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN LABUHAN DELI KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Oleh

RATMINA SIMANULLANG 097032154/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF PRESDISPOSING, ENABLING AND REINFORCING FACTORS IN MALE CONTRACEPTIVE PARTISIPANT ON

THE USE OF VASECTOMY AT LABUHAN DELI SUBDISTRICT DELI SERDANG DISTRICT

THESIS

BY

RATMINA SIMANULLANG 097032154/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENGUAT PESERTA KONTRASEPSI PRIA TERHADAP

PENGGUNAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN LABUHAN DELI KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RATMINA SIMANULLANG 097032154/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENGUAT PESERTA KONTRASEPSI PRIA TERHADAP

PENGGUNAAN VASEKTOMI DI

KECAMATAN LABUHAN DELI KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Ratmina Simanullang Nomor Induk Mahasiswa : 097032154

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 08 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc., Sp.OG Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Siti Khadijah Nasution, S.K.M., M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PEMUNGKIN DAN PENGUAT PESERTA KONTRASEPSI PRIA TERHADAP

PENGGUNAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN LABUHAN DELI KABUPATEN

DELI SERDANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011


(7)

ABSTRAK

Saat ini keikutsertaan pria dalam ber KB masih rendah. Secara nasional, angka keikutsertaan pria dalam ber KB sangat sedikit (1,7%) dari total PUS, sangat jauh jika dibandingkan dengan keikutsertaan perempuan yaitu sebesar 98%. Berdasarkan Laporan Puskesmas Labuhan Deli (2010) Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang dari 7.481 peserta kontrasepsi aktif hanya 15 orang yang menggunakan Metode Operasi Pria (MOP)/vasektomi. Terlihat bahwa proporsi pria yang menggunakan vasektomi hanya 0,20%, sangat rendah dari target angka peserta aktif KB pria secara nasional, yaitu 4,5%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh vektor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan fakfor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labohan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan survei Explanatory. Populasi adalah seluruh suami peserta kontrasepsi pria aktif dan berada di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, yang berjumlah 469 orang. Sampel berjumlah 115 orang, diambil dengan

simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi

logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara tingkat pendapatan, tindakan petugas kesehatan dan sikap istri terhadap penggunaan vasektomi. Variabel yang paling berkontribusi terhadap penggunaan vasektomi adalah sikap istri.

Kepada petugas KB (BKKBN) Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang agar lebih intensif melakukan promosi dan penyuluhan tentang manfaat penggunaan kontrasepsi vasektomi ; mengintensifkan program pelayanan gratis bagi pasangan atau suami yang hendak menggunakan kontrasepsi vasektomi ; melakukan penyuluhan dan promosi kesehatan kepada para istri, agar memiliki sikap yang lebih baik tentang kontrasepsi vasektomi.


(8)

ABSTRACT

Nowadays men's participation in the family planning program is still low. Nationally, the figures of men's participation in the family planning program are much smaller (1.7%) than the total PUS; it is far from the women's participation (98%). Based on the reported data from Labuhan Deli Health Center (2010), that Labuhan Deli Subditrict, Deli Serdang District, of 7.481 active contraceptive participants it was only 15 of them used Male Operation Method (MOP)/ vasectomy. By the data, it could be seen that the male proportion using vasectomy was only 0.20%; this figure was lower than the target figures of active male participants in the Family Planning program nationally, expected (4.5%)

The research was aimed to analyze the influence of predisposition factors (level of knowledge, attitude, age, level of education, rate of income, number of children, and reliability), probability factors (distance from health facilities), and supporting factors (health workers' actions and wives' attitude) on the use of vasectomy at Labuhan Deli Subdistrict, Deli Serdang District. The research used survey technique with explanatory approach. The population were 469 men as the husband participant active-in contraception program. Total sample 115 participants, was taken with simple random sampling. The data analysis was done by using multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that there were significant influence of rate of income, the health workers' actions, and the wives' attitude on the use of vasectomy contraception. The most contributed variable of the use of vasectomy contraception was the wives' attitude.

It is recommended that the family planning workers should intensively conduct the promotion and counseling about the advantages of using vasectomy contraception, to intensify free service program for the couples who wanted to use vasectomy contraception, and conduct health promotion and counseling to the wives so that they had better attitude toward vasectomy contraception.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat karuniaNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Faktor Predisposisi,

Pemungkin dan Penguat Peserta Kontrasepsi Pria terhadap Penggunaan Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang”.

Dalam menyusun tesis ini penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

5. Prof. dr. Delfi, M.Sc., Sp.OG sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian tesis ini


(10)

6. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang telah membantu memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian tesis ini

7. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku ketua komisi pembanding yang telah memberikan kritikan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

8. Siti Khadijah Nasution, S.K.M., M.Kes selaku anggota komisi pembanding yang juga telah memberikan kritikan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

9. Tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis, Bapak M. Manullang/S. Br. Sihombing

10.Suami tercinta Drs. S. Simbolon, S.E, M.Si dan anak-anak tersayang Yulia, Dwi Maria, Andrianus Baptis Say dan Yose Andreas yang telah banyak memberikan semangat, motivasi dan doa yang tulus sehingga dapat menyelesaikan tesis ini . 11.Seluruh rekan-rekan dan sahabat Angkatan 2009 Minat Studi Promosi Kesehatan

dan Ilmu Perilaku di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2011 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Ratmina Simanullang dilahirkan di Sosorparrian, Tapanuli Utara pada tanggal 15 Nopember 1964 dari pasangan Bapak M. Manullang/S. Br. Sihombing. Menikah dengan Drs. S. Simbolon, S.E, M.Si dan telah dikaruniai empat orang anak, yaitu: Yulia, Dwi Maria, Andrianus Baptis Say dan Yose Andreas.

Memulai pendidikan di SDN No. 173354 Simangulampe, Bakara, Tapanuli Utara dan lulus tahun 1979. Melanjutkan pendidikan di SMP Khatolik Lintongnihuta Tapanuli Utara dan lulus tahun 1982. Melanjutkan pendidikan ke Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) KESDAM I/BB Pematang Siantar dan lulus tahun 1985. Pada tahun 1988 menyelesaikan studi dari Program Pendidikan Bidan KESDAM I/BB Aceh. Selanjutnya meneruskan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan lulus tahun 2007. Penulis bekerja sebagai Petugas KB Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Sejarah Keluarga Berencana ... 11

2.2. Amanat Internasional ... 13

2.3. Sistim dan Alat Reproduksi Pria ... 16

2.3.1. Alat Reproduksi Ekternal ... 16

2.3.2. Alat Reproduksi Internal ... 16

2.3.3. Fungsi Alat Reproduksi Pria ... 17

2.4. Proses Reproduksi Pria ... 19

2.5. Cara Kontrasepsi Pria ... 20

2.5.1. Kondom ... 20

2.5.2. Vasektomi ... 22

2.5.3. KB Alamiah ... 23

2.5.4. Senggama Terputus ... 23

2.5.5. Pantang Berkala/Sistim Berkala ... 23

2.5.6. Pengamatan Lendir Vagina ... 24

2.5.7. Pengukuran Suhu Badan ... 24

2.6. Faktor yang Memengaruhi Timbulnya Perilaku Kesehatan... 24

2.6.1. Teori Carl Rogers (1974) ... 25

2.6.2. Teori Marthin Fishbein (1963) ... 25


(13)

2.7. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Kontrasepsi

Vasektomi ... 27

2.7.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) ... 27

2.7.2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) ... 38

2.7.3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors) ... 38

2.8. Landasan Teori ... 41

2.9. Kerangka Konsep ... 43

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.3. Populasi dan Sampel ... 46

3.3.1 Populasi ... 46

3.3.2 Sampel ... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.4.1. Data Primer ... 47

3.4.2. Data Sekunder ... 47

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 48

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 48

3.5.1. Variabel Bebas ... 48

3.5.2. Variabel Terikat ... 49

3.6. Metode Pengukuran ... 49

3.6.1. Variabel Bebas ... 50

3.6.1.1. Tingkat Pengetahuan ... 50

3.6.1.2. Tingkat Pendidikan ... 50

3.6.1.3. Umur ... 51

3.6.1.4. Jumlah Anak ... 52

3.6.1.5. Jumlah Pendapatan ... 52

3.6.1.6. Sikap ... 53

3.6.1.7. Kepercayaan (Belief) ... 53

3.6.1.8. Jarak dengan Fasilitas Kesehatan ... 54

3.6.1.9. Tindakan Petugas Kesehatan ... 54

3.6.1.10. Sikap Istri ... 55

3.6.2. Variabel Terikat ... 56

3.6.2.1. Penggunaan Kontrsepsi Vasektomi ... 56

3.7. Metode Analisis Data ... 56

3.7.1. Univariat ... 56

3.7.2. Bivariat ... 56


(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 58

4.1. Deskrispsi Lokasi Penelitian ... 58

4.2. Analisis Univariat ... 61

4.3. Analisi Bivariat ... 78

4.4. Analisis Multivariat ... 88

BAB 5. PEMBAHASAN ... 91

5.1. Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang ... 91

5.2. Pengaruh Faktor Pemungkin terhadap Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang ... 102

5.3. Pengaruh Faktor Penguat terhadap Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang ... 103

5.4. Analisis Multivariat ... 107

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 108

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

6.1. Kesimpulan ... 109

6.2. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Metode Pengukuran Tingkat Pengetahuan ... 50

3.2. Metode Pengukuran Tingkat Pendidikan ... 51

3.3. Metode Pengukuran Umur ... 51

3.4. Metode Pengukuran Jumlah Anak ... 52

3.5. Metode Pengukuran Tingkat Pendapatan... 52

3.6. Metode Pengukuran Sikap ... 53

3.7. Mtode Pengukuran Kepercayaan (Belief) ... 54

3.8. Metode Pengukuran Jarak dengan Fasilitas Kesehatan ... 54

3.9. Metode Pengukuran Tindakan Petugas Kesehatan ... 55

3.10. Metode Pengukuran Sikap Istri ... 55

3.11. Metode Pengukuran Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi ... 56

4.1. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Berdasarkan Desa di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2010 ... 58

4.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Berdasarkan Status Pendidikan di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2010 ... 59

4.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2010 ... 60

4.4. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2010 ... 61

4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Pertanyaan Pengetahuan tentang Kontrasepsi Vasektomi (n =115) ... 62


(16)

4.6. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2011 ... 63 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Pertanyaan

Sikap tentang Kontrasepsi Vasektomi (n =115) ... 64 4.8. Distribusi Frekuensi Sikap Suami tentang Kontrasepsi Vasektomi di

Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 66 4.9. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Kecamatan Labuhan Deli,

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 67 4.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden di Kecamatan

Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 68 4.11. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendapatan Responden di Kecamatan

Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 68 4.12. Distribusi Frekuensi Jumlah Anak Responden di Kecamatan

Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 69 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Pertanyaan

Kepercayaan terhadap Kontrasepsi Vasektomi (n =115) ... 70 4.14. Distribusi Frekuensi Kepercayaan Responden di Kecamatan Labuhan

Deli, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 71 4.15. Distribusi Frekuensi Jarak Rumah Responden dengan Fasilitas Kesehatan

di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli SerdangTahun 2011 ... 72 4.16. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Pertanyaan

Tindakan Petugas Kesehatan (n =115) ... 74 4.17. Distribusi Frekuensi Tindakan Petugas Kesehatan tentang Kontrasepsi

Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2011 ... 75 4.18. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Pertanyaan

Sikap Istri tentang Kontrasepsi Vasektomi (n =115) ... 76 4.19. Distribusi Frekuensi Sikap Istri di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten


(17)

4.20. Distribusi Frekuensi Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli SerdangTahun 2011 ... 77 4.21. Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pengetahuan Responden dengan

Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli,

Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2011 ... 79 4.22. Tabulasi Silang Variabel Sikap Responden dengan Penggunaan

Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli

Serdang, Tahun 2011 ... 80 4.23. Tabullasi Silang Variabel Umur Responden dengan Penggunaan

Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli

Serdang, Tahun 2011 ... 81 4.24. Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pendidikan Responden dengan

Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli,

Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2011 ... 82

4.25. Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pendapatan Responden dengan Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli,

Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2011 ... 83 4.26. Tabulasi Silang Variabel Jumlah Anak Responden dengan Penggunaan

Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli

Serdang, Tahun 2011 ... 84 4.27. Tabulasi Silang Variabel Kepercayaan Responden dengan Penggunaan

Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli

Serdang, Tahun 2011 ... 85 4.28. Tabulasi Silang Variabel Jarak Tempat Tinggal dengan Fasilitas Kesehatan

dengan Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2011 ... 86 4.29. Tabulasi Silang Variabel Tindakan Petugas dengan Fasilitas Kesehatan

dengan Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2011 ... 87 4.30. Tabulasi Silang Variabel Sikap Istri dengan Fasilitas Kesehatan dengan

Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli,


(18)

4.31. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Penguat Terhadap Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, Tahun 2011 ... 89


(19)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 106 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 110 3. Hasil Pengolahan data ... 113


(21)

ABSTRAK

Saat ini keikutsertaan pria dalam ber KB masih rendah. Secara nasional, angka keikutsertaan pria dalam ber KB sangat sedikit (1,7%) dari total PUS, sangat jauh jika dibandingkan dengan keikutsertaan perempuan yaitu sebesar 98%. Berdasarkan Laporan Puskesmas Labuhan Deli (2010) Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang dari 7.481 peserta kontrasepsi aktif hanya 15 orang yang menggunakan Metode Operasi Pria (MOP)/vasektomi. Terlihat bahwa proporsi pria yang menggunakan vasektomi hanya 0,20%, sangat rendah dari target angka peserta aktif KB pria secara nasional, yaitu 4,5%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh vektor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan fakfor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labohan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan survei Explanatory. Populasi adalah seluruh suami peserta kontrasepsi pria aktif dan berada di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, yang berjumlah 469 orang. Sampel berjumlah 115 orang, diambil dengan

simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi

logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara tingkat pendapatan, tindakan petugas kesehatan dan sikap istri terhadap penggunaan vasektomi. Variabel yang paling berkontribusi terhadap penggunaan vasektomi adalah sikap istri.

Kepada petugas KB (BKKBN) Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang agar lebih intensif melakukan promosi dan penyuluhan tentang manfaat penggunaan kontrasepsi vasektomi ; mengintensifkan program pelayanan gratis bagi pasangan atau suami yang hendak menggunakan kontrasepsi vasektomi ; melakukan penyuluhan dan promosi kesehatan kepada para istri, agar memiliki sikap yang lebih baik tentang kontrasepsi vasektomi.


(22)

ABSTRACT

Nowadays men's participation in the family planning program is still low. Nationally, the figures of men's participation in the family planning program are much smaller (1.7%) than the total PUS; it is far from the women's participation (98%). Based on the reported data from Labuhan Deli Health Center (2010), that Labuhan Deli Subditrict, Deli Serdang District, of 7.481 active contraceptive participants it was only 15 of them used Male Operation Method (MOP)/ vasectomy. By the data, it could be seen that the male proportion using vasectomy was only 0.20%; this figure was lower than the target figures of active male participants in the Family Planning program nationally, expected (4.5%)

The research was aimed to analyze the influence of predisposition factors (level of knowledge, attitude, age, level of education, rate of income, number of children, and reliability), probability factors (distance from health facilities), and supporting factors (health workers' actions and wives' attitude) on the use of vasectomy at Labuhan Deli Subdistrict, Deli Serdang District. The research used survey technique with explanatory approach. The population were 469 men as the husband participant active-in contraception program. Total sample 115 participants, was taken with simple random sampling. The data analysis was done by using multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that there were significant influence of rate of income, the health workers' actions, and the wives' attitude on the use of vasectomy contraception. The most contributed variable of the use of vasectomy contraception was the wives' attitude.

It is recommended that the family planning workers should intensively conduct the promotion and counseling about the advantages of using vasectomy contraception, to intensify free service program for the couples who wanted to use vasectomy contraception, and conduct health promotion and counseling to the wives so that they had better attitude toward vasectomy contraception.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian program pembangunan nasional di Indonesia yang sudah dimulai sejak masa awal pembangunan lima tahun (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera dengan cara pengaturan kelahiran dan juga pengendalian pertumbuhan penduduk.

Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010 diperoleh bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237,2 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan sekitar 3,1% setahun dan tingkat kelahiran 2,6 per wanita. Jumlah penduduk Indonesia makin hari semakin meningkat, padahal pemerintah terus berupaya untuk mencapai 2,1 anak per wanita. Meski demikian, masih saja banyak penduduk yang memiliki anak yang jumlahnya banyak (BPS, 2010).

Salah satu upaya pemerintah untuk menekan laju pertambahan penduduk melalui upaya pengendalian fertilitas yang instrumen utamanya adalah Program Keluarga Berencana (KB) (Hatmadji, 2004). Sejak pertama sekali dicanangkan pada tahun 1970, program KB telah menunjukkan hasil dengan terjadinya penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dan Total Fertility Rate (TFR), sedangkan tingkat penggunaan kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) mengalami peningkatan.


(24)

Pada periode tahun 1980-1990 LPP adalah 1,97%, tahun 1990-2000 turun menjadi 1,45% dan tahun 2000-2006 turun lagi menjadi 1,34% dan naik lagi pada tahun 2010 yaitu 1,49%. TFR tahun 1971 adalah 5,5 per Pasangan Usia Subur (PUS), tahun 1980-1990 turun menjadi 2,34, dan pada tahun 2000-2005 turun lagi menjadi 2,28 (BPS, 2007b). Angka ini menunjukkan penurunan TFR dari waktu ke waktu tetapi belum mencapai target nasional yaitu 2,1 (BKKBN, 2010). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan peningkatan CPR dari 54,7% (tahun 1994), menjadi 57,4% (tahun 2010). Hal ini disebabkan oleh kesadaran PUS untuk menggunakan kontrasepsi dalam pengaturan kelahiran sudah semakin baik, namun peningkatan CPR belum mampu mencapai target TFR nasional yaitu 2,1 (BPS, 2011).

Dari laporan jumlah kepesertaan ber KB per tahun (BKKBN, 2005) disimpulkan bahwa apabila angka kepesertaan KB tetap sama sebesar 60,3%, maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 menjadi sekitar 255, 5 juta jiwa. Jika kepesertaan ber KB turun 0,5 % per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 meningkat menjadi 264,4 juta jiwa. Ini berarti jumlah penduduk Indonesia akan semakin padat. Namun, apabila bisa dinaikkan presentasi kepesertaan jumlah ber KB pertahun jadi 1%, maka diprediksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sekitar 237,8 juta jiwa.

Upaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan mensukseskan program pemerintah dalam melaksanakan KB tidak hanya ditujukan pada wanita, namun juga pria. Menurut Sumarjati (2005) keikutsertaan pria dalam ber KB masih


(25)

rendah. Secara nasional, angka keikutsertaan pria dalam ber KB sangat sedikit (1,7%) dari total PUS, sangat jauh jika dibandingkan dengan keikutsertaan perempuan yaitu sebesar 98%.

Berdasarkan data SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2007, partisipasi pria dalam ber-KB secara nasional hanya mencapai 1,5%, diantaranya 1,3% akseptor kondom dan 0,2% akseptor vasektomi. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi pria dalam ber-KB masih rendah jika dibandingkan dengan sasaran nasional pada tahun 2009 yaitu, 4,5%. Angka partisipasi ber-KB secara nasional juga masih lebih rendah, jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi pria dalam ber-KB pada tahun 2006 di negara-negara berkembang, dimana negara Pakistan mencapai 5,2%, Bangladesh mencapai 13,9%, Nepal mencapai 24%, Malaysia mencapai 16,8% dan Jepang mencapai 80% (BKKBN, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2001menunjukkan rendahnya keikutsertaan pria dalam ber KB. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pilihan bagi pria untuk ber KB. Dari hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa hanya satu dari tiga pria yang setuju dengan Metode Operasi Pria (MOP/Vasektomi), sedangkan 41% pria mengatakan bahwa kondom tidak disukai karena dapat mengurangi kenikmatan.

Hasil penelitian lain yang disarikan dalam buku UNFPA-BKKBN (2001) menunjukkan tiga dari empat istri, atau lebih dari 70% tidak mendukung suami ber KB. Laporan BKKBN (2005) juga menunjukkan bahwa secara nasional KB pria kurang diminati. Para pria memberi alasan secara psikologis mengikuti program KB


(26)

dinilai sebagai tindakan yang aneh dan asing. Ada juga yang beranggapan bahwa KB pria merupakan hal yang lucu karena pria tidak akan pernah hamil. Selain itu, pilihan alat kontrasepsi pria sangat terbatas, karena alat kontrasepsi yang tersedia kebanyakan untuk perempuan. Kurangnya partisipasi pria ber KB juga dipicu oleh banyak sebab antara lain: rumor medis, agama, budaya dan biaya. Namun dari keseluruhan alasan tersebut yang paling utama adalah minimnya kampanye dan sosialisasi.

Namun, beberapa hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa di beberapa daerah justru terjadi peningkatan partisipasi pria untuk mengikuti program KB. Untuk daerah DKI Jakarta kesadaran kaum pria untuk menjadi akseptor KB dalam dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan cukup besar, dari sebelumnya 2,62% menjadi 4%. Pada tahun 2003, pria yang mengikuti program vasektomi yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Daerah Jakarta Selatan diikuti oleh 37 orang, dan pada tahun 2004 jumlah pria yang mengikuti program vasektomi bertambah menjadi 45 orang (Hajar, 2005).

Data BKKBN menunjukkan bahwa jumlah akseptor KB di Sumatera Utara (2009) mencapai 1.311.625 orang, dengan total Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 2.075.120. Dari keseluruhan peserta aktif tersebut, akseptor KB pria mencapai 69.659 orang (3,3%) yang terdiri dari MOP 4.288 orang (6%) dan pengguna kodom 65.362 (94%). Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi pria dalam ber-KB di Provinsi Sumatera Utara masih rendah.

Serdang Bedagai yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara memiliki jumlah penduduk 588.263 jiwa dengan jumlah PUS sebanyak


(27)

111.271 pasang. Tercatat sebanyak 82.944 akseptor KB aktif pada Januari-Juli 2010, dengan capaian 38 akseptor MOP (0,045%) dan 2.862 akseptor kondom (3,45%). Cakupan PUS terbesar di Kecamatan Perbaungan yaitu 18.291 pasang dengan jumlah peserta non-KB sebesar 4.577 pasang dan peserta KB aktif sebesar 13.694 pasang. Diantara jumlah tersebut 6 peserta MOP (0,04%); 353 akseptor kondom (2,5%); 627 peserta IUD (45%); 505 peserta MOW (36%), 491 peserta implant (35%), 5.560 peserta KB suntik (40%) dan 6.152 peserta KB pil (44%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi wanita lebih besar daripada pria.

Hasil laporan Rapat Kerja Pembangunan dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Tahun 2010, menunjukkan bahwa jumlah PUS di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 sebanyak 293.472 pasang, dengan peserta akseptor KB aktif sebanyak 213.844 orang. Berdasarkan jenis kontrasepsi yang digunakan, maka dapat dilihat bahwa peserta kontrasepsi IUD 22.147 orang (10,36%); kondom 15.408 peserta (7,21%); suntik 68.357 peserta (31,97%); pil 80.761 peserta (37,77%); MOW 11.647 peserta (5,45%) dan MOP 282 peserta (0,13%).

Berdasarkan data Laporan Puskesmas Labuhan Deli (2010) jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang sebanyak 10.829 pasangan dan peserta kontrasepsi aktif sebanyak 7.481 orang. Dari 7.483 pasangan, 690 menggunakan IUD, 522 menggunakan Implant, 2.419 menggunakan suntikan, 3.092 menggunakan pil, 454 menggunakan kondom, 291 orang menggunakan Metode Operasi Wanita (MOW)/tubektomi dan 15 orang


(28)

menggunakan Metode Operasi Pria (MOP)/vasektomi. Dari laporan tersebut dapat dilihat bahwa proporsi pria yang menggunakan vasektomi hanya 0,20%, angka ini jauh lebih rendah dari target angka peserta aktif KB pria secara nasional, yaitu 4,5%. Padahal, petugas BKKBN Kabupaten Deli Serdang telah banyak melakukan program peningkatan akseptor KB melalui program: safari KB, pemberian insentif pada pasangan yang mau menjadi akseptor KB vasektomi, layanan pemasangan vasektomi gratis dan berbagai program lainnya.

Dari berbagai hasil penelitian dan laporan tersebut dapat diperoleh suatu gambaran kurangnya peran pria dalam mengikuti program KB. Namun, selain faktor pengguna KB pria, petugas kesehatan juga berkontribusi terhadap rendahnya penggunaan KB pada pria. Sering sekali kompetensi dan motivasi petugas kesehatan yang rendah menyebabkan proses sosialisasi penggunaan KB pada pria jadi terhalang. Hal ini dapat dilihat dari hasil laporan UNFPA-BKKBN (2001) menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pria yang pernah mendengar dan mengetahui istilah kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat promosi, penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Selain hal tersebut, laporan juga menunjukkan informasi yang diterima oleh para pria pada saat konseling untuk ber KB umumnya sangat rendah.

Sejauh ini diketahui bahwa pengelola KB di lapangan lebih memperhatikan kuantitas pencapaian ketimbang kualitas pelayanan. Akibatnya pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan Standart Operating Prosedur (SOP). Sebagaimana hasil penelitian yang diadakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur (2001)


(29)

memperlihatkan dari 137 responden peserta vasektomi, sebanyak 16,8% mengatakan ada gangguan kesehatan. Dari jumlah tersebut, 39,1% mengatakan timbul rasa nyeri, sedangkan 13% menyatakan abses. Ketidakpuasan peserta KB pria akibat kualitas pelayanan yang diterima menimbulkan rumor baru di masyarakat yang menyatakan bahwa operasi steril pria menyebabkan tenaga berkurang 40% dibanding sebelum operasi.

Rendahnya partisipasi pria/suami dalam KB vasektomi disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: (a) faktor dukungan, baik politis, sosial budaya, maupun keluarga yang masih rendah sebagai akibat rendah/kurangnya pengetahuan pria/suami serta lingkungan sosial budaya yang menganggap KB dan kesehatan reproduksi merupakan urusan dan tanggung jawab perempuan, (b) faktor akses, baik akses informasi, maupun akses pelayanan. Dilihat dari akses informasi, materi informasi pria masih sangat terbatas, demikian halnya dengan kesempatan pria/suami yang masih kurang dalam mendapatkan informasi mengenai KB dan kesehatan reproduksi. Keterbatasan juga dilihat dari sisi pelayanan dimana sarana/ tempat pelayanan yang dapat mengakomodasikan kebutuhan KB dan kesehatan reproduksi pria/suami masih sangat terbatas, sementara jenis pelayanan kesehatan reproduksi untuk pria/suami belum tersedia pada semua tempat pelayanan dan alat kontrasepsi untuk suami hanya terbatas pada kondom dan vasektomi (BKKBN, 2006).

Rendahnya partisipasi suami dalam penggunaan KB vasektomi juga dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan suami tentang kontrasepsi vasektomi. Para suami sering menganggap bahwa orang yang menggunakan KB vasektomi akan


(30)

mengurangi hasrat seksual. Jumlah anak juga menjadi salah satu faktor penting seseorang untuk menjadi akseptor vasektomi. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk menjadi akseptor KB vasektomi atau tidak. Demikian juga dengan umur, semakin tua umur seseorang maka semakin rendah tujuan untuk memiliki anak, sehingga seseorang cenderung untuk menggunakan kontrasepsi yang sifatnya permanen, dalam hal ini vasektomi (BKKBN, 2006).

Selain itu, belum semua pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan vasektomi. Hanya 5 – 81 persen pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen pelayanan kesehatan pemerintah (Wibowo, 1994). Bahkan hasil baseline survei di 4 propinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan NTT tahun 2002 memperlihatkan bahwa dari 30% pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi, hanya 4% yang melayani vasektomi. Dari sisi provider terlihat bahwa keberadaan dan kesiapan provider pemberi pelayanan secara teknis telah mendukung pelaksanaan vasektomi. Namun secara mental masih ada hambatan, disamping itu mutasi dokter terlatihpun sangat cepat. Terbatasnya akses ke tempat pelayanan disebabkan antara lain oleh: citra terhadap tempat pelayanan KB yang dipersiapkan sebagai tempat pelayanan untuk wanita, kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi, kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi dan kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi.


(31)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh faktor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan faktor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan faktor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan faktor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.


(32)

1.4.Hipotesis

Ada pengaruh faktor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan), faktor pemungkin (jarak dengan fasilitas kesehatan) dan faktor penguat (tindakan petugas kesehatan, sikap istri) terhadap penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

1.5.Manfaat Penelitian

a. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap penerapan kebijakan penggunaan alat kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang.

b. Masyarakat Kecamatan Labuhan Deli

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada masyarakat di Kecamatan Labuhan Deli agar memperoleh pemahaman yang jelas tentang kontrsepsi mantap yaitu metode vasektomi.

c. Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan informasi dalam ilmu kesehatan masyarakat, khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi vasektomi.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Keluarga Berencana

Sesungguhnya keluarga berencana bukanlah hal baru, karena menurut catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir kuno, Yunani kuno, Tiongkok kuno dan India hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi pada waktu itu cara-cara yang dikaji masih primitif dan kuno. Pada zaman Nabi-Nabi dan pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan dalam mengatur kelahiran namun dengan cara-cara sederhana (Mochtar, 1998).

Dalam sejarah manusia berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu bagaimana terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan antara persetubuhan antara suami dan istri dengan kehamilan tidak diketahui sama sekali. Kehamilan disangka disebabkan oleh sesuatu yang mistik atau termakan oleh wanita atau disebabkan oleh pengaruh matahari dan bulan atau hal-hal lainnya (Mochtar, 1998).

Maka dengan sendirinya cara keluarga berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan memakai jimat anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya wanita tersebut tidak hamil dan anaknya tidak bersusun paku.

Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah mengeluarkan semen (cairan mani) dengan membersihkan vagina dengan kain dan minyak. Ada pula yang memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim,


(34)

umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan atau sepotong kain perca ke dalam vagina (Prawirohardjo, 1997).

Menurut beberapa ahli, pada zaman Mesir Kuno dari relief dan manuskrip berhuruf hiroglif dijumpai keterangan mengenai cara orang Mesir Kuno menjarangkan kelahiran. Menurut ahli sejarah Avicena (Ibnu Sina), seorang tabib dan filsuf Arab zaman Persia telah menganjurkan cara-cara menjarangkan kelahiran (Prawirohardjo, 1997).

Di Indonesia, sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang maksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dan daun-daunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat Hindu Bali sejak dulu hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya hanya sampai empat (Mochtar, 1998).

Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publisitas, dengan obat yang ada tentang keluarga berencana (BKKBN, 2004).

Pada tanggal 23 Desember 1957, mereka mendirikan wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah pelopor pergerakan keluarga berencana dan sampai sekarang masih aktif membantu program keluarga berencana nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).


(35)

Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijaksanaan, pengawas, pelaksanaan dan evaluasi.

Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktik KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006).

2.2. Amanat Internasional

Sejak Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan (International Confrency Populations Development/ICDP) di Kairo 1994, program KB nasional mengalami perubahan paradigma dan nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa Keluarga Berencana (KB) adalah suatu program yang dimaksud untuk membantu pasangan mencapai tujuan reproduksinya. Amanat internasional ini tertuang dalam Program Aksi tentang Hak-Hak Reproduksi dan Kesehatan Reproduksi paragraf 7.2. yang


(36)

menyatakan bahwa hak-hak reproduksi adalah bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) yang bersifat universal yang meliputi hak perorangan dan suami istri untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tanpa adanya unsur diskriminasi, paksaan dan kekerasan dalam menentukan jumlah, jarak dan waktu melahirkan, mendapatkan derajat kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual yang terbaik bagi dirinya dan atau pasangannya, memperoleh informasi dan pelayanan yang diperlukan untuk mewujudkan hak-hak tersebut yang tidak bertentangan dengan agama, norma budaya dan adat istiadat, hukum dan perundang-undangan yang berlaku (BKKBN, 2006).

Secara khusus ICDP paragraf 7.8. menyatakan bahwa perlu dikembangkan program yang inovatif untuk informasi, konseling dan pelayanan kesehatan yang dapat diakses oleh remaja dan pria dewasa. Program-program tersebut seharusnya dapat mendidik dan menyadarkan para laki-laki untuk lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas keluarga berencana, tugas-tugas rumah tangga, pengasuhan anak dan juga lebih bertanggung jawab dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS).

Dalam BKKBN (20010) dikatakan bahwa amanat internasional ini telah diimplementasikan dalam bentuk Rencana Jangka Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 yang menetapkan keberhasilan program KB Nasional dalam pemerintahan periode 2010-2014 yang dibebankan kepada BKKBN, yaitu: 1. Laju pertumbuhan penduduk 1,0% pertahun


(37)

3. Peserta aktif KB pria 4, 5% 4. Unmed Need 5%

5. Usia kawin pertama perempuan 21 tahun

Pentingnya pria terlibat dalam KB dan kesehatan reproduksi di dasarkan bahwa:

1. Pria adalah mitra reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria dan wanita berbagai tanggung jawab dan peran secara seimbang untuk mencapai kepuasan kehidupan seksual dan berbagai beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi kesehatan reproduksi.

2. Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya, sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksinya akan membentuk ikatan yang lebih kuat di antara mereka dan keturunannya.

3. Pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peranan yang penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan dipakainya atau digunakan istrinya, serta dukungan kepada pasangannya terhadap kehidupan reproduksinya seperti saat melahirkan.

2.3. Sistem dan Alat Reproduksi Pria

Alat organ reproduksi pria terdiri dari dua bagian yaitu: bagian luar dan bagian dalam (Manuaba, 1998)


(38)

2.3.1. Alat Reproduksi Eksternal

1. Zakar (penis) adalah suatu alat yang berbentuk silindris yang dalam keadaan tidak tegang, normal panjangnya 6 - 8 cm, dimana didalamnya terdapat saluran kencing.

2. Kantong zakar (scrotum) adalah kantong yang terdiri dari jaringan ikat jarang, terletak dibelakang zakar, diantara kedua paha dan berisi dua buah testis (buah zakar).

2.3.2. Alat Reproduksi Internal

1. Buah zakar atau testis berjumlah dua buah, yang terletak dalam scrotum, berbentuk bulat telur avoid yang merupakan kelenjar seks utama pria.

2. Epididimis, merupakan saluran berkelok-kelok seperti spiral yang terletak disamping belakang testis. Epididimis dihubungkan dengan testis oleh saluran-saluran yang disebut vas deverens.

3. Saluran mani (vas deverens), ada dua buah (kiri dan kanan), berasal dari testis, masuk kedalam tali mani.

4. Saluran kantung air mani, adalah kelenjar tubuler, terletak di sebelah kanan dan kiri di belakang leher kandung kencing. Saluran dari vesica seminalis (saluran kantong air mani) bergabung dengan ductus defferens untuk membentuk saluran enjakulator.

5. Kelenjar prostat (glandula prostate), terletak di bawah kandung kencing dan mengelilingi saluran kencing. Kelenjar ini terdiri dari kelenjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos. Bentuknya seperti buah kenari, beratnya


(39)

kurang lebih 20 gram. Pada orang tua biasanya kelenjar ini membesar dan hal ini akan membendung saluran kecing sehingga menyababkan gangguan waktu kencing.

6. Kelenjar cowperi adalah kelenjar yang menghasilkan canan mukus, bening bersifat basa.

2.3.3. Fungsi Alat Reproduksi Pria

Fungsi alat organ reproduksi pria terdiri dari dua bagian, yaitu:

a. Alat Reproduksi Ekternal

1. Penis berfungsi sebagai penyalur sperma melalui proses senggama.

2. Testis berfungsi untuk memproduksi hormon testosterone dan bersama kelenjar adrenal dalam pembentukan sperma. Testosterone mempengaruhi metabolisme dalam tubuh, seperti produksi sel dalam darah, pembentukan massa tulang dan otot, perkembangan kelenjar prostat dan pertumbuhan rambut.

b. Alat Reproduksi Internal

1. Buah zakar mempunyai dua fungsi, yaitu:

a. Memproduksi spermatozoa (sel mani) yang merupakan sel reproduksi pria.

b. Memproduksi hormon androgenik, khususnya testosterone yang dialirkan ke dalam darah. Hormon ini memberi sifat kejantanan (sifat seks sekunder) kepada pria dewasa, misalnya suara yang besar, pertumbuhan rambut pada dada, ketiak, dan kemaluan.


(40)

2. Epididimis berfungsi:

a. Sebagai saluran penghubung antara testis dengan vas deferens. b. Sebagai lumbung pertama sperma.

c. Mengeluarkan getah cairan yang berguna untuk perkembangan dan proses pematangan spermatozoa.

d. Mengabsorbsi cairan testis yang mengadung sperma.

3. Saluran mani (vas deferens), berfungsi sebagai tempat penyimpanan air mani sebelum disemprotkan.

4. Saluran kantong air mani, berfungsi untuk menyimpan sperma dan menghasilkan cairan yang kaya dengan zat gula (mungkin untuk makanan sperma).

5. Kelenjar prostat (glandule prostate), berfungsi untuk menghasilkan cairan yang bersifat basa dan berfungsi untuk mempertahankan hidupnya sperma. 6. Kelenjar cowperi, berfungsi menghasilkan cairan mucus, bening, dan bersifat

basa yang berguna sebagai pelicin pada waktu senggama berlangsung.

7. Saluran kencing (urethra), berfungsi untuk menyalurkan air mani dan air kencing. Air kencing dan air mani tidak mungkin keluar secara bersamaan karena secara refleks diatur oleh sebuah klep yang terletak pada muara pertemuan antara saluran kencing dan saluran air mani.


(41)

2.4. Proses Reproduksi Pria

Menurut Manuaba (1998), sperma normal masuk ke dalam rahim wanita pada masa subur kemungkinan besar akan bertemu dan berhasil membuahi sel telur. Hasil pembuahan ini akan berkembang menjadi embrio. Embrio akan berkembang lebih lanjut menjadi janin yang siap dilahirkan.

Produk alat organ reproduksi pria antara lain:

1. Air mani (semen) terdiri atas getah cairan berwarna keputih-putihan, agak kental. Pada setiap enjakulasi dipancarkan 2 - 5 mililiter air mani yang setiap mililiternya mengandung 20 – 120 juta sel mani (spermatozoa). Air mani bersifat basa dan dalam lingkungan ini sperma dapat hidup untuk kurang lebih 3 hari.

2. Sel mani (spermatozoa), dibuat di dalam testis melalui proses spermatogenesis. Terdiri dari bagian kepala, leher, badan, dan ekor yang panjangnya antara 50 – 60 mikron (1/20 mm). Pada bagian kepala terdapat suatu “selubung” yang menutupi 2/3 bagian daerah kepala dan disebut akrosom. Selubung ini mengandung enzim yang dipergunakan untuk penetrasi sel telur pada proses pembuahan.

Spermatozoa bergerak dengan ekornya seperti berenang dengan kecepatan 2 – 4

mm/menit, sehingga waktu yang dipergunakan untuk bergerak dari mulut rahim sampai ke ujung rahim dan saluran telur adalah 1 – 2 jam. Di dalam vagina

spermatozoa tidak dapat hidup lebih dari 8 jam, tetapi dalam uterus untuk sampai


(42)

2.5. Cara Kontrasepsi Pria

Menurut Manuaba (1998), cara kontrasepsi (KB) pria yang dikenal pada saat ini adalah kondom dan vasektomi, serta cara KB alamiah seperti senggama terputus (coitus interuptus), pantang berkala (sistem kalender), pengamatan lender vagina (metode Billing) serta pengukuran suhu badan. Selain cara KB yang masih dalam taraf penelitian seperti vas-oklusi, metode hormonal, dan vaksin kontrasepsi.

2.5.1. Kondom

Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah dipakai dan diperoleh, baik melalui apotik maupun toko obat dengan berbagai merek dagang. Kondom terbuat dari karet lateks, berbentuk tabung tidak tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma.

Kondom disamping sebagai alat KB juga berfungsi untuk mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS), termasuk HIV AIDS, tetapi infertilitas pada pasangan yang mengalami gangguan antibodi terhadap sperma, kontrasepsi sela, membantu suami yang mengalami gangguan ejakulasi dini dan membantu pasangan yang sudah mengalami menopause.

Kondom adalah suatu karet tipis, berwarna atau tak berwarna, dipakai untuk menutupi zakar yang sudah berdiri sebelum dimasukkan ke dalam vagina sehingga mani tertampung didalamnya dan tidak masuk vagina, dengan demikian mencegah terjadinya pembuahan. Kondom yang menutupi zakar juga berguna untuk mencegah penularan penyakit kelamin.


(43)

Cara kerja kondom adalah mencegah pertemuan spermatozoa/ sel mani dengan ovum/ sel telur pada waktu bersenggama, penghalang langsung dengan cairan terinfeksi. Tingkat keberhasilan: 80 – 95 %.

Keuntungan penggunaan kondom adalah murah, mudah didapat, tidak perlu resep dokter, mudah dipakai sendiri, dapat mencegah penularan penyakit kelamin, sedangkan kerugiannya adalah selalu harus memakai kondom yang baru, selalu harus ada persediaan, kadang-kadang ada yang tidak tahan (alergi) terhadap karetnya, tingkat kegagalannya cukup tinggi bila terlambat memakainya, sobek bila memasukannya tergesa-gesa, mengganggu kenyamanan bersenggama.

Cara pemakaiannya adalah dengan menyarungkannya pada alat kelamin laki-laki yang sudah tegang (keras), dari ujung zakar (penis) sampai kepangkalnya pada saat akan bersenggama. Sesudah selesai bersenggama, agar segera dikeluarkan dari liang senggama sebelum zakar menjadi lemas. Efek samping dari kondom adalah alergi terhadap karet

Tempat yang dapat dimanfaatkan untuk mengakses kondom adalah Rumah sakit, klinik KB, Puskemas, Tim Keluarga Berencana Keliling (TKBK), Pos Alat Keluarga Berencana Desa (PAKBD), Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) (Depkes R.I., 1990)

2.5.2. Vasektomi

Vasektomi merupakan tindakan penutupan (pemotongan, pengikatan, penyumbatan) kedua saluran mani pria/suami sebelah kanan dan kiri, sehingga pada waktu senggama sel mani tidak dapat keluar membuahi sel telur, sehingga tidak


(44)

terjadi kehamilan. Tindakan yang dilakukan adalah lebih ringan daripada sunat atau khitan pada pria, pada umumnya dilakukan sekitar 15 sampai 45 menit, dengan cara mengikat dan memotong saluran mani yang terdapat didalam kantong buah zakar. Vasektomi mempunyai kelebihan:

1) Efektifitas tinggi untuk melindungi kehamilan 2) Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah

3) Biaya lebih murah karena membutuhkan satu kali tindakan saja. 4) Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15 – 45 menit

5) Tidak mengganggu hubungan seksual setelah vasektomi

6) Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit dibandingkan dengan kontrasepsi lain. Keterbatasan vasektomi antara lain:

1) Karena dilakukan dengan tindakan medis/pembedahan, maka masih memungkinkan terjadi komplikasi, seperti perdarahan, nyeri dan infeksi.

2) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV dan AIDS

3) Harus menggunakan kondom selama 12 – 15 kali senggama agar sel mani menjadi negatif

4) Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan seksual, dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu. Efektifitas vasektomi sangat tinggi, artinya kemungkinan gagal kecil sekali (0,15%) jika tindakan medis dilakukan secara benar (Depkes R.I, 1990).


(45)

2.5.3. KB Alamiah

KB alamiah terdiri dari empat macam, yaitu: senggama terputus (coitus

interuptus), pantang berkala sistem kalender, pengamatan lendir vagina metode Billing, dan pengukuran suhu badan.

2.5.4. Senggama Terputus (Coitus Interuptus)

Senggama terputus merupakan metode pencegahan terjadinya kehamilan yang dilakukan dengan cara menarik penis dari liang senggama sebelum ejakulasi, sehingga sperma dikeluarkan diluar liang senggama. Cara senggama terputus memerlukan kesiapan mental suami-istri.

2.5.5. Pantang Berkala/Sistim Berkala

Merupakan salah satu cara kontrasepsi alamiah yang dapat dikerjakan sendiri oleh pasangan suami-istri tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu, dengan memperhatikan masa subur istri melalui perhitungan masa haid.

Masa berpantang dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan masa subur, dimana saat mulainya dan berakhirnya masa subur bisa ditentukan dengan perhitungan kalender.

2.5.6. Pengamatan Lendir Vagina

Metode ini merupakan metode pantang senggama pada masa subur. Untuk mengetahui masa subur, dilakukan pengamatan lendir vagina yang diambil pada pagi hari. Metode ini dikenal dengan sebagai metode ovulasi Billing. Metode ini sangat efektif jika pasangan suami-istri menerapkan dengan baik (Hayes, 1995).


(46)

2.5.7. Pengukuran Suhu Badan

Metode ini merupakan metode pantang senggama pada saat masa subur. Pengukuran dilakukan pada pagi hari, saat bangun tidur dan belum melakukan kegiatan apapun. Cara ini akan efektif jika dilakukan dengan baik dan benar.

2.6. Faktor yang Memengaruhi Timbulnya Perilaku Kesehatan

Secara teoritis, ada banyak teori yang menjelaskan tentang timbulnya sebuah perilaku kesehatan, dalam hal ini perilaku penggunaan alat kontrasepsi vasektomi, seperti teori timbulnya perilaku yang dikemukakan oleh Carl Rogers (1974), Marthin Fishbein (1963), Lawrence Green (1991).

2.6.1. Teori Carl Rogers (1974)

Menurut Rogers (1974), perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yakni:

1. Kesadaran (Awareness), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Tertarik (Interest), yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

3. Evaluasi (Evaluation), yakni menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Mencoba (Trial), yakni orang telah mencoba perilaku baru

5. Adopsi (Adoption), yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.


(47)

2.6.2. Teori Marthin Fishbein (1963)

Menurut Marthin Fishbein (1963) perilaku merupakan sebuah proses yang di dahului oleh kepercayaan atau keyakinan dan sikap yang positip terhadap sebuah perilaku yang akan dilakukan. Kepercayaan dan sikap akan mengakibatkan timbulnya niat untuk melakukan atau yang disebut dengan niat perilaku. Niat perilaku kemudian akan menghasilkan perilaku baru.

2.6.3. Teori Lawrence Green (1991)

Faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam penggunaan kontrasepsi vasektomi dapat menggunakan pendekatan faktor perilaku pada kerangka kerja dari Green (1991). Adapun faktor-faktor yang memengaruhi perilaku ada 3 faktor utama, yaitu: faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors).

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri:

a) Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga)

b) Struktur Sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras, kesukuan, agama, tempat tinggal)

c) Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan kesehatan.


(48)

2. Faktor pemungkin (Enabling factors) adalah yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi terjadinya sebuah perilaku. Yang termasuk dalam faktor ini adalah :

1) Ketersediaan sumber daya kesehatan (sarana kesehatan rumah sakit dan tenaga)

2) Keterjangkauan sumber daya dapat dijangkau baik secara fisik ataupun dapat dibayar masyarakat, misalnya jarak sarana kesehatan dengan tempat tinggal, jalan baik, ada angkutan dan upah jasa dapat dijangkau masyarakat 3) Ketrampilan tenaga kesehatan

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, penguat mungkin berasal dari perawat, dokter, pasien lain, dan keluarga. Apakah penguat ini positif ataukah negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan, yang sebagian diantaranya lebih kuat daripada yang lain dalam memengaruhi perilaku


(49)

2.7. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi.

Sesuai dengan teori timbulnya perilaku sebagaimana yang dikemukakan oleh Lawrence Green, maka ditentukan beberapa variabel yang dapat memengaruhi perilaku penggunaan kontrasepsi vasektomi antara lain:

2.7.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang ada pada diri individu, beberapa faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata tahu yang berarti: mengerti sesudah (melihat, mengalami). Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio, televisi, majalah, atau surat kabar (Poerwadarminta, 1976).

Menurut Benjamin Bloom (1908), yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005) pengetahuan dibagi menjadi beberapa tingkatan yang selanjutnya disebut dengan Taksonomi Bloom. Menurut Bloom, pengetahuan dibagi atas: tahu (know),


(50)

memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider, perubahan perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan sebagainya. Sedangkan menurut Finer (1957) timbulnya tindakan terjadi akibat ketidakseimbangan kognisi (cognitive dissonance). Ketidakseimbangan ini terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi (pengetahuan, pendapat, atau keyakinan) yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers (1962), tindakan dapat timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima (penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation,

Trial, and Adoption) (Nursalam, 2007).

Secara umum, tingkat pengetahuan kaum suami tentang kontrasepsi vasektomi masih sangat rendah. Para suami sering salah kaprah tentang efek kontrasepsi vasektomi. Malahan mereka sering menganggap vasektomi sama dengan kebiri. Padahal, vasektomi bukan kebiri. Vasektomi masih memungkinkan pria untuk memiliki kejantanan dan keturunan, sementara bila pria dikebiri tidak akan memiliki


(51)

kejantanan apalagi keturunan karena buah zakar/ testis dipotong, dibuang sehingga tidak dapat lagi memproduksi sperma dan hormon testoteron (pemberi sifat kejantanan). Akibatnya pria jadi kewanita-wanitaan, seperti terjadi pada zaman Romawi dimana laki-laki menjadi penjaga wanita. Sedangkan vasektomi hanya pemotongan saluran sperma kiri dan kanan saja, agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma. Pada vasektomi buah zakar/testis tidak dibuang jadi tetap dapat memproduksi hormon testoteron (kejantanan) (Gema Pria, 2009).

Menurut hasil penelitian Fitri, I.R (2002) di Kecamatan Karangayar, Kabupaten Kebumen Bualan dinyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keikutsertaan suami untuk menggunakan kontrasepsi permanen (vasektomi ) dengan probabiliti sebesar 0,003.

b. Sikap Suami

Sikap (attitude), adalah evaluasi positip-negatip-ambivalen individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatip menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan (Makmun, 2005).

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Dengan


(52)

demikian, dapat dijelaskan bahwa sikap merupakan sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2005).

Dalam bidang kesehatan, yang dimaksud dengan sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang-kurangnya empat variabel, yaitu: 1. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan

tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menanganinya sementara)

2. Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi kesehatan, antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.

3. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun tradisional. 4. Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah tangga, maupun

kecelakaan lalulintas, dan kecelakaan di tempat-tempat umum (Notoatmodjo, 2005).

Mar’at (1982) mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan pandangan ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objek-objeknya. Dengan kata lain sikap merupakan produk dari proses sosialisasi, seseorang


(53)

memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya. Sikap dapat diartikan suatu kontrak untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktifitas. Menurut Kartono (1990) sikap seseorang adalah predisposisi untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisir melalui pengalaman serta memengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada perilaku.

Sikap merupakan salah satu diantara kata yang paling samar namun paling sering digunakan dalam ilmu perilaku. Sikap merupakan perasaan yang lebih tetap, ditunjukkan terhadap sesuatu objek yang melekat ke dalam struktur sikap yaitu evaluasi dalam dimensi baik dan buruk.

Hubungan perilaku dengan sikap, keyakinan dan nilai tidak sepenuhnya dimengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan memperlihatkan misalnya bahwa sikap, sampai tingkat tertentu merupakan penentu, komponen dan akibat dari perilaku. Hal ini merupakan alasan yang cukup untuk memberikan perhatian terhadap sikap, keyakinan dan nilai sebagai faktor predisposisi.

Adanya hubungan yang erat antara sikap dan perilaku didukung oleh pengertian sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak. Dalam penelitian-penelitian yang dilakukan Wamer dan De Fleur (1969)


(54)

didefinisikan bahwa adanya 3 (tiga) hubungan antara sikap dan praktik sebagai berikut:

a) Keajegan (Consistency). Sikap verbal merupakan alasan yang masuk akal untuk menduga apa yang akan dilakukan oleh seseorang bila dihadapkan dengan obyek sikapnya. Dengan kata lain ada hubungan lansung antara sikap dengan tingkah laku (praktik).

b) Ketidak ajegan (inconsistency). Alasan ini membantah adanya hubungan yang konsisten antara sikap dengan tingkah laku (praktik). Sikap dan tingkah laku adalah dimensi yang individual yang berbeda dan terpisah. Demikian pula sikap dan tingkah laku adalah tindak satu sama lain.

c) Keajegan yang tidak tertentu (Concistency contingent). Alasan mengusulkan bahwa hubungan antara sikap dan tingkah laku (praktik). Sikap dan tingkah laku tergantung pada faktor-faktor situasi tertentu pada variabel antara. Pada situasi tertentu diharapkan adanya hubungan antara sikap dan tingkah laku, dalam situasi yang berbeda hubungan itu tidak ada. Hal ini lebih dapat menjelaskan hubungan sikap dan langsung

c. Umur

Umur dapat didefiniskan sebagai jumlah waktu kehidupan yang telah dijalani oleh seseorang. Umur sering dihubungkan dengan kemungkinan terjangkit penyakit. Kelompok umur usia muda (anak-anak) ternyata lebih rentan terhadap penyakit infeksi (diare, infeksi saluran pernafasan). Usia-usia produktif lebih cenderung berhadapan dengan masalah kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja dan


(55)

penyakit akibat gaya hidup (life style). Usia yang relatif lebih tua sangat rentan dengan penyakit-penyakit kronis (hipertensi, jantung koroner atau kanker) (Notoatmodjo, 2005).

Umur juga dapat dihubungkan dengan potensi penggunaan alat kontrasepsi, khususnya alat kontrasepsi permanen (vasektomi). Menurut Singarimbun (1996) usia suami menjadi salah satu faktor penting dalam memutuskan untuk menjadi akseptor kontrasepsi vasektomi atau tidak. Hal ini disebabkan oleh potensi reproduksi yang sangat berhubungan dengan umur. Rata-rata usia akseptor vasektomi 38,3 tahun sedangkan akseptor tuba sebesar 33,7 tahun.

d. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Notoatmodjo (2002), kesehatan merupakan interaksi berbagai faktor, baik internal (dalam diri manusia) maupun eksternal (di luar diri manusia). Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal terdiri dari kondisi sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Menurut, Lukito (2003), pemanfaatan masyarakat terhadap berbagai produk dan inovasi kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat


(56)

pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin mudah seseorang untuk menerima sebuah inovasi khususnya dalam bidang kesehatan.

e. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah satuan atau satuan materi yang diperoleh dari hasil pekerjaan seseorang. Tingkat pendapatan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan, khususnya tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang (Notoadmojo, 2005).

Menurut Katz (1960), sebagaimana yang dikutip oleh Notoadmojo, timbulnya tindakan seseorang dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Lebih lanjut Katz mengatakan bahwa tindakan itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak terhadap obyek demi pemenuhan kebutuhan hidupnya (Notoadmojo, 2005).

Menurut Rafael yang dikutip Tarigan (2002), tingkat penghasilan (income) seseorang berhubungan kuat dengan pemanfaatan pelayanan atau produk kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan fasilitas dan produk kesehatan yang lebih baik. Demikian juga dengan hasil penelitian Fitri, I.R (2002) di Kecamatan Karangayar, Kabupaten Kebumen Bualan dinyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan keikutsertaan suami untuk menggunakan kontrasepsi permanen (vasektomi ) dengan probabiliti sebesar 0,025.


(57)

Menurut Saadah (1999), yang dikutip oleh Lukito (2003), tingkat sosial ekonomi sangat memengaruhi seseorang terhadap pemilihan media, sumber informasi, dan kemampuan dalam membeli alat yang dibutuhkan dalam menunjang kesehatannya.

f. Jumlah Anak

Jumlah anak dapat didefinisikan sebagai jumlah anak hidup yang dimiliki oleh pasangan. Jumlah anak hidup memengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi yang digunakan. Pada pasangan dengan jumlah anak hidup rendah (sedikit) terdapat kecenderungan untuk menggunakan kontrasepsi dengan efektivitas rendah. Pilihan ini disebabkan oleh kemungkinan untuk memperoleh anak lagi. Pada pasangan dengan jumlah anak hidup yang banyak terdapat kecenderungan untuk menggunakan kontrasepsi dengan efektivitas tinggi. Pilihan ini disebabkan oleh rendahnya keinginan untuk menambah anggota keluarga.

Jumlah anak yang ideal sangat mendukung suami untuk lebih bebas memutuskan menggunakan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Pasangan dengan jumlah anak hidup banyak memilih menggunakan kontrasepsi jangka panjang sebagai upaya untuk membatasi jumlah anak, sedangkan pada pasangan dengan jumlah anak hidup sedikit memilih menggunakan kontrasepsi jangka pendek untuk memperpanjang jarak kelahiran anak (Singarimbun, 1996).

Demikian juga dengan hasil penelitian Fitri, I.R (2002) di Kecamatan Karangayar, Kabupaten Kebumen Bualan dinyatakan bahwa ada hubungan yang


(58)

bermakna antara jumlah anak dengan keikutsertaan suami untuk menggunakan kontrasepsi permanen (vasektomi ) dengan probabiliti sebesar 0,004.

Namun, jumlah anak tidak selalu berbanding lurus dengan pilihan kontrasepsi permanen. Menurut penelitian Ricardo (2008) menunjukkan bahwa jumlah anak justru tidak menjadi penentu pilihan untuk menggunakan kontrasepsi permanen. Hal ini disebabkan oleh masih adanya pengaruh faktor budaya yang menganggap banyak anak banyak rejeki. Hasil ini didukung oleh Jennings (1970) yang menyatakan bahwa pengaruh budaya yang menempatkan anak sebagai simbol prestise dan jaminan keamanan pada usia tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran di Afrika. Pendapat tersebut dipertegas oleh Geyen, dkk (2003) yang menyatakan bahwa keinginan untuk memiliki lebih banyak anak menjadi alasan utama untuk tidak mempraktikkan atau menolak Keluarga Berencana.

g. Kepercayaan (Belief)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005), kepercayaan didefinisikan sebagai anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercaya itu adalah benar atau nyata.

Menurut Fishbein dan Azjen dalam Dahniar (2009), kepercayaan atau keyakinan dengan kata “belief” memiliki pengertian sebagai inti dari setiap tingkah laku manusia. Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap objek.

Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis


(59)

pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.7.2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin (enabling factors) merupakan faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi terjadinya suatu perilaku. Beberapa faktor pemungkin yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Jarak dengan Fasilitas Kesehatan

Jarak dengan fasilitas kesehatan juga berkontribusi terhadap terciptanya suatu perilaku kesehatan pada masyarakat. Pengetahuan dan sikap yang baik belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan faktor lain yaitu jauh dekatnya dengan fasilitas kesehatan. Jarak fasilitas kesehatan yang jauh dari pemukiman penduduk akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dan sebaliknya jarak yang relatif lebih dekat akan meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

2.7.3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Beberapa faktor pemungkin yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Tindakan Petugas Kesehatan

Perilaku pemanfaatan fasilitas atau produk kesehatan juga sangat dipengaruhi oleh petugas kesehatan. Seseorang yang sudah mengetahui manfaat kesehatan dan


(60)

ingin memanfaatkannya dapat terhalang karena sikap dan tindakan petugas kesehatan yang tidak ramah dan memotivasi individu yang akan memanfaatkan fasilitas kesehatan. Selain itu, kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi, kurangnya motivasi

provider untuk pelayanan vasektomi dan kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi.

Dari berbagai hasil penelitian dan laporan tersebut dapat diperoleh suatu gambaran kurangnya peran pria dalam mengikuti program KB. Namun, selain faktor pengguna KB pria, petugas kesehatan juga berkontribusi terhadap rendahnya penggunaan KB pada pria. Sering sekali kompetensi dan motivasi petugas kesehatan yang rendah menyebabkan proses sosialisasi penggunaan KB pada pria jadi terhalang. Hal ini dapat dilihat dari hasil laporan UNFPA-BKKBN (2001) menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pria yang pernah mendengar dan mengetahui istilah kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat promosi, penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Selain hal tersebut, laporan juga menunjukkan informasi yang diterima oleh para pria pada saat konseling untuk ber KB umumnya sangat rendah.

b. Sikap Istri

Sikap (attitude), adalah evaluasi positip-negatip-ambivalen individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatip menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya


(61)

sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan (Makmun, 2005).

Sikap istri merupakan bentuk respon dari istri terhadap tindakan vasektomi yang akan dilakukan oleh suami. Sikap istri bisa bersifat positip atau negatif tergantung sikap dan tindakan panutan. Menurut hasil penelitian Saptomo, I (2008) tentang partisipasi pria dalam KB di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap istri terhadap partisipasi pria dalam KB. Sikap istri yang paling baik menyangkut tujuan kontrasepsi sebagai bentuk perencanaan terhadap jumlah anak. Dalam kaitan ini dukungan istri merupakan pengaruh yang positip. Bentuk dukungan tersebut juga didasari pemikiran istri yang merasa KB vasektomi sebagai alat kontrasepsi yang efektif. Sedangkan sikap istri yang menyatakan tidak mendukung suami mengikuti program KB karena kemungkinan pengetahuan dari istri yang kurang terhadap partisipasi pria dalam KB terutama belum begitu paham dengan metode kontrasepsi pria, keuntungan dan kerugian vasektomi. Selain itu dari nilai sosial budaya juga ada hambatan yaitu adanya kepercayaan masalah KB adalah masalah wanita.

Menurut Awen (2007), persetujuan seorang istri kelihatannya menjadi kunci dalam memutuskan untuk menjalani vasektomi. Seluruh pasangan yang suaminya menjalani vasektomi di Tanzania mengatakan bahwa keputusan merupakan hasil diskusi dengan istri, bahkan lebih dari 50% diantaranya mengatakan bahwa persetujuan istri sebagai salah satu faktor dalam pengambilan keputusan. Banyak istri yang justru tidak mau suaminya ber KB, khususnya alat kontrasepsi vasektomi karena


(1)

kontrasepsi vasektomi, 6 responden (85,7%) memiliki sikap istri yang baik. Meskipun suami merupakan kepala keluarga, namun penentuan pilihan untuk menggunakan atau tidak menggunakan kontrasepsi vasektomi sangat dipengaruhi oleh sikap istri. Hal ini menyangkut terhadap akibat dari pilihan tersebut. Pilihan untuk menjadi akseptor kontrasepsi vasektomi sangat berhubungan dengan jumlah anak, sehingga perlu diputuskan secara bersama-sama. Hal berarti memerlukan dukungan dari istri. Sikap yang baik dari istri terhadap kontrasepsi vasektomi akan menghasilkan dukungan yang baik terhadap suami.

5. 4. Analisis Multivariat

Dari hasil analisis multivariat yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pendapatan, tindakan petugas kesehatan dan sikap istri berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi vasektomi di Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Dari ketiga variabel tersebut, variabel sikap istri merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi suami untuk mengambil keputusan menggunakan atau tidak menggunakan kontrasepsi vasektomi. Hal ini dapat dilihat dari nilai coeficient B, sikap istri yang paling besar yaitu sebesar 21,092 jika dibandingkan dengan coeficient B tingkat pendapatan dan tindakan petugas. Besar pengaruh tersebut dilihat dari exp B. Berdasarkan hasil analisis regresi logistik ganda, diperoleh nilai exp B sebesar 3,7995. Hal ini menunjukkan bahwa peluang responden untuk menggunakan kontrasepsi vasektomi hampir 4 kali lebih besar pada


(2)

responden yang memiliki sikap istri yang baik terhadap vasektomi dibanding sikap istri yang kurang baik.

Menurut Awen (2007), persetujuan seorang istri kelihatannya menjadi kunci dalam memutuskan untuk menjalani vasektomi. Seluruh pasangan yang suaminya menjalani vasektomi di Tanzania mengatakan bahwa keputusan merupakan hasil diskusi dengan istri, bahkan lebih dari 50% diantaranya mengatakan bahwa persetujuan istri sebagai salah satu faktor dalam pengambilan keputusan. Banyak istri yang justru tidak mau suaminya ber KB, khususnya alat kontrasepsi vasektomi karena khawatir dimanfaatkan untuk selingkuh. Padahal penggunaan alat kontrasepsi vasektomi akan mengakibatkan wanita tidak perlu menggunakan kontrasepsi lagi, sehingga terhindar dari efek samping penggunaan kontrasepsi seperti: keputihan, kegemukan, perdarahan dan lebih leluasa untuk mengurus keluarga.

5.5. Keterbatasan Penelitian

a. Pada saat penelitian, peneliti mengalami kesulitan saat melakukan pengumpulan data para peserta kontrasepsi pria responden sulit untuk ditemui karena penelitian ini dilakukan bertepatan dengan jam kerja. Sehingga peneliti melakukan kunjungan ulang pada sore hari. Karena waktu yang terbatas pengumpulan data menjadi lebih lama.

b. Ketidakseragaman pendidikan responden menyebabkan penalaran terhadap kuesioner yang berbeda pada saat pengumpulan data. Sehingga peneliti memberikan panduan kepada responden dalam menjawab semua item pertanyaan kuesioner.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dilapangan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ada hubungan tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kepercayaan tindakan petugas kesehatan, sikap istri terhadap penggunaan kontrasepsi vasektomi.

2. Tidak ada hubungan jumlah anak dan jarak tempat tinggal responden terhadap fasilitas kesehatan dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi.

3. Ada pengaruh tingkat pendapatan, tindakan petugas kesehatan dan sikap isri terhadap penggunaan kontrasepsi vasektomi.

4. Tidak ada pengaruh tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kepercayaan, jarak tempat tinggal responden terhadap fasilitas kesehatan.

6.2. Saran

1. Kepada petugas kesehatan (Dinas Kesehatan) agar lebih intensif melakukan promosi dan penyuluhan tentang manfaat penggunaan kontrasepsi vasektomi, karena peran petugas kesehatan dapat mempengaruhi para suami untuk menggunakan atau tidak menggunakan kontrasepsi vasektomi.


(4)

2. Mengintensifkan program pelayanan gratis bagi pasangan atau suami yang hendak menggunakan kontrasepsi vasektomi, agar tingkat pendapatan yang rendah tidak menjadi penghalang keinginan para calon akseptor untuk menggunakan kontrasepsi vasektomi.

3. Melakukan penyuluhan atau promosi kesehatan kepada para istri, agar memiliki sikap yang lebih baik tentang kontrasepsi vasektomi, karena sikap istri sangat berpengaruh terhadap kemauan suami untuk menjadi akseptor kontrasepsi vasektomi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2005. Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta. Balai Pusat Statistik. 2011. Sensus Penduduk Tahun 2010.

BKKBN, 2002. Operasionalisasi Program dan Kegiatan Strategis Peningkatan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta.

---, 2004. Panduan Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi Berwawasan Gender di Tempat Kerja. Jakarta

---, 2005. Peningkatan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta

---, 2006. Pria Siap Berpartisipasi dalam Keluarga Berencana. Jakarta: Http:gemapriaBKKBN.go.id.

---, 2010. Rapat Kerja Daerah Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara. Medan.

Bloom, B. 1956. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook I, The Cognitive Domain. New York, David McKay & Co

Depkes RI, 1990. Buku Pedoman Petugas Klinik Keluarga Berencana, Jakarta.

Fitri, I.R., 2002. Kaitan Beberapa Karakteristik Pria Dengan Keikutsertaan Penggunaan Metode Vesektomi Di Kecamatan KaranganyarKabupaten Kebumen Bualn April-Mei Tahun 2002. Skripsi.

Gasperzs, V., 1997. Teknik Penarikan Contoh untuk Penelitian Survey. Bandung: PT. Tarsito

Gema Pria, 2009. Gema Partisipasi Pria. No.5/V/2009. Jakarta.

Jennings, J.G., 1970. Cultural Factors Affecting Human Fertility. Illinois

Manuaba, I.B.G., 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC


(6)

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan; Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, 2007. Manajemen Keperawatan; Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional, Jakarta: Salemba Medika.

Profil Puskesmas Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010. Deli Serdang. 2010

Prawirohardjo, S., 1997. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka

Poerwadarminta, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Simanjuntak, R.S., 2008. Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria di Kalangan Prajurit

Wilayah Medan Tahun 2007. Tesis. Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Singarimbun, M., 1996. Kelangsungan Hidup Anak, Berbagai Teori, Pendekatan dan Kebijaksanaan. Yogyakarta. Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada.

Sugiyono, 1999. Statistik Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta Syarif, 2004. Keadilan dan Kesetaraan Gender, Jakarta: BKKBN

Tjahyadi, M.T., 2006. Panduan Promosi Kondom Melalui BP4 dan KUA, Jakarta: BKKBN